• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana/ Tahanan (Studi Rutan Klas II B Labuhan Deli)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana/ Tahanan (Studi Rutan Klas II B Labuhan Deli)"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN

2003 TENTANG PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH

DIKAITKAN DENGAN PENGADAAN BAHAN MAKANAN

NARAPIDANA/ TAHANAN

(STUDI RUTAN KLAS II B LABUHAN DELI)

TESIS

Oleh

BONA HOTMAN SITUNGKIR 077005112/HK

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN

2003 TENTANG PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH

DIKAITKAN DENGAN PENGADAAN BAHAN MAKANAN

NARAPIDANA/ TAHANAN

(STUDI RUTAN KLAS II B LABUHAN DELI)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BONA HOTMAN SITUNGKIR 077005112/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH DIKAITKAN DENGAN PENGADAAN BAHAN MAKANAN NARAPIDANA/ TAHANAN (STUDI RUTAN KLAS II B LABUHAN DELI)

Nama Mahasiswa : Bona Hotman Situngkir Nomor Pokok : 077005112

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) Anggota Anggota

Ketua Program Studi D i r e k t u r

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 31 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS 3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pemerintah merupakan salah satu alat untuk menggerakkan roda perekonomian, oleh karenanya penyerapan anggaran melalui pengadaan barang dan jasa ini menjadi sangat penting. Namun, tidak kalah penting dari itu adalah urgensi pelaksanaan pengadaan yang efektif dan efisien serta ekonomis untuk mendapatkan manfaat maksimal dari penggunaan anggaran. Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya. Agar hakikat atau esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi pengadaan barang dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku.

Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data terhadap data sekunder dilakukan dengan analisis kualitatif.

Sejak diundangkannya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, maka semua peraturan beserta petunjuk teknis dan seluruh perubahan tentang pengadaan barang dan jasa sebelumnya telah dinyatakan tidak berlaku lagi. Pengadaan barang dan jasa pada dasarnya melibatkan dua pihak yaitu pihak pengguna barang/jasa dan pihak penyedia barang/jasa, tentunya dengan keinginan atau kepentingan berbeda, bahkan dapat dikatakan bertentangan. Pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli dalam hal pengadaan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan, proses pengadaannya harus memenuhi syarat-syarat penting seperti, kewajiban pihak penyedia, jaminan pelaksanaan dan penawaran, cara pembayarannya, denda dan sanksi, perselisihan kontrak, dan penyelesaian sengketa. Sedangkan hambatan yang terjadi terdiri dari wanprestasi (ingkar janji), force majeure, dan faktor-faktor penghambat lainnya.

Disarankan agar dalam pemilihan penyedia barang/jasa sebaiknya dilaksanakan dengan metode pelelangan umum diantara para penyedia yang setara, untuk sistem penunjukan langsung sebaiknya dilaksanakan pada pekerjaan yang bersifat darurat atau karena bencana alam, hendaknya diajukan usulan kepada Menteri Keuangan tentang pengecualian terhadap pengadaan bahan makanan keperluan narapidana/tahanan serta mengusulkan perubahan standar biaya makanan narapidana tersebut dengan sistem rayonisasi dan pelaksanaan kontrak pengadaan harus dilakukan melalui mekanisme tahun jamak (multi years).

(6)

ABSTRACT

Supplying goods and service for the importance of government is one tool to activate the wheel of economic matters. Therefore, the absorption of estimate by supplying goods and service becomes very important. However, there is one thing which is important as well, that is the urgency of implementation of supplying which is effective, efficient and economical in order to obtain maximum benefit from the making use of estimate. In fact, supplying goods and service is the effort of consumers to get or create the goods and service they want, by using certain method and process to achieve agreement of price, time and other agreements. In order to execute the essence of supplying goods and service as well as possible, both consumers and suppliers must always follow the philosophy of supplying goods and service, obey the valid ethics and norms about supplying goods and service, the principles, method and the standard process of supplying goods and service.

Research method applied is normative law method. The main data is secondary data. The data are collected by library research and field research method. The secondary data are analyzed with qualitative analysis.

Since the presidential decree No.80 year 2003 had been legislated, all rules, technical guideline and all previous changes about supplying goods and service were not valid anymore. Basically, supplying goods and service involves two sides, namely goods/ service consumers and suppliers of goods/ service, of course with different willingness of different self-interest, or even contradict one, in the case of supplying prisoners’ food at class II B of Labuhan Deli State Prison, the process of supplying must fulfill important conditions such as the duty of suppliers, guarantee of implementation and supply payment method, fine and sanction, disagreement of contract and settlement of dispute. Meanwhile, the obstacles occurred are: wanprestasi (breaking a promise), force majeure and so on.

As a suggestion, choosing goods/service suppliers is better to be committed by general auction method among equals’ suppliers. Direct pointing system is better to be implemented to emergency works or works which are caused of natural disaster. It is suggested to propose the exception of supplying prisoners’ food to ministry of economic affairs as well as propose the change of standard cost of prisoners’ food with the process of dividing into administrative districts in addition; implementation of the contract of supplying must be done with multi year’s mechanism.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat kasih karunia-Nyalah penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Sarjana Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam tesis ini, penulis menyajikan judul : ”Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan (Studi Rutan Klas IIB Labuhan Deli)”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan penulis yang sangat terbatas. Untuk itu dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatmya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaannya dikemudian hari.

Pada kesempatan ini, dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H. SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(8)

Komisi Pembimbing yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan-arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, perhatian dan dukungan yang tiada henti-hentinya demi selesainya penulisan tesis ini tepat pada waktunya.

6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Anggota Komisi Penguji. 7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Anggota Komisi Penguji.

8. Para Dosen Penulis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmunya dan membuka cakrawala berpikir penulis yang akan bermanfaat dikemudian hari.

9. Bapak Drs. Mashudi, Bc.IP, MAP selaku Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Studi di Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara atas biaya Kanwil, Bapak Tony Nainggolan, Bc.IP, SH, MH serta Bapak M. Sukardi Sianturi, SH, MH selaku Kepala Rumah Tahanan Negara Klas IIB Labuhan Deli.

(9)

putus-putusnya demi kebaikan dan keberhasilan anaknya serta mertuaku Amang Drs. D.J. Sinaga dan Inang Y. Br. Hutauruk atas doanya.

11.Teristimewa untuk “Istriku Tercinta Frida Roslely Sinaga, SE” terima kasih atas cinta, kasih sayang, perhatian dan dukungannya selama ini... Banyak waktu yang seharusnya kuhabiskan denganmu namun terpakai untuk menyelesaikan kuliah... Maafkan aku yah.... Terimakasih juga untuk anakku Boyjes Sam Domu Situngkir. 12.Rekan-rekan seperjuangan pada Kelas Paralel Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun 2007, atas dukungan dan kebersamaanya. Cepat ada yang dikejar dan lambat ada yang ditunggu....

13.Seluruh staf dan pegawai di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala bantuan-bantuan, pelayanan dan kemudahan yang telah diberikan, kiranya Tuhan jualah yang membalas semua kebaikannya.

Akhirnya penulis berharap bahwa tesis ini dapat berguna sebagai sumbang dan saran pemikiran mengenai ”Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dikaitkan Dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan (Studi Rutan Klas IIB Labuhan Deli)”. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin.

(10)

RIWAYAT HIDUP

NAMA : BONA HOTMAN SITUNGKIR

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN, 15 APRIL 1975 JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

AGAMA : KRISTEN

PEKERJAAN : PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PADA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN HUKUM

DAN HAM SUMATERA UTARA

PENDIDIKAN : 1. SD METHODIST I MEDAN, LULUS TAHUN

1988.

2. SMP NEGERI 1 MEDAN, LULUS TAHUN 1991. 3. SMA NEGERI 2 MEDAN, LULUS TAHUN 1994.

4. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA, LULUS TAHUN 2000.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II PERJANJIAN KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PADA RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS II B LABUHAN DELI ... 36

5. Kebijakan Umum Pengadaan Barang dan Jasa ... 43

6. Metode Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa ... 44

B. Jenis Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa ... 45

1. Isi Kontrak ... 49

2. Jenis Kontrak ... 51

3. Penandatanganan Kontrak ... 52

(12)

5. Pembayaran Uang Muka dan Prestasi Pekerjaan ... 55

6. Perubahan Kontrak ... 55

7. Penghentian dan Pemutusan Kontrak ... 56

8. Serah Terima Pekerjaan ... 57

9. Sanksi ... 58

10. Penyelesaian Perselisihan ... 59

C. Tinjauan Umum Tentang Kontrak Pengadaan Barang / Jasa ... 59

1. Surat Perjanjian Pengadaan Barang / Jasa ... 59

2. Syarat-Syarat Umum Kontrak ... 63

3. Syarat-Syarat Khusus Kontrak ... 75

D. Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Untuk Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/Tahanan di Lingkungan Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli ... 79

1. Keabsahan Perjanjian Pengadaan Barang / Jasa Dalam Pengadaan Bahan Makanan Keperluan Narapidana/ Tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli ... 91

2. Kedudukan Seimbang Para Pihak ... 99

BAB III SYARAT-SYARAT PENTING DALAM PERJANJIAN/ KONTRAK PENGADAAN BAHAN MAKANAN KEPERLUAN NARAPIDANA/TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS II B LABUHAN DELI ... 110

A. Kewajiban Pihak Penyedia Barang / Jasa ... 110

B. Jaminan ... 117

C. Cara Pembayaran ... 125

D. Denda dan Sanksi ... 126

E. Perselisihan Kontrak ... 128

F. Penyelesaian Sengketa ... 129

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN/ KONTRAK PENGADAAN BAHAN MAKANAN KEPERLUAN NARAPIDANA/TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS II B LABUHAN DELI ... 131

A. Wanprestasi (Ingkar Janji) ... 132

B. Force Majeure ... 140

C. Faktor-Faktor Penghambat Lainnya ... 144

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 148

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1 Keperluan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan

Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli

Tahun 2008 ... 111 2 Keperluan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan

Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli

(14)

DAFTAR SINGKATAN

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara

BAMA : Bahan Makanan

BHMN : Badan Hukum Milik Negara

BI : Bank Indonesia

BUMD : Badan Usaha Milik Daerah BUMN : Badan Usaha Milik Negara CV : Commanditaire Vennotschap

DEPKUMHAM : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia KADIN : Kamar Dagang dan Industri

KEPPRES : Keputusan Presiden

KKN : Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

LAPAS : Lembaga Pemasyarakatan

PBJ : Pengadaan Barang dan Jasa PNS : Pegawai Negeri Sipil RUTAN : Rumah Tahanan Negara

UNDP : United Nations Development Programe

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pemerintah merupakan salah satu alat untuk menggerakkan roda perekonomian, oleh karenanya penyerapan anggaran melalui pengadaan barang dan jasa ini menjadi sangat penting.46 Namun, tidak kalah penting dari itu adalah urgensi pelaksanaan pengadaan yang efektif dan efisien serta ekonomis untuk mendapatkan manfaat maksimal dari penggunaan anggaran.47

Pasca jatuhnya pemerintah Orde Baru, Indonesia telah memulai babak baru sejarah reformasi sistem pengadaan barang dan jasa publik. Diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kehadiran produk perundangan ini, kemudian didukung dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Prinsip dasar lahirnya Keputusan Presiden ini adalah penggunaan anggaran secara efektif dan efisien, mendorong persaingan sehat, pengadaan yang transparan dan akuntabel serta tidak diskriminatif.48

46

Majalah Kompetensi, Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Edisi

3 Tahun 2006, hlm. 4.

47

Ibid.

48

Transparency International, Bagaimana Mengurangi Korupsi Dalam Pengadaan Barang

(16)

Namun dalam prakteknya, Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 memiliki beberapa kelemahan. Antara lain49:

1. Adanya inkonsistensi antara ketentuan Keppres dengan peraturan lain. Inkonsistensi ini ditunjukan dengan adanya beberapa pasal yang dinilai bertentangan dengan peraturan lain yang setara. Bahkan, ada pasal yang bertentangan dengan undang-undang, yang dalam hierarki hukum Indonesia tidak dibenarkan;

2. Munculnya konflik dalam pelaksanaannya di daerah. Yang utamanya disebabkan perbedaan interpretasi. Disebabkan ketentuan yang tidak jelas dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut dalam lembar terpisah berupa Surat Edaran sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Selain itu, muncul kecenderungan daerah untuk lebih mengacu kepada undang-undang daripada aturan dibawahnya. Akibat ketidakjelasan aturan main tersebut, pengadaan barang dan jasa di pemerintah daerah hanya berdasarkan pada kebijakan kepala daerah semata, terutama mengenai kebijakan Penunjukan Langsung dan tender terbatas. Kebijakan tersebut akan memunculkan terjadinya persaingan tidak sehat dan merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme;

3. Mata rantai birokrasi yang panjang. Sebelum mengikuti tender, perusahaan diharuskan mendapatkan persetujuan dari pejabat terkait yang dibutuhkan;

4. Sumber daya manusia yang kurang professional. Hal ini dikarenakan basis penunjukan pejabat pengadaan barang dan jasa berbau nepotisme dan kolusi atau pejabat tersebut tidak memiliki keahlian teknis dalam tender bidang yang ditanganinnya.

Kelahiran Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 secara khusus ditujukan untuk mengatur tata cara pengadaan barang dan jasa di pemerintahan, baik yang bersumber pada anggaran negara (APBN/APBD) maupun non anggaran (bantuan/sumbangan dana dari luar negeri). Keputusan Presiden ini sekaligus mendorong terjadinya globalisasi dan liberalisasi sistem pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Selain membenahi kelemahan-kelemahan dalam aturan sebelumnya,

49

(17)

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 juga menambahkan beberapa hal yang prinsipil dan strategis dalam upaya pencegahan korupsi.

Berikut aspek penting dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 200350: 1. Adanya kejelasan bahwa pengguna anggaran daerah adalah pengguna barang dan

jasa. (Pasal 1)

2. Adanya kewajiban untuk mengumumkan rencana pengadaan barang dan jasa setiap awal tahun dan sanksi kepada panitia dan penyedia barang dan jasa bila terbukti curang dalam pengumuman lelang.

3. Adanya ketentuan untuk mengangkat pejabat pengadaan dalam pengadaan barang/jasa Rp. 50 juta. (Pasal 1)

4. Adanya kewajiban bagi pengguna barang dan jasa serta panitia PBJ untuk memiliki sertifikat keahlian.

5. Adanya perubahan segmen pasar, hanya ada usaha kecil dan non usaha kecil, tidak ada segmen pasar untuk jasa konsultansi.

6. Masa transisi bagi jasa pelaksanaan konstruksi golongan menengah Rp. 1-3 milyar dan UK jasa konsultansi konstruksi s.d. Rp 200 juta.

7. Sertifikat Badan Usaha-PBJ Non Konstruksi bukan syarat mutlak PBJ (sukarela). 8. Biaya penggandaan dukumen lelang diperkenankan.

9. Dibukanya akses masyarakat dalam pelaksaan pengadaan/tender.

10.Menghilangkan Conflict of Interest (Larangan pengawas, pimpinan proyek menjadi anggota panitia; larangan PNS menjadi penyedia).

11.Mendorong diutamakannya penggunaan pascakualifikasi dibanding prakualifikasi.

12.Larangan menambah persyaratan kualifikasi di luar yang sudah ditentukan dalam Keppres (Ex : pembatasan wilayah, persyaratan harus mempunyai KTA KADIN, dll)

13.Panitia pengadaan diperlukan untuk pengadaan dengan nilai diatas Rp 50 juta, dan jumlah anggota panitia pengadaan minimal 3 orang atau berjumlah gasal. 14.Memudahkan proses pra/pasca kualifikasi dengan membudayakan kualifikasi

dengan tidak menyerahkan secara langsung dokumen yang banyak tetapi hanya dengan surat pernyataan.

15.Dimasukannya pasal mengenai penerapan Pakta Integritas dalam Pengadaan Barang/Jasa pemerintah. Namun dalam Keppres ini penjelasan mengenai mekanisme penerapan Pakta Integritas belum dijelaskan secara detail.51

50

Budihardjo, Direktur Executive Indonesian Procurement Watch, Perbandingan antara

(18)

Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono menyadari bahwa pengadaan barang dan jasa merupakan sektor yang paling rawan korupsi. Dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, terutama adendum keenam menyebutkan untuk melaksanakan penerapan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Pemerintah juga secara aktif melakukan perbaikan atau pembaruan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Sedikitnya, Keputusan Presiden ini sudah mengalami 7 kali perubahan yang cukup signifikan. Yang terakhir adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepaktan harga, waktu dan kesepakatan lainnya.52 Agar hakikat atau esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi pengadaan barang dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku,

51

Adanya kekeliruan dalam mengartikan Pakta Integritas, karena tidak ada penjelasan bagaima

an Barang dan Jasa dan Berbagai

Permasa a, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 3.

na pemerintah melakukan mekanisme tersebut.

52

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengada

(19)

mengik

, struktu

borong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerja

atau pengembang dapat berupa badan hukum baik pemerintah maupun swasta. Si

uti prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku.53

Setiap proses penyelenggaraan pemerintahan dan negara, otoritas pemerintah memerlukan perangkat-perangkat, baik itu berupa perangkat keras maupun perangkat lunak.54 Perangkat keras misalnya sarana, prasarana, barang-barang keperluan dan inventaris Negara dan lain-lain, sedangkan perangkat lunak melingkupi sistem

r maupun sumber daya manusia yang akan melakukan proses pengurusan dan pengelolaan tersebut agar dapat menjadi efektif dan efesien bagi kepentingan rakyat.

Untuk melaksanakan pengadaan barang dan jasa tersebut, biasanya pemerintah melakukan perjanjian pemborongan seperti yang terdapat dalam Pasal 1601 b Kitab undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1601 b Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian pemborongan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu (si pem

an bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Dalam suatu perjanjian pemborongan itu harus ada pihak yang saling mengikatkan diri yaitu antara si pemborong dengan pihak yang memborongkan dan dalam perjanjian pemborongan itu ditentukan hak si pemborong serta kewajibannya, adanya suatu pembayaran, adanya resiko dan lain-lain. Pihak yang memborongkan

53

Ibid.

54

Gunawan Widjaja, Pengelolaan Harta Kekayaan Negara Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta:

(20)

pengembang mempunyai rencana memborongkan proyek sesuai dengan surat perjanjian pemborongan/kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek. Kontrak inilah y

arya pengusaha pertambangan batu bara, kontrak pengadaan barang

adalah perikatan antara pejabat pembuat komitmen dengan penyedia barang dan jasa

ang harus dipedomani dan dilaksanakan oleh pihak pemborong.

Pada dasarnya, kontrak menurut namanya dibagi menjadi dua macam yaitu kontrak nominaat (bernama) dan inominat (tidak bernama). Kontrak nominaat

merupakan kontrak yang dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Hal-hal yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam-meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian dan lain-lain. Kontrak inominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal pada saat Kitab Undang-undang Hukum Perdata diundangkan. Kontrak yang termasuk dalam kontrak inominaat adalah kontrak surogasi, kontrak terapeutik, perjanjian kredit, standar kontrak, perjanjian kemitraan, perjanjian k

dan lain-lain.55

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, tidak ditemukan pengertian kontrak pengadaan barang, yang ada hanya pengertian kontrak. Kontrak

55

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Buku Satu, (Jakarta: Raja

(21)

dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (Pasal 1 angka 17 Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007).

Subjek hukum dalam kontrak pengadaan barang adalah pengguna barang dan penyedia barang. Penggunaan barang adalah kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pengguna anggaran daerah/pejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dalam lingkungan unit/proyek tertentu. Penyedia barang adalah badan usaha atau orang perseroan yang kegiatan usahanya menyediakan barang. Objek kontrak ini adalah kegiatan pengadaan barang.56

Dalam pengadaan barang tidak bergerak tidak tertutup kemungkinan bahwa pengadaannya juga dapat dilakukan melalui proses pembangunan, yang mempergunakan jasa kontruksi (kontraktor). Ini berarti kegiatan pengadaan barang juga tidak dapat dipisahkan dengan proses pengadaan jasa, khususnya yang meliputi jasa pemborongan tetapi tidak meliputi jasa konsultasi dan jasa lainnya.

Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (asas kebebasan berkontrak). Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan “siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata ini mempunyai

56

(22)

kekuatan mengikat.57 Pasal 1320 KUHPerdata menentukan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. suatu hal tertentu

4. suatu sebab yang halal

Kontrak pengadaan barang adalah kontrak yang dikenal dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah dan telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah. Para pihak dalam kontrak ini adalah penggunan barang dan penyedia jasa. Pengguna barang adalah :58

1. kepala kantor/satuan kerja

2. pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek

3. pengguna anggaran daerah/pejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dalam lingkungan unit kerja/proyek tertentu.

Penyedia barang adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang.59 Kemudian kontrak pengadaan barang merupakan kontrak yang dikenal dalam kegiatan pengadaan barang yang dilakukan oleh pemerintah, dimana sumber pembiayannya berasal dari APBN/APBD ataupun yang berasal dari bantuan/sumbangan dari negara lain. Pengertian pengadaan barang dapat

57

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2001), hlm. 83.

58

Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2007

59

(23)

dibaca dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa.

Pelaksanaan pengadaan barang ini dapat dilakukan secara : 1. swakelola

2. penyedia barang

Dilaksanakan secara swakelola artinya adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri.60

Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola adalah61:

a. Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia instansi pemerintah yang bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok pengguna barang/jasa; dan/atau

b. Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyarakat setempat; dan/atau

c. Pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa; dan/atau

d. Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung resiko yang besar; dan/atau

e. Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan; dan/atau

f. Pekerjaan untuk proyek percontohan yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa; dan/atau

g. Pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah;

60

Pasal 39 ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003.

61

(24)

h. Pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa yang bersangkutan.

Dilaksanakan oleh penyedia barang artinya adalah bahwa pengadaan barang itu dilaksanakan oleh penyedia barang. Barang adalah suatu benda dalam berbagai dan uraian, yang meliputi62:

1. bahan baku

2. bahan setengah jadi 3. barang jadi atau peralatan

4. spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang

Pada prinsipnya kontrak dapat diubah, dengan syarat ada kesepakatan antara pengguna barang dan penyedia barang. Pengubahan kontrak merupakan upaya untuk mengatur atau meninjau kembali substansi kontrak yang telah dibuat antar pengguna barang dengan penyedia barang. Dalam Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 telah ditentukan hal-hal yang dapat diubah. Hal-hal yang dapat diubah meliputi : 1. lingkup pekerjaannya

2. metode kerja

3. waktu pelaksanaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Kontrak batal demi hukum apabila isi kontrak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kontrak dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan63:

62

Pasal 1 angka 10 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2007.

63

(25)

1. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) 2. Kecurangan

3. Pemalsuan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan kontrak

KKN merupakan kegiatan untuk melakukan kegiatan kolusi, korupsi dan nepotisme yang dilakukan antara pengguna barang dengan penyedia barang. Dalam pelaksanaan pengadaan barang, seringkali muncul kasus yang berkaitan dengan KKN ini. Apabila hal itu terjadi, maka tidak hanya pembatalan kontrak, tetapi juga dapat dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seperti diketahui bahwa hak-hak narapidana merupakan bagian dari hak asasi yang melekat pada diri manusia, oleh karena itu perlu mempersoalkan hak-hak narapidana agar senantiasa dilindungi dan diakui oleh hukum serta aparat penegak hukum, khususnya para pembina di Lembaga Pemasyarakatan. Merupakan suatu yang perlu bagi negara hukum untuk menghargai hak-hak asasi narapidana sebagai warga masyarakat yang harus diayomi, walaupun telah melanggar hukum.64

Harus diakui, narapidana sewaktu menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam beberapa hal kurang mendapat perhatian, khususnya perlindungan hak-hak asasinya sebagai manusia. Dengan pidana yang dijalani

64

Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam

(26)

narapidana itu, bukan berarti hak-haknya dicabut, penghukuman bukan bertujuan untuk mencabut hak-hak asasi yang melekat pada dirinya sebagai manusia.65

Pelaksanaan pembinaan yang kurang melindungi hak-hak narapidana di Indonesia cukup beralasan, mengingat keterbatasan anggaran serta sarana, salah satunya adalah masih banyak Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang tidak menyediakan tempat tidur dan sarana sanitasi yang memadai.66

Narapidana sulit mengharapkan pengobatan yang memadai di penjara. Obat-obatan yang tersedia sangat minim dan dokter yang tersedia hanya dokter jaga. Akibatnya narapidana sering kali bersama-sama mengupayakan sendiri pengobatan terutama untuk membantu narapidana yang tidak punya uang. Dokter yang betul-betul menangani narapidana adalah dokter narapidana, mereka siap menolong rekannya sesama narapidana yang sakit.67

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengamanatkan bahwa sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan warga binaan pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sistem pemasyarakatan menitik beratkan pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan dan bimbingan warga binaan pemasyarakatan

65

Ibid, hal 73

66

Ibid

67

(27)

yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan hubungan yang asasi antara individu warga binaan dengan masyarakat.68

Sejalan dengan perkembangan paradigma yang terus berubah ditengah-tengah masyarakat serta upaya penegakkan hak asasi manusia dalam sistem tata peradilan pidana, maka dilakukan pembenahan serta perubahan-perubahan pada sistem kepenjararaan melalui payung hukum pemasyarakatan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, untuk mengadopsi norma-norma hukum lama yang masih relevan maupun instrument internasional, aspek sosial, maupun opini masyarakat.

Perubahan paradigma sosial, budaya, ekonomi dan hukum dalam mayarakat merupakan hasil interaksi sosial pada tataran internasional yang dampaknya berimbas pada kondisi nasional, dampak tersebut cukup berpengaruh terhadap perkembangan sistem tata peradilan pidana di Indonesia termasuk sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan.69

Lembaga Pamasyarakatan dimata masyarakat dipandang berfungsi sebagai tempat membatasi ruang gerak orang yang dijatuhi hukuman pidana penjara. Oleh karena itu masyarakat umum lebih mengenal sebagai penjara dari pada Lembaga Pemasyarakatan. Fungsi pemenjaraan ini lebih merupakan usaha untuk memastikan bahwa terpidana tidak akan mengulangi perbuatannya sepanjang masa

68

Lihat Konsideran Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006, Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

69

Mardjaman, Beberapa Catatan RUU Tentang Sistem Pemasyarakatan, Jurnal Legislasi

Indonesia, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Dep Hukum dan HAM RI, Vol. 2 No.3, September

(28)

penghukumannya. Dengan kata lain fungsi pemenjaraan terpidana penjara merupakan strategi untuk membuat agar terpidana tidak mampu melakukan pelanggaran hukum , atau dalam konsep penologi disebut incapacitation.70

Dalam fungsi incapacitation ini penyelenggara penjara tidak berpretensi bahwa narapidana yang selesai menjalani hukuman akan menjadi jera, sehingga ciri utama kegiatannya adalah menjaga agar tidak terjadi pelarian narapidana. Kalau ada kegiatan yang diprogramkan bagi narapidana, kegiatan tersebut adalah kegiatan kerja yang bersifat produktif, dengan hasil produksi yang kompetitif dipasarkan dipasar terbuka. Bahkan terhadap narapidana yang dipandang rawan menimbulkan masalah, ia diawasi secara ketat dalam ruang yang berstatus maximum security atau bahkan kini diperkenalkan dengan status super maximum security. 71

Dalam sistem peradilan pidana, pemenjaraan merupakan salah satu fungsi dari penegakkan hukum, yakni sebagai tempat pelaksanaan hukuman bagi orang yang dalam persidangan pidana dinyatakan terbukti melakukan kejahatan, dan orang tersebut harus menjalani hukuman penjara sebagaimana diputuskan oleh pengadilan.72

Pemberian derita semata-mata sebagai ukuran efektif tidaknya sanksi pidana tidak memberi jaminan bahwa yang dikenakan sanksi itu akan jera, tidak akan mengulangi perbuatannya, dan karena itu tidak cukup memberi jaminan terhadap

70

Ibid, hal. 110.

71

Ibid.

72

Muhammad Mustofa, Memikirkan Sistem Pemasyarakatan yang Pas, Jurnal Legislasi

(29)

perlindungan masyarakat secara konsisten. Namum demikian sanksi hukum yang sekarang dipakai dalam KUHP adalah sanksi yang berupa pemberian hukuman /pidana yang bersifat pemberian derita/nestapa.73

Konsepsi pembinaan pelanggar hukum di Indonesia yang dikalangan praktisi dikenal dengan sistem pemasyarakatan, sejalan dengan aliran baru mengenai koreksi yang menganut Re-Integrasi Sosial, tidak lagi memandang seorang pelanggar hukum terpidana sebagai seorang yang inhaerent dengan peribadinya, mempunyai kelainan-kelainan khusus yang tidak terdapat pada seorang yang bukan pelanggar hukum sebagaimana halnya dengan doktrin Rehabilitasi dan tidak pula menganggap seorang terpidana sebagai seorang yang sosialisasinya tidak lengkap sebagaimana doktrin Re- Sosialisasi, melainkan menganggap seorang pelanggar hukum terpidana sebagai seorang anggota masyarakat yang berada dalam status/ posisi (hukum) yang khusus sebagai akibat dari perbuatannya yang meretakkan kesatuan hubungan dengan masyarakat.74

Dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara khususnya pengadaan barang dan jasa yang berhubungan dengan hak tahanan atau narapidana pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli yaitu dalam hal pengadaan bahan makanan sering terjadi kekosongan pada tiga bulan pertama awal tahun, sehingga untuk menghindari kekosongan tersebut pelaksanaan kontrak pengadaan harus dilakukan melalui

73

Ibid., hlm.118.

74

Adi Sujatno, Bunga Rampai Pemasyarakatan, Depatemen Kehakiman dan HAM R.I 2002,

(30)

mekanisme tahun jamak (multi years), untuk itu Rapat Kerja Teknis Pemasyarakatan Tahun 2008 mendesak untuk segera diajukan usulan kepada Menteri Keuangan tentang pengecualian terhadap pengadaan bahan makanan narapidana serta mengusulkan perubahan standar biaya makan narapidana tersebut dengan sistem rayonisasi.75

Bertitik tolak dari latar belakang masalah dan asumsi serta penemuan-penemuan awal di lapangan maka penulis mempunyai keinginan yang kuat untuk mengadakan penelitian yang lebih komprehensif dan mendalam untuk menyusun tesis dengan judul Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dikaitkan dengan Pengadaan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan (Studi Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli)

B. Permasalahan

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian, maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa pada Rumah

Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli?

75

(31)

2. Bagaimana syarat-syarat penting yang diatur dalam perjanjian/kontrak Pengadaan Bahan Makanan keperluan narapidana/tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli?

3. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan perjanjian/kontrak Pengadaan Bahan Makanan keperluan narapidana/tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperjelas pemahaman tentang permasalahan yang telah ditetapkan. Penelitian ini akan memperluas wawasan tentang pelaksanaan tender pengadaan barang/jasa di lingkungan Rumah Tahanan Negara Kelas II Labuhan Deli. Dalam rumusan yang lebih khusus, tujuan penelitian ditetapkan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli.

2. Untuk mengetahui syarat-syarat penting yang diatur dalam perjanjian/kontrak Pengadaan Bahan Makanan keperluan narapidana/tahanan pada Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli.

(32)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam bidang hukum pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dimana pelaksanaannya dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.

2. Secara Praktis

(33)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian terdahulu mengenai Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa sudah pernah dilakukan, namun penelitian ini berbeda dalam topik, permasalahan dan objek penelitian. Oleh karena itu, penelitian tesis ini dapat dikatakan ”asli”, jauh dari unsur plagiat yang bertentangan dengan asas-asas keilmuan yakni, kejujuran, rasional, objektif dan terbuka sehingga kebenaran penelitian juga dapat dipertanggungjwabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang bersifat membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam ilmu hukum kontrak, dikenal berbagai teori, yang masing-masing menjelaskan berbagai segmen dari kontrak yang bersangkutan, antara lain :

1. Teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak 2. Teori-teori berdasarkan formasi kontrak

3. Teori-teori dasar yang klasik

(34)

Berkaitan dengan penulisan ini, maka landasan teori yang digunakan adalah salah satu teori yang terdapat dalam teori-teori dasar yang klasik, yang terbagi lagi atas :

a. Teori hasrat b. Teori benda c. Teori pelaksanaan d. Teori prinsip umum

Sehingga teori yang digunakan adalah teori pelaksanaan. Teori pelaksanaan mengajarkan bahwa yang terpenting dari suatu kontrak adalah pelaksanaan dari kontrak yang bersangkutan.76 Sebab yang menjadi tujuan utama dari setiap pembuatan kontrak adalah bahwa untuk mendorong para pihak untuk membayar hutangnya, melaksanakan janjinya dan bertindak secara benar dalam hubungan dengan kontrak antara pihak tersebut, sehingga untuk itu perlu tindakan-tindakan yang bersifat menghalang-halangi wanprestasi. Sehingga pelaksanaan kontrak tersebut (termasuk pemberian sanksi bagi si pelanggar kontrak) dalam hukum kontrak sama pentingnya dengan perlindungan hak milik dalam hukum benda atau pemidanaan dalam hukum pidana.

Dalam perjanjian pemborongan milik pemerintah maka isi perjanjian telah ditentukan terlebih dahulu oleh pemerintah, yang disebut dengan perjanjian baku (standard contract). Hondius memberikan rumusan perjanjian baku, yaitu perjanjian baku adalah konsep janji-janji tertulis, disusun tanpa membicarakan isinya dan

76

(35)

lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah tak terbatas perjanjian yang sifatnya tertentu.77 Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.78 Formulir tersebut bermacam-macam bentuknya, ada yang terdiri dari beberapa lembar folio, ada yang lebih kecil dan hurufnya dicetak kecil.

Adapun ciri-ciri perjanjian baku adalah79:

1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat dari debitur

2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu 3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu 4. Bentuknya tertulis

5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal dan kolektif

Perjanjian baku ini mengandung kelemahan, karena syarat-syarat yang ditentukan secara sepihak dan pihak lainnya terpaksa menerima keadaan itu karena posisinya lemah.80 Pitlo mengemukakan perjanjian baku ini adalah suatu “dwangkontract” karena kebebasan pihak-pihak yang dijamin oleh Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata sudah dilanggar. Pihak yang lemah (debitur) terpaksa menerima hal ini sebab mereka tidak mampu berbuat lain. Di samping itu Stein, mengemukakan bahwa dasar berlakunya perjanjian baku ini adalah de fictie van will of vertrouwen,

jadi tidak kebebasan kehendak yang sungguh-sungguh ada pada pihak-pihak, khususnya debitur.81

77

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku: Perkembangan di Indonesia, Pidato

Pengukuhan, (Medan: USU, 1998), hlm. 16.

78

Ibid, mengutip Hondius, Standaardvoorwarden, (Leiden, 1978), hlm. 230.

79

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia,

(Bandung: Alumni, 1980), hlm. 11.

80

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku Kredit, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991),

hlm. 37.

81

(36)

Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa perjanjian baku bertentangan dengan asas-asas hukum perjanjian (Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata). Akan tetapi di dalam praktek perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.82 Hal senada juga diungkapkan oleh M. Yahya Harahap83:

“Kita memang mengakui ada kelemahan yang terkandung dalam perjanjian standar. Adanya kekuasaan dan kedudukan salah satu pihak untuk menentukan lebih dulu secara sepihak isi dan syarat-syarat perjanjian. Kedudukan dan kekuasaan ini biasanya berada pada pihak yang lebih kuat kedudukannya sedang pada posisi lain pihak yang relatif lebih lemah kedudukannya tidak diikutsertakan dalam pembuatan dan perumusan isi perjanjian. Kepadanya hanya diminta untuk menyetujui atau tidak atau take it, or leave it. Jika setuju silahkan menandatangani perjanjian. Kalau tidak setuju jangan ditandatangani. Akan tetapi oleh karena pihak yang lemah sangat membutuhkan, mau tidak mau terpaksa menandatangai kontrak standar, meskipun hal itu dilakukan dalam keadaan terpaksa yang terselubung”.

Dalam perjanjian pemborongan dimungkinkan hadirnya pihak ketiga yang tidak merupakan para pihak dalam perjanjian, akan tetapi mempunyai peranan yang cukup penting dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan.

Keterlibatan pihak ketiga ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 1317 jo Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang keterlibatan pihak ketiga dalam perjanjian yaitu diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain, memuat suatu janji yang seperti itu. Di samping itu ada pula

82

Ibid., hlm.38.

83

(37)

pihak-pihak lain yang dinamakan peserta dalam perjanjian, yaitu antara lain pihak perencana dan pengawas yang mempunyai hak dan kewajiban tertentu dalam perjanjian pemborongan.

Dunham mengatakan, ”where a person has agreed to perform certain work (for example, to erect a building) and he in turn engages a third party to handle all or

part of that which is included in the original contract, the agreement with such third

person is called a subcontract”.84

Dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 dikenal ada 4 (empat) cara memborongkan proyek atau dengan kata lain ada 4 (empat) cara pengadaan barang/jasa, yaitu :

1. Pelelangan Umum 2. Pelelangan Terbatas 3. Pemilihan Langsung 4. Penunjukan Langsung

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa tersebut, panitia pengadaan dan/atau pejabat yang berwenang harus memperhatikan prinsip-prinsip atau nilai-nilai dasar yang tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang mana masih terus dijadikan pedoman. Dalam Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah ditentukan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan

84

Dunham, et. al, Contract, Specifications, and Law for Engineers, (New York: McGraw

(38)

barang. Ada enam prinsip pokok dalam pengadaan barang, yaitu efisien, efektif, terbuka dan bersaing, tansparan, adil dan tidak diskriminatif serta akuntabel.85

1. Efisien berarti pengadaan barang harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggunjawabkan.

2. Efektif berarti pengadaan barang harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

3. Terbuka dan bersaing berarti pengadaan barang harus terbuka bagi penyedia barang yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.

4. Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang yang berminta serta bagi masyarakat luas pada umumnya.

5. Adil/tidak diskriminatif berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dengan cara dan atau alasan apapun.

6. Akuntabel berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan

85

(39)

masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang.

Prinsip good governance, sebagian menjadi cita-cita hukum dalam proses pengadaan barang. Hal ini terlihat dari prinsip-prinsip pengadaan barang, yakni prinsip efisiensi, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan bertanggung jawab.

United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan good

governance dengan karakteristik sebagai berikut86:

1. Participation. Setiap warga Negara mempunyai suara dalam pembuatan

keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

2. Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.

3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi.

Proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.

4. Responsiveness. Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk

melayani setiap stakegolders.

5. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

6. Equity. Semua warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai

kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

7. Effectiveness and efficiency. Proses-proses dan lembaga sebaik mungkin

menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

86

(40)

8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada public dan lembaga-lembaga stakeholder.

9. Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good

governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan

dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Kata good governance sering digunakan tumpang tindih dengan good government. Meskipun antar dua kata tersebut memang terdapat hubungan yang erat, tetapi harus disadari bahwa pengertian yang terkandung dalam kata governance jauh lebih luas dari yang terkandung dalam kata government. Padanan kata governance dalam bahasa Indonesia adalah penadbiran, yang berarti pemerintahan.87 Dasar kata dari penafsiran adalah tadbir, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal mengurus atau mengatur (memimpin, mengelola); pemerintahan; administrasi. Sedangkan penadbir berarti pengurus; pengelola. Adapun kata

government, dalam bahasa Indonesia umumnya diterjemahkan sebagai pemerintah, dengan demikian sama maknanya dengan penadbir.

UNDP mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political, economic and administrative authority to manage a country’s affairs at allevels of

society” (pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi dan administrasi dalam

mengelola masalah bangsa). Karena itu menurut UNDP, ada 3 (tiga) model good governance, yaitu88:

87

Billah, “Good Governance di Indonesia: Wahana Pengikisan Kemiskinan Struktural?”, Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Dimensi Kemiskinan Rakyat dalam Pembangunan Indonesia di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanudin, Makasar, 2001.

88

(41)

a. Kepemerintahan Politik (Political Governance) yang mengacu pada proses-proses pembuatan berbagai keputusan untuk perumusan kebijakan (policy/strategy formulation)

b. Kepemerintahan Ekonomi (Economic Governance) yang mengacu pada proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan interaksi di dalam penyelenggara ekonomi. Kepemerintahan ekonomi ini memiliki implikasi terhadap masalah pemerintahan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup.

c. Kepemerintahan Administratif (Administrative Governance) yang mengacu kepada sistem implementasi kebijakan.

Suatu governance dikatakan baik (good and sound) apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif dan efisien di mana merupakan respons terhadap kebutuhan masyarakat. Perangkat kelembagaan itu mencakup adanya birokrasi yang bersih dan efisien, adanya sistem penegakan hukum yang dapat dipercaya, termasuk didalamnya aparat penegak hukum yang mempunyai integritas yang baik, serta adanya masyarakat sipil (civil society) yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan warga serta mengontrol lembaga pemerintah. Selain itu adanya distribusi kekuasaan yang seimbang dan saling mengontrol secara konstruktif.

Dalam rangka good governance di tingkat dasar, perlu diciptakan suasana penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada otonomi daerah. Salah satu cerminan terlaksananya atau tidak good governance adalah masalah tender pengadaan barang pemerintah. Secara konseptual, wujud dari adanya good governance sangat ditentukan oleh 3 (tiga) elemen yang berproses dalam sistem tender pengadaan barang, yakni pemerintah daerah, pelaku bisnis dan masyarakat.

(42)

dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban hukum harus dilihat dalam kerangka sistem hukum yang lebih luas secara vertical. Dimana deviasi hukum merupakan perbuatan dari orang-orang yang terlibat dalam proses tender pengadaan barang dengan menyimpang dari ketentuan hukum yang ada.

Gejala deviasi hukum tersebut, akan dapat diminamilisasikan dengan keikutsertaan masyarakat dalam proses tender pengadaan barang. Temuan deviasi hukum ini dikatakan sebagai gejala “phatology of legal structure”. Gejala tersebut dapat mengakibatkan keruntuhan sendi-sendi “good governance” dan keterpurukan hukum.

2. Landasan Konsepsi

Untuk menghindari perbedaan penafsiran mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka uraian berikut akan menerangkan definisi operasional dari istilah-istilah dimaksud :

a. Pengadaan barang/jasa Pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa.89

b. Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI)/Pemimpin Badan Hukum Milik Negara (BHMN)/Direksi Badan Usaha Milik

89

(43)

Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai pemilik pekerjaan, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.90

c. Penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa.91

d. Panitia pengadaan adalah tim yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Anggaran Dewan Gubernur BI/Pimpinan BHMN/Direksi BUMN/Direksi BUMD, untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa.92

e. Pemilihan penyedia barang/jasa adalah kegiatan untuk menetapkan penyedia barang/jasa yang akan ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan.93

f. Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen sesuai penugasan Kuasa Pengguna Anggaran.94 g. Jasa Pemborongan adalah layanan pekerjaan pelaksanaan kostruksi atau wujud

fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spsifikasinya ditetapkan Pejabat

90

Lihat Pasal 1 angka 1a Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

91

Lihat Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

92

Lihat Pasal 1 angka 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

93

Lihat Pasal 1 angka 10 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

94

(44)

Pembuat Komitmen sesuai penugasan Kuasa Pengguna Anggaran dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh Pejabat Pembuat Komitmen.95

h. Dokumen pengadaan adalah dokumen yang disiapkan oleh panitia/pejabat pengadaan/Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit) sebagai pedoman dalam proses pembuatan dan penyampaian penawaran oleh calon penyedia barang/jasa serta pedoman evaluasi penawaran oleh panitia/pejabat pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit).96

i. Kontrak adalah perikatan antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.97

j. Pakta integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen/panitia pengadaan/pejabat pengadaan/Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit)/penyedia barang/jasa yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.98

95

Lihat Pasal 1 angka 12 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

96

Lihat Pasal 1 angka 16 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

97

Lihat Pasal 1 angka 17 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

98

(45)

k. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.99 l. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara

pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali dilingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.100

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu dengan melakukan analisa terhadap permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Penelitian seperti ini menurut Ronald Dworkin disebut dengan istilah penelitian doctrinal (doctrinal research) yaitu penelitian yang menganalisi hukum

99

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

100

(46)

baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process).101

Penelitian hukum normatif ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan sebagai salah satu cara mengumpulkan data didasarkan pada buku-buku literature yang telah disediakan terlebih dahulu yang tentunya berkaitan dengan tesis ini, untuk memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah sebagai perbandingan maupun petunjuk dalam menguraikan bahasan terhadap masalah yang dihadapi. Selanjutnya peneliti mengumpulkan dan mempelajari beberapa tulisan yang berhubungan dengan topic tesis ini.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dalam penelitian ini mencoba menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.102

101

Ronald Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum

Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian

Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Februari

2003, hlm. 1.

102

Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan

(47)

2. Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum berupa data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.103 Data sekunder terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

2. Bahan Hukum Sekunder berupa Surat Perjanjian Pengadaan Barang/Jasa, Surat Perintah Mulai Kerja, Berita Acara Pembukaan Penawaran, Berita Acara Evaluasi Harga Penawaran, buku yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah,

103

Soerjono Soekanto dan Sri Mulyani, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,

(48)

hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah yang relevan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang member petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.104

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian tesis ini menggunakan teknik studi dokumen, artinya data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian. Di samping itu untuk melengkapi data pustaka, juga dilakukan wawancara terhadap Bapak Sugihartoyo selaku Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, Bapak Edilauder Lumbangaol selaku Kepala Bidang Penyusunan Program dan Laporan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara serta Bapak Tony Nainggolan selaku Kepala Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli. Data wawancara pada metode pengumpulan data ini digunakan sebagai data pelengkap dari data pustaka. Keseluruhan data ini

104

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998),

hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif

(49)

kemudian digunakan untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum sekunder, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi.

4. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

(50)

BAB II

PERJANJIAN/KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA

PADA RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS II B

LABUHAN DELI

A. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah berlaku secara efektif sejak diundangkan pada tanggal 3 Nopember 2003 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120. Sebelumnya mendasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dari Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1999, serta Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Sejak diundangkannya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tersebut maka semua peraturan beserta petunjuk teknis dan seluruh perubahannya telah dinyatakan tidak berlaku lagi.105 Pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan dengan swakelola dan dengan menggunakan penyedia barang/jasa. Dengan menggunakan penyedia barang/jasa adalah dilaksanakan oleh badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa, yang dalam pengertian umum disebut rekanan.

105

(51)

1. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa

Agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat, maka dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pengadaan barang dan jasa pada dasarnya melibatkan dua pihak yaitu pihak pengguna barang/jasa dan pihak penyedia barang/jasa, tentunya dengan keinginan atau kepentingan berbeda, bahkan dapat dikatakan bertentangan. Pihak pengguna barang/jasa menghendaki memperoleh barang dan jasa dengan harga semurah-murahnya, sedangkan pihak penyedia barang/jasa dalam menyediakan barang/jasa sesuai kepentingan pengguna barang/jasa ingin mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Dua kepentingan/keinginan ini akan sulit dipertemukan kalau tidak ada saling pengertian dan kemauan untuk mencapai kesepakatan. Untuk itu perlu adanya etika dan norma yang harus disepakati dan dipatuhi bersama.106

106

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai

Gambar

Tabel 1 Keperluan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2008
Tabel 2 Keperluan Bahan Makanan Narapidana/Tahanan Rumah Tahanan Negara Klas II B Labuhan Deli Tahun 2009

Referensi

Dokumen terkait

Maka sesuai dengan ketentuan Dokumen Pengadaan Pasal 26.5 halaman 17 : "Apabila penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga) peserta maka pelelangan dinyatakan gagal.".

[r]

Nama paket pekerjaan : Jasa Konsultansi Pengawasan Konstruksi Lanjutan Tahap V Pembangunan Gedung Laboratorium Pengembangan Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Padang..

merupakan beberapa mekanisme yang terkait dengan perubahan pada fungsi motorik. pada pasien

SURVEI UPAH PEMBANTU RUMAHTANGGA / BABY SI TTER STATI STI K HARGA KONSUMEN..

Identifikasi Etnis Jawa di Jawa Tengah Menjadi hal yang sangat urgen dalam setiap pergaulan sosial atau interaksi sosial antar etnis dan kelompok sosial adalah

Analisis dan evaluasi implementasi kurikulum nasional yaitu Kurikulum Inti Pendidikan Ners Indonesia 2015 yang diterbitkan oleh AIPNI ke dalam kurikulum institusi

Lampiran ii Data Variabel Penelitian Tahun 2006 (Sebelum