• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Komunikasi Instruksional

Komunikasi instruksional merupakan kegiatan komunikasi dengan sasaran kelompok yang berisi pengajaran tentang sesuatu pengetahuan atau ketrampilan tertentu. Tujuannya adalah tercapainya perubahan perilaku pada sasaran didik, mencakup dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik (Syam dan Sugiana, 2001). Oleh karena itu, komunikasi instruksional sering disebut komunikasi pendidikan atau pengajaran.

Metode pengajaran disesuaikan dengan peserta didik (khalayak). Pada pendidikan formal, metode yang seringkali digunakan adalah metode interpersonal, dengan tambahan alat peraga. Akhir-akhir ini, dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, pada beberapa lembaga pendidikan, telah digunakan media- media instruksional, seperti multi media, dan lain- lain.

Selain itu metode pengajaran pada pendidikan informal seperti penyuluhan pertanian, pendekatan interpersonal merupakan komunikasi instruksional yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani. Hal ini merupakan gambaran bahwa, penyuluh dan metode pengajaran merupakan unsur penting dalam berkomunikasi dengan petani (khalayak).

Video Instruksional : Pengertian dan Implikasinya

Menurut McQuail (1987) video merupakan suatu media cangkokan (seperti halnya televisi) yang meminjam beberapa unsur penting dari film dan televisi untuk kepentingan isi dan bentuknya. Inovasi video yang saat ini disebut videodisk merupakan perangkat yang menggunakan teknologi laser dan ditandai oleh kejelasan gambar dan suara yang sangat baik, serta kelenturan penggunaan dan kemudahan memperolehnya, merupakan media dengan kemampuan yang sangat mengagumkan.

Secara fisik, Ghozalli (1986) mengemukakan bahwa video merupakan unit peralatan elektronik yang dapat merekam informasi gambar dqan suara dari

Gaerlach dan Ely (1972) meengemukakan, sekitar tahun 1960-an, pada awalnya video hanya digunakan untuk keperluan siaran program televisi. Teknologi video semakin berkembang, sehingga menghasilkan peralatan yang makin ringkas dan canggih, dari format VTR berubah semakin kecil menjadi ¾ inchi dan ½ inchi. Medium yang semula berupa ”open-reel” atau ”reel to reel” berubah menjadi ”catridge” kemudian menjadi ringkas lagi berupa kaset (casette) yang dibungkus dengan plastik ringan (Bensiger, 1981).

Perkembangan teknologi video semakin pesat, dari medium kaset, dan medium piringan (laser disc, compac disc, dan dvd). Implikasinya juga semakin meluas sebagai media hiburan (entertainment), pendidikan, penyuluhan, informasi, dan penelitian. Menurut Griffith dapat difungsikan untuk kegiatan belajar-mengajar melalui bentuk teknologi video disc interaktif (Syam dan Sugiana, 2001).

Video instruksional merupakan salah satu medium komunikasi pendidikan yang memiliki daya pikat tersendiri, hal ini karena karakteristiknya. Seperti yang dijelaskan oleh Padmo (2003) secara umum karakteristik video dapat menyajikan gambar yang realistik dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi perspektif ruang dan waktu. dan karakteristik khusus adalah ; (a) mampu menambah atau mengurangi waktu sesuai dengan kebutuhan untuk dapat mengamati sesuatu kejadian, (b) memiliki kemampuan mengkompresi waktu yang dibutuhkan dalam mengamati suatu kejadian, (c) kemampuan untuk memperpanjang gerakan dengan cara melambatkan gerakan, sehingga dapat ditangkap oleh mata, (d) mampu menghidupkan kembali suatu peristiwa masa lalu, (e) penguasaan ketrampilan fisik memerlukan pengamatan berulang dan latihan, dan dapat ditiru, (f) kemampuan potensial terhadap aspek emosional, dapat digunakan untuk mengasah kepribadian dan sikap social, dan (g) penyajian dramatisasi yang berakhir terbuka akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi mengenai akhir segmen. Menurut Foltz suatu komunikasi akan dianggap efektif atau berhasil, jika seluruh khalayak yang dilibatkan itu dapat menunjukkan pemahaman mereka tentang subjek yang disampaikan, setelah persentas berakhir (Jahi, 2003).

Pendapat lain dari Suparman (1997) bahwa, kemampuan media instruksional, paling tidak ; (a) memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi lebih besar, (b) menyajikan benda atau peristiwa yang terletak jauh, (c) menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit, berlangsung dengan sangat cepat atau sangat lambat menjadi lebih sistematik dan sederhana, dan (d) dapat meningkatkan daya tarik dan perhatian. Disamping kelebihannya, media video (vcd) juga memiliki keterbatasan diantaranya adalah (a) tempo program tetap (fixed pace), (b) untuk materi tertentu yang membutuhkan detail tetap perlu disajikan gambar yang diam (still phenomena), dan salah interpretasi dapat terjadi karena adegan dramatisasi atau dokumentasi (misinterpretation). Dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan video tersebut, penelitian ini bermaksud menjadikan media video sebagai medium komunikasi penyebaran informasi pertanian.

Format video untuk mempersentasekan pesan kepada khalayak dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya format talk/ceramah, format diskusi, format wawancara/interview, format feature, format majalah, dan format drama (Siswosumarto, 1999). Sesuai dengan maksud penelitian ini, format yang digunakan adalah format talk/ceramah yaitu menggunakan presenter sebagai titik sentral. Variasi format ini nampak dalam sajian, presenter dibantu dengan obyek, caption, alat peraga, peragaan, dan peraga.

Pemanfaatan media video dalam kegiatan penyampaian informasi-informasi penyuluhan pertanian, sampai saat ini masih sangat terbatas. Bahkan hasil- hasil penelitian yang mengungkapkan pemanfaatannya pada petani masih sangat terbatas.

van den Ban (2003) mengemukakan bahwa film dan video berguna untuk mengembangkan dan memperkuat motivasi karena dapat membangkitkan keterlibatan emosi petani pada masaalah yang ingin didiskusikan penyuluh. Hal ini karena media video atau sejenisnya seperti multi media memerankan dua fungsi yang berbeda yaitu ; memperbaiki proses alih informasi (terutama proses kognitif) dan mengembangkan atau memperkuat motivasi untuk perubahan (yang pada awalnya adalah proses emosional).

Implikasinya seperti yang dikemukakan oleh Slamet (2003) televisi dan video pada umumnya me rupakan media yang sangat efektif untuk masyarakat sasaran yang telah mampu berkomunikasi secara impersonal dan prasarananya telah tersedia dalam bentuk saluran-saluran televisi. Berbagai hasil penelitian, seperti yang dikemukakan Dwyer dalam Sadiman (2003) bahwa tayangan televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat lima puluh persen (50%) dari apa yang mereka lihat dan dengar di layer televisi walaupun hanya sekali di tayangkan. Atau secara umum orang akan mengingat delapan puluh lima persen (85%) dari apa yang mereka lihat di televisi, setelah tiga jam kemudian, kemudian enam puluh lima persen (65%) setelah tiga hari kemudian.

Pendapat lain yang mendukung keberhasilan komunikasi bermedia atau multimedia dari Kemp (1963) adalah : (a) dapat meningkatkan pengertian atau pemahaman terhadap suatu topik, (b) meningkatkan daya tarik bagi khalayak, (c) mengajarkan keahlian lebih efektif, (d) merangsang khalayak untuk bertindak, (e) berperan dalam menumbuhkan sikap yang diiningkan terhadap materi yang

dibicarakan, (f) memperpanjang waktu penyimpanan informasi, dan (g) memberikan perolehan pengalaman yang tidak mudah melalui berbagai cara.

Hasil- hasil penelitian lain yang dikumpulkan oleh Schramm dalam Syam dan Sugiana (2001) memberikan bukti-bukti bahwa : (a) kombinasi media audio visual memberikan hasil yang jauh lebih besar dalam mempengaruhi khalayak, (b) penggunaan gambar hidup memberikan hasil 24 persen lebih tinggi dalam tes mengenai materi yang disajikan, dibandingkan dengan khalayak yang belajar hanya lewat peta, model, gambar, dan karyawisata, dan (c) persentase menggunakan kombinasi pengajaran berprogram, film bicara, tape slide, tape latihan (multimedia), memberikan hasil belajar yang signifikan dari pada belajar lewat bantuan seorang guru.

Agar video instruksional efektif digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayaknya, maka perencanaan pesan merupakan bagian penting. Penulisan naskah, merupakan bagian perencanaan pesan yang diperlukan agar program yang dibuat sesuai dengan hasil yang diinginkan. Naskah menyediakan informasi kepada seluruh kerabat kerja produksi tentang pekerjaan yang harus dilakukan sebelum dan selama kegiatan produksi berlangsung. Secara umum

naskah video instruksional dinilai telah siap diproduksi apabila naskah tersebut mengandung isi pesan yang merupakan penjelmaan dari ide atau gagasan dalam bentuk dua komponen yaitu visual dan audio (Soesilowaty, 2003). Langkah-langkah dalam penulisan naskah menurut Arifin (1999) dimulai dengan penulisan sinopsis dan treatment.

Format Pesan Video Instruksional

Fungsi pesan mempunyai arti penting dalam berkomunikasi, sehingga dalam merencanakan pesan, Kemp menyarankan agar membatasi diri pada satu atau dua tujuan yang dapat dicapai saja, yang dinyatakan secara ringkas (Jahi, 2003). Dalam mendesain pesan, beberapa faktor yang diduga mempengaruhi pesan seperti kondisi psiko-sosial pengirim dan penerima, lingkungan, dan instrumen- instrumen harus diketahui (Devito, 1997).

Selain faktor-faktor tersebut, proses penyampaian pesan dapat terdistorsi oleh gangguan. Cangara (2003) membedakan gangguan komunikasi atas tujuh macam yaitu ; (1) gangguan teknis (channel noise), (2) gangguan semantik, (3) rintangan fisik (4) gangguan status (5) gangguan kerangka berpikir, (6) gangguan psikologis, dan (7) gangguan budaya. Untuk itu suatu pesan hendaknya direncanakan dan mempresentasikan gagasannya berdasarkan format organisasi pesan tertentu sesuai dengan kondisi khalayak yang dihadapi. Berbagai hasil penelitian seperti yang dikemukakan oleh Rakhmat (2001) bahwa pesan komunikasi yang di terorganisasikan, lebih mudah dimengerti, memudahkan pengingatan, dan mempermudah terjadinya perubahan sikap khalayak.

Larson dalam Syam dan Sugiana (2001) menyatakan bahwa, ada beberapa cara mengorganisasikan pesan komunikasi yang membantu khalayak untuk mengingat secara mudah dan menerima pesan tersebut, antara lain ; format kronologis (disusun berdasarkan urutan kejadian), format spasial (disusun berdasarkan ukuran masaalah dan pemecahannya), format topikal (disusun berdasarkan topik yang dibicarakan), format kausal (disusun berdasarkan hubungan sebab akibat), format pemecahan masalah (disusun secara berurutan, mulai dari diagnosis masaalah sampai pemecahan masaalah), dan format pengembangan motivasional (disusun berdasarkan sekuen-sekuen motif untuk

membujuk khalayak untuk melakukan tindakan tertentu). Selain itu, format yang dikembangkan oleh Monroe meliputi lima langkah yang berurutan dalam menyajikan pesan sebuah gagasan yaitu ; perhatian, kebutuhan, pemuasan, visualisasi, sampai tindakan (Rakhmat, 2001). Untuk itu Beaudin dan Quick mengingatkan agar tidak melupakan 3 (tiga) ciri isi pesan berikut : akurat (isi pesan haruslah benar dan sesuai dengan perkembangan saat ini), berguna (menstimuli, memotivasi dan memberi informasi khalayak untuk bertindak sesuai dengan isi pesan tersebut), dan bebas dari bias (Jahi, 2003).

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mulyana (2002) bahwa, jika komunikasi direncanakan untuk menimbulkan perubahan, maka isi pesan harus mengandung unsur psikologis dan sosiologis, yaitu ; (i) Isi pesan harus dipahami khalayak dengan pengertian yang berdasarkan pengalamannya di masa lampau dan (ii) Isi pesan dapat memberi keuntungan dan nilai praktis ya ng besar dari tujuan yang dikemukakan. Supaya pesan dibuat menarik, Jahi (2003) menyebutkan bahwa penyajian unsur gerak dan dinamik pada video berdampak besar pada pesan, karena menjadi daya tarik dan pemikat perhatian orang. Selain itu pandangan Siregar (2001) bahwa gambar, suara, dan musik merupakan jiwa yang dihantarkan dalam suatu pesan visual (vidio/televisi).

Ketrampilan komunikasi ditandai dengan kemampuan mewujudkan simbol di satu pihak, dan pengertian makna simbol dipihak lain. Simbol-simbol visual dapat menjadi pesan komunikasi sepanjang sudah terbentuk kesepakatan antara penyampai dan penerima. Untuk menangkap makna ini awalnya adalah ketrampilan komunikasi, dan yang lebih jauh adalah pengetahuan yang dimiliki oleh penerima.

Pengembanga n pesan untuk televisi/video instruksional, menurut Kemp, semuanya berawal dari suatu gagasan atau ide (Jahi, 2003). Kemudian Ide- ide tersebut dapat divisualisasikan atau digagas dalam bentuk naskah (script).

Visualisasi ide, menurut Siswosumarto (1999) adalah suatu upaya untuk menterjemahkan lambang- lambang verbal berupa ; sebuah ide, konsep, ataupun deskripsi yang masih bersifat abstrak menjadi sebuah tontonan visual yang dapat dimengerti maknanya. Untuk itu dikemukakan oleh Rinaldi (2003) terdapat tiga pengelompokan pokok bentuk visual yang dideskripsikan ke dalam bentuk

simbol-simbol visual yakni ; simbol piktorial (penyajian gambaran yang realistik), symbol grafis (penggambaran pesan dengan menggunakan gambar yang lebih sederhana), dan symbol ve rbal (penyederhanaan symbol visual dalam bentuk keterangan/kata).