• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. PENDAMPINGAN IMAN ANAK

5. Kegiatan dalam PIA

Setelah mengetahui karakteristik perkembangan iman anak usia 6-10 tahun, maka perlu untuk menyusun kegiatan yang dapat membantu anak untuk memperkembangkan imannya. Prasetya (2008: 24) mempunyai pandangan bahwa kegiatan dalam PIA adalah tempat untuk pembinaan iman untuk anak-anak dan bukan satu-satunya, melalui kegiatan PIA ini anak diajak untuk mengembangkan kepribadian secara bertahap dan bertanggungjawab, untuk itu perlu disiapkan dan dilakukan secara terencana, sistematis dan metodis, dengan harapan anak dapat mengerti dan meyakini imannya, anak tahu kepada siapa harus beriman, mampu mengungkapkan imannya, mampu merayakan imannya, mampu menampilkan diri

dan hidupnya secara baik. Hal ini juga didukung oleh Bagiyowinadi (2009: 85-95) yang menyoroti persiapan PIA agar menarik diantaranya dibutuhkan perencanaan atau persiapan, bahan pertemuan, langkah-langkah serta metode untuk kegiatan PIA

a. Kegiatan PIA Dilaksanakan Secara Terencana

Kegiatan PIA yang dilaksanakan secara terencana dapat dilihat dalam satuan pendampingan yang digagas dalam mata kuliah PIA. Dalam bukunya Minggu Gembira Amin Susanto (2008: 17-18) menyatakan bahwa pertemuan yang telah direncanakan berdasarkan proses pengalaman hidup dalam terang iman, tampak dalam:

1) Tema:

Tema adalah batasan pertemuan yang memberi gambaran bagi pendamping tentang ruang lingkup iman yang akan dibahas. Tema yang ditawarkan yakni berharga dihadapan Tuhan, berharga bagi jemaat, berharga bagi masyarakat dan dunia.

2) Renungan Pendamping:

Kesaksian hidup dari pendamping yang merupakan hal penting dalam katekese. Perlu disajikan pertanyaan refleksi tentang tema yang disajikan pada bagian renungan pendamping. Bagiyowinadi (2009: 86-87) menyoroti tentang metode yang digunakan Yesus untuk membuka mata hati umat-Nya tentang Kerajaan Allah yakni melalui perumpamaan, pengalaman hidup sehari-hari, melalui

perbandingan dan alat peraga. Dari pengajaran Yesus tersebut maka hendaknya pendamping juga mampu memberikan renungan yang sesuai dengan hidup anak. 3) Tujuan:

Tujuan meliputi segi iman yang akan dicapai dalam suatu pertemuan. Terdapat tiga aspek tujuan yang akan dicapai (Bagiyowinadi 2009: 90) yakni kognitif, afektif dan psikomotorik.

4) Sumber Bahan:

Merupakan sumber-sumber yang dipakai dalam pembelajaran tertentu misalnya Kitab suci atau dokumen Gereja.

5) Sarana dan alat:

Perlengkapan yang dapat mendukung pertemuan menjadi semakin hidup dan mengena. Misalnya teks Kitab suci, blangko isian, teks lagu dan sebagainya. 6) Doa atau lagu pembukaan dan penutup:

Penting bagi pendamping bahwa setiap pertemuan yang direncanakan merupakan perjumpaan umat beriman. Kesadaran hadir umat dapat diungkapkan melalui doa pembukaan dan doa penutup dapat menggunakan lagu yang sesuai dengan kemampuan anak-anak.

7) Menyadari pengalaman:

Menyadari pengalaman merupakan unsur pokok dari suatu pendampingan yaitu dengn cara menggali, mendalami, memperluas pengalaman konkret sehari-hari yang mungkin dibicarakan dan sesuai dengan tema pertemuan. Hal yang paling pokok dalam menyadari pengalaman hidup adalah menyadari pengalaman hidup sehari-hari yang sesuai dengan tema melalui cerita, gambar, foto atau tanya jawab.

Bagiyowinadi (2009: 91) menambahkan bahwa “pengalaman anak dapat digali melalui aneka sarana dan pengalaman anak yang mirip dengan sarana yang diberikan dalam pendampingan dapat ditemukan dan disharingkan bersama”. 8) Mendengarkan Sabda Allah:

Langkah ini merupakan unsur pokok dalam proses pertemuan. Pertemuan mengupayakan agar lewat Kitab Suci peserta mampu menemukan pesan iman melalui drama, cerita atau membacakan kitab suci. Pesan Kitab Suci dapat dibuat menarik agar teringat dan dapat menjadikan pesan pewartaan bagi anak melalui beragam bentuk kreasi dengan menghias kutipan Kitab Suci maupun dengan menghafalkannya. Bagiyowinadi (2009: 91) menambahkan bahwa Kitab Suci dapat dijelaskan dan diperdalam agar anak menemukan pesanya.

9) Mempertemukan pengalaman sehari-hari dengan pengalaman iman:

Pengalaman sehari-hari akan bermakna ketika mendapatkan terang iman yang ditemukan dari Kitab Suci. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan, menghubungkan, membandingkan pengalaman sehari-hari dengan pesan pewartaan. Pengalaman hidup anak sehari-hari akan bermakna karena sabda Allah. Hal ini dapat mendorong suatu aksi nyata dalam hidup sehari-hari dan dapat dirumuskan dalam doa, maupun niat-niat hidup yang terbuka pada aksi dan tindakan nyata. Dalam terang Injil, anak-anak dapat semakin meresapi arti pengalamannya sehari-hari, bertobat dan menyadari kehadiran Allah.

10) Model eksploratif dan simulatif:

Model ini digunakan untuk anak-anak mendalami materi pendampingan dengan cara merasakan sendiri, menemukan dan menyimpulkan contohnya dengan

mengunjungi, melihat, mengamati, mendiskripsikan serta melakukan peragaan secara langsung misalnya dalam mengikuti misa anak.

b. Kegiatan PIA Bersifat Sistematis

Kegiatan PIA yang bersifat sistematis dapat dilihat dalam pengelolaan isi dan suasana dalam kegiatan PIA serta pengelolaan lain yakni pengelolaan awal, pengelolaan tenggah dan pengelolaan akhir.

1) Pengelolaan isi:

Menurut Prasetya (2008: 47) pengelolaan isi menyangkut bahan (Kitab Suci, ajaran Gereja, dokumen Gereja, hidup menggereja dan hidup memasyarakat) dan proses dalam kegiatan pendampingan, ini lebih pada upaya pendamping untuk menyiapkan secara bertanggungjawab.

2) Pengelolaan suasana:

Pengelolaan ini menyangkut suasana yang mau dibangun selama proses pendampingan agar menarik dan menyenagkan bagi anak-anak. Upaya ini tidak lepas dari penggunaan metode dan sarana yang ada, walau santai tetapi tetap mendalam dan utuh.

3) Pengelolaan awal:

Pengelolaan ini menyangkut tempat pendampingan, orang-orang yang harus dihubungi misalnya pengurus dewan paroki, ketua stasi maupun ketua lingkungan, bahan yang disampaikan, catatan administrasi yang disiapkan misalnya data peserta.

4) Pengelolaan tengah:

Pengelolaan ini menyangkut pendamping, dengan jadwal dan tugas yang jelas dan upaya pendampingan agar kegiatan PIA terus berjalan dan berkesinambungan berdasarkan program kerja yang dibuat.

5) Pengelolaan lanjut:

Pengelolan menyangkut pelaksanaan pendampingan, evaluasi pendampingan. Memonitor pendampingan meliputi suasana hati, harapan, dan motivasi anak-anak disetiap pertemuan, serta tanggapan orangtua terhadap kegiatan ini.

c. Kegiatan PIA Bersifat Metodis

Dalam kegiatan PIA, pendamping perlu memilih metode yang menarik agar dapat membantu memperkembangkan iman anak-anak. Hendaknya metode yang dipilih tepat, sederhana dan menarik sehingga dekat dengan kehidupan anak sehari-hari. Prasetya (2008: 45-46) menawarkan lima (5) metode yang sesuai dengan usia dalam PIA berikut metode yang ditawarkan:

1) Metode Ekspresi:

Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mengekspresikan (berupa gerak, irama, gambar dan puisi) gagasan atau ide yang telah diterima dalam pertemuan. 2) Metode Populer:

Metode ini mengajak anak untuk mendalami materi dengan aneka tehknik dan model populer yang diminati dan dekat dengan anak-anak sehingga menjadi milik bagi mereka seperti acara televisi, lagu yang dimodivikasi maupun permainan dengan kuis atau dengan sarana audio-visual.

3) Metode Dinamika Kelompok:

Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi dalam bentuk aneka permainan yang menghibur namun mendidik, selain itu melatih anak untuk bekerjasama dalam kelompok misalnya dengan permainan yang membutuhkan kelompok atau out bond.

4) Metode naratif:

Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi melalui cerita, baik cerita rakyat, cerita bergambar maupun fabel (cerita binatang).

Dokumen terkait