• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.4 Profil FKUB Kota Medan

4.4.1 Kegiatan FKUB Kota Medan

Beberapa kegiatan FKUB Kota Medan yang sering dilaksanakan adalah berupa rapat atau diskusi yang dilakukan oleh beberapa anggota FKUB. Diskusi ini biasanya dilakukan di gedung FKUB Jalan IAIN tersebut pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB atau 17.00 WIB atau tepatnya pada saat jam pulang kantor. Selain itu FKUB juga sering melakukan dialog-dialog yang mengikutsertakan masyarakat Kota Medan dari berbagai umat, khususnya umat dari keenam agama yang diakui oleh negara Indonesia.Hal ini dijelaskan oleh Bapak H. Palit Muda Harahap selaku ketua FKUB Kota Medan.

“… kami biasanya melakukan diskusi di kantor FKUB Kota Medan pada hari rabu sore sekitar jam 4 atau 5. Tetapi tidak setiap hari rabu juga.Namun biasanya sih hari rabu.Tergantung kegiatannya, kalau ada rekomendasi pembangunan rumah ibadah, ya kami harus diskusi pada hari rabu itu. Begitu juga kalau ada kegiatan dialog-dialog yang akan diadakan oleh FKUB Kota Medan…”

Dialog-dialog yang diselenggarakan oleh FKUB Kota Medan pada umumnya diadakan di sebuah hotel dan semua kegiatan tersebut didanai oleh

pemerintah setempat.Hal ini juga diterangkan oleh Bapak Pdt. DR. L. Karo Sekali selaku sekretaris FKUB Kota Medan.

“… FKUB biasanya mengadakan dialog-dialog dengan masyarakat Kota Medan dari masing-masing agama di sebuah hotel. Dan dana yang kami gunakan untuk melakukan dialog itu dibantu oleh pemerintah Kota Medan…”

Beberapa dialog yang diselenggarakan FKUB Kota Medan beberapa bulan terakhir ini adalah Dialog Tokoh-Tokoh Perempuan Lintas Agama yang diadakan di Hotel Garuda Plaza Medan pada tanggal 3 Desember 2015 dan Dialog Kerukunan Pengurus Rumah Ibadah Kota Medan yang diadakan di Hotel Inna Dharma Deli Medan pada tanggal 19 Desember 2015.

Di dalam dialog tokoh-tokoh perempuan lintas agama yang diadakan oleh FKUB Kota Medan masyarakat diajak untuk membahas bagaimana peran perempuan dalam memelihara dan mengukuhkan kerukunan umat beragama. Dra. Khairtati Purnama Nasution adalah seorang Psikolog selaku salah satu pembiacara dalam dialog tersebut menjelaskan bahwa perempuan mampu memberikan pengaruh kepada dunia baik ketika berada didepan kendali (sebagai pemimpin) maupun jika berada dibalik kendali orang lain, mampu memberikan kontribusi kepada negara yang dimulai dari lingkungan yang paling kecil yaitu lingkungan keluarga, perempuan menjadi pihak pertama dalam terbukanya relasi sosial dalam masyarakat, dan sangat signifikan dalam memberikan pemahaman dan pendidikan kepada anak-anak, anggota keluarga tentang pentingnya kerukunan umat beragama, dan perempuan menempati posisi dalam mensupport pada orang terdekat tentang hidup berdampingan.

Psikolog tersebut juga menjelaskan bahwa persoalan toleransi adalah persoalan kesadaran beragama yang menyangkut aspek psikologis, sehingga

penting mengetengahkan isu toleransi dengan pendekatan psikologis. Wanita sebagai salah satu pihak penganut agama aktif memiliki potensi psikologis yang besar untuk berperilaku toleran, berbagai peran yang dijalaninya memberikan wanita makna nilai-nilai kemanusiaan, bahwa semua manusia apa pun agama, suku dan rasnya adalah satu keluarga besar yang bisa hidup dengan harmonis.Pendekatan psikologis ini difokuskan kepada kalangan wanita, karena wanita ada1ah makhluk yang secara psikologis sangat potensial untuk bersikap toleran. Seorang wanita terutama dalam perannya sebagai ibu, yang selalu berhubungan dengan anaknya dan selalu bekerja sama, memupuk sikapnya untuk tidak mementingkan diri sendiri, sabar, rela berkorban, dan keibuan. Sikap-sikap tersebut menjadikan wanita selalu siap menyesuaikan diri, mempertimbangkan alternatif atau kemungkinan-kemungkinan lain dan mampu melihat perbedaan- perbedaan yang ada dilingkungannya.

Penjelasannya mengenai peran perempuan dalam memelihara dan mengukuhkan kerukunan umat beragama pada dialog yang diselenggarakan FKUB Kota Medan sangat menginspirasi perempuan-perempuan yang menghadiri dialog tersebut. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang peserta yang diwawancarai oleh peneliti yaitu Ibu Kartini.

“… acara ini sangat menginspirasi kami, khususnya kaum perempuan. FKUB sering mengadakan dialog-dialog yang bertujuan untuk memelihara kerukunan umat beragama.Dan saya rasa perempuan memiliki peran penting dalam hal memelihara kerukunan tersebut.Karena perempuan adalah seorang ibu.Ibu adalah orang yang pertama kali memberikan pelajaran kepada seorang bayi yang baru dilahirkan di dunia. Jadi dengan demikian, perempuan berkontribusi untuk mengajari kepada manusia dari usia dini untuk dapat bertoleransi kepada seluruh umat beragama tanpa terkecuali..”

“...menurut saya dialog ini sangat bermanfaat bagi masyarakat kota Medan yang sangat kompleks. Disini kita jadi tahu bagaimana agama yang satu dan agama yang lain. Kita juga jadi lebih toleran terhadap agama lain. Saya pribadi sudah sering mengikuti dialog-dialog yang diadakan oleh FKUB ini, karena menurut saya dialognya sangat bermanfaat...”

Kedua informan tersebut mengaku bahwa diskusi yang diselenggarakan oleh FKUB sangat bermanfaat terhadap toleransi kehidupan beragama yang semakin terbangun di dalam diri setiap individu yang ikut dalam dialog tersebut. Setelah peserta mendapatkan pendidikan toleransi setelah dialog tersebut, mereka tentu saja akan mengajari sejak dini kepada orang lain untuk dapat bertoleransi kepada seluruh umat beragama yang ada dalam lingkungan kehidupan mereka.

Dua minggu setelah dialog tokoh-tokoh perempuan lintas agama yang diselenggarakan tanggal 3 Desember 2015, FKUB kembali menyelenggarakan dialog dengan tema yang berbeda. Hanya saja tujuan dialog tersebut tetap sama, yaitu menciptakan kehidupan pluralisme yang penuh rasa toleransi.Didalam dialog Kerukunan Pengurus Rumah Ibadah Kota Medan yang diadakan FKUB Kota Medan pada tanggal 19 Desember 2015 mengajak masyarakat untuk membahas bagaimana peran pengurus rumah ibadah dalam memelihara kerukunan umat beragama di Kota Medan.

Pada dialog kali ini, para pengurus rumah ibadah dari 6 agama yang di akui di Indonesia lah yang menjadi peserta. Hal itu dikarenakan para pengurus rumah ibadah menjadi orang yang sangat berperan penting dalam menyebarkan rasa saling menghargai kepada masyarakat umum tiap-tiap agama. Selain itu, khusus di Kota Medan yang sangat jarang bahkan dapat dikatakan hampir tidak pernah terjadi kasus intoleransi kehidupan beragama, ternyata ada satu permasalahan yang memungkinkan untuk terjadinya gesekan konflik yaitu

pendirian rumah ibadah. Rumah ibadah yang dibangun diantara kehidupan yang didominasi oleh agama lain ditakutkan dapat memicu konflik. Misalnya saja, Gereja dibangun di lingkungan yang didominasi umat muslim, atau Mesjid yang dibangun di tengah lingkungan umat kristen atau contoh lainnya. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya konflik, sehingga sangat penting dialog pengurus rumah ibadah dilakukan. Dalam dialog tersebut, FKUB berusaha menjelaskan bahwa setiap pendirian rumah ibadah harus memiliki izin pendirian rumah ibadah. Izin tersebut harus dimiliki oleh setiap rumah ibadah yang ada. Izin tersebut di dapat dari Pemerintahan Kota Medan, hanya saja sebelum mendapatkan surat izin tersebut, pengurus rumah ibadah harus mendapat surat rekomendasi dari FKUB. Rekomendasi dari FKUB dimaksudkan apabila terjadi konflik karena pendirian rumah ibadah, FKUB dapat mengambil peran menjadi penengah.

Dr. H. Maratua Simanjuntak selaku ketua FKUB Sumatera Utara, pada dialog tersebut menjelaskan bahwa pengurus rumah ibadah adalah orang-orang pilihan yang dengan suka rela mengurus tempat-tempat ibadah, jamaah agama masing-masing ditentukan menurut tata cara masing-masing agama yang dilayani di indonesia yaitu: Islam, Kristen,Katolik, Hindu, Buddha dan Konghocu. Mereka sekaligus menjadi pemuka agama.

Beliau juga menjelaskan nama-nama pengurus rumah ibadah beradasarkan agamanya masing-masing sebagai berikut:

1. Islam :Nazir, BKM, Ulama, Ustad, TuanSyekh, dan lain-lain. 2. Katholik : Uskup, Imam Paroki, Pastor, Diakon, Cardinal,dan Paus. 3. Kristen : Pendeta, Penatua, Penginjil, Sintua, dan Eporus.

4. Hindu : Pandita, Pinandita, Brahmana.

5. Buddha : Pikkhu(Rahib Pria), Bikhuni (Rahib Wanita), Mahayana, dan Pandita.

6. Konghuchu: Jiao Shen (Js),Penebar Agama, Wanse (Ws), Guru Agama, Xuese(Pendeta), dan Jong Lau (Sesepuh).

Penjelasan Bapak Dr. H. Maratua Simanjuntak mengenai peran pengurus rumah ibadah dalam memelihara kerukunan umat beragama di Kota Medan pada dialog yang diselenggarakan FKUB sangat menginspirasi para peserta yang menghadiri dialog tersebut. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang peserta yang diwawancarai oleh peneliti yaitu Bapak Suriadi.

“… dialog ini sangat bagus. Kita jadi tahu mana rumah ibadah umum mana rumah ibadah keluarga. Saya sebagai anggota pengurus masjid jadi memahami rumah ibadah keluarga dari umat agama lain. Awalnya saya nggak tahu. Dan disini kita juga jadi tahu apa peran kita sebagai pengurus rumah ibadah, tidak hanya menjaga rumah ibadah, kita juga bisa berperan dalam hal menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat…”

Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Erpita Simorangkir:

“… dengan mengikuti dialog-dialog ini saya dan peserta lainnya jadi lebih mengerti dan memahami agama lain. Saya sebagai salah satu pengurus gereja jadi lebih tahu peran saya sebagai pengurus rumah ibadah bukan cuma menjaga gereja saja, tapi lebih memahami bagaimana prosedur dalam pembangunan rumah ibadah, karena itu kan nggak sembarangan…”

Kedua informan tersebut mengaku bahwa dialog yang diadakan oleh FKUB sangat bermanfaat terhadap toleransi kehidupan beragama yang semakin terbangun di dalam diri setiap individu yang mengikuti dialog tersebut. Mereka jadi lebih memahami apa peran penting pengurus rumah ibadah dan bagaimana prosedur untuk dapat membangun suatu rumah ibadah di suatu wilayah.

Dokumen terkait