• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.5 Permasalahan Yang Ditangani Oleh FKUB Kota Medan

Kota Medan yang masyarakatnya majemuk berpotensi mengalami gesekan-gesekan atau pertentangan antara umat agama yang satu dengan lainnya.Tetapi kebanyakan masalah yang ditangani oleh FKUB adalah bukan permasalahan mengenai agama mana yang terkuat dan agama mana yang lemah, bukan juga mengenai agama minoritas dan mayoritas.Beberapa permasalahan yang sering dihadapi FKUB adalah mengenai pembangunan rumah ibadah dan juga permasalahan mengenai masyarakatnya yang tidak terbuka terhadap agama yang dipeluknya, dalam hal ini adalah bagi mereka yang sudah berpindah keyakinan.

Hal tersebut dialami oleh salah seorang responden yang diwawancarai peneliti.Dia bernama Ibu Erpita Simorangkir. Ibu Erpita yang beragama Katholik sudah pernah mengikuti kegiatan dialog yang diadakan oleh FKUB Kota Medan setidaknya sebanyak tiga kali pertemuan. Salah satu permasalahan yang dia dan keluarganya alami pernah diselesaikan oleh pihak FKUB, seperti yang dia jelaskan sebagai berikut:

“… keluarga saya pernah mengalami perdebatan mengenai pemakaman saudara saya yang meninggal beberapa waktu lalu. Saya beragama Katholik, saudara saya juga Katholik.Namun beberapa tahun lalu pada saat dia menikah, dia berpindah agama menjadi Islam.Awalnya keputusan saudara saya tersebut menimbulkan konflik diantara keluarga kami.Namun beberapa waktu kemudian akhirnya keluarga kami dapat menerimanya.Pada saat saudara saya itu meninggal, pertentangan didalam keluarga kami pun muncul kembali.Orang yang dituakan didalam keluarga kami ingin memakamkannya di tanah pemakaman umat Katholik dan dimakamkan secara Katholik.Pihak keluarga satunya lagi tidak terima karena mereka mengatakan bahwa saudara saya sudah berpindah agama menjadi Muslim, jadi dia harus dimakamkan secara Islam.Saat itu suasana sangat kacau, hingga akhirnya FKUB dapat membantu permasalahan tersebut.Kemudian saudara saya dimakamkan di

tanah pemakaman umat Islam dan dimakamkan secara Islam karena berdasarkan hukum, KTP saudara saya tercantum agama yang dipeluknya adalah Agama Islam, jadi kita harus mengikuti ketentuan tersebut.Ya, walaupun saudara saya adalah umat Katholik kian, namun kita harus mengikuti peraturan-peraturan yang ada di negara kita. Dan ini juga berkat bantuan FKUB yang mau berdiskusi kepada keluarga saya untuk mengatasi permasalahan yang sedang kami hadapi..”

Ibu Erpita berpendapat bahwa FKUB sangat memberikan kontribusi yang positif dalam kehidupannya, tidak hanya membantu permasalahan yang dihadapi oleh keluarganya, baginya FKUB telah membuatnya menjadi orang yang toleransi terhadap semua masyarakat umat beragama. Hal ini seperti yang diungkapkannya sebagai berikut:

“… menurut saya kondisi keharmonisan sosial di Kota Medan ini semakin baik. Dan FKUB juga punya peran dalam hal ini.Salah satu contohnya, saya yang bertetangga dengan orang Jawa yang beragama Islam, kami sering ‘rewang’ kalau ada acara pesta. Rewang itu melakukan kegiatan gotong royong dalam hal masak memasak untuk sebuah acara…”

Selain permasalahan tentang perpindahan agama, masalah yang kerap ditangani oleh FKUB Kota Medan adalah tentang banyaknya ruko (rumah toko) dan rumah tempat tinggal serta bangunan seperti Department Store (Pusat Perbelanjaan) yang dijadikan rumah ibadah umat Kristen berupa gereja.

Di dalam sebuah berita surat kabar Waspada pada tanggal 28 November 2015 tertera bahwa di Kota Medan banyak terdapat ruko dan rumah tempat tinggal yang dijadikan sebagai rumah ibadah. Di dalam berita tersebut H. Hamdani Harahap selaku Direktur Lembaga Advokasi Umat Islam – Majelis Ulama Indonesia (LADUI – MUI) Sumatera Utara mengungkapkan bahwa cukup banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendirikan rumah ibadah sesuai

ketentuan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/ wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadah. Dia juga menyebutkan bahwa mendirikan rumah ibadah dibutuhkan rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Kemenag kabupaten/ kota, rekomendasi FKUB, surat keterangan perubahan peruntukkan lahan/ tempat, termasuk ruko yang hendak didirikan (dibangun) rumah ibadah.

Khususnya di Kota Medan, menurut Hamdani tidak mudah dilakukan perubahan peruntukkan bangunan ruko menjadi tempat ibadah.Karena yang namanya ruko, sudah jelas berada dalam satu kawasan (komplek) rumah toko yang memang peruntukkannya untuk ruko. Persyaratan lain, lanjut Hamdani adalah kajian dan masalah lalu lintas dan izin gangguan/ lingkungan (HO) dari tetangga atau masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi maka sudah jelas membuat ruko menjadi rumah ibadah adalah pelanggaran sehingga harus segera ditutup.Hamdani Harahap menyebutkan, potensi konflik apabila ruko atau rumah tempat tinggal dijadikan rumah ibadah sangat tinggi.Karena itu dia meminta pemerintah harus benar-benar serius dalam menangani masalah ini.

Berita mengenai pemanfaatan ruko sebagai rumah ibadah tersebut membuat peneliti ingin menanyakan kepada anggota kepengurusan FKUB Kota Medan bagaimana cara penyelesaiannya. Hal tersebut dijelaskan oleh Bapak Pdt. DR. L. Karo Sekali selaku Sekretaris FKUB Kota Medan sebagai berikut:

“… apabila ada rumah ibadah berbentuk ruko atau mall, kita harus pastikan apakah pengurus rumah ibadah tersebut

memiliki izin dari FKUB dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan? Jika ada, ya kita izinkan mereka mendirikan rumah ibadah di dalam ruko atau mall tersebut. Tapi jika tidak ada, kita akan tutup rumah ibadah tersebut. Kita biasanya memberikan surat rekomendasi sementara untuk rumah ibadah di sebuah gedung dalam jangka waktu kurang lebih 2 (dua) tahun, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang diberlakukan oleh FKUB. Dan apabila jangka waktu pendirian rumah ibadah sementara tersebut sudah habis, surat rekomendasinya bisa diperpanjangan dengan catatan melengkapi kembali syarat-syarat itu tadi…”

Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak H. Manippo Pohan selaku pegawai secretariat FKUB Kota Medan sebagai berikut:

“… kita kasih surat rekomendasi untuk pendirian rumah ibadah sementara selama kurang lebih 2 (dua) tahun. Tetapi syarat dan kelengkapan surat harus dipenuhi terlebih dahulu. Dan surat rekomendasi itu bisa diperpanjang kembali..”

Berdasarkan Bab V pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, khusus untuk permohonan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung yang digunakan sebagai rumah ibadah sementara, pemohon mengajukan permohonan kepada FKUB dengan melampirkan izin tertulis pemilik bangunan, rekomendasi tertulis dari Lurah, dan pelaporan tertulis kepada FKUB. Dengan begitu ruko dan mall bisa dijadikan rumah ibadah asalkan memenuhi dan melengkapi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh pihak FKUB.

Dokumen terkait