• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Budidaya Tanaman Penghasil Bahan Baku

a. Pembibitan dan Persemaian

Pada pembibitan, jenis kloonal (stek/vegetatif) telah dikenal luas, karena merupakan cara yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan bahan tanaman (bibit) dalam jumlah banyak dan jenis klon yang ditentukan dapat dipastikan sifat keunggulannya sama dengan pohon induknya. Pembibitan tanaman seedling (biji/generatif) akan memiliki akar yang lebih kuat karena tanaman memiliki akar tunggang.

b. Penanaman

Bibit teh yang telah dipersiapkan di persemaian diseleksi menurut klasifikasi kelas dan jenis klon dalam kondisi siap tanam. Selanjutnya bibit diangkut ke lokasi tanaman tahun ini (TTI) yang telah dipersiapkan. Faktor yang harus diperhatikan yaitu jarak tanam, plotting klon tanaman teh, pengajiran, pembuatan lobang tanam, dan cara penanaman.

c. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pemeliharaan TBM merupakan dasar untuk mendapatkan tanaman yang sehat, berpotensi tinggi dengan masa nonproduktif pendek, sehingga merupakan investasi awal yang akan memberikan hasil jangka panjang. Pemeliharaan yang dilakukan pada TBM yaitu penyiangan (manual dan kimia), pembuatan rorak (logak tanah), penyulaman (penggantian tanaman mati), pemupukan, pembentukan frame (bidang petik).

d. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)

Pemeliharaan TM seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9, dilakukan dengan beberapa perlakuan, diantaranya adalah pemupukan, pengendalian gulma, hama dan penyakit, serta pemangkasan. Pemberian pupuk disesuaikan dengan dosis yang direkomendasikan oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) setelah dilakukan analisis. Pengendalian

26 hama, gulma dan penyakit dilakukan secara kimiawi dengan dosis yang sesuai dengan kemampuan tanaman dan tingkat serangan.

Gambar 9. Kebun Tanaman Menghasilkan Teh

Pemangkasan tanaman dilakukan untuk mendapatkan ketinggian bidang petik yang sesuai. Selain itu, juga dilakukan untuk menjaga tanaman teh agar tetap dalam fase vegetatif, merangsang pertumbuhan tunas baru, dan membuang cabang-cabang yang tidak produktif.

e. Pemetikan

Kegiatan pemetikan teh dilaksanakan untuk memenuhi sebagian besar persediaan bahan baku yang diperlukan untuk melaksanakan proses produksi. Untuk mendapatkan bahan baku basah yang berkualitas tinggi (layak olah), maka perkebunan menetapkan standar pelaksanaan pemetikan, yaitu pucuk yang boleh dipetik hanya pucuk medium. Pucuk teh yang telah dipetik harus mendapat perlakuan yang baik agar kualitasnya dapat terjaga. Pucuk teh tidak boleh terlalu lama dalam kepalan tangan atau dijejal. Pucuk yang telah dipetik harus segera dimasukan ke dalam ambul, seperti dapat dilihat pada Gambar 10.

f. Pengangkutan pucuk ke pabrik

Setelah pucuk teh dalam ambul para pemetik penuh, maka para pemetik menghentikan kegiatan pemetikan dan segera memindahkan dan menyimpan pucuk ke wadah penyimpanan berupa waring. Waring peyimpanan tersebut disimpan di los (tenda) agar terlindung dari panas

27 dan hujan. Penyimpanan pucuk di los dilakukan hingga kedatangan truk yang akan mengangkut pucuk ke pabrik pengolahan.

Gambar 10. Pucuk dalam Ambul Setelah Dipetik

Pucuk yang diangkut ke pabrik harus memenuhi standar kualitas dan kuantitas, oleh karena itu dilakukan penimbangan dan koreksi pucuk. Untuk menjaga kualitas pucuk selama pengangkutan, pengisian pucuk pada waring maksimal 25 kg, dan isi truk maksimal 100 waring sak yaitu 2500 kg. Dengan standar tersebut, diusahakan semaksimal mungkin agar pucuk tidak rusak, mengalami penguapan atau perubahan warna.

2. Proses Produksi

Teh sebagai komoditi, harus mempunyai mutu yang tinggi dan konsisten agar tetap diminati konsumen. Untuk memperoleh hasil yang memenuhi harapan tersebut, dilakukan pengolahan teh hitam yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan teh hitam yang benar. Pelaksanaannya berdasar pada kaidah-kaidah manajemen mutu yang baik dalam setiap langkah proses pengolahan. Proses pengolahan teh hitam ortodoks dimulai sejak penerimaan bahan baku pucuk teh di pabrik. Selanjutnya teh melalui berbagai tahapan, yaitu pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi, penyimpanan peti miring, dan pengepakan.

28 a. Penerimaan pucuk

Kondisi pucuk sangat menentukan kualitas dari teh hitam yang dihasilkan, oleh karena itu diperlukan penanganan penerimaan pucuk yang baik di pabrik. Kedatangan truk di pabrik diupayakan tidak bersamaan supaya tidak terjadi antrian saat penimbangan dan penurunan pucuk. Truk yang berisi pucuk ditimbang pada jembatan timbang. Kemudian setelah pucuk diturunkan, truk dan waring sack kosong ditimbang kembali. Pucuk yang telah ditimbang kemudian dinaikan ke atas monorail. Pengisian satu kursi monorail hanya dibatasi satu waring sack dan harus dalam posisi berdiri. Dalam prosesnya harus diupayakan meminimalkan ceceran pucuk.

Penerimaan pucuk di pabrik disertai dengan dilakukannya analisis pucuk. Tujuannya adalah mengevaluasi mutu pucuk yang merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan dan untuk perhitungan harga pucuk. Cara pelaksanaan analisis pucuk tersebut yaitu dengan mengambil contoh pucuk secara acak perkemandoran di atas Withering Trough, segera setelah pucuk dikeluarkan dari waring. Bobot sampel yang digunakan ± 1 kg pucuk. Dari 1 kg contoh pucuk tersebut diambil ± 100 gram untuk dianalisis. Sampel dipisah-pisahkan sesuai jenis pucuk, adapun pucuk yang lewat standar pucuk medium dipotong terlebih dahulu. Standar analisis pucuk medium (p+2, p+3 dan burung muda) adalah 60-65 persen, pucuk kasar (p+4, p+5, burung tua, dan daun tua) sebesar 30-35 persen, dan pucuk rusak (kena hama, memar, nyeupan, lembaran daun dengan dua patahan, dan keutuhan daun ≤ 75 persen) maksimal 5 persen.

b. Pelayuan

Proses pelayuan merupakan tahap awal proses pengolahan teh. Tujuan pelayuan adalah menurunkan kandungan air dalam pucuk. Dengan proses ini pucuk teh menjadi lemas (layu fisik) dan terjadi perubahan senyawa-senyawa kimia yang terkandung di dalam pucuk sehingga menghasilkan teh dengan rasa dan aroma yang baik (layu kimia). Secara fisik, daun teh tersebut akan akan menjadi lemas/layu dan warnanya berubah dari hijau muda menjadi hijau tua. Kadar air pucuk teh

29 yang diharapkan setelah pelayuan sekitar 49-58 persen dengan kerataan layuan minimal 87 persen. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pelayuan adalah temperatur, kelembaban relatif, lama pelayuan, kondisi cuaca, dan bobot pucuk per satuan luas pada Withering Trough (WT).

Setiap seksi berisi pucuk dalam satu WT ditandai dengan papan nama atau girik yang mencantumkan nama mandor dari kebun sumber pucuk tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap mutu pucuk dari setiap perkemandoran dalam setiap afdeling. Penyebaran pucuk dalam WT disebut dengan istilah pembeberan. Pembeberan dimulai dari ujung WT, berlawanan dengan arah hembusan udara dari main fan. Sebelum pembeberan, main fan harus sudah dijalankan dan mengalirkan udara segar ke dalam WT. Hal tersebut dimaksudkan untuk mulai mengurangi air yang ada di atas permukaan daun sehingga daun pucuk teh segar tidak saling melekat. Selain itu, untuk tujuan yang sama dilakukan pula pengkiraban dan pengaturan ketebalan pucuk di dalam WT. Pada saat dilakukan pengkiraban, petugas kirab juga memeriksa dan membuang bahan kontaminan yang tercampur dalam pucuk segar. Kontaminan yang biasa tercampur dalam pucuk segar adalah ranting pohon, daun kering, ulat, serangga, dan benda asing lainnya.

Proses pelayuan dapat dilakukan hanya dengan hembusan udara segar atau dengan bantuan udara hangat. Udara hangat yang bersuhu sekitar 27°C tersebut merupakan campuran antara udara segar dan udara panas yang berasal dari heat exchanger (HE). Pencampuran antara udara segar dari lingkungan dan udara panas dari HE dilakukan di dalam mixing chamber, sebelum akhirnya dihembuskan oleh main fan. Penggunaan campuran udara tergantung pada keadaan lingkungan. Jika selisih suhu antara termometer bola kering dan termometer bola basah di ruang pelayuan kurang dari 2°C, digunakan udara hangat dari pencampuran.

Selama pelayuan, dilakukan pembalikan pucuk yang dilakukan sebanyak satu sampai tiga kali, tergantung keadaan pucuk. Pucuk yang ada di lapisan bawah dinaikan ke atas dan begitu sebaliknya. Hal tersebut

30 bertujuan agar pucuk dapat layu secara merata. Adanya keranjang kontrol diperlukan untuk menghitung perkiraan waktu turun layu dan derajat layu, sehingga dapat dipantau dari hari kehari, karena keadaan cuaca yang sering mengalami perubahan, serta keadaan pucuk yang basah atau tuus.

Pada akhir proses pelayuan, dilakukan turun layu, yaitu proses pengeluaran pucuk layu dari WT dan masuk ke ruang giling. Layuan yang baik secara fisik ditandai dengan pucuk yang digenggam lemas dan tidak patah-patah serta apabila dibuat kepalan tidak buyar saat dilemparkan. Pembongkaran pucuk layu dimulai dari salah satu ujung WT dan harus selesai satu per satu. Pada saat pembalikan dan pembongkaran pucuk layu, fan harus tetap dijalankan.

c. Penggilingan

Proses penggilingan bertujuan untuk membuat daun menggulung dan merusak dinding selnya. Hal ini menyebabkan cairan dalam sel keluar semaksimal mungkin ke permukaan dengan merata dan terjadi proses oksidasi enzimatis. Tujuan lain proses ini yaitu mengecilkan dan memotong gulungan menjadi partikel sesuai dengan yang dikehendaki, mengoptimalkan terbentuknya mutu dalam (inner quality), serta untuk memudahkan dalam pengaturan pengeringan dan sortasi kering.

Sebelum penggilingan, mesin-mesin dan ruangan harus dalam keadaan bersih, kering, dan siap pakai. Setiap mesin dan peralatan diperiksa dan dipastikan dapat berfungsi dengan baik. Dilakukan pengondisian ruang giling dengan suhu 16-18°C dan kelembaban 80-95 persen. Kondisi tersebut diatur dengan penggunaan humidifier dan exhaust fan.

Proses penggilingan dilakukan dalam empat tahap penggilingan. Antara satu tahap dan tahap berikutnya diadakan pemisahan bubuk dengan mesin pengayak basah. Tahap pertama yaitu penggilingan dengan Open Top Roller (OTR) atau Britania Roller (BR). Waktu penggilingan selama 50 menit, dan pada BR dilakukan perlakuan gencet-kirab dengan

31 kombinasi 15/5 menit. Bubuk hasil bongkaran OTR dan BR kemudian diayak dengan DIBN 1 yang akan menghasilkan bubuk I.

Bubuk ukuran besar (badag) dari DIBN I masuk ke penggilingan tahap kedua dengan Press Cup Roller (PCR) yang mempunyai kapasitas 275-300 kg. Waktu giling PCR yaitu 30 menit dan gencet-kirab 10/5 menit. Bubuk hasil bongkaran diayak di DIBN 2 dan dihasilkan bubuk II.

Tahap selanjutnya, bubuk badag dari DIBN II digiling pada Rotorvane I (RV I) yang mempunyai kapasitas 1200 kg per jam. Penggilingan RV tersebut memerlukan waktu 10 menit. Kemudian masuk DIBN III dan menghasilkan bubuk III.

Tahap keempat, bubuk badag masuk ke RV II dengan kapasitas 800 kg per jam. Penggilingan selama 10 menit kemudian diayak pada DIBN IV menghasilkan bubuk IV. Bubuk badag dari DIBN IV tersebut tidak digiling lagi. Perlu dikemukakan bahwa jenis teh yang diinginkan dibuat di proses penggilingan, proses sortasi kering seharusnya hanya memisahkan apa yang telah dibuat di proses penggilingan.

d. Oksidasi Enzimatis

Proses oksidasi enzimatis (OE) sebenarnya sudah mulai terjadi pada saat pucuk mulai digiling pada OT atau BR. Setelah bubuk selesai diayak, segera dihamparkan di atas baki/meja oksidasi enzimatis. Oksidasi enzimatis atau fermentasi merupakan reaksi kimia dari cairan sel daun teh dengan oksigen hingga mencapai kondisi optimum. Selama proses oksidasi enzimatis, dihasilkan senyawa theaflavin dan thearubigin yang akan menentukan sifat air seduhan (strength, colour, quality, dan briskness).

Penentuan waktu lamanya fermentasi disesuaikan dengan jenis bubuk dan keadaan cuaca, sehingga dalam setiap keadaan tidak akan sama. Tebal sebaran adalah 2,5 cm sampai 7,5 cm. Bila terlalu tipis, bubuk akan kering, terlalu tebal akan panas. Suhu teh fermentasi tidak boleh melebihi 26,7 ºC karena enzim polifenol bekerja optimal pada suhu tersebut.

32 Masing-masing jenis bubuk dan seri ditempatkan pada wadah terpisah untuk menjaga agar tidak terjadi pencampuran.

e. Pengeringan

Proses pengeringan bertujuan untuk menghentikan reaksi OE saat komposisi senyawa-senyawa pendukung kualitas mencapai keadaan optimum. Selain itu, pengeringan akan membuat teh memiliki umur simpan yang lebih lama. Hal tersebut dapat terjadi karena kadar air teh kering sangat rendah, yaitu berkisar antara 2,0-3,5 persen. Setelah proses OE menghasilkan karakteristik bubuk yang diinginkan, bubuk teh dikeringkan dalam mesin two stage drier (TSD) yang memiliki kapasitas sekitar 250 kg bubuk teh kering/jam. Suhu inlet berkisar antara 80-112°C dan suhu outlet 45-55°C. Bubuk teh mulai dimasukan ke dalam mesin setelah suhu inlet tercapai. Bubuk teh dikeringkan di dalam mesin TSD selama ±23 menit.

Panas yang ada dalam TSD dihasilkan oleh HE yang dinyalakan sekitar 40-50 menit sebelum bubuk teh masuk ke dalam mesin. Selain dengan tujuan agar mesin mencapai panas yang optimal untuk pengeringan, penyalaan mesin dilakukan untuk membersihkan mesin dari sisa pengolahan sebelumnya dan memeriksa kemungkinan terjadinya kebocoran udara panas pada mesin. Bubuk teh dikeringkan oleh udara panas yang berhembus dari bawah melalui lubang-lubang tiap trays dalam TSD. Masing-masing jenis bubuk dikeringkan pada TSD yang berbeda. Selanjutnya, bubuk teh yang keluar dari TSD diangkut ke ruang sortasi dengan menggunakan conveyor.

f. Sortasi

Proses sortasi kering bertujuan untuk memisahkan partikel teh berdasarkan warna, kerataan, bentuk, ukuran, dan berat jenis, sehingga diperoleh partikel teh yang sesuai dengan standar yang diinginkan oleh pasar. Standar kriteria jenis mutu grade teh hitam ortodoks berdasarkan ukuran dan visual dapat dilihat pada Tabel 4.

33 Tabel 4. Kriteria Jenis Mutu Grade Teh Hitam Ortodoks Berdasarkan

Ukuran dan Visual Jenis (Grade) Lolos Mesh Tertahan Mesh Kriteria

BOP 12 14 Berwarna hitam, beuneur BOPF 14 20 Berwarna hitam, beuneur PF 18 24 Berwarna hitam, beuneur Dust 24 30 Berwarna hitam, beuneur BP 8 12 Berwarna hitam, beuneur BT 12 14 Berwarna hitam, agak hapa PF II 18 24 Merah, hapa, bertulang Dust II 24 30 Merah, hapa, bertulang BP II 12 14 Merah, hapa, bertulang

BT II 12 14 Merah, hapa, bertulang, berserat Dust III 30 60 Merah, hapa, berserat

Sumber: Kantor Pengolahan Perkebunan Pasir Nangka

Bubuk teh melalui proses sortasi dalam beberapa mesin, yaitu Midleton, Java sortir, Indian sortir, Vibro, Chota sifter, Shuudzeef, Senvec, dan Theewan. Pengisian tiap mesin disesuaikan dengan kapasitas mesin dengan mengatur ketebalan feeding. Kondisi ruang sortasi harus kering dan kelembaban relatif maksimum 70 persen sehingga kenaikan MC bubuk teh selama proses sortasi tidak lebih dari 1 persen. Ceceran bubuk di lantai harus dihindari dan ditangani sesegera mungkin.

g. Pengepakan

Pengepakan adalah suatu proses yang bertujuan untuk melindungi produk jadi dari kerusakan. Selain itu, pengepakan memudahkan transportasi dan penyimpanan di gudang. Dengan adanya kemasan dalam bobot dan jenis tertentu dapat memudahkan dalam pemasaran.

Kemasan yang digunakan ada dua macam, yaitu papersack dan karung bagor. Papersack yang digunakan adalah standar T2, terdiri dari 4 ply standard, 80 gsm wet strength outer ply, 2 x 72 gsm high performance kraft, dan 1 x 112 gsm alumunium foil / kraft laminate. Kemasan karung

34 bagor yang digunakan dilapisi dengan inner plastic. Pemakaian kemasan tersebut digunakan sesuai dengan keinginan pembeli. Kemasan yang akan digunakan untuk mengepak diberi identitas yaitu nama negara pemasok (Indonesia), nama perusahaan (PTPN VIII Kebun Pasir Nangka), nomor chop, nama jenis teh, berat gross dan netto, serta nomor papersack dan tanda SNI.

Pengepakan dilaksanakan setelah persediaan teh dalam peti miring mencapai 110 persen kebutuhan satu chop (40 papersack) yang beratnya berbeda untuk setiap jenis grade teh. Teh jadi dalam peti miring dikeluarkan dan dinaikkan ke tea bulker melalui conveyor. Dari bulker, teh dimasukan ke dalam papersack/karung. Setelah ditimbang, dilakukan penggetaran dan pengepresan dengan bag shaper. Papersack kemudian disusun menggunakan bottom pallet kayu, dengan ketinggian tumpukan tidak boleh lebih dari 215 cm.

h. Pengujian Mutu

Pengujian mutu dilakukan untuk memastikan spesifikasi teknis terkontrol dengan baik dan menjaga kesesuaian dengan standar yang ditetapkan. Pengujian mutu ini dilakukan mulai dari awal proses pengolahan hingga produk teh jadi.

1) Kecukupan layuan

Kadar air pucuk layu diukur setiap seri turun layu, diambil ± 1 kg pucuk layu secara acak dari WT oleh mandor turun layu dan diberikan kepada petugas uji mutu untuk diuji. Kemudian diambil 10 gram untuk diukur kadar airnya.

Dilakukan pemisahan antara pucuk layu dengan pucuk kurang layu. Pucuk hasil pemisahan ditimbang, kemudian dihitung persentase masing-masing kelompok. Sasaran persentase layu minimal 87 persen. 2) Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan alat sartorius. Suhu yang digunakan adalah 105°C. Pengujian pucuk basah dan pucuk layu dilakukan dengan berat sampel 10 gram, pucuk

35 terlebih dahulu diiris menjadi potongan kecil. Pengujian bubuk teh kering dilakukan dengan berat sampel 5 gram. Pengukuran dimulai sejak alat ditutup hingga secara otomatis berhenti dan pencetak akan menampilkan hasil pengukuran.

3) Pengujian Berat Jenis

Pengukuran berat jenis dengan gelas ukur dilakukan dengan memasukan 100 gram teh ke dalam gelas ukur, permukaan bubuk teh diratakan (tanpa ketukan) kemudian dilihat volumenya. Permukaan bubuk teh diratakan dan dilihat volumenya, kemudian dibandingkan dengan standar mutu densitas teh hitam ortodoks yang tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar Mutu Densitas Teh Hitam Ortodoks Jenis (Grade) Setiap 100 Gr,

Tanpa Ketukan (freefall)

Setiap 25 Gr, 20X Ketukan OP 475-480 cc 110-120 cc BS 400-440 cc - FF 380-430 cc - BOP I SP 370-390 cc 85-98 cc BOP I 250-380 cc 80-90 cc BOP 340-350 cc 66-72 cc BOPF 330-335 cc 66-70 cc PF 290-295 cc 65-70 cc Dust 250-255 cc 62-65 cc BT 410-420 cc 95-100 cc BP 245-250 cc 70-75 cc PF II 280-305 cc 62-72 cc Dust II 240-260 cc 55-62 cc BT II 330-370 cc 80-85 cc BP II 250-260 cc 60-65 cc Dust III 225-230 cc - Fann II 290-310 cc - BM 330-380 cc -

Sumber: Prosedur Sistem Mutu Perkebunan Pasir Nangka

4) Pengujian Inner dan Outer Quality

Pengujian inner dan outer quality mencakup kenampakan teh jadi (meliputi warna, kerataan, kebersihan dari tulang dan serat, bentuk, tip), air seduhan (meliputi warna air, kekuatan/strength, kesegaran/

36 brisk, aroma, pungency), serta kenampakan ampas (warna dan kerataan).

Penilaian aroma dilakukan dengan menghirup udara seduhan teh dengan membuka sedikit tutup cangkir. Penilaian rasa dilakukan dengan mencicipi air seduhan yang ada dalam mangkok. Penilaian warna air dilakukan dengan mengamati air seduhan dalam mangkok. Penilaian ampas seduhan dilakukan dengan mengamati ampas yang telah dipindahkan pada tutup cangkir. Penilaian outer quality pada kenampakan teh dilaksanakan dengan cara menyebar bubuk teh di atas baki melamin atau kertas untuk melihat bentuk, warna, kerataan ukuran dan kebersihan dari serat dan tulang.

Dokumen terkait