• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Kinerja Proses Produksi

Kinerja pabrik dapat digunakan oleh pihak manajemen untuk mendapatkan gambaran umum mengenai efisiensi teknis pabrik. Efisiensi teknis ini mencakup pengukuran tingkat penggunaan sumberdaya untuk menghasilkan output. Efisiensi pabrik teh ini dapat dilihat dari beberapa parameter, seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Kinerja Pabrik Teh Pasir Nangka Tahun 2007

Parameter Data Produksi Triwulan Total I II III IV Produksi Basah (kg) 2.965.431 3.502.093 1.872.181 2.882.957 11.222.662 Produksi Kering (kg) 653.186 776.755 422.529 641.485 2.493.955 Rasio Basah/Kering 4,54 4,51 4,43 4,54 4,50 Rendemen(%) 22,03 22,18 22,57 22,02 22,22

37 Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa produksi pucuk basah mengalami fluktuasi setiap triwulannya. Produksi tertinggi terjadi pada Triwulan II, hal ini terjadi karena aplikasi pemupukan berdampak positif serta pola curah hujan dan penyinaran yang memadai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja budidaya teh, seperti faktor cuaca, hama dan penyakit, pemeliharaan tanaman dan sistem pemetikan. Faktor yang paling berpengaruh pada fluktuasi produksi basah antar triwulan tahun 2007 tersebut adalah faktor cuaca. Triwulan III yaitu pada bulan Juli hingga pertengahan Oktober terjadi kemarau sehingga produksi pucuk jauh lebih kecil dari triwulan lainnya.

Fluktuasi pada produksi basah mempengaruhi jumlah produksi bubuk teh kering. Tingkat konversi ditunjukan oleh nilai perbandingan pucuk basah terhadap bubuk kering (rasio B/K). Rasio ini juga dapat dinyatakan dengan persentase jumlah bubuk kering yang dihasilkan terhadap pucuk basah yang masuk (nilai rendemen). Nilai rendemen produksi teh dapat diketahui dari Tabel 6, nilai rendemen tersebut juga mengalami fluktuasi. Rendemen terendah yaitu pada triwulan IV dengan nilai 22,02 persen dan nilai tertinggi yaitu 22,57 persen pada triwulan II.

Fluktuasi rendemen tersebut disebabkan adanya titik-titik kehilangan bubuk atau pucuk teh selama proses produksi. Kehilangan akibat ceceran pucuk teh berpeluang terjadi pada saat penurunan pucuk teh dari truk, pengangkutan pada monorail, pemeberan, turun layu, dan pengisian OT dan BR. Sedangkan kehilangan bubuk teh dapat terjadi akibat ceceran di lantai, terbuang bersama debu dan tersangkut di dalam mesin produksi. Selain itu, fluktuasi nilai rendemen juga dapat terjadi akibat fluktuasi moisture content (mc) pucuk basah serta bubuk kering.

Fluktuasi nilai rendemen ini harus dapat dikendalikan sepanjang waktu selama proses produksi. Para karyawan dan pengawas memiliki peran yang penting dalam usaha pencegahan terjadinya kehilangan bubuk akibat ceceran. Selain itu, kadar air bubuk dari hasil pengeringan harus dijaga agar tetap

38 memenuhi standarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan indera peraba, penciuman, ataupun dengan alat pengukur kadar air.

2. Konsumsi Energi

Penggunaan kapasitas mesin produksi berkaitan erat dengan efisiensi penggunaan energi. Mesin yang digunakan sesuai dengan kapasitasnya tentu akan mendukung penghematan energi yang digunakan untuk setiap unit produk teh. Perhitungan konsumsi energi untuk produksi dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi proses dan mencari solusi untuk penghematannya.

Proses produksi teh hitam ortodoks ini melibatkan banyak mesin mekanis. Semua mesin produksi yang ada umumnya menggunakan energi listrik sebagai penggerak motornya. Beberapa mesin, seperti pada pelayuan dan pengeringan, memerlukan energi dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM) atau bahan bakar padat (BBP).

a. Bahan Bakar

Proses pelayuan memerlukan udara panas yang dihasilkan oleh mesin Benson sebagai heat exchanger (HE). Mesin ini menggunakan BBM berupa Industrial Diesel Oil (IDO). Tabel 7 menunjukkan penggunaan IDO untuk proses pelayuan pada tahun 2007.

Tabel 7. Penggunaan IDO pada Proses Pelayuan Tahun 2007 Periode Produksi Kering

(kg)

Konsumsi IDO (liter)

Rasio Konsumsi IDO (liter/kg) Jan – Mar 653.186 61.090 0,094 Apr – Jun 776.755 74.850 0,096 Jul – Sep 422.529 6.205 0,015 Okt - Des 641.485 37.740 0,059 Total 2.493.955 179.885 0,072

Sumber: Laporan Produksi Pengolahan Tahun 2007

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa pada tahun 2007 pemakaian IDO yang memiliki rasio tertinggi terjadi pada periode April hingga Juni. Pada periode ini, rasio pemakaian IDO mencapai 0,096 yang melebihi standar batas maksimal sebesar 0,08 liter IDO per kg bubuk kering. Hal

39 ini terjadi karena cuaca yang kurang mendukung, hujan deras menyebabkan pucuk memiliki kadar air yang tinggi. Semakin tinggi kadar air pada pucuk segar menyebabkan semakin besarnya energi yang dibutuhkan untuk mencapai derajat layu yang diharapkan.

Hal yang serupa terjadi pada proses pengeringan teh, seperti terlihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Rasio penggunaan bahan bakar, baik IDO maupun BBP, mencapai nilai tertinggi pada periode kedua. hal ini berkaitan pula dengan tingginya kadar air awal bubuk teh yang dikeringkan. Standar maksimal nilai rasio penggunaan IDO proses pengeringan adalah 0,23 liter IDO per kg bubuk kering. Sedangkan untuk BBP, standarnya adalah 0,70 kg BBP per kg bubuk teh kering.

Saat ini, dua dari lima heat exchanger (HE) sebagai sumber panas pada proses pengeringan telah menggunakan bahan bakar padat sebagai alternatif. Sebagai perbandingan, 153.923 kg bubuk teh jika dikeringkan sepenuhnya dengan BBM akan membutuhkan biaya sebesar Rp. 308.070.000. Sedangkan dengan kombinasi HE yang ada sekarang, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp. 146.287.000. Dengan penggunaan kombinasi HE tersebut, terjadi penghematan biaya hingga sekitar 50 persen.

Tabel 8. Penggunaan IDO pada Proses Pengeringan Tahun 2007 Periode Produksi Kering

IDO (kg)

Konsumsi IDO (liter)

Rasio Konsumsi IDO (liter/kg) Jan – Mar 310.693 71.200 0,229 Apr – Jun 323.982 78.150 0,241 Jul – Sep 91.562 20.685 0,226 Okt - Des 304.088 69.450 0,228 Total 1.030.325 239.485 0,232

Sumber: Laporan Produksi Pengolahan Tahun 2007

Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah efisiensi dari alat pengering yang digunakan. Berdasarkan perhitungan seperti pada Lampiran 11, didapat efisiensi dari TSD berada pada kisaran 24 persen

40 sampai 36 persen. Usaha-usaha peningkatan nilai efisiensi perpindahan panas pada mesin pengering perlu dilakukan untuk penghematan biaya. Tabel 9. Penggunaan BBP pada Proses Pengeringan Tahun 2007

Periode Produksi Kering BBP (kg) Konsumsi BBP (kg) Rasio Konsumsi BBP Pengeringan (kg/kg) Jan – Mar 342.493 258.869 0,756 Apr – Jun 452.773 472.704 1,044 Jul – Sep 330.967 303.525 0,917 Okt - Des 337.397 278.190 0,825 Total 1.463.630 1.313.288 0,897

Sumber: Laporan Produksi Pengolahan Tahun 2007 b. Listrik

Kebutuhan energi listrik pabrik Pasir Nangka ini hampir sepenuhnya tergantung pada pasokan listrik dari PLN. Hal ini dilakukan karena biaya listrik dari generator terlalu mahal akibat semakin meningkatnya harga bahan bakar solar. Generator berbahan bakar diesel digunakan jika terjadi gangguan pada pasokan energi listrik dari PLN.

Energi listrik digunakan terutama untuk mendukung dalam proses produksi teh, yaitu untuk menggerakan motor-motor listrik pada mesin produksi. Selain itu, listrik digunakan untuk penerangan, bengkel, dan komputer. Penggunaan energi listrik pabrik pengolahan untuk setiap periode pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Penggunaan Listrik Pengolahan Tahun 2007 Periode Produksi Kering

(kg) Konsumsi Listrik (kwh) Rasio Konsumsi Listrik (kwh/kg) Jan – Mar 653.186 361.238 0,55 Apr – Jun 776.755 434.288 0,56 Jul – Sep 422.529 246.351 0,58 Okt - Des 641.485 349.991 0,55 Total 2.493.955 1.391.868 0,56

41 Standar penggunaan energi listrik di pabrik ini adalah 0,55 kwh per kg bubuk teh kering. Data pada Tabel 10 menunjukan bahwa rata-rata penggunaan energi listrik bernilai 0,56 yang berada di atas standar maksimal yang diharapkan. Rasio pemakaian energi listrik ini berkaitan dengan kinerja pabrik. Tingginya rasio pemakaian energi listrik menunjukan kurang efisiennya kinerja produksi. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya penggunaan kapasitas mesin-mesin. Selain itu, kondisi mesin yang sudah mulai tua seiring dengan frekuensi dan waktu penggunaan menyebabkan semakin boros dalam pemakaian energi.

Penghematan biaya penggunaan listrik dapat dilakukan dengan peningkatan efisiensi penggunaan motor listrik yang ada. Salah satu cara peningkatan efisiensi energi listrik adalah dengan optimalisasi utilisasi mesin dan peralatan yang membutuhkan listrik. Mesin produksi harus tetap terisi pada kapasitas optimalnya serta kedatangan bahan diusahakan selalu berkelanjutan. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan melakukan perawatan, rekondisi, atau penggantian mesin. Perawatan mesin harus dilakukan secara teratur supaya efisiensi mesin tetap terjaga serta mencegah terjadinya kerusakan mesin yang mengganggu jalannya produksi. Apabila kinerja mesin sudah di bawah standarnya, perlu dilakukan rekondisi mesin, seperti penggantian komponen yang sudah rusak atau penggulungan ulang kumparan motor listrik. Penggantian mesin merupakan peluang penghematan yang bersifat jangka panjang dan merupakan alternatif terakhir. Penggantian ini hanya dilakukan apabila mesin sudah tidak dapat diperbaiki atau ada alat lain yang memiliki kinerja yang jauh lebih tinggi.

42

Dokumen terkait