• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Kegiatan

3. Kegiatan Pendampingan

Konsep dasar dari kegiatan pendampingan adalah memulai dari apa yang dimiliki dan dilakukan bersama-sama dengan tim dan aktor di fasilitas kesehatan. Dengan demikian meskipun istilah pendampingan diadaptasi dari istilah pendampingan, kedudukan dari Tim Pendamping diharapkan bukan seperti pelatih dengan peserta latih, atau seperti guru dengan murid, melainkan lebih kepada suatu hubungan antara sejawat yang berempati terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi di pelayanan dan menyediakan diri untuk sepenuhnya membantu memikirkan dan bersama-sama mencari jalan keluar terhadap situasi-situasi yang ada. Untuk itu seluruh proses pendampingan hendaknya mengikuti rangkaian siklus peningkatan kualitas. (Lihat Gambar 3 berikut ini)

Gambar 6

Rangkaian Kegiatan Pendampingan bagi Peningkatan Kualitas

Sumber: Quality Improvement for Emergency Obstetric Care: Leadership Manual, Engender Health 2003

Selain itu yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya bahwa karena pendampingan bertujuan untuk menguatkan sistem pelayanan kesehatan dengan cara menyediakan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan, dan bekerja sama ke depan menciptakan tata kelola klinis yang lebih efektif dan efisien, maka untuk itu perlu dipahami oleh Tim Pendamping dan Fasilitas kesehatan yang didampingi tentang prinsip-prinsip pendampingan sebagai berikut:

1. Membangun “hubungan” (relationship)

2. Identifikasi kebutuhan

3. Responsive coaching and modeling of best practices

4. Mengadvokasi lingkungan yang kondusif bagi Principles of Good

Care

44 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

Prinsip-prinsip tersebut harus diintegrasikan dalam setiap kegiatan pendampingan sehingga terbangun kepemilikan terhadap keseluruhan proses peningkatan kualitas.

3a. Mengumpulkan dan menganalisis data-data

Sebagai Tim leader yakinkan bahwa pengumpulan data dilakukan menggunakan prinsip pendampingan sehingga menghilangkan resistensi dari tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan analisisnya akan menghasilkan solusi, dan solusinya dapat diubah menjadi aksi yang konstruktif dan akhirnya peningkatan kualitas pelayanan.

Tujuan dari pengumpulan dan analisis data adalah mengidentifikasi gap antara kondisi yang ada dengan kondisi/standar yang diinginkan dala pelayanan emergensi maternal dan neonatal. Kegiatan dilakukan bersama-sama dengan tim dan aktor di fasilitas kesehatan sehingga petugas di semua level terlibat sejak awal dengan upaya-upaya yang berhubungan dengan peningkatan kualitas dalam kerangka implementasi tata kelola klinis yang baik. Selain itu, dengan mengajak tim dan aktor melakukan sendiri pengumpulan data maka data yang didapatkan tidak diragukan validitasnya.

Instrumen-instrumen penilaian yang digunakan dibuat dengan mengacu pada standar-standar yang ada di Indonesia. Instrumen tersebut di susun menjadi beberapa standar yang berbasis diagnosis pada kasus emergensi maternal dan neonatal, dengan kriteria verifikasi menggunakan pendekatan sistem. Disebutkan sebagai suatu pendekatan sistem, yaitu sistem tata kelola klinis, karena didalam melakukan verifikasi suatu standar digunakan unsur-unsur sebagai berikut:

• Rekam Medik

• Prosedur Standar Operasional

• Pola Staffing

• Pemeliharaan Ketrampilan

• Audit Near Miss dan Kematian

Keseluruhan instrumen untuk penilaian di Rumah Sakit terdapat 1 set penilaian standar kinerja maternal terdiri dari 6 instrumen, 1 set instrumen penilaian standar kinerja neonatal terdiri dari 6 instrumen, 1 set penilaian standar kinerja Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit serta 1 set penilaian tata kelola terdiri dari 2 instrumen. Instrumen untuk penilaian di Puskesmas terdiri dari 5 set instrumen penilaian standar kinerja. Selain itu terdapat 1 set daftar tilik yang digunakan untuk melakukan penilaian ketrampilan menyangkut ketrampilan yang menjadi fokus inetervensi yaitu ketrampilan melakukan Manajemen Aktif kala 3, Penatalaksanaan PEB/Eklampsia dan Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan untuk maternal, serta ketrampilan untuk Resusitasi neonatus, Inisisasi Menyusui Dini serta Perawatan Metode Kangguru.

Hal lain yang spesifik untuk instrumen penilaian yang digunakan ini, selain sebagai referensi untuk melakukan penilaian standar kinerja juga dapat digunakan sebagai alat manajemen karena disusun dalam langkah demi langkah untuk mencapai suatu standar tertentu. Diharapkan ini dapat membantu pimpinan di fasilitas kesehatan lebih mudah untuk mencapai standar tersebut. Oleh karena itu instrumen ini pada akhirnya akan lebih merupakan sebuah alat penilaian mandiri, sehingga sejak awal tim dan aktor di fasilitas selalu berdampingan dengan Tim Pendamping dalam melakukan penilaian partisipatif atau partisipatory assesment.

Selain menggunakan instrumen penilaian standar kinerja, pada saat pendampingan Tim Pendamping harus memfasilitasi suatu Diskusi Kelompok Terfokus di tingkat “Tim dan aktor” fasilitas kesehatan. Tujuan dari diskusi kelompok terfokus ini adalah

46 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

menggali dari tim dan aktor tingkat kinerja yang diharapkan oleh mereka dan fasilitas kesehatannya. Dengan menentukan bersama tingkat kinerja yang diinginkan maka tim dan aktor kemudian menentukan kebutuhan-kebutuhan baik dari segi masukan, proses dan keluaran.

Instrumen lain yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian di fasilitas kesehatan adalah pengamatan terkait pelaksanaan

Principles of Good Care. Hal ini dapat dilakukan dengan metode walk-through assessment yang dikerjakan bersama-sama dengan

tim dan aktor di fasilitas kesehatan. Penilaian bagi sarana dan prasarana sebagai salah satu standar masukan yang harus dipenuhi juga perlu dilakukan. Hal ini bisa dikerjakan dengan mengadaptasi instrumen dari supervisi fasilitatif dengan beberapa penyesuaian sesuai dengan fokus pada emergensi maternal dan neonatal. Prinsip yang harus diingat saat mengumpulkan data adalah bahwa tujuan utama dari proses pengumpulan data ini adalah menstimulasi diskusi dan bukan hanya mengisi sebuah daftar tilik. Data lain yang tidak kalah penting yang harus diketahui adalah wawancara dengan pasien/keluarga pasien. Tujuan yang ingin dicapai dari wawancara ini adalah mengetahui bagaimana pengalaman yang diterima pasien dan keluarga, baik tentang hal-hal yang mereka sukai dan hal-hal yang tidak disukai. Selain itu tentunya dari wawancara ini dapat digali kondisi-kondisi yang timbul akibat kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan perujuk dan tempat rujukan.

3b. Menyusun Rencana Tindak Lanjut

Setelah data-data terkumpul, maka tim pendamping melakukan fasilitasi bagi tim dan aktor untuk dapat menyusun Rencana Tindak Lanjut. Untuk dapat menyusun rencana tindak lanjut maka data-data yang sudah dikumpulkan perlu dianalisis.

Analisis dilakukan dalam suatu kelompok yang lebih kecil agar diskusi lebih terfokus. Apabila area asesmen lebih luas, maka tim dan aktor dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, dan masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk topik tertentu yang spesifik oleh aktor yang juga sesuai dengan kompetensinya.

Tim pendamping dalam proses ini diharapkan mampu meyakinkan bahwa tim dan aktor memahami dengan baik tujuan dari keseluruhan proses ini dan mereka kemudian mampu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada pada mereka sebagai bagian implementasi kepemimpinan klinik. Beberapa langkah spesifik yang dapat diambil untuk meyakinkan hal ini terjadi adalah:

• Pahami setiap instrumen yang digunakan dan biasakan dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam instrumen

• Yakinkan bahwa setiap kelompok diskusi memiliki salinan dari instrumen yang akan di diskusikan, sediakan pula peralatan yang diperlukan seperti alat tulis, papan dan kertas lembar balik, dll.

• Koordinasikan dengan fasilitas kesehatan yang bersangkutan kapan tanggal kegiatan ditentukan. Bila memungkinkan sesuaikan dengan agenda fasilitas kesehatan, sehingga kegiatan ini tidak mengganggu aktifitas fasilitas kesehatan.

• Kenali siapa aktor yang dapat berperan aktif dalam diskusi kelompok tersebut, sehingga partisipasinya dapat menjadi lebih bermakna.

• Informasikan kepada semua kepala unit dan staf yang lain akan kegiatan ini agar tim pendamping mendapatkan dukungan yang adekuat.

• Sediakan waktu yang cukup untuk meyakinkan bahwa tim dan aktor memahami sepenuhnya instrumen yang digunakan dalam kegiatan ini.

48 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

Dalam diskusi kelompok kecil, tim dan aktor melakukan analisis dari setiap temuan-temuan dari asesmen yang dilakukan. Temuan-temuan tersebut dapat berupa kondisi ideal yang diingin-kan, kinerja tertentu yang ingin dicapai hingga kesenjangan atau gap yang perlu ditindak lanjuti serta mengidentifikasi dan mendapatkan sumber-sumber agar kondisi ideal dapat tercapai. Selanjutnya informasi yang didapat dari kelompok kecil ini harus dapat diarahkan untuk melakukan pemecahan masalah. Pada hari yang disepakati, kelompok- kelompok tersebut menyampaikan hasil diskusi mereka dalam kelompok diskusi

yang lebih besar (pleno) sehingga dapat diintergrasikan dalam sebuah rencana tindak lanjut bagi peningkatan kualitas pelayanan emergensi maternal dan neonatal di fasilitas kesehatan tersebut.

Mendefinisikan topik bagi fokus peningkatan kualitas:

Kesenjangan atau Gap adalah perbedaan antara situasi yang ada sebagaimana ditemukan dari instrumen penilaian standar kinerja. dengan situasi yang diinginkan seperti yang ditentukan oleh standar nasional dan standar yang diidentifikasi dari diskusi tentang tingkat kinerja yang diinginkan.

• Seluruh peserta dalam pleno harus memahami hasil temuan- temuan sebagai upaya untuk meningkatkan kulaitas.

• Meletakkan topik dengan pendekatan proses dan sistem, bukan melihatnya sebagai kesalahan individu/sekelompok individu dalam proses organisasi belajar.

• Sedapat mungkin sampaikan topik yang mampu laksana bagi fasilitas kesehatan.

• Diskusikan dampak dari topik yang dibahas bagi pasien dan petugas kesehatan.

Identifikasi akar masalah versus dampak yang tidak diharapkan (undesirable effect)

• Akar masalah adalah alasan yang mendasari (underlying reason) atau alasan yang men-yebabkan timbulnya sebuah masalah. Akar masalah sedapat mun- gkin didefinisikan dengan spesifik sehingga dapat dipikirkan sebuah solusi yang mampu laksana. Sebagai tambahan, akar masalah dapat lebih dari satu.

• Dampak yang tidak diinginkan (undesir-able effect) biasanya bukan merupakan akar masalah, dan biasanya lebih mudah dirasakan sebagai “masalah” dibandingkan dengan akar masalahnya sendiri. Harus selalu diingat agar tim dan aktor dengan bantuan tim pendamping selalu lebih fokus kepada akar masalah.

• Salah satu cara mengidentifikasi akar masalah adalah dengan mengajukan “beberapa mengapa” (multiple why’s). Dengan menanyakan “mengapa” setidaknya 3 kali, tim dan aktor akan menjadi lebih dekat pada jawaban atau alasan yang mendasari terjadinya suatu keadaan.

Merekomendaikan solusi dalam rencana tindak lanjut

• Tim dan aktor di fasilitas kesehatan yang mencari, mendiskusikan dan menyepakati solusi yang disusun dalam rencana tindak lanjut.

• Rencana yang dibuat harus menjawab pada akar masalah

• Tim pendamping dapat berbagi perihal praktik-praktik penyelesaian masalah di tempat asal.

• Terdapat beberapa bentuk solusi di dalam rencana tindak lanjut.

• Beberapa solusi dapat segera dilaksanakan oleh staf dengan sumber daya yang ada, sementara beberapa lainnya memerlukan langkah-langkah yang lebih kompleks agar bisa mencapai kepada akar masalah.

50 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

Menentukan Siapa yang bertanggung jawab dan Kapan rencana tindak lanjut dikerjakan

• Tim dan aktor di faskes harus mampu mengidentifikasi aktor yang paling mampu untuk mengimplementasikan rencana tindak lanjut dengan pengetahuan yang dimiliki terutama terkait prosedur, proses atau tugas-tugas spesifik lain. Gunakan nama aktor dan bukan jabatan.

• Individu tersebut bukanlah orang yang harus melaksanakan rencana tersebut sendirian, akan tetapi dia bertanggung jawab dan meyakinkan bahwa rencana tersebut dikerjakan. Jika rencana tindak lanjut tersebut terdiri dari beberapa langkah, maka tentukan pula nama-nama aktor pada setiap langkah.

• Jangan sampai satu orang memiliki terlalu banyak tanggung jawab. Jika ini terjadi

• Minta pleno untuk mendiskusikan bagaimana mengatasi keadaan ini.

• Beberapa dari rencana tindak lanjut barangkali akan melibatkan pihak luar, sumber daya dari luar atau bahkan organisasi lain, usahakan untuk menggunakan sumber daya eksternal seminimal mungkin. Tekankan pada tujuan untuk memotivasi tim dan actor untuk merubah perilakunya sendiri dan menggunakan sumber daya yang saat ini dimiliki secara lebih efektif dan efisien.

• Setelah melewati tahap implementasi maka setiap langkah harus dimasukkan ke dalam siklus Plan-do-check-Action (PDCA).

Memprioritaskan topik dari rencana tindak lanjut

Beberapa solusi dalam rencana tindak lanjut dapat dengan mudah diidentifikasikan sebagai prioritas karena dirasakan sangat diperlukan dan berdampak pada pelayanan terutama pelaya-nan emergensi maternal dan neonatal, atau memang hal tersebut sebenarnya sangat mudah dikerjakan.

Dalam menentukan prioritas dalam melaksanakan solusi dari rencana tindak lanjut berikut adalah dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut:

• Apakah kondisi ini membahayakan pasien/petugas? ( jika “ya” maka keadaan ini dapat ditetapkan sebagai prioritas utama yang harus segera diselesaikan)

• Apakah solusi yang direncanakan akan memperpendek alur pelayanan/ menghilangkan keterlambatan-keterlambatan dalam penanganan emergensi?

• Apakah memungkinkan untuk mengatasi keadaan ini dengan sumber daya yang ada saat ini (tenaga, waktu dan dana)?

• Apakah solusi yang dipilih mudah diselesaikan?

• Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan solusi yang ditawarkan?

• Dapatkan solusi dikerjakan tanpa bantuan eksternal. Kemudian, pertimbangkan hal-hal berikut saat memprioritaskan: Topik dengan banyak jawaban “ya” harus di prioritaskan.

• Pilih solusi yang mudah untuk menambah kepercayaan diri tim dan aktor bahwa mereka dapat memperbaiki kondisi di fasilitas kesehatan mereka.

• Ketika prioritas sudah ditentukan, tetapkan tanggal implementasi yang disepakati.

Format Rencana Tindak Lanjut

Menyiapkan format RTL akan memudahkan tim dan aktor dalam menyusunnya. Format akan mengingatkan tim dalam diskusi hal-hal mana yang belum didiskusikan dan sejauh mana perbaikan akan dilakukan. Bentukan format tentu tidak ada yang baku, akan tetapi hendaknya didalamnya mencantumkan:

• Kondisi yang akan diperbaiki/ akan dicapai. Akan memudahkan apabila hal ini disusun berdasarkan katergori: input/masukan, proses dan output/keluaran. Kategori

52 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

demikian juga memudahkan tim dan aktor untuk menentukan siapa orang yang harus bertanggung jawab untuk implementasi dan menindak lanjuti.

• Tuliskan kondisi tersebut secara spesifik.

• Langkah yang akan dikerjakan.

• Sumberdaya yang dibutuhkan.

• Nama orang yang bertanggung jawab.

• Waktu pencapaian.

• Status progres. Diskusi Penutup

• Kaji kembali bersama dengan tim bagaimana menindaklanjuti dan apa yang harus dilakukan jika menemukan hambatan.

• Berikan pujian atas keberhasilan dan komitmen tim

menyelesaikan asesmen dan menyusun rencana tindak lanjut.

• Tunjukkan kepada tim dan aktor bagaimana mereka telah bekerja dalam tim, saling mendengarkan dan berdiskusi.

• Tekankan bahwa rencana tindak lanjut ini harus

disosialisasikan lebih lanjut, dan tidak akan ada yang disebut sebagai “Rencana Tindak Lanjut yang Final”, melainkan akan ada perubahan-perubahan dalam rencana-rencana tersebut pada saat implementasi solusi telah dikerjakan, dan data-data baru didapatkan melalui rangkaian siklus kegiatan

peningkatan kualitas.

• Manfaatkan pertemuan-pertemuan rutin di fasilitas kesehatan sebagai sarana untuk memantau progres.

3c. Melakukan intervensi & implementasi dari Rencana Tindak Lanjut

Kegiatan utama pada saat intervensi dan implementasi pada dasarnya adalah bagaimana tim dan aktor menjalankan peran dan tanggungjawab sesuai dengan rencana tindak lanjut yang telah disepakati, disamping menjalankan fungsi dan perannya sehari- hari. Bagian ini adalah bagian yang paling menantang dari seluruh

rangkaian kegiatan peningkatan kualitas pelayanan, terutama karena tim Pendamping tidak akan berada di fasilitas kesehatan yang bersangkutan selamanya.

Perubahan yang diharapkan terjadi barangkali bukan merupakan sesuatu yang “diharapkan” di fasilitas kesehatan. Menjalankan rencana tindak lanjut sungguh- sungguh menuntut tim dan aktor untuk beradaptasi terhadap “perubahan”. Pada tahap ini tim pendamping dapat berperan aktif dengan cara selalu mengingatkan, mendorong, menggiatkan, memberikan umpan balik yang positif dan konstruktif dan lain-lain, baik secara langsung selama kegiatan pendampingan di lokasi atau melalui hubungan jarak jauh melalui telepon, sms ataupun email.

Beberapa hal yang dapat dilakukan tim Pendamping untuk mengkoordinasikan implementasi dari rencana tindak lanjut, tanyakan hal-hal berikut:

• Apakah RTL sudah disosialisasikan?

• Apakah orang-orang yang bertanggung jawab untuk menjalankan RTL tersebut menyelesaikan pada waktunya.

• Apakah orang-orang tersebut bertanya jika menemui hambatan?

• Apakah semua petugas yang ada di unit mendukung implementasi RTL ?

• Apakah pihak manajemen mendukung?

• Jika jawaban yang sering muncul adalah “tidak” atau “tidak terlalu”, maka hal-hal berikut dapat dipertimbangkan: Berikan lebih banyak pedoman-pedoman tertulis, terutama pedoman operasional

• Sesuaikan waktu apabila tidak realistis

• Libatkan orang lain apabila orang yang pertama kali ditunjuk kurang sesuai

• Diskusikan kembali dengan tim dan aktor kemungkinan adanya alasan mendasar lain dan solusi yang lain

54 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

Jika perubahan dari RTL awal dirasakan sangat mendesak, diskusikan kembali dengan Tim dan aktor dan sepakati kembali perubahan-perubahan apa saja yang memang dianggap perlu. 3d. Melakukan evaluasi progres dan tindak lanjut

Evaluasi harus dikerjakan secara teratur dan apabila memungkinkan terjadwal. Hal ini akan membantu tim dan aktor untuk dapat mengevaluasi kemajuan dan mengidentifikasi hambatan. Terdapat pula peluang bagi tim untuk merubah prioritas apabila dianggap perlu.

Lakukan evaluasi bersama-sama dengan rapat rutin staf di fasilitas kesehatan. Dengan kata lain, RTL harus juga menjadi RTL faskes sendiri. Hal-hal spesifik yang harus terjadi antara lain:

• Mengkaji RTL dan kemajuannya, termasuk apa yang mampu laksana dan aman yang tidak.

• Merevisi RTL.

• Memutuskan apakah diperlukan data tambahan.

Selain melakukan pengkajian terhadap proses dan kemajuan yang dicapai oleh tim dan aktor, hal yang tidak kalah penting adalah melakukan evaluasi pencapaian standar. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan melakukan penilaian ulang setiap 3 bulan menggunakan instrumen penilaian standar kinerja. Hal ini penting karena dengan demikian tim dan aktor akan mampu:

• Mengevaluasi status standar pelayanan emergensi maternal dan neonatal sekarang.

• Mengidentifikasi area-area yang membutuhkan intervensi lebih dan perubahan rencana solusi agar terjadi perubahan dalam kinerja.

Mengintegrasikan proses peningkatan kualitas Pelayanan Emergensi Maternal-Neonatal ke dalam Lingkungan Kerja di Fasilitas Kesehatan.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah bagaimana meyakinkan bahwa rangkaian proses peningkatan kualitas pelayanan emergensi maternal dan neonatal ini dapat berjalan dan menjadi budaya di fasilitas kesehatan tersebut.

Sangat penting untuk memberikan pesan bahwa rangkaian proses – mengumpulkan dan manganalisis data, membuat rencana tindak lanjut, melaksanakan rencana tindak lanjut dan melakukan evaluasi dan follow-up adalah siklus yang akan terus berjalan dan berkelanjutan serta kemudian menjadi budaya di lingkungan kerja mereka.

Jika siklus ini telah menjadi budaya, maka ini akan menjadi model bagi semua tenaga yang bekerja di fasilitas kesehatan, bahkan untuk tenaga baru. Dalam pertemuan-pertemuan ruitn yang diselenggarakan oleh para aktor di fasilitas kesehatan siklus kegiatan peningkatan kualitas ini akan selalu terjadi. Apabila hal ini berhasil dikerjakan, maka tim dan aktor akan melihat bahwa masalah akan dapat dengan mudah dikenali dan dihindari, pekerjaan akan berjalan dengan lebih efisien dan pada akhirnya semangat kerja dan kinerja staf juga akan menjadi lebih baik.

56 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

3e. Melakukan advokasi kepada pihak-pihak terkait baik internal maupun eksternal

Kondisi-kondisi yang belum sesuai dengan standar kinerja pelayanan emergensi maternal dan neonatal yang ditemukan di bagian kebidanan dan perinatologi tentunya tidak terjadi tanpa adanya pengaruh dari bagian lain di fasilitas kesehatan. Seringkali hal ini tidak terkomunikasikan dengan baik di antara tim dan aktor di fasilitas kesehatan. Tim pendamping harus mengidentifikasi keadaan ini, kemudian mendorong untuk berfungsinya kembali komunikasi di dalam internal fasilitas kesehatan dengan menggunakan sarana-sarana yang memang sudah ada sebelumnya.

Sementara itu, akan terlihat pula bahwa memang ada peran eksternal yang akan mempengaruhi kinerja sebuah fasilitas kesehatan. Evidence mengatakan bahwa proporsi untuk peran eksternal dalam mempengaruhi kinerja suatu institusi adalah relatif kecil jika dibandingkan dengan faktor-faktor internal. Akan tetapi tetap akan ada faktor eksternal yang berpengaruh.

memerlukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, baik peran dari pemerintah maupun pemangku kepentingans dari unsur non-pemerintah. Peran institusi rumah sakit dan Tim yang ada sebagai seorang clinical leader menentukan seberapa jauh hal ini mampu dikomunikasikan. Untuk mengkomunikasi RTL kepada pihak external, memerlukan upaya yang sistematis dan terintegrasi dengan kegiatan pendampingan di fasilitas.

Gambar 7

Mekanisme kerja para pihak untuk memperkuat pelayanan di fasilitas, penguatan sistem rujukan dan advokasi hasil pendampingan (RTL) kepada pihak terkait.

Sumber: Hasil Diskusi Tim Pendamping Klinis dengan Tim Governance Program EMAS dan telah diujicobakan pada Pendampingan ketiga (P-3) di kabupaten Tegal, Pinrang, Malang dan Asahan.

Dalam upaya mengoptimalkan peran institusi di luar fasilitas, maka Dinas Kesehatan saat ini adalah organ yang paling memiliki kapasitas untuk mengkomunikasikan hal ini. Dinas Kesehatan sebagai pemegang otoritas pelayanan kesehatan, terutama di Puskesmas mengambil inisiatif untuk menjalin kerjasama dengan pihak rumahsakit milik pemerintah maupun swasta. (Lihat Gambar 4 diatas)

Kerjasama ini mesti mendapatkan dukungan dari Kepala Daerah agar bisa berjalan dengan baik. Untuk memperkuat pelayanan dengan tata kelola yang baik di fasilitas, dan menciptakan lingkungan yang mendukung, maka hal

Dokumen terkait