• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Kerangka Kerja Pendampingan Klinis

2. Pelaksanaan Pendampingan Tata Kelola Klinis

Dalam menciptakan pelayanan kesehatan neonatal berkualitas diperlukan keterlibatan banyak pihak dengan berbagai kepentingan. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penetapan suatu visi yang dapat menjadi penggerak utama kerjasama semua pihak. Upaya untuk mengembalikan “visi profesional” dan “visi organisasi” perlu terus-menerus diulang dan diingatkan kembali. Mengingatkan kembali tentang kedua visi tersebut seringkali menjadi penggerak utama dalam memulai transformasi ke arah praktek terkini yang lebih baik dan bukannya kecanggihan ilmu/keterampilan. Keduanya juga merupakan pendorong bagi tumbuhnya kepemimpinan strategis dan organisasi pembelajar. Hal ini perlu diupayakan secara sistematis, baik sebelum maupun selama kegiatan pendampingan. Setelah terdapat kesamaan visi, maka dialog dengan pimpinan, tim maternal-ibu dan neonatal dan pelaksana pelayanan di fasilitas kesehatan dapat berlangsung dengan lebih mudah, demikian pula diskusi dengan pemangku wilayah.

b. Tim Pendamping perlu membangun peran sebagai fasilitator dengan suasana hubungan kerja antar-sejawat yang berempati terhadap permasalahan yang dihadapi oleh fasilitas kesehatan/ pelayanannya dan menyediakan diri untuk sepenuhnya membantu dan bersama- sama mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. Tim Pendamping perlu menerapkan hal-hal sebagai berikut:

 membangun hubungan yang baik dengan ketiga pihak di atas;  mengidentifikasi kebutuhan;

 menerapkan pendampingan yang bertanggung-jawab dan praktik klinis terbaik (responsive coaching and modeling of best practices);  melakukan advokasi tentang lingkungan yang kondusif untuk

pelaksanaan principles of good care;

 melakukan fasilitasi proses peningkatan kualitas pelayanan, dapat menjadikan upaya peningkatan kualitas pelayanan neonatus menjadi lebih mudah diterima.

c. Penilaian partisipatif (partisipatory assessment): bagian awal dari pendampingan yang cukup penting adalah bersama-sama mengetahui kinerja pada saat itu. Pendekatan partisipatif ini akan mendukung terjadinya perubahan ke arah praktik terbaik yang berkesinambungan. Untuk itu perlu adanya keterlibatan ketiga pihak di atas (pimpinan, tim maternal-ibu dan neonatal dan pelaksana pelayanan/aktor) yang bersama dengan Tim Pendamping melihat kesenjangan yang ada. Instrumen yang akan digunakan perlu disepakati bersama.

26 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

Sebagai bagian dari pendekatan sistem tata kelola klinis, perlu dilakukan verifikasi standar pelayanan neonatus dengan kajian terhadap hal-hal sebagai berikut.

 Rekam medik.

 Prosedur standar operasional.

 Kelengkapan peralatan dan perlengkapan.  Pola staffing.

 Upaya pemeliharaan keterampilan.

 Audit atau kajian terhadap kasus kematian neonatus terutama yang berat lahirnya lebih dari 2000 gram (seharusnya tidak mengalami kematian).

Cara yang mudah untuk dapat secara bersama-sama melihat kesenjangan adalah dengan melakukan simulasi kasus. Misalnya, dengan melakukan simulasi situasi/kondisi sejak dari tempat bayi lahir pada sebuah operasi bedah sesar. Dengan simulasi tersebut, kesenjangan di seputar resusitasi neonatus dapat dengan mudah diidentifikasi, yang dapat meliputi:

 teknik resusitasi;

 ketersediaan peralatan resusitasi bagi neonatus kurang bulan;  upaya untuk memudahkan petugas melakukan resusitasi sesuai

dengan standar: dengan meng-gunakan algoritme resusitasi terkini, pencatatan upaya resusitasi, petugas yang kompeten melakukan resusitasi dan penatalaksanaan pasca resusitasi termasuk transport pasca resusitasi;

 pemeliharaan alat inkubator; dan  transport.

Dengan melakukan simulasi bersama di klinik, Tim Pendamping dan tim maternal-ibu dan neonatal serta pelaksana pelayanan/aktor berkesempatan untuk memahami bersama kesenjangan dan dapat melihat peluang yang ada untuk mengatasi kesenjangan tersebut.

Tim Pendamping juga perlu melakukan observasi praktik pelayanan yang sesungguhnya. Dengan keterbatasan waktu pendampingan, maka prioritas observasi ditujukan kepada:

 asuhan dasar perawatan neonatus pada persalinan pervaginam;

 asuhan dasar perawatan neonatus pada persalinan melalui bedah sesar;

 resusitasi neonatus;

 perawatan neonatus sakit dan prematur.

 Drill emergensi untuk kasus Pre Eklampsi/Eklampsi, Perdarahan Post Partum, macet Bahu, dll

 Penilaian keterampilan klinis pada persalinan Normal, Manajemen Aktif Kala III, pengeloaan Pre Eklampsia Berat/Eklampsia, penatalaksanaan perdarahan post partum/syok

 Bongkar bersih ruangan (general Cleaning),

 observasi penggunaan Alat Pelindung Diri pada setiap Asuhan

 Dokumentasi buku register, catatan Asuhan Kebidanan/keperawatan, Partograf

Instrument penilaian yang digunakan hendaknya menggambarkan kebutuhan akan terpenuhinya pendukung sistem layanan dan meliputi aspek input, proses dan output pelayanan (lihat Gambar 2). Dengan demikian, secara obyektif tim dan aktor memiliki acuan untuk mencapai standar yang terbaik yang diinginkan. Instrumen demikian akan memudahkan penilaian mandiri dengan petunjuk yang jelas terhadap capaian yang dikehendaki.

d. Proses pendampingan yang berupa dialog dan aksi. Dialog yang dilakukan perlu melibatkan lebih dari satu pihak. Misalnya, untuk perawatan neonatus dan resusitasi yang kebanyakan melibatkan perawat, maka perlu melibatkan pula dokter spesialis kebidanan dan bidan dalam dialog. Hal ini penting karena aksi yang dilakukan akan sangat berkaitan dengan tugas bagian kebidanan. Dokter umum juga merupakan komponen penting yang harus diajak berdialog. Rendahnya rasa percaya diri dokter umum dalam mengatasi kasus ibu dan neonatal perlu diubah dengan melibatkan mereka dalam dialog sambil mencari kesenjangan yang ada. Demikian pula dalam hal yang terkait dengan pencegahan infeksi, yang sering dipandang sebagai ranah perawat, perlu dibahas dengan melibatkan dokter, petugas laboratorium, petugas radiologi, atau bahkan petugas non-medis, seperti petugas cleaning service.

Bahan dialog yang menarik lainnya adalah kajian sederhana terhadap kasus kematian neonatus dan kematian ibu dengan metode audit sistematis sesuai dengan aturan yang ada. Dapat juga dilakukan audit yang

28 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

paling sederhana, yaitu kajian kasus kematian ibu dan Neonatus , terutama untuk neonatus dengan berat lahir lebih dari 2000 gram, yang seharusnya kematiannya tidak perlu terjadi. Kajian yang dilakukan dengan berimbang membutuhkan keterlibatan semua pihak yang ikut „merawat‟ neonatus, misalnya: petugas laboratorium yang terlambat memberikan hasil pemeriksaan gula darah yang mengakibat-kan neonatus mengalami hipoglikemi yang mengancam jiwa. Dialog perlu diupayakan berimbang, tidak menyalahkan dan mempermalukan (no blame dan no shame), dalam suasana yang nyaman dengan tujuan untuk dapat melakukan yang lebih baik di kemudian hari.

e. Selanjutnya semua temuan atau topik dialog yang terjadi selama proses pendampingan dituangkan secara sistematis dalam forum diskusi yang melibatkan semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan neonatus berkualitas, termasuk dari pihak manajemen. Dalam forum ini Tim Pendamping berperan sebagai fasilitator dan mediator diskusi yang diarahkan untuk kategorisasi kesenjangan menurut input, proses dan output. Selanjutnya disusun rencana tindak lanjut untuk mengatasi kesenjangan dengan prioritas kepada hal-hal yang mendesak dan penting.

f. Hasil diskusi ini kemudian dipresentasikan ke jajaran direksi RS kabupaten untuk mendapat masukan dan arahan. Bila Rumah Sakit tidak memiliki kemampuan cukup untuk menyelesaikannya, maka hal ini akan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten untuk dapat ditindak-lanjuti.

g. Setelah menyelesaikan pendampingan, maka Tim Pendamping diminta untuk tetap menjaga komunikasi dengan tim dan aktor yang didampingi. Hal ini penting untuk mempertahankan hubungan yang telah dibentuk. Selain itu, komunikasi melalui pesan teks singkat, hubungan telepon atau email dapat dimanfaatkan untuk memantau kemajuan dalam pelaksanaa rencana tindak-lanjut serta bantuan informasi terkini yang dibutuhkan fasilitas kesehatan yang didampingi. h. Perencanaan pendampingan berikutnya sangat dipengaruhi oleh

kebutuhan fasilitas kesehatan, meskipun keberlanjutan pendampingan ditunjang oleh setidaknya 2-3 kali kunjungan dalam setahun guna mempertahankan „budaya peduli kualitas‟ di Rumah Sakit. Rumah Sakit/fasilitas kesehatan dapat terus melakukan pemantauan

terhadap kemajuan kinerja menggunakan instrumen penilaian mandiri dengan kepemimpinan yang baik dari Rumah Sakit maupun Dinkes kabupaten sebagai pemangku wilayah. Gambar 3 memberikan ilustrasi tentang tahapan dalam pendampingan tata kelola klinis neonatal.

Bab III:

Pelaksanaan Pendampingan

Dokumen terkait