• Tidak ada hasil yang ditemukan

lnstrumen Penilaian Keterampilan Klinik lnstnumen Penli aian Sistem Kinerja di Rumah SakiV Puskesmas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "lnstrumen Penilaian Keterampilan Klinik lnstnumen Penli aian Sistem Kinerja di Rumah SakiV Puskesmas"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis diKabupaten/Kota

lnstnumen Penli aian

Sistem Kinerja di Rumah SakiV

Puskesmas

lnstrumen Penilaian Keterampilan

Klinik

Panduan Operasional

Dashboard

Panduan Operasional Audit Nearmiss/ Kematian Maternaldan

Neonatal

Pedoman Teknis Penyelenggaraan Simulasi

Emergensi Obstetri dan Neonatus

Panduan Operasional

Magang di Rumah Sakit bagi staff

(2)

i

Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

DAFTAR ISI

Bab I : Pendahuluan

A. Latar Belakang B. Tujuan

Bab II : Konsep Pendampingan Tata Kelola Klinis A. Pemahaman Konsep Pendampingan

B. Manajemen Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal C. Tata Kelola Kemampuan Klinis

D. Kerangka Kerja Pendampingan Klinis Bab III : Pelaksanaan Pendampingan Klinis

A. Perencanaan Pendampingan Tata Kelola klinis Bab IV : Pelaksanaan Kegiatan

Lampiran 1 : Contoh Instrumen asesmen pelaksanaan Principles of Good Care di fasilitas kesehatan

Lampiran 2 : Form POGC yang sudah Terisi Lampiran 3 : Format Wawancara dengan Petugas Lampiran 4 : Format wawancara dengan keluarga/pasien

Lampiran 5 : Format wawancara dengan keluarga/pasien (contoh ) Lampiran 6 : Format Rencana Tindak Lanjut versi 1 & 2

Lampiran 7 : Daftar Instrumen Pendampingan Klinis EMAS

Lampiran 8 : Daftar Tilik Kelengkapan Persiapan Tim Pendamping Lampiran 9 : Daftar Cek List Persiapan Faskes Terdamping Pada

Pendampingan (P-1)

Lampiran 10 : Formulir Kesepakatan Kegiatan Pendampingan Rencana Tindak Lanjut

Lampiran 11 : Daftar Tilik Tugas Dan Kewajiban Tim Pendamping Klinis Lampiran 12 : Kerangka Acuan Kegiatan Peningkatan Kualitas

Pelayanan Kegawat-daruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir Tahun 2017

(3)

Lampiran 13 : Kerangka Acuan Kegiatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kegawat-daruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir Tahun 2017

Lampiran 14 : Kerangka Acuan Kegiatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kegawat-daruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir Tahun 2017

Lampiran 15 : Kerangka Acuan Kegiatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kegawat-daruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir Tahun 2017

Lampiran 16 : Kerangka Acuan Kegiatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Kegawat-daruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir Tahun 2017

Lampiran 17 : Agenda Kegiatan Workshop tingkat Kabupaten Lampiran 18 : Skema Kegiatan Pendampingan

Lampiran 19 : Agenda Site Visit di LKB Lampiran 20 : Agenda Site Visit di LKB

(4)

Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota iii

Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional PONED Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Das BDD Bidan Di Desa

PONEK Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Ko

CSO Civil Society Organization

Dinkes Dinas Kesehatan

EMAS Expanding Maternal and Neonatal Survival

RI Republik Indonesia

HOGSI Himpunan Obstetri Ginekologi Sosial Indone IBI Ikatan Bidan Indonesia

ICT Information and Communication Technology

IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia Jampersal Jaminan Persalinan

Jamkesda Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesmas Jaminan Kesehatan Masyarakat JKN Jaminan Kesehatan Nasional)

JNPK-KR Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan PMK Perawatan Metode Kangguru

KORSMA Konsorsium Rumah Sakit Muhammadiyah BBLR Berat Badan Lahir Rendah

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

MDG Millennium Development Goal

M&E Monitoring and Evaluation

MgSO4 Magnesium Sulfate AKI Angka Kematian Ibu

MNH Maternal and Newborn Health Kemenkes Kementerian Kesehatan

MOU Memorandum of Understanding

AMP Audit Maternal Ibu dan neonatal

NGO Non Governmental Organization

PE/E Pre-eklamsia/Eklamsia

PMP Performance Monitoring Plan

PK Perjanjian Kerjasama

POGI Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia

PPH Postpartum Hemorrhage

Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat

Daftar Singkatan

ar

mprehensif

sia

(5)

QI Quality Improvement LKBK Lembaga Kesehatan Bu

RTI Research Triangle Instit

SMS Short Message Service

STTA Short-Term Technical A

TA Technical Assistance

USAID United States Agency fo

WHO WHO World Health Or

di Kemuliaan ute International

ssistance

r International Development ganization

(6)
(7)

Bab I

Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Dan angka kematian tersebut telah menunjukkan penurunan walaupun belum mencapai target sesuai komitmen global dalam Tujuan Pembangunan Milenium 2015 atau Millenium Development Goals (MDG). Beberapa penyebab kematian tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, adalah sangat kompleks termasuk kontribusi non- medis. Hal terakhir ini seringkali menimbulkan hambatan dalam intervensi medis yang dilakukan sehingga pelayanan klinis menjadi tidak efektif dan tidak efisien, terutama dalam penanganan emergensi ibu dan bayi baru lahir atau neonatus.

Salah satu upaya nasional yang dilakukan adalah meningkatkan kinerja petugas kesehatan dalam pelayanan emergensi obstetri neonatal melalui pelatihan Pelayanan Obsteri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) untuk tingkatan Puskesmas dan Pelayanan Obstetri Neonatal Komprehensif (PONEK) untuk tingkatan rumah sakit yang telah dilaksanakan selama ini. Akan tetapi belum memberikan hasil seperti yang diharapkan secara efektif dalam penurunan angka kematian tersebut. Walaupun penyeliaan fasilitatif, sebagai tindak lanjut pembekalan dalam proses pelatihan untuk memastikan bahwa

(8)

2 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota pengetahuan dan keterampilan baru itu diterapkan pada pelayanan dengan didukung perubahan perilaku sesuai standar, peningkatan kinerja yang diharapkan tersebut tidak terjadi.

Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap kegiatan PONED dan PONEK ini ditemukan beberapa hal penting, antara lain kesenjangan pada tata

kelola klinis dalam pelayanan emergensi obstetri dan neonatal

serta metode untuk memastikan kepatuhan pada standar dan

perubahan perilaku petugas kesehatan untuk peningkatan kinerja

secara konsisten dan berkesinambungan.

Gambar 1: Peningkatan Praktik Klinik dalam Pendidikan Berkelanjutan untuk Pelayanan Berkualitas

Untuk memastikan kepatuhan pada standar profesi dan aturan sistem yang didukung oleh perilaku dalam pemberian pelayanan kesehatan yang berkesinambungan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka diperlukan pendidikan berkelanjutan bagi para petugas kesehatan tersebut (Lihat Gambar 1 diatas). Salah satu metode agar pendidikan tersebut didapat terintegrasi langsung pada praktik dan dipatuhi dalam pemberian pelayanan, maka petugas kesehatan tersebut atau fasilitas kesehatan yang di intervensi itu perlu didampingi secara melekat oleh petugas kesehatan atau institusi yang telah berpengalaman dan patuh dalam pemberian pelayanan klinik sesuai dalam pelayanan di fasilitas kesehatan. Metode tersebut adalah

(9)

Untuk mengatasi kesenjangan pada tata kelola klinis dalam upaya peningkatan kinerja bagi pelayanan klinik yang berkualitas, maka fokus pendampingan klinik adalah pada perbaikan dan penguatan tata kelola klinis dalam sistem pelayanan di fasilitas kesehatan (Lihat Pernyataan dibawah ini). Dalam hal ini metode yang digunakan adalah pendampingan klinik institusi ke institusi lainnya dimana tim pendamping klinik yang memberikan pendampingan merupakan model-model individu bagi petugas kesehatan di fasilitas yang didampingi.

Success of reduction mortality rate is depend on the HEALTH SYSTEM IN PLACE rather than maternal and child health program

Lancet 2011:377;516-25 Published Online January 25, 2011 DOI:10.1016/S0140-6736(10)62049-1

Perlu diingat bahwa: pelayanan obstetri yang berkualitas meliputi dua hal yang tidak dapat dipisah, yaitu: 1. Pelayanan emergensi dengan pemantauannya 2. Pelayanan persalinan normal yang mampu mencegah dari terjadinya komplikasi.

Pendekatan pendampingan tata kelola klinis adalah komprehensif yaitu termasuk penggunaan teknologi informasi komunikasi (ICT) dalam sistem pelayananan kesehatan disamping peningkatan keterampilan klinik dan kepatuhan terhadap standar praktik serta standar prosedur operasional di fasilitas untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan melalui prinsip strategic leadership dan learning organization ( lihat bagian B tentang Definisi ).

Sistem yang dibangun dalam program pendampingan adalah dimana fasilitas kesehatan yang terbukti telah memberikan pelayanan emergensi maternal dan neonatal yang berkualitas disepakati sebagai pendamping untuk melakukan pendampingan melekat dalam sistem pelayanan kesehatan yang berjalan secara berjenjang sehingga fasilitas kesehatan yang didampingi akan dapat mencapai tingkatan kinerja seperti yang diharapkan untuk

(10)

4 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota selanjutnya dapat mendampingi fasilitas lain yang membutuhkannya. Fasilitas pendamping ini disebut sebagai fasilitas Vanguard. Sedangkan fasilitas kesehatan lain yang berjejaring dengan fasilitas tersebut akan memiliki sistem pelayanan emergensi maternal dan neonatal yang sama kualitasnya dalam suatu Jaringan Vanguard.

Seluruh rangkaian kegiatan dalam sistem pendampingan klinik ini difokuskan untuk mengatasi kesenjangan dalam pelayanan emergensi maternal dan neonatal seperti tersebut diatas, yaitu dengan menguatkan tata kelola klinis pada fasilitas dalam jejaring pelayanan kesehatan termasuk rujukannya. Untuk dapat mencapai kualitas pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan rangkaian pendampingan tata kelola klinis yang difokuskan pada pelayanan emergensi maternal dan neonatal ini, maka perubahan cara pandang dan budaya dalam memberikan pelayanan adalah sangat esensial sehingga ibu dan bayinya serta keluarga menjadi fokus utama dari pelayanan dengan didukung oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.

(11)

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Sebagai upaya penataan sistem pelayanan klinik di fasilitas kesehatan melalui penguatan tata kelola klinis bagi tercapainya kualitas pelayanan emergensi maternal dan neonatal sesuai standar dalam sistem pemberian pelayanan yang berlangsung sesuai standar prosedur operasional agar dapat meningkatkan kelangsungan hidup ibu dan neonatus di fasilitas itu.

2. Tujuan Khusus

a. Terbangunnya sistem pendampingan klinis sebagai bagian dari pendidikan profesional berkelanjutan di jejaring rujukan fasilitas kesehatan yang dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong tercapainya peningkatan kinerja dalam pelayanan emergensi maternal dan neonatal yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lokal. (Lihat Gambar 1 diatas).

b. Mempercepat upaya pelaksanaan penerapan pelayanan emergensi obstetri neonatal yang berkualitas di fasilitas kesehatan serta jejaring rujukannya.

3. Dasar Hukum

a. UU No 36/2009 (Pasal 1) : Kesehatan merupakan bagian yang harus diupayakan bagi tercapaianya kesejahteraan bangsa. Salah satu upaya diwujudkan dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan

b. UU No 44/2009 (Pasal 36) : Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik.

(Pasal 33) : Setiap RS harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel untuk mencapai visi dan misi Rumah sakit

c. PP RI No 77 tahun 2015 ( pasal 2 ) : pengatutan pedoman organisasi Rumah Sakit bertujuan untuk mewujudkan organisasi RS sesuai tata kelola klinis yang baik

d. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 741/PER/VII/2008 : Tentang standar pelayanan minimal kesehatan di Kabupaten/Kota

(12)

6 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota f. Peraturan Menteri Kesehatan no 01 tahun 2012 : sistem rujukan

tertier

g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 10 tahun 2015 : tentang standar pelayanan keperawatan Rumah Sakit Khusus

h. Keputusan Menteri Kesehatan no 900/menkes/SK/VII/2002 : Tentang registrasi dan praktek bidan

i. Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 604 /menkes/SK/VII/2008 : pedoman pelayanan maternal dan ibu dan neonatal di Rumah Sakit Umum

j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1051/Menkes/SK/XI/2008 : Pedoman penyelenggaraan PONEK k. Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas mampu PONED\2013

(13)

Dini

Bab II

Konsep Pendampingan

Tata Kelola Klinis

Gambar 2. Skema Upaya Peningkatan Kinerja

Dasar pelayanan klinis berkualitas adalah penetapan standar profesi dan standar prosedur operasional yang sesuai dengan pedoman dan peraturan pemerintah pusat/daerah tempat pelayanan tersebut diberikan. Di samping itu, pelaksanaan pelayanan tergantung pada kepatuhan terhadap standar, pengetahuan dan keterampilan serta perilaku tenaga kesehatan

(14)

8 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota Beberapa upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan dalam penerapan standar pelayanan, terutama pelayanan kegawatdaruratan 24 jam yang selalu membutuhkan kesiapan tertinggi. Upaya tersebut antara lain adalah: pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan, keterampilan yang dibutuhkan/terbaru sesuai dengan perkembangan ilmu serta praktik standar profesi. Pelatihan tersebut dilanjutkan dengan pemantauan penerapan pengetahuan, keterampilan dan perilaku baru di tempat pemberian pelayanan melalui supervisi (penyeliaan) fasilitatif yang dilakukan oleh pelatih/anggota organisasi profesi yang telah mahir dalam standar praktik pengetahuan dan keterampilan baru tersebut (Gambar 1).

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerjasama dan praktik klinis antar tenaga kesehatan agar pelayanan kesehatan berlangsung efektif dan efisien adalah upaya pendampingan. Upaya ini dilakukan oleh praktisi klinis mahir dari suatu institusi dengan sistem pelayanan kesehatan yang baik kepada tim tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan lain yang memerlukan peningkatan kinerja.

Tujuannya adalah agar fasilitas kesehatan yang didampingi dapat bekerja dalam tim sesuai dengan tata kelola klinis yang efektif dan efisien dalam pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal berkualitas. Hasil yang akan dicapai adalah peningkatan kinerja yang sesuai dengan standar dan bukan hanya untuk individu tenaga kesehatan dan timnya, melainkan kinerja pelayanan secara keseluruhan. Dengan perkataan lain, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem yang mengacu kepada bukti bahwa pelayanan kesehatan maternal dan neonatal bergantung pada fungsi keseluruhan sistem kesehatan1.

A. Pemahaman Konsep Pendampingan

Di bawah ini beberapa penjelasan dasar mengenai upaya pendampingan tata kelola klinis di fasilitas kesehatan untuk menyamakan persepsi tentang pengertian, komponen dan ruang lingkup upaya ini.

1 Lancet. January 25, 2011. WHO: Roadmap for Accelerating the Reduction of Maternal and

Neonatal Mortality and Morbidity in Uganda 2007-2015; UNICEF. The state of World Children 2009-Maternal and Neonatal Health

(15)

1. Pengertian

Pendampingan klinis adalah sistem pelatihan dan konsultasi praktis yang menumbuhkan pengembangan profesional berkelanjutan untuk memberikan hasil perawatan klinis berkualitas tinggi. Pendamping klinis adalah tenaga kesehatan yang mahir dan berpengalaman (misalnya dokter, bidan dan perawat) dengan keterampilan mengajar yang kuat. Dalam pelaksanaan pendampingan, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan tim/institusi, walaupun kadang-kadang diperlukan pendekatan individu.

Pendamping dalam bidang kesehatan merupakan bagian dari rangkaian pendidikan yang dibutuhkan untuk membuat pelaksana layanan kesehatan menjadi kompeten dan dengan kinerja yang berkualitas. Keterampilan ini perlu terintegrasi dan idealnya diperoleh dengan mengikuti pelatihan. Pendamping merupakan bagian integral dari proses pendidikan berkelanjutan yang dilakukan di fasilitas kesehatan tempat tenaga kesehatan menangani pasien. Dalam melakukan pendamping, seorang pendamping yang berpengalaman, mempunyai empati dan dihormati berperan membimbing individu lain (terdamping) untuk memperkuat pengetahuan, keterampilan dan sikap, dengan mengaji-ulang gagasan diri dan pengembangan pribadi, belajar dan profesionalisme.

Istilah „pendampingan klinis‟ berasal dari istilah clinical mentoring, yaitu tatanan pelatihan praktis yang diikuti dengan konsultasi berkelanjutan dalam rangka menumbuhkan/meningkatkan kemampuan klinis tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan.

Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, pendampingan klinis merupakan bagian dari pendidikan berkelanjutan untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan berkualitas yang efektif dalam mencegah dan menangani kesakitan, khususnya komplikasi obstetri dan neonatus sakit. Pelayanan kesehatan yang berkualitas mengandung arti bahwa pelayanan diberikan dengan mengikuti standar prosedur operasional (SPO) yang berlaku dan dilaksanakan secara tepat waktu.

(16)

10 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

2. Komponen dan Ruang Lingkup

Istilah „tata kelola klinis‟ mengandung arti bahwa aspek yang dicakup bukan semata-mata aspek tata kelola kemampuan teknis petugas dalam penanganan kasus, namun juga mencakup aspek manajemen tata kelola pelayanan klinis. Misalnya, dalam mencapai tujuan tersebut di atas diperlukan pengaturan sumberdaya manusia, sehingga fasilitas kesehatan mampu menyediakan pelayanan emergensi obstetri dan neonatal sepanjang waktu (24 jam/hari dan 7 hari/minggu).

Demikian pula diperlukan pengaturan sarana (misalnya ruang persalinan, ruang perinatologi, ruang operasi, alat medis) dan prasarana (misalnya obat, bahan habis pakai dan reagens laboratorium) yang optimal agar pelayanan berkualitas dan pelayanan emergensi dapat dilakukan sesuai dengan standar dan tepat waktu.

Untuk menghasilkan pelayanan berkualitas, maka diperlukan tata kelola klinis dengan :

a. Kepemimpinan strategis sebagai fondasi dari tata kelola klinis;

b. Lingkungan organisasi yang belajar, dengan seluruh anggota organisasi memiliki visi yang sama, menjalankan profesionalitas secara bertanggung - jawab dan didukung oleh data berkualitas;

c. Sistem pemantauan untuk memastikan terselenggaranya pelayanan klinis yang berkualitas; dan

d. Audit/kajian kasus sebagai bagian dari upaya pemantauan dan evaluasi kualitas pelayanan.

Istilah „pendampingan tata kelola klinis kesehatan maternal dan neonatal di fasilitas kesehatan‟ menyiratkan upaya peningkatan kualitas pelayanan klinis kesehatan maternal dan neonatal di fasilitas kesehatan untuk mencegah kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Hal tersebut dilakukan melalui fasilitasi upaya klinis dan upaya manajerial berkesinambungan yang dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan yang lebih tinggi (misalnya Rumah Sakit Kelas A/B) kepada fasilitas kesehatan yang lebih rendah (misalnya Rumah Sakit Kelas C), atau dari fasilitas kesehatan yang telah menjadi pendamping ke fasilitas lain, termasuk dari puskesmas ke puskesmas. Proses fasilitasi yang melibatkan institusi/ fasilitas kesehatan dapat lebih dipertahankan kesinambungannya daripada fasilitasi perorangan (tenaga kesehatan).

(17)

B. Manajemen Tata Kelola Pelayanan Kesehatan M a t e r n a l

d a n Neonatal

Seperti disebutkan dalam ulasan di atas, aspek manajemen tata kelola klinis meliputi pengaturan tentang: i) sumberdaya manusia; ii) sarana dan prasarana, termasuk ruang pelayanan, alat medis, obat dan alat penunjang; iii) pelaksanaan pelayanan; iv) pembentukan jejaring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal; v) pemantauan dan evaluasi serta aspek manajemen lainnya, misalnya pembiayaan. Upaya peningkatan manajemen tata kelola klinis dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan situasi dan kebutuhan fasilitas kesehatan dan dapat dimulai dari komponen pokok/dasar yang dapat dilakukan.

Secara berangsur, ruang lingkupnya dapat diperluas untuk mendukung pencapaian tingkat kualitas pelayanan klinis yang lebih tinggi dan komprehensif. Manajemen tata kelola klinis juga perlu disesuaikan dengan tingkat fasilitas kesehatan, misalnya tingkat pertama (puskesmas, praktik dokter/bidan swasta dan klinik bersalin) dan tingkat rujukan (Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit swasta di tingkat kabupaten).

1. Sumberdaya manusia

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengaturan sumberdaya manusia sebagai berikut.

a. Kelengkapan tenaga kesehatan, misalnya di tingkat Rumah Sakit kabupaten meliputi ketersediaan dokter spesialis (anak, kebidanan dan kandungan, anesthesia, penyakit dalam, kardiologi, ), dokter umum, bidan, perawat, tenaga elektromedik, tenaga laboratorium, dll. Perlu dilakukan analisis beban kerja (misalnya berdasarkan jumlah pasien rawat jalan, rawat inap dan bed occupancy ratio di bangsal terkait) dalam menentukan kebutuhan staf.

Di tingkat puskesmas, sesuai dengan fungsinya jenis tenaga yang dibutuhkan lebih terbatas, yaitu dokter umum, bidan dan perawat yang memiliki kemampuan memberikan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Kekurangan atau kelebihan staf perlu ditindak-lanjuti, karena akan menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Bila tidak bisa diatasi secara internal, maka hal ini perlu dibicarakan dengan pemerintah daerah dan dinas kesehatan.

(18)

12 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota b. Kompetensi tenaga kesehatan dalam melakukan peran

masing-masing: diperlukan pemetaan kompetensi yang dapat digunakan untuk penyusunan tim inti yang tangguh dan rencana peningkatan kompetensi staf yang belum memenuhi standar, serta terpampangnya SPO untuk kesakitan yang sering ditemukan dan penyebab utama kematian.

c. Jadwal jaga/on call tenaga inti, khususnya untuk persalinan dan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal agar pelayanan tersebut selalu tersedia kapan saja dalam 24 jam/hari dan 7 hari/minggu.

d. Pelaksana pelayanan inti (misalnya tenaga yang jaga/on call) diberi sarana komunikasi yang berfungsi baik.

Semua pelaksana pelayanan mempunyai sikap yang baik dalam

memberikan pelayanan, misalnya memberikan pelayanan kesehatan dengan menghormati hak-hak pasien (respectful care).

2. Sarana dan prasarana

Hal-hal pokok yang perlu mendapat perhatian dalam pengaturan sarana dan prasarana sebagai berikut :

a. Fasilitas kesehatan: kebersihan dan keamanan area pasien/ non- pasien, kelancaran alur pelayanan dan pengaturan ruangan yang memudahkan petugas dan aman untuk maternal dan neonatal, terutama pada saat terjadi kegawatdaruratan; kesiap-siagaan Unit Gawat Darurat, Kamar bersalin, kamar operasi, ruang nifas, ruang perinatologi, laboratorium, radiologi, bank darah, farmasi, CSSD, Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS), Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS), komunikasi antar bagian Rumah Sakit; ketersediaan oksigen, air mengalir dan listrik sepanjang waktu.

b. Alat medis dan alat penunjang: kelengkapan alat sesuai dengan kewenangan fasilitas kesehatan, ada sistem untuk memastikan bahwa semua peralatan berfungsi dengan baik dan sistem untuk pemeliharaan alat, serta penempatan alat di tempat yang semestinya.

(19)

c. Obat dan bahan habis pakai: kelengkapan jenis dan jumlah, jenis obat/bahan yang sering mengalami kekurangan (stock out), adanya sistem pencatatan keluar masuk obat dan pemilahan/ penggunaan obat yang hampir kadaluwarsa, cara penyimpanan sesuai dengan aturan, kelengkapan set instrumen dan troli emergensi dan dalam jumlah yang cukup.

3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan

Hal-hal pokok yang perlu mendapat perhatian dalam pengaturan pelaksanaan pelayanan sebagai berikut :

a. Waktu pelayanan: untuk rawat jalan: waktu tunggu tidak terlalu lama untuk diperiksa, mendapat tindakan dan untuk mendapatkan obat; untuk rawat inap: dipantau secara teratur sesuai dengan standar.

b. Interaksi tenaga kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien: melayani dengan penuh rasa hormat, sikap empati, menghargai privasi dan kerahasiaan serta memberikan informasi yang memadai.

c. Penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal: kesiap- siagaan tenaga kesehatan untuk bisa melayani dengan cepat pada saat-saat yang berpotensi emergensi (misalnya saat persalinan, saat tiba di ruang IGD, di ruang rawat gabung); perawatan dan pemantauan ketat sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku, dengan menyiapkan tim respon awal emergensi yang kompeten. Algoritma penanganan kasus-kasus tersebut perlu tersedia dan mudah dilihat oleh tenaga kesehatan.

d. Pasien yang akan dipulangkan: keluarga yang terlibat, diberi konseling secara lisan dan tertulis tentang perawatan rutin di rumah, rencana tindak lanjut pasca perawatan serta tanda-tanda bahaya dan tempat mencari pertolongan jika timbul tanda-tanda bahaya tersebut.

(20)

14 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

4. Pembentukan jejaring rujukan

Jejaring rujukan adalah sistem rujukan yang melibatkan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas dan Rumah Bersalin, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) seperti Rumah Sakit Swasta dan RSUD yang memberikan pelayanan emergensi maternal dan neonatal berkualitas dalam sistem pelayanan kesehatan yang sesuai standar

Hal-hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pembentukan jejaring rujukan sebagai berikut :

a. Pembentukan jejaring rujukan (kesehatan ibu dan neonatal) antara Rumah Sakit kabupaten dan puskesmas di wilayah kabupaten, terutama dengan puskesmas mampu PONED. Dinas Kesehatan kabupaten melakukan fasilitasi agar Rumah Sakit kabupaten dapat bekerja sama dengan puskesmas melalui jejaring pelayanan. Hal ini bila perlu dikuatkan dengan sebuah perjanjian kersama yang ditanda- tangani oleh kepala daerah setempat, sebagai bentuk komitmen daerah dalam upaya penyelamatan ibu dan neonatus dan menguatkan akuntabilitas fasilitas kesehatan di dalam jejaring rujukan tersebut.

Dalam jejaring tersebut dilakukan kegiatan bersama, misalnya memantapkan rujukan kasus maternal neonatal, meningkatkan kompetensi puskesmas dalam stabilisasi atau penanganan kasus kegawatdaruratan ibu dan neonatus, meningkatkan komunikasi sebelum dan sesudah rujukan, pelaporan dan pembahasan kematian (kematian ibu, lahir mati dan kematian neonatal) serta pelaksanaan tindak lanjut untuk mencegah terjadinya kematian Ibu dan ibu dan neonatal oleh faktor penyebab yang sama. Jejaring pelayanan kesehatan ini merupakan inti dari jejaring pelayanan yang lebih luas. b. Perluasan jejaring pelayanan kesehatan yang mencakup fasilitas

kesehatan swasta (Rumah Sakit swasta, Rumah Sakit berbasis agama, klinik bersalin dan bidan/dokter praktek swasta). Semakin banyak fasilitas kesehatan yang terlibat dalam jejaring pelayanan di wilayah kabupaten, maka akan semakin luas pula kesempatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif serta analisis tentang masalah kesehatan di kabupaten secara keseluruhan. Hal ini

(21)

akan memudahkan identifikasi masalah dan tindakan spesifik yang terkoordinasi untuk mengatasi masalah tersebut.

c. Perluasan jejaring pelayanan kesehata dengan melibatkan kabupaten lain yang berbatasan dan dengan keterlibatan Rumah Sakit provinsi. Kegiatan ini perlu difasilitasi oleh Dinas Kesehatan provinsi yang bekerjasama dengan Rumah Sakit provinsi, Dinas Kesehatan kabupaten dan Rumah Sakit kabupaten. Bila wilayah provinsi cukup luas, maka jejaring ini dapat dibagi dalam beberapa jejaring pelayanan subregional di wilayah provinsi, sehingga interaksi antar- kabupaten dapat berlangsung dengan lebih mantap.

d. Perluasan jejaring pelayanan kesehatan di tingkat nasional, dengan membagi provinsi dalam beberapa regional pelayanan kesehatan dalam rangka mempercepat penurunan kematian ibu dan neonatal serta bayi lahir mati. Setiap jejaring regional ini berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan di wilayahnya dengan melibatkan semua pihak terkait, misalnya fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta di wilayah regional masing-masing, organisasi profesi terkait, institusi dan organisasi yang bergerak dalam bidang kesehatan dan Rumah Sakit, lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional, mitra pembangunan.

Jejaring regional pelayanan kesehatan ini diupayakan untuk bekerjasama dengan jejaring pelayanan di tingkat kabupaten dan subregional di wilayah provinsi dalam upaya peningkatan kemampuan klinis dan kendali mutu di wilayah regionalnya. Sesuai dengan kebutuhan, kerjasama antar- regional juga dapat dilakukan untuk memacu kemajuan regional yang tertinggal. Kegiatan ini difasilitasi oleh unit-unit terkait di Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan organisasi profesi dan para mitra yang bergerak dalam kesehatan ibu dan neonatal.

5. Aspek manajemen lainnya

Beberapa aspek manajemen lainnya yang perlu mendapat perhatian antara lain sebagai berikut :

a. Kegiatan pelatihan yang terkait dengan pendampingan tata kelola klinis kesehatan ibu dan neonatal ini merupakan bagian dari

(22)

16 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota kegiatan Pelatihan Terintegrasi Maternal dan Neonatal yang digagas sejak tahun 2015.

b. Pembiayaan: sejak diterapkannya kebijakan desentralisasi, biaya operasional fasilitas kesehatan di wilayah kabupaten/ kota menjadi tanggung-jawab pemerintah daerah setempat. Namun, belum semua Pemda Dati II mengalokasikan biaya lebih dari 10% seperti yang dianjurkan untuk sektor kesehatan. Bisa diduga bahwa biaya yang dialokasikan untuk kesehatanibu dan neonatal masih jauh dari yang dibutuhkan. Dengan adanya biaya operasional kesehatan (BOK) dari pemerintah pusat untuk puskesmas, sebagian biaya operasional puskesmas dapat terpenuhi. Namun, kebutuhan biaya akan meningkat dengan semakin bertambahnya persalinan di fasilitas kesehatan yang biasanya diikuti dengan bertambahnya jumlah kasus ibu dan neonatal yang ditangani di fasilitas kesehatan. Walaupun fasilitas kesehatan juga dapat mengajukan penagihan biaya pelayanan dari BPJS, tetap perlu ada upaya penggalangan dana untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan neonatal secara berkesinambungan. Untuk itu diperlukan advokasi kepadapihak-pihak yang dipandang potensial. Untuk Rumah Sakit kabupaten, cara lain yang dapat ditempuh antara lain adalah dengan mengupayakan status badan layanan umum daerah (BLUD), yang memberikan wewenang kepada Rumah Sakit untuk mengelola sendiri pendapatan yang diperoleh. Dinkes kabupaten bekerjasama dengan Rumah Sakit kabupaten mengupayakan hal di atas.

c. Advokasi: diperlukan untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik dalam hal biaya dan sumberdaya lainnya maupun kebijakan yang mendukung untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Advokasi yang baik perlu didukung oleh data yang dikemas dalam bentuk yang mudah dipahami oleh kalangan awam sekalipun. Pihak-pihak potensial sebagai sasaran advokasi antara lain Pemda, DPRD, kalangan swasta, sektor pemerintahan terkait, organisasi profesi, organisasi berbasis agama yang bergerak di bidang kesehatan, organisasi Rumah Sakit, dll.

(23)

d. Pemantauan dan evaluasi yang meliputi dua aspek :

- kinerja/kualitas layanan yang ditentukan oleh terpenuhinya standar input, proses dan output. Untuk itu perlu dilakukan sebuah asesmen mandiri yang bertujuan untuk memudahkan fasilitas kesehatan mengidentifikasi kesenjangan yang ada di fasilitas kesehatan terkait penyediaan pelayanan yang berkualitas;

- audit Rumah Sakit: Undang-undang Rumah Sakit mengharuskan Rumah Sakit utk melakukan evaluasi terhadap kinerja/kualitas layanan melalui audit Rumah Sakit. Khusus untuk layanan maternal-neonatal dalam rangka akselerasi penurunan AKI dan AKN, maka diperlukan audit/kajian layanan maternal-neonatal. Mengingat bah- wa sumberdaya dan kapasitas fasilitas kesehatan yangberbeda-beda, maka kegiatan audit tersebut dapat dimulai dengan audit yang paling sederhana, yaitu kajian kasus yang dilaksanakan secara teratur. Hal ini sebetulnya tidak terbatas pada Rumah Sakit saja, namun juga meliputi fasilitas kesehatan pratama, misalnya puskesmas dan klinik swasta. Audit hendaknya mencakup evaluasi kemampuan klinis fasilitas kesehatan dan kesenjangan yang ada pada sarana, prasarana dan fasilitas penunjang lainnya.

e. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas: dilakukan sebagai pertanggung-jawaban kepada publik atas upaya yang dilakukan dengan menggunakan berbagai sumberdaya. Bila hal ini dilakukan secara rutin, maka biasanya dukungan akan semakin bertambah dan berkembang. Dengan demikian, kemajuan upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan neonatal akan lebih terjamin.

C. Tata Kelola Kemampuan Klinis

Tata kelola kemampuan klinis tenaga kesehatan, baik di tingkat pelayanan dasar (puskesmas dan klinik swasta) maupun di tingkat rujukan primer (Rumah Sakit umum dan swasta di tingkat kabupaten), pada dasarnya mengupayakan agar pelayanan kesehatan ibu dan neonatal yang diberikan kepada pasien adalah yang berkualitas, yaitu yang mengikuti standar yang berlaku dan diberikan secara tepat waktu.

(24)

18 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota Pelayanan kesehatan yang berkualitas tersebut akan mampu mencegah sebagian besar kematian pada masa ibu dan neonatal.

- Fokus pendampingan klinis

Fokus yang diberikan dalam upaya meningkatkan kemampuan klinis tenaga kesehatan dalam upaya pendampingan berkisar pada penyebab utama kematian dan kesakitan pada masa ibu dan neonatal. Untuk neonatus, seperti dikemukakan di atas, penyebab utama kematiannya adalah komplikasi prematuritas (45%), gangguan intrapartum (asfiksia, 21%), kelainan bawaan (13%) dan infeksi (11%). Berdasarkan hal tersebut, maka tata kelola kemampuan klinis dalam penanganan neonatus yang diutamakan adalah :

a. pelayanan neonatal esensial pada saat persalinan, termasuk menjaga kehangatan tubuh bayi, inisiasi menyusu dini (IMD), ASI eksklusif dan ASI untuk neonatus sakit, diikuti dengan pelayanan kesehatan pada masa neonatal, khususnya dalam tujuh hari pertama kehidupan;

b. resusitasi neonatus dan tatalaksana asfiksia, yang terfokus pada keterampilan;

c. pemberian kortikosteroid pada ibu hamil yang berisiko melahirkan bayi prematur, guna mencegah terjadinya gagal nafas

(respiratory distress syndrome/RDS) pada neonatus; d. tatalaksana paska asfiksia

e. penatalaksanaan sepsis pada neonatus;

f. p e r a w a t a n metode kanguru (PMK) untuk bayi berat lahir rendah (BBLR) dan perawatan BBLR; dan

g. pencegahan infeksi.

Tata Kelola kemampuan klinis dalam penanganan Maternal yang diutamakan adalah :

a. Kesiapan alat, petugas (tim) obat dan lingkungan dalam respon emergensi

b. Manajemen Aktif Kala III untuk mencegah perdarahan post partum di Rumah Sakit

c. Penatalaksanaan perdarahan post partum di Rumah Sakit d. Penatalaksanaan Pre Eklampsia/Eklampsia di Rumah Sakit e. Penatalaksanaan sepsis dan infeksi Berat di Rumah Sakit

(25)

f. Persalinan Macet

Fokus pada hal-hal tersebut di atas, tidak mengurangi pentingnya upaya pencegahan dan kesinambungan pelayanan antara kesehatan ibu dan neonatal. Kesehatan dan kelangsungan hidup neonatus sangat dipengaruhi oleh proses persalinan, komplikasi yang dialami ibu sekitar persalinan dan status kesehatan ibu. Kualitas pelayanan kesehatan ibu dan neonatus dari suatu fasilitas kesehatan pada umumnya dipelajari antara lain dari:

a. jumlah persalinan;

b. jumlah kesakitan neonatal menurut jenisnya; c. jumlah kasus komplikasi obstetri menurut jenisnya;

d. jumlah kematian neonatal dan maternal serta penyebabnya; e. ringkasan hasil audit maternal-ibu dan neonatal.

Dari analisis data tersebut akan diperoleh gambaran tentang situasi fasilitas kesehatan, yang selanjutnya akan mendorong pencarian informasi yang lebih mendalam.

- Konsep dasar tata kelola kemampuan klinis

Konsep dasar tata kelola kemampuan klinis tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diterapkan dalam upaya pendampingan adalah sebagai berikut :

a. Proses peningkatan kualitas pelayanan pada dasarnya bertujuan mengubah sebuah pelayanan dari “praktik aktual” menjadi “praktik yang diinginkan”, sesuai dengan standar yang berlaku. Untuk itu perlu keterlibatan dan rasa memiliki dari petugas dan staf dari semua tingkatan. Pemahaman yang dikembangkan adalah bahwa upaya peningkatan kualitas berorientasi pada kebutuhan dan harapan pasien; dan bahwa pembelajaran dan peningkatan kualitas berjalan secara terus-menerus.

b. Pendekatan pembelajaran tim: penanganan neonatus sakit adalah serangkaian kegiatan yang sangat kompleks, membutuhkan kolaborasi di antara banyak individu yang memiliki berbagai pengetahuan dan keterampilan. Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas pelayanan neonatus sakit merupakan kinerja kolektif dari suatu fasilitas kesehatan. Keterlibatan semua

(26)

20 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota anggota tim sangatlah penting pada setiap tahapan kegiatan peningkatan kualitas, yaitu dalam proses identifikasi , perencanaan solusi dan dalam penyelesaian masalah.

c. Perbaikan dimulai dari kemampuan teknis yang telah dicapai oleh fasilitas kesehatan, dan selanjutnya peningkatan kualitas pelayanan diupayakan lebih lanjut oleh Tim Fasilitas kesehatan dengan bantuan Tim Pendamping Klinis. Hubungan yang dibangun antara kedua tim berupa hubungan kolegialitasdengan rasa empati terhadap berbagai permasalahan klinis yang dihadapi oleh fasilitas kesehatan. Tim Pendamping Klinis bersama membantu Tim Fasilitas kesehatan mencarikan jalan keluar terhadap situasi yang ada.

d. Untuk menguatkan sistem pelayanan kesehatan dalam jangka panjang, perlu diadakan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan guna menciptakan tata kelola klinis yang efektif dan efisien.

Tim Fasilitas kesehatan terdiri atas staf manajemen dan staf klinis (misalnya di Rumah Sakit: dokter spesialis anak, obgyn, anestesi; dokter umum, bidan dan perawat; di puskesmas: kepala puskesmas, dokter, bidan dan perawat), staf penunjang (misalnya staf elektromedik, laboratorium, unit transfusi darah) dan staf administratif (misanya rekam medik, registrasi, dll) yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan ibu dan neonatus. Dalam beberapa proses yang memerlukan pemikiran mendalam, biasanya diperlukan tim kecil untuk mempersiapkan rancangan dokumen yang akan dibahas dalam pertemuan pleno. Pemilihan anggota Tim Fasilitas kesehatan yang ditugaskan dalam tim kecil dapat dilakukan bersama oleh pihak manajemen fasilitas kesehatan dengan keterlibatan anggota lainnya.

- Tim Pendamping Klinis dan perannya

Tim Pendamping Klinis (selanjutnya disebut sebagai Tim Pendamping) merupakan istilah yang diadaptasi dari tim pendamping, yang berarti suatu tim yang terdiri atas tenaga profesional medis dan bidan/perawat serta tenaga elektromedis, dengan karakter yang kondusif bagi kegiatan pendampingan klinis. Mereka mempunyai kualifikasi klinis, pengalaman (dan masih) bekerja dengan keahlian yang menjadi topik bahasan. Anggota tim juga perlu mempunyai

(27)

kepemimpinan dan keinginan untuk menolong tenaga kesehatan dari disiplin ilmu yang berbeda. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mempertahankan/ meningkatkan kualitas pelayanan klinis. Secara kolektif, anggota Tim Pendamping juga berperan dalam fasilitasi peningkatan aspek manajemen tata kelola klinis upaya pendampingan.

Dari model pendampingan yang telah dirintis, Tim Pendamping berasal dari proses kerjasama dengan :

a. Rumah Sakit Kelas A/B, baik pemerintah maupun swasta; b. organisasi profesi terkait.

Peran Tim Pendamping dalam tata kelola kemampuan teknis dari Tim Fasilitas kesehatan sebagai berikut :

a. Membangun hubungan kolegial yang baik dengan Dinas Kesehatan, pimpinan fasilitas kesehatan dan Tim Fasilitas kesehatan.

b. Identifikasi kebutuhan untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan.

c. Melakukan pendampingan manajemen tata kelola pelayanan kesehatan neonatal dan tata kelola kemampuan klinis.

d. Coaching yang responsif dan memberikan contoh best practices dalam pelayanan kesehatan.

e. Membangun lingkungan fasilitas kesehatan yang kondusif untuk penerapan pelayanan kesehatan yang baik, seperti yang dibahas dalam Bab II bagian B tentang aspek manajemen tata kelola klinis.

f. Melakukan fasilitasi proses peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.

Dengan menerapkan hal-hal tersebut dalam setiap kegiatan pendampingan, maka kepemilikan terhadap seluruh proses peningkatan kualitas pelayanan klinis dapat lebih terjamin.

Lebih lanjut, di bawah ini adalah karakteristik dari proses coaching atau pendampingan2

.

(28)

22 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota a. Melakukan fasilitasi dalam menyatakan kebutuhan, motivasi,

keinginan, keterampilan dan proses berpikir dalam menunjang terjadinya perubahan positif yang nyata dan menetap.

b. Menggunakan tehnik banyak bertanya dalam melakukan fasilitasi, agar klien dapat mengidentifikasi dan pemecahan masalah, dan bukannya pendekatan yang bersifat instruktif/

direktif.

c. Membantu klien dalam menyusun tujuan (goal) yang layak dan cara memantau kemajuan dalam upaya pencapaiannya.

d. Melakukan observasi, mendengarkan dan bertanya untuk memahami situasi yang dihadapi klien.

e. Menciptakan kreativitas dalam menggunakan berbagai cara dan instrumen, yang bisa dilakukan melalui fasilitasi, pelatihan, konseling dan pembentukan jejaring.

f. Mengupayakan komitmen klien untuk bertindak dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.

g. Menghargai dan mendukung aspirasi serta pandangan klien dalam setiap kesempatan.

h. Memastikan bahwa klien mengembangkan sendiri keteram- pilannya, dan bukan ketergantungan.

i. Mengukur hasil secara obyektif dari proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa klien akan mencapai goal yang ditetapkannya sendiri.

j. Memacu klien untuk terus meningkatkan kompetensi dalam mencapai goal yang ditetapkan.

D. Kerangka Kerja Pendampingan Klinis

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan neonatal yang berkualitas berarti menggerakkan berbagai pihak yang terlibat (dokter spesialis anak, dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, perawat dan perawat neonatus, tenaga laboratorium dan teknik elektromedik, manajemen Rumah Sakit, ibu dan keluarga) untuk bersama-sama mendukung upaya penyelamatan jiwa ibu dan neonatus mulai dari lahir di Rumah Sakit/puskesmas/rumah.

http://new.coachingnetwork.org.uk/information- portal/what-are-coaching-and- pendampingan/

(29)

Walaupun Rumah Sakit tidak memberikan pelayanan di rumah, namun pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit akan sangat mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan ibu dan keluarga dalam merawat neonatus, khususnya neonatus sakit. Mengingat banyaknya pihak yang terlibat, maka sebuah organisasi membutuhkan kepemimpinan yang strategis serta organisasi pembelajar, agar dapat menyatukan seluruh pihak yang terlibat untuk mengupayakan penyelamatan ibu dan neonatus. Secara keseluruhan, kerangka kerja pendampingan tata kelola klinis ini diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 3. Kerangka kerja pendampingan tata kelola klinis neonatus

1. Kepemimpinan Strategis dan Organisasi Pembelajar

Kepemimpinan strategis (strategic leadership) adalah kepemimpinan yang memiliki keterampilan dan alat untuk merumuskan strategi, menunjukkan visi dan arah pengembangan organisasi. Kepemimpinan tersebut juga mampu mengelola perubahan serta membangun

(30)

24 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota kepemilikan dan keselarasan dalam tim untuk menerapkan perubahan dalam organisasi. Organisasi pembelajar (learning organization) adalah istilah untuk suatu organisasi yang mengupayakan proses belajar bagi anggotanya dan secara terus-menerus melakukan penyesuaian terhadap tekanan agar tetap kompetitif di lingkungan usaha. Organisasi pembelajar memiliki lima ciri utama :

a. pemikiran sistem; b. kemahiran personal; c. berfikir sebagai model; d. visi bersama; dan e. belajar sebagai tim.

Tanpa kedua hal tersebut, suatu organisasi akan sulit untuk bersama- sama secara berkelanjutan menyelenggarakan upaya penyelamatan jiwa ibu dan neonatus. Dengan memiliki kedua kekuatan ini, sebuah organisasi akan siap untuk berproses bersama-sama di semua tingkatan (pemimpin, tim dan pelaksana) untuk berdialog, melihat kesenjangan sebagai peluang untuk menyempurnakan kualitas layanan serta melakukan perubahan. Dalam tatanan sistem pelayanan kesehatan regional berjejaring, keterlibatan para mitra sangat diperlukan. Mengembalikan peran setiap pihak di suatu kabupaten dapat meningkatkan akuntabilitas fasilitas kesehatan sebagai penyelenggara layanan dan Pemda sebagai pemangku wilayah.

Kesenjangan dukungan terhadap pelayanan kesehatan ibu dan neonatus perlu dibahas secara berim-bang dan terbuka, demi mencapai kualitas terbaik. Sebagai luaran, diharapkan berbagai kebijakan dapat saling bersinergi sehingga befungsi dalam mendukung semua upaya penyelamatan jiwa ibu dan neonatus. Kebijakan yang dimaksud juga diharapkan tersusun di tingkat fasilitas kesehatan dan di tingkat wilayah kabupaten, antar organisasi/SKPD yang ada di Kabupaten.

2.

Pelaksanaan Pendampingan Tata Kelola Klinis

Dalam menciptakan pelayanan kesehatan neonatal berkualitas diperlukan keterlibatan banyak pihak dengan berbagai kepentingan. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

(31)

a. Penetapan suatu visi yang dapat menjadi penggerak utama kerjasama semua pihak. Upaya untuk mengembalikan “visi profesional” dan “visi organisasi” perlu terus-menerus diulang dan diingatkan kembali. Mengingatkan kembali tentang kedua visi tersebut seringkali menjadi penggerak utama dalam memulai transformasi ke arah praktek terkini yang lebih baik dan bukannya kecanggihan ilmu/keterampilan. Keduanya juga merupakan pendorong bagi tumbuhnya kepemimpinan strategis dan organisasi pembelajar. Hal ini perlu diupayakan secara sistematis, baik sebelum maupun selama kegiatan pendampingan. Setelah terdapat kesamaan visi, maka dialog dengan pimpinan, tim maternal-ibu dan neonatal dan pelaksana pelayanan di fasilitas kesehatan dapat berlangsung dengan lebih mudah, demikian pula diskusi dengan pemangku wilayah.

b. Tim Pendamping perlu membangun peran sebagai fasilitator dengan suasana hubungan kerja antar-sejawat yang berempati terhadap permasalahan yang dihadapi oleh fasilitas kesehatan/ pelayanannya dan menyediakan diri untuk sepenuhnya membantu dan bersama- sama mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. Tim Pendamping perlu menerapkan hal-hal sebagai berikut:

 membangun hubungan yang baik dengan ketiga pihak di atas;

 mengidentifikasi kebutuhan;

 menerapkan pendampingan yang bertanggung-jawab dan praktik klinis terbaik (responsive coaching and modeling of best practices);

 melakukan advokasi tentang lingkungan yang kondusif untuk

pelaksanaan principles of good care;

 melakukan fasilitasi proses peningkatan kualitas pelayanan, dapat menjadikan upaya peningkatan kualitas pelayanan neonatus menjadi lebih mudah diterima.

c. Penilaian partisipatif (partisipatory assessment): bagian awal dari pendampingan yang cukup penting adalah bersama-sama mengetahui kinerja pada saat itu. Pendekatan partisipatif ini akan mendukung terjadinya perubahan ke arah praktik terbaik yang berkesinambungan. Untuk itu perlu adanya keterlibatan ketiga pihak di atas (pimpinan, tim maternal-ibu dan neonatal dan pelaksana pelayanan/aktor) yang bersama dengan Tim Pendamping melihat kesenjangan yang ada. Instrumen yang akan digunakan perlu disepakati bersama.

(32)

26 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota Sebagai bagian dari pendekatan sistem tata kelola klinis, perlu dilakukan verifikasi standar pelayanan neonatus dengan kajian terhadap hal-hal sebagai berikut.

 Rekam medik.

 Prosedur standar operasional.

 Kelengkapan peralatan dan perlengkapan.

 Pola staffing.

 Upaya pemeliharaan keterampilan.

 Audit atau kajian terhadap kasus kematian neonatus terutama

yang berat lahirnya lebih dari 2000 gram (seharusnya tidak mengalami kematian).

Cara yang mudah untuk dapat secara bersama-sama melihat kesenjangan adalah dengan melakukan simulasi kasus. Misalnya, dengan melakukan simulasi situasi/kondisi sejak dari tempat bayi lahir pada sebuah operasi bedah sesar. Dengan simulasi tersebut, kesenjangan di seputar resusitasi neonatus dapat dengan mudah diidentifikasi, yang dapat meliputi:

 teknik resusitasi;

 ketersediaan peralatan resusitasi bagi neonatus kurang bulan;

 upaya untuk memudahkan petugas melakukan resusitasi sesuai dengan standar: dengan meng-gunakan algoritme resusitasi terkini, pencatatan upaya resusitasi, petugas yang kompeten melakukan resusitasi dan penatalaksanaan pasca resusitasi termasuk transport pasca resusitasi;

 pemeliharaan alat inkubator; dan

 transport.

Dengan melakukan simulasi bersama di klinik, Tim Pendamping dan tim maternal-ibu dan neonatal serta pelaksana pelayanan/aktor berkesempatan untuk memahami bersama kesenjangan dan dapat melihat peluang yang ada untuk mengatasi kesenjangan tersebut.

Tim Pendamping juga perlu melakukan observasi praktik pelayanan yang sesungguhnya. Dengan keterbatasan waktu pendampingan, maka prioritas observasi ditujukan kepada:

 asuhan dasar perawatan neonatus pada persalinan

(33)

 asuhan dasar perawatan neonatus pada persalinan melalui bedah sesar;

 resusitasi neonatus;

 perawatan neonatus sakit dan prematur.

 Drill emergensi untuk kasus Pre Eklampsi/Eklampsi, Perdarahan Post

Partum, macet Bahu, dll

 Penilaian keterampilan klinis pada persalinan Normal, Manajemen Aktif Kala III, pengeloaan Pre Eklampsia Berat/Eklampsia, penatalaksanaan perdarahan post partum/syok

Bongkar bersih ruangan (general Cleaning),

 observasi penggunaan Alat Pelindung Diri pada setiap Asuhan

 Dokumentasi buku register, catatan Asuhan Kebidanan/keperawatan, Partograf

Instrument penilaian yang digunakan hendaknya menggambarkan kebutuhan akan terpenuhinya pendukung sistem layanan dan meliputi aspek input, proses dan output pelayanan (lihat Gambar 2). Dengan demikian, secara obyektif tim dan aktor memiliki acuan untuk mencapai standar yang terbaik yang diinginkan. Instrumen demikian akan memudahkan penilaian mandiri dengan petunjuk yang jelas terhadap capaian yang dikehendaki.

d. Proses pendampingan yang berupa dialog dan aksi. Dialog yang dilakukan perlu melibatkan lebih dari satu pihak. Misalnya, untuk perawatan neonatus dan resusitasi yang kebanyakan melibatkan perawat, maka perlu melibatkan pula dokter spesialis kebidanan dan bidan dalam dialog. Hal ini penting karena aksi yang dilakukan akan sangat berkaitan dengan tugas bagian kebidanan. Dokter umum juga merupakan komponen penting yang harus diajak berdialog. Rendahnya rasa percaya diri dokter umum dalam mengatasi kasus ibu dan neonatal perlu diubah dengan melibatkan mereka dalam dialog sambil mencari kesenjangan yang ada. Demikian pula dalam hal yang terkait dengan pencegahan infeksi, yang sering dipandang sebagai ranah perawat, perlu dibahas dengan melibatkan dokter, petugas laboratorium, petugas radiologi, atau bahkan petugas non-medis, seperti petugas cleaning service.

Bahan dialog yang menarik lainnya adalah kajian sederhana terhadap kasus kematian neonatus dan kematian ibu dengan metode audit sistematis sesuai dengan aturan yang ada. Dapat juga dilakukan audit yang

(34)

28 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota paling sederhana, yaitu kajian kasus kematian ibu dan Neonatus , terutama untuk neonatus dengan berat lahir lebih dari 2000 gram, yang seharusnya kematiannya tidak perlu terjadi. Kajian yang dilakukan dengan berimbang membutuhkan keterlibatan semua pihak yang ikut „merawat‟ neonatus, misalnya: petugas laboratorium yang terlambat memberikan hasil pemeriksaan gula darah yang mengakibat-kan neonatus mengalami hipoglikemi yang mengancam jiwa. Dialog perlu diupayakan berimbang, tidak menyalahkan dan mempermalukan (no blame dan no shame), dalam suasana yang nyaman dengan tujuan untuk dapat melakukan yang lebih baik di kemudian hari.

e. Selanjutnya semua temuan atau topik dialog yang terjadi selama proses pendampingan dituangkan secara sistematis dalam forum diskusi yang melibatkan semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan neonatus berkualitas, termasuk dari pihak manajemen. Dalam forum ini Tim Pendamping berperan sebagai fasilitator dan mediator diskusi yang diarahkan untuk kategorisasi kesenjangan menurut input, proses dan output. Selanjutnya disusun rencana tindak lanjut untuk mengatasi kesenjangan dengan prioritas kepada hal-hal yang mendesak dan penting.

f. Hasil diskusi ini kemudian dipresentasikan ke jajaran direksi RS kabupaten untuk mendapat masukan dan arahan. Bila Rumah Sakit tidak memiliki kemampuan cukup untuk menyelesaikannya, maka hal ini akan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten untuk dapat ditindak-lanjuti.

g. Setelah menyelesaikan pendampingan, maka Tim Pendamping diminta untuk tetap menjaga komunikasi dengan tim dan aktor yang didampingi. Hal ini penting untuk mempertahankan hubungan yang telah dibentuk. Selain itu, komunikasi melalui pesan teks singkat, hubungan telepon atau email dapat dimanfaatkan untuk memantau kemajuan dalam pelaksanaa rencana tindak-lanjut serta bantuan informasi terkini yang dibutuhkan fasilitas kesehatan yang didampingi. h. Perencanaan pendampingan berikutnya sangat dipengaruhi oleh

kebutuhan fasilitas kesehatan, meskipun keberlanjutan pendampingan ditunjang oleh setidaknya 2-3 kali kunjungan dalam setahun guna mempertahankan „budaya peduli kualitas‟ di Rumah Sakit. Rumah Sakit/fasilitas kesehatan dapat terus melakukan pemantauan

(35)

terhadap kemajuan kinerja menggunakan instrumen penilaian mandiri dengan kepemimpinan yang baik dari Rumah Sakit maupun Dinkes kabupaten sebagai pemangku wilayah. Gambar 3 memberikan ilustrasi tentang tahapan dalam pendampingan tata kelola klinis neonatal.

(36)
(37)

Bab III:

Pelaksanaan Pendampingan

Klinis

A.

PERENCANAAN PENDAMPINGAN TATA KELOLA

KLINIS

Dalam bagian perencanaan kegiatan pendampingan akan dibahas mengenai rencana strategi dalam menyiapkan suatu program pendampingan tata kelola klinis. Hal ini diperlukan agar kegiatan pendampingan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Berikut ini dijelaskan tugas dan tanggung jawab setiap di setiap level pemangku kepentinngan dalam perencanaan pendampingan klinik.

Perencanaan Kegiatan Kunjungan 1

Pemangku kepentingan Tugas dan tanggung jawab

Dinas Kesehatan Provinsi - Pemetaan kebutuhan pendampingan Dinas Kesehatan Kabupaten - Koordinasi dengan RS dan Puskesmas

- Menyiapkan RS dan Puskesmas pendamping

RS dan Puskesmas Pendamping

- Koordinasi dengan tim dan aktor

- Aktor mempersiapkan ruangan IGD, VK, OK, Nifas, Perinatologi

(38)

32 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

Pemangku kepentingan Tugas dan tanggung jawab

- Menyiapkan materi presentasi

- Menyiapkan ruangan pertemuan (kapasitas min 50-80 org) di lengkapi dengan LCD, soundsystem, flipchart

RS dan Puskesmas terdamping

- Menentukan tim untuk kegiatan K1 Tim Pendamping - Penentuan ketua tim

- Pembagian tugas

Perencanaan Kegiatan Pendampingan 1

Pemangku Kepentingan Tugas dan Tanggung Jawab

Dinas Kesehatan Provinsi Pemetaan kebutuhan pendampingan

Budgeting

Pemetaan tim pendamping

Koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten terdamping dan pendamping

Menyiapkan surat tugas tim pendamping

Menyiapkan akomodasi dan transportasi bagi tim pendamping dan administratif ( fee dan local transport) Dana APBN dan APBD provinsi

Dinas Kesehatan Kabupaten Kota terdampingi

Pemetaan kebutuhan pendampingan di tingkat kabupaten

Koordinasi dengan pimpinan fasilitas calon terdampingi

Menyiapkan logistik pendampingan

Menyiapkan akomodasi dan transportasi bagi tim pendamping dan administratif

( fee dan local transport) APBD

(39)

Pemangku Kepentingan Tugas dan Tanggung Jawab

kepada pemangku kepentingan seperti Kepala Daerah, Bapedda, DPRD,

Organisasi profesi dan institusi terkait lainnya

Rumah Sakit Terdampingi Menyiapkan tim dan aktor maternal dan neonatal

Menyiapkan data kinerja maternal dan neonatal RS setahun terakhir (AKI, AKN, Penyebab kematian terbesar)

Self Assesment menggunakan Alat Pantau

Standar Kinerja Klinis RS

Menyiapkan rekam medis untuk kasus- kasus sesuai ceklist persiapan

pendampingan RS dalam lampiran

Menyiapkan pembahasan kasus nearmiss dan kematian maternal dan neonatal

Menyiapkan ruangan yang respresentatif untuk kegiatan pertemuan dengan kapasitas 50 – 80 dilengkapi dengan LCD, soundsystem, flipchart

Puskesmas Terdampingi Menyiapkan tim dan aktor maternal dan neonatal

Menyiapkan data kinerja maternal dan neonatal Puskesmas setahun terakhir (AKI, AKN, Penyebab kematian terbesar)

Self Assesment menggunakan Alat Pantau

Standar Kinerja Klinis Puskesmas

Menyiapkan pembahasan kasus rujukan maternal dan neonatal

Menyiapkan ruangan yang respresentatif untuk kegiatan pertemuan dengan kapasitas 20 – 30 dilengkapi dengan LCD, soundsystem, flipchart

(40)

34 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota

Pemangku Kepentingan Tugas dan Tanggung Jawab

Tim Pendamping Berkoordinasi dengan dinas kab terdamping terkait persiapan perlengkapan pendampingan

Mendapatkan data awal/ profil kabupaten/ profil faskes daerah dampingan dari dinas kesehatan kabupaten

Penentuan ketua tim

Pembagian tugas

Mengatur jadwal dinas dan praktek tim pendamping

Menyiapkan Alat Bantu Audio Visual dan dokumentasi seperti Alat rekam, kamera, handicam, dll

Laptop

Menyiapkan alat bantu peraga seperti phantom bayi dan panggul ( koordinasi dengan daerah terdamping)

Buku pedoman /referensi standar terkini maternal dan neonatal

Perencanaan Kunjungan 2

Pemangku kepentingan Tugas dan tanggung jawab

Dinas Kesehatan Provinsi - Pemetaan kebutuhan pendampingan Dinas Kesehatan Kabupaten - Koordinasi dengan RS dan Puskesmas

- Menyiapkan RS dan Puskesmas pendamping

RS dan Puskesmas Pendamping

- Koordinasi dengan tim dan aktor - Aktor mempersiapkan ruangan IGD, VK,

(41)

- Mempersiapkan narasumber

- Menyiapkan materi presentasi, kasus nearmiss / kematian maternal dan neonatal

- Menyiapkan ruangan pertemuan (kapasitas min 50-80 org) di lengkapi dengan LCD, soundsystem, flipchart RS dan Puskesmas

terdamping

- Menentukan aktor untuk kegiatan K2 - Mempersiapkan materi presentasi

progres RTL

Tim Pendamping - Penentuan ketua tim - Pembagian tugas

Tim Pendamping

Tim pendamping yang akan bekerja hendaknya telah mempersiapkan kegiatan ini 1 (satu) bulan sebelumnya. Persiapan tersebut meliputi:

1. Membentuk Tim Pendamping. Tim Pendamping terdiri dari dokter spesialis Obgyn, dokter spesialis Neonatologi/ dokter spesialis Anak, dokter Umum, bidan dan perawat Neonatologi/Bayi baru lahir.

2. Menentukan Ketua Tim dan Koordinator Lapangan. Ketua Tim atau Team Leader akan menjadi pemimpin dan juru bicara resmi dari tim, baik dengan pimpinan fasilitas kesehatan maupun dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau yang ditentukan sebagai fokal poin, dan berperan menentukan strategi dan dinamika selama kegiatan pendampingan berjalan. Ko-ordinator lapangan akan membantu tim dalam urusan logistik dan melakukan komunikasi yang erat dengan tim dan aktor di fasilitas kesehatan yang didampingi.

3. Mengatur jadwal dinas. Anggota Tim Pendamping yang terlibat dalam kegiatan pendampingan adalah klinisi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab pelayanan di tempat kerjanya. Oleh sebab itu jika yang bersangkutan akan dilibatkan dalam tim pendamping yang akan pergi ke luar fasilitas kesehatan, maka pengganti di tempat kerja harus

(42)

36 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota dipersiapkan agar pelayanan tidak terganggu.

4. Menyiapkan strategi penyesuaian jaga dokter spesialis mengingat akan ada dokter spesialis yang meninggalkan fasilitas kesehatan untuk beberapa hari.

5. Menyesuaikan jadwal praktek pribadi dan menyiapkan dokter pengganti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Mendapatkan informasi dasar tentang fasilitas kesehatan yang akan didampingi dan informasi tentang akomodasi bagi tim di daerah pendampingan, dengan dukungan dari Dinas Kesehatan Kabupaten.

Logistik

Beberapa urusan logistik yang harus diperhatikan dalam kegiatan pendampingan:

Kelengkapan instrumen untuk pengumpulan data bersama tim dan aktor di faskes yang didampingi.

1. Peralatan Alat Bantu Pandang Dengar (Audio Visual Aid) termasuk kamera dan kamera video, serta perekam suara.

2. Alat tulis menulis

3. Akomodasi disesuaikan dengan area yang akan dikunjungi. 4. Kelengkapan set instrumen monitoring dan evaluasi kegiatan

pendampingan.

5. Model dan alat peraga, jika perlu.

Koordinasi

Koordinasi dengan fasilitas serta penguasa daerah yang akan didampingi merupakan hal yang penting untuk dipersiapkan. Pemerintah Daerah, setelah menyepakati perluasan kegiatan pendampingan di wilayahnya, bersama-sama dengan Pokja atau forum komunikasi pemerhati kematian maternal dan neonatal (KIBBLA) dan seluruh Pihak Yang Berkepentingan atau pemangku kepentingan kemudian menguatkan dengan membuat surat keputusan dengan segala kelengkapannya agar program perluasan di kabupaten dapat berjalan dengan optimal. Dinas Kesehatan

(43)

Kabupaten melakukan fungsi koordinasi, dukungan, monitoring & evaluasi terhadap program perluasan. Selain itu koordinasi langsung dengan Pimpinan Faskes tempat Pendampingan juga akan sangat membantu berjalannya kegiatan pendampingan. Apabila daerah pendampingan berada diluar kabupaten maka diperlukan dukungan dan koordinasi dengan bantuan pemerintah Propinsi.

Pembiayaan

Pada prinsipnya, penguatan fasilitas kesehatan melalui kegiatan pendampingan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dari semua fasilitas kesehatan di suatu wilayah. Tanggung jawab utama pengorganisasian dan penyelenggaraan kegiatan pendampingan adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Tim Pendamping akan memfasilitasi dengan memberikan dukungan agar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan ini memberikan nilai tambah untuk peningkatan kualitas kesehatan maternal dan neonatal.

Organisasi Program Pendampingan secara selektif akan mendukung seluruh kegiatan sejak dari perencanaan, pelaksanaan sehingga monitoring dalam bentuk bantuan teknis dan sumberdaya lainnya. Dalam keadaan tertentu yang disepakati dimungkinkan bagi Program Pendampingan untuk mendukung penyediaan anggaran

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan Evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap kegiatan termasuk kegiatan pendampingan klinik. Terutama pada prinsipnya bahwa setiap kegiatan yang tidak dapat dimonitor dan evaluasi adalah tidak boleh dilakukan. Dalam pendampingan klinik, bahwa kegiatan monitoring dan evaluasi adalah menjadi kepentingan banyak pihak. Pihak pertama yang berkepentingan adalah Tim Pendamping sendiri. Tim membutuhkan suatu metode untuk dapat memantau dan mengevaluasi jalannya pendampingan. Pendampingan yang berjalan baik bagi suatu Tim Pendamping menunjukkan bahwa hal yang sama dapat

(44)

38 Pedoman Pendampingan Tata Kelola Klinis di Kabupaten/Kota Pihak kedua yang berkepentingan adalan faskes pendampingan. Pemantauan dan Evaluasi oleh faskes pendampingan meyakinkan bahwa telah terjadi perubahan pada hal-hal yang diinginkan untuk berubah, Semua kesenjangan yang dihadapi adalah sudah dipikirkan jalan keluarnya. Dan yang tidak kalah penting adalah kerangka waktu yang bisa diharapkan agar perubahan-perubahan yang terjadi dapat disesuaikan.

Pihak ketiga yang berkepentingan adalah Dinas Kesehatan di daerah yang didampingi. Masukan-masukan dari Tim Pendamping tentu merupakan masukan bagi peningkatan sistem pelayanan kesehatan setempat. Diharapkan pula Dinas Kesehatan Kabupaten terus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi terutama terkait kebijakan-kebijakan yang berskala nasional.

(45)

Bab IV :

Pelaksanaan Kegiatan

Dalam pelaksanaannya kegiatan pendampingan dilakukan melalui beberapa langkah. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk memenuhi kunci-kunci peningkatan kualitas seperti disampaikan dalam bab sebelumnya sehingga memudahkan dalam penerimaan Tim Pendamping di daerah pendampingan dan memudahkan pencapaian tujuan pendampingan. Langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Kunjungan Awal

2. Lokakarya Penyamaan Visi dan Misi fasilitas kesehatan dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Emergensi Maternal dan Neonatal

3. Kegiatan Pendampingan

a. Mengumpulkan dan menganalisis data-data b. Menyusun Rencana Tindak Lanjut

c. Melakukan intervensi dan implementasi dari Rencana Tindak Lanjut d. Melakukan evaluasi progres dan tindak lanjut

e. Melakukan advokasi kepada pihak-pihak terkait baik internal seperti Kelompok Kerja (Pokja) maupun eksternal yaitu Pihak Yang

Berkepentingan lainnya (pemangku kepentingans) 4. Kunjungan Studi Banding ke Fasilitas Kesehatan Vanguard 5. Advokasi kepada jajaran di Pemerintahan Daerah

Gambar

Gambar 1: Peningkatan Praktik Klinik dalam Pendidikan Berkelanjutan untuk Pelayanan  Berkualitas
Gambar 2.  Skema Upaya Peningkatan Kinerja
Gambar 3. Kerangka kerja pendampingan tata kelola klinis neonatus
Gambar 4. Tahapan dalam pendampingan tata kelola klinis neonatal

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan tujuan-tujuan di atas, tujuan pendidikan Program Studi Magister Matematika adalah menghasilkan lulusan yang dapat secara optimal mengembangkan

Adapun kebahagiaan merupakan imbalan dari keberhasilan seseorang menemukan makna hidup, dengan kata lain disaat manusia berada pada kondisi paling bawah

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Pelarut Organik Terhadap

Upaya konservasi energi dapat diterapkan pada seluruh tahap pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan akhir, dengan menggunakan

Transformator distribusi adalah peralatan tenaga listrikyang berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi ke tegangan rendah, agar tegangan yang dipakai sesuai dengan

Akibat penambahan beban tersbeut mengakibatkan gangguan pada phasa netral dan rugi-rugi daya (losses) serta ketidakseimbangan arus beban pada masing-masing phasa

bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan negara.Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka prioritas pembangunan tersebut akan dibawa melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah