• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.4. Kegiatan Penelitian

Spermatozoa - [ ] T (III) Kondisi untuk dosis sedang

Diberi emulsi ekstrak daun sambiloto (Andrographis

paniculata Nees.) dengan dosis sedang yaitu 200 mg/kg BB 48 hari - Cauda epididimis - Testis - Darah - Morfologi spermatozoa - Jumlah spermatosit pakiten - [ ] Spermatozoa - [ ] T (IV) Kondisi untuk dosis tinggi

Diberi emulsi ekstrak daun sambiloto (Andrographis

paniculata Nees.) dengan dosis tinggi yaitu 400 mg/kg BB 48 hari - Cauda epididimis - Testis - Darah - Morfologi spermatozoa - Jumlah spermatosit pakiten - [ ] Spermatozoa - [ ] T

Keterangan : [ ] Spermatozoa : konsentrasi spermatozoa [ ] T : konsentrasi testosteron serum

3.4. Kegiatan Penelitian

3.4.1. Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)

Sebelum dilakukan penelitian, daun sambiloto terlebih dahulu di determinasi di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.2. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 15 kg daun sambiloto dikumpulkan kemudian dicuci bersih dengan air dan dikering-anginkan. Daun sambiloto yang telah kering dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan ayakan ukuran 40 mesh, sehingga diperoleh serbuk simplisia sebanyak 1 kg.

Serbuk simplisia kemudian dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1:10. Hasil maserasi disaring sehingga diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang dihasilkan ditimbang dan dicatat beratnya selanjutnya disimpan di dalam lemari pendingin atau freezer.

3.4.3. Penapisan Fitokimia

Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol daun sambiloto seperti alkaloid, flavonoid, diterpenoid, steroid/triterpenoid, saponin, tanin dan fenolik.

1. Identifikasi Alkaloid

0,5 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL aquades, dipanaskan di penangas air selama 2 menit, dan didinginkan. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya.

a. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Bouchardart LP, terbentuk endapan coklat sampai dengan hitam  positif alkaloid.

b. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Mayer LP, terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol P  positif alkaloid.

c. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Dragendorf LP, terbentuk endapan coklat sampai dengan hitam  positif alkaloid (Depkes RI, 1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Identifikasi Flavonoid

0,5 mg ekstrak dalam tabung reaksi dilarutkan dalam NaOH 10% dan ditambahkan HCl. Perubahan larutan dari warna kuning menjadi tidak berwarna menunjukkan adanya flavonoid. (Godghate, Asvin et al dan Yadav, Jaideep Singh, et al, 2012 )

3. Identifikasi Diterpenoid

0,5 mg ekstrak dalam tabung reaksi dilarutkan dalam air dan ditambahkan 10 tetes tembaga asetat. Terbentuk warna hijau emerald yang menunjukkan ekstrak mengandung diterpenoid. (Godghate, Asvin et al 2012 )

4. Identifikasi Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 3 gram ekstrak dicampurkan dengan 2 ml kloroform. Kemudian ditambahkan 2 ml asam asetat anhidrat dan 2 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati. Terjadinya perubahan warna menjadi violet menunjukkan adanya triterpenoid, sementara jika terjadi perubahan warna menjadi biru/hijau menunjukkan ekstrak mengandung steroid (Edeoga et al, 2005).

5. Identifikasi Saponin

Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat, diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali. Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin (Marliana et al, 2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Identifikasi Tanin dan Polifenol

Sebanyak 3 g sampel diekstraksi akuades panas kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah

garam gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi (Marliana et al, 2005).

3.4.4. Parameter Spesifik dan Non Spesifik (Depkes RI, 2000) 1. Parameter Spesifik

a. Identitas ekstrak

Deskripsi tata nama sebagai berikut :  Nama ekstrak

 Nama latin tumbuhan (sistematika botani)  Bagian tumbuhan yang digunakan

 Nama Indonesia tumbuhan b. Organoleptik

Dengan menggunakan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut :

 Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair  Warna : kuning, coklat, dll.

 Bau : aromatik, tidak berbau, dll.  Rasa : pahit, manis, kelat, dll. 2. Parameter Non Spesifik

a. Kadar Air

Masukkan lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang saksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Kadar Abu

Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.4.5. Uji Kualitatif Andrografolid dengan KLT

Uji kualitatif andrografolid dilakukan dengan menyiapkan larutan uji terlebih dahulu. Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak sebanyak 100 mg kemudian ditambahkan metanol 5 mL. Fase diam yang digunakan yaitu silika gel 60 F254. Dengan fase geraknya yaitu kloroform : metanol (9:1). Analisa spot dilakukan dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Pengamatan hasilnya dilanjutkan dengan menggunakan TLC Scanner (Menkes RI, 2009).

3.4.6. Persiapan Hewan Uji

Sebelum percobaan, disiapkan tempat pemeliharaan hewan uji meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus jantan diaklimatisasi di Laboratorium Animal House selama 14 hari agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Tikus diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan kondisi umum tikus serta ditimbang berat badannya.

3.4.7. Pemberian Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diberikan empat perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak daun sambiloto yang diperoleh didispersikan dalam pembawa (Tween 80 2%)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral (sonde) sebanyak 1 ml. Pemberian ekstrak diberikan peroral satu kali sehari setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari.

3.4.8. Pembuatan Preparat

Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Bagian testis dipisahkan dengan bagian kauda epididimis dan kemudian bagian testis dimasukkan ke dalam larutan formalin 10% untuk dibuat preparat.

Pembuatan sediaan mikroanatomi testis di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam paraffin wax. Blok paraffin dipotong dengan ketebalam 5µm dan dilakukan pewarnaan dengan hematoksiklin-eosin (Yotarlai et al, 2011) .

3.4.9. Pengukuran Parameter

Dokumen terkait