• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Sistem Reproduksi Tikus Jantan

2.5.3. Peran Hormon Pada Spermatogenesis

Dalam sistem reproduksi pria, regulasi hormonal memiliki peran yang sangat penting. Hipotalamus, hipofisis anterior, dan testis adalah suatu poros yang mengambil bagian terdepan di dalam proses regulasi tersebut. Melalui sekresi hormon-hormon seks, organ-organ tersebut mengatur proses spermatogenesis, spermiogenesis dan membentuk seks sekunder pria (Pramudito, 2009).

GnRH hipotalamus, yang disekresi ke dalam system portal hipofisis bekerja pada hipofisis pria untuk menstimulasi sintesis dan pelepasan gonadotropin FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). Kedua hormon ini mengatur aktivitas spermatogenik dan endokrin testis (Heffner, L.J. and Schust J.D, 2005).

Spermatogenesis tergantung pada testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig pada respon terhadap rangsangan oleh LH yang dilepaskan dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kelenjar hipofisis. Pelepasan LH oleh sel hipofisis diatur dengan negative feedback. Kadar sintesis testosteron yang meningkat oleh sel Leydig, menekan pelepasan LH dan sebaliknya kadar rendah testosteron menyebabkan pelepasan LH meningkat (Fawcett, D.W., 2002).

Hormon gonadotropik lain, FSH melekat secara spesifik dengan sel tubulus seminiferus, yang diperlukan untuk inisiasi spermatogenesis. Tempat kerja utama FSH pada epitel seminiferus adalah di dalam sel sertoli. Aktivasi reseptor FSH menyebabkan terjadinya sintesis reseptor androgen intraseluler dan protein pengikat androgen (androgen binding protein). Peningkatan ABP ini menyebabkan tingginya konsentrasi testosteron yang penting bagi pembentukan dan pematangan spermatozoa pada proses spermatogenesis. (Fawcett, D.W., 2002; Heffner, L.J. and Schust J.D, 2005).

Produksi testosteron oleh sel Leydig tergantung pada LH yang disekresi oleh hipofisis anterior. Hormon ini melekat pada reseptor spesifik pada membran plasma sel Leydig. Testosteron diperlukan dalam konsentrasi lokal untuk meneruskan spermatogenesis dalam tubulus seminiferous. Dalam darah testosteron penting untuk mempertahankan fungsi kelenjar asesoris reproduksi pria (vesikula smeinalis, prostat, daan kelenjar bulbouretral) juga untuk pertahanan karakteristik seks sekunder pria (pola rambut pubis pria, pertumbuhan jenggot, suara bernada rendah dan pembentukan otot tubuh) (Fawcett, D.W., 2002).

.

2.6. ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) adalah suatu teknik deteksi dengan metode serologis yang berdasrkan atas reaksi spesifik antara antigen dan atibodi, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan menggunakan enzim sebagai indikator. ELISA adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. (Harti, 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Immunoassay melibatkan tes yang menggunakan antibodi sebagai reagen. Immunoassays enzim menggunakan enzim yang melekat pada salah satu reaktan dalam immunoassay untuk kuantifikasi melalui pengembangan warna setelah penambahan substrat / kromogen yang cocok. ELISA melibatkan adisi dan reaksi reagen terhadap zat yang terikat fase padat, melalui inkubasi dan pemisahan reagen yang bebas dan terikat menggunakan langkah-langkah pencucian. Reaksi enzimatik digunakan untuk menghasilkan warna dan untuk mengukur reaksi, melalui penggunaan suatu reaktan yang berlabel enzim (Walker, John M and Ralph Rapey, 2008).

Prinsip dasar ELISA diantaranya (Walker, John M and Ralph Rapey, 2008) :

a. Perlekatan pasif protein pada fase padat plastik b. Cuci bersih dari protein yang tak terikat

c. Penambahan antibodi spesifik

d. Penggunaan kompetisi protein inert untuk mencegah reaksi spesifik dengan fase padat plastik

e. Langkah pencucian untuk memisahkan reagen yang bereaksi (terikat) dari yang tidak bereaksi (bebas)

f. Penambahan substrat spesifik yang berubah warna pada katalisis enzim atau substrat dan kromofor berwarna (larutan zat warna) yang berubah warna karena katalisis enzim

g. langkah inkubasi dilakukan untuk reaksi imunologi h. Menghentikan katalisis enzim

i. Pembacaan warna dengan spektrofotometer.

Teknik pengujian dengan metode ELISA dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya (Walker, John M and Ralph Rapey, 2008):

1. Direct ELISA

ELISA secara langsung merupakan bentuk yang paling sederhana dari ELISA. Antigen secara pasif dilekatkan pada fase padat palstik selama periode inkubasi. Contoh fase padat yang paling banyak digunakan yaitu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sumuran plat mikrotiter. Setelah dilakukan tahapan pencucian sederhana, antigen terdeteksi oleh adanya penambahan antibodi yang mana berikatan secara kovalen pada suatu enzim. Setelah inkubasi dan pencucian, tes dilanjutkan dengan penambahan kromogen atau substrat dimana adanya aktivitas enzim akan menghasilkan perubahan warna. Semakin besar jumlah enzim maka semakin cepat terjadi perubahan warna. Perubahan warna dibaca setelah waktu yang ditetapkan atau setelah aktivitas enzim dihentikan oleh suatu zat kimia yang berarti pada waktu yang ditetapkan juga. Intensitas warna dibaca dengan menggunakan spektrofotometer.

Gambar 2.7. Prinsip ELISA secara langsung Sumber : (Walker, John M and Ralph Rapey, 2008) 2. Indirect ELISA

Pada metode ini menunjukan bahwa warna yang ditimbulkan tidak langsung disebabkan oleh antigen dan antibodi yang bereaksi. Dibutuhkan suatu antibodi antispesies yang dilabel dengan enzim. Antigen secara pasif

Antigen melekat pada sumuran dengan adsorbsi pasif dan diinkubasi

Sumuran dicuci untuk menghilangkan antigen yang bebas

Antibodi yang terkonjugasi dengan enzim ditambahkan dan diinkubasi dengan antigen

Sumuran dicuci untuk menghilangkan konjugat yang tak terikat

Substrat atau kromofor ditambahkan dan terjadi perubahan warna

Reaksi dihentikan dan intensitas warna dibaca dengan spektrofotometer

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melekat pada sumuran selama inkubasi. Setelah pencucian, antibodi spesifik untuk antigen diinkubasi dengan antigen. Sumuran dicuci dan beberapa antibodi yang berikatan terdeteksi dengan adanya penambahan antibodi antispesies yang berikatan secara kovalen pada enzim. Beberapa antibodi spesifik untuk spesies tertentu. Setelah inkubasi dan pencucian, tes dilanjutkan dengan perubahan warna dan pembacaan intensitas waran dengan spektrofotometer.

Gambar 2.8. Prinsip ELISA secara tidak langsung Sumber : (Walker, John M and Ralph Rapey, 2008) 3. Sandwich ELISA

Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada Sumuran dilapisi dengan antigen dan diinkubasi

Sumuran dicuci untuk menghilangkan antigen yang bebas

Tambahkan antibody yang melawan antigen dan diinkubasi

Pencucian antibody yang tak berekasi

Tambahkan konjugat anti spesies dan diinkubasi

Sumuran dicuci

Tambahkan substrat atau kromofor

Reaksi dihentikan dan intensitas warna dibaca dengan spektrofotometer

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dasarnya prinsip kerja dari sandwich ELISA mirip dengan direct ELISA. Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibodi primer spesifik dan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA ini cenderung dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi antigenik (sisi interaksi dengan antibodi) sehingga setidaknya populasi antibody dapat berikatan atau antigen yang bersifat multivalen seperti polisakarida atau protein.

27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

Dokumen terkait