• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Pengarusutamaan Bidang Pendidikan

BAB II PENGERTIAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN

B. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

4. Kegiatan Pengarusutamaan Bidang Pendidikan

● Pada tahun 2002 – 2003 fokus kegiatan lebih diarahlan pada pembentukan Pokja termasuk keanggotaannya, Capacity building Pokja, Penelitian dan Penyusunan Position paper, Training GAP/POP untuk Pokja, dan kampanye lewat media.

● Periode 2003-2006: Capacity building untuk unit-unit utama pada Kemdiknas, Capacity building untuk Pokja, mendukung pembentukan dan capacity building pada 15 provinsi dalam mendukung PUG Bidang Pendidikan di tingkat Provinsi, capacity building untuk 15 Pokja Provinsi, Training GAP/POP di 15 provinsi, dan juga mendukung tersusunnya position paper di 15 provinsi.

● Periode 2006-2008: Capacity building untuk unit-unit utama Kemdikbud, capacity building untuk Pokja Pusat, media campaign, dan evaluasi untuk pelaksanaan PUG bidang pendidikan, mendukung pembentukan Pokja di 32 Provinsi, capacity building dan round table discussion para pengambil kebijakan, training tentang GAP/POP, pelatihan untuk kurikulum dan bahan ajar responsif gender, dan position paper.

● Periode 2009-2011: Kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan GAP/POP, pelatihan gender budget, pelatihan audit gender, penguatan kelembagaan Pokja, dan media campaign. Mendukung dan fasilitasi Pokja Provinsi dan

Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pelatihan Anggaran Responsif Gender (ARG), Pelatihan Kurikulum dan Bahan ajar responsif Gender, Penguatan kelembagaan Pokja dan vocal point, serta mendukung pilot model satuan pendidikan yang berwawasan gender.

Aplikasi

Bidang Pendidikan

Pengarusutamaan Gender

A. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Dalam mengaplikasikan PUG pada bidang pendidikan, maka akan menjadi acuan adalah sejauhmana komponen awal PUG bidang pendidikan telah terbangun meliputi: Komitmen bagi para pengambil keputusan, Kebijakan dan program, Kelembagaan (Pokja, Focal Point), Sumber daya manusia, data terpilah dan sistem informasi, alat analisis gender, panduan-panduan dan modul pelatihan-pelatihan, dan bagaimana membangun masyarakat yang berbudaya dan jejaringnya.

1. Membangun Komitmen.

Membangun komitmen bagi para pengambil keputusan di lingkungan Kemdikbud adalah menjadi sangat penting agar pelaksanaan PUG bidang pendidikan dapat berjalan dengan baik. Komitmen ini dapat diindikasikan melalui keluarnya beberapa Peraturan atau Petunjuk Menteri yang sangat jelas dalam memberikan arah kebijakan dalam mendukung pelaksanaan PUG bidang pendidikan mulai dari pusat sampai ke daerah dan bahkan sampai ke satuan-satuan pendidikan di lapangan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam kerangka membangun komitmen untuk mendukung pelaksanaan PUG bidang pendidikan sesuai dengan arahan Inpres nomor 9/2000 yaitu diantaranya;

● Berupa alokasi anggaran tahunan yang dialokasikan dalam APBN sejak tahun 2002 untuk pelaksanaan PUG bidang pendidikan. Alokasi anggaran tersebut diprioritaskan untuk mendukung pelaksanaan PUG di seluruh unit-unit utama Kemdikbud, dan sekaligus juga mendorong pelaksanaan PUG bidang pendidikan di provinsi dan sebagian di tingkat kabupaten/kota.

Pokja, dan media campaign. Menduku

ya

BAB III

● Kementerian Pendidikan Nasional-RI telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung PUG sebagaimana tersebut di atas mulai sejak Tahun 2002 dan sampai saat ini diperkirakan sudah mencapai Rp 136, 1 Milyar rupiah. Pada tahun yang bersamaan juga telah mampu menarik dana APBD di Tingkat Provinsi sebesar Rp 16,1 milyar.

● Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) PUG pada Kementerian dan dukungan untuk membentuk POKJA PUG bidang pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui pemberian dana stimulant kepada provinsi dan sebagaian kabupaten/kota.

● Adanya program dan kegiatan yang jelas dalam pelaksanaan PUG bidang pendidikan.

Pemerintah Kota Surabaya meluncurkan Kota Peduli Perempuan sebagai bentuk komitmen untuk membangun ragam infrastuktur yang responsif gender.

Wali-kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan Pemerintah Kota Surabaya

Pemkot Surabaya Luncurkan Kota Peduli Perempuan

akan melanjutkan pembangunan kota Surabaya yang teratur, bersih, nyaman, ramah lingkungan dan juga peduli perempuan.

Surabaya dapat mencanangkan program Kota Peduli Perempuan ini, tidak hanya melalui retorika semata tetapi juga melalui pembuktian nyata,” kata Walikota Surabaya Tri. Rismaharini.

Surabaya sejak tahun 2009, telah berhasil memberdayakan para ibu rumah tangga melalui ragam pelatihan keterampilan sebagai pelaku usaha di bidang kreasi bordir, batik, daun kering, kain perca, serta usaha makanan dan minuman untuk tujuan peningkatan keterampilan usaha agar para perempuan mampu menunjukkan potensinya secara maksimal dalam aktivitas ekonomi.

2. Penyusunan Kebijakan dan Program

Penyusunan kebijakan dan program yang responsif gender menjadi komponen awal PUG yang harus dilakukan dalam mengawali pelaksanaan PUG pada Kemdikbud ini. Salah satu dokumen penting yang bisa mengantarkan kebijakan dan program dalam pembangunan pendidikan di Indonesia adalah renstra Kemdikbud. Sejauhmana renstra Kemdikbud ini telah responsif gender dapat dilihat dari beberapa hal:

● Visi dan Misi Kemdikbud sebagaimana tertuang dalam renstra.

Visi Kemdiknas 2025 adalah “menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna) sedangkan Visi Kemdiknas 2014 adalah “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif “. Penjelasan tentang layanan prima pendidikan nasional adalah layanan pendidikan:

1) Tersedia secara merata di seluruh pelosok tanah air.

2) Terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

3) Berkualitas/bermutu dan relevan dengan kebutuhan kehidupan bermasyarakat, dunia usaha, dan dunia industri.

4) Setara bagi warga negara Indonesia dalam memperoleh pendidikan berkualitas dengan memperhatikan keberagaman latar belakang.

sosial-budaya, ekonomi, geografi , gender dan sebagainya.

5) Menjamin kepastian bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengenyam pendidikan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri.

Untuk mencapai pelaksanaan Visi tersebut diatas dikemas dalam “ Misi 5 K” yaitu;

1) Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan.

2) Memperluas keterjangkauan layanan pendidikan.

3) Meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan;

4) Mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendiikan;

5) Menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan.

(Renstra Kemdikbud 2010-2014).

mengatakan Pemerintah Kota Surabaya

Berdasarkan Visi tersebut di atas meskipun tidak tegas berkaitan dengan kesetaraan gender namun dalam poin 4) diatas “ Setara bagi warga negara Indonesia” mempunyai makna seluruh warga negara Indonesia yaitu laki-laki dan perempuan, Namun dalam misi 5 K-nya khusus dalam poin 4) dan 5) secara jelas tertulis kesetaraan dalam memperoleh akses dan menjamin adanya kepastian memperoleh pelayan pendidikan bagi seluruh warga negara baik laki-laki maupun perempuan.

● Tujuan strategis Kemdikbud 20010-2014 yang termuat dalam renstra dengan tegas mengamanatkan adanya kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan sebagaimana dapat dilihat dalam 5 tujuan strategis tersebut yaitu:

1) Tersedia dan terjangkaunya layanan PAUD bermutu dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota.

2) Terjaminnya kepastian memperoleh layanan pendidikan dasar bermutu dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota.

3) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan menengah yang bermutu, relevan dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota.

4) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan tinggi bermutu, relevan, berdaya saing internasional dan berkesetaraan di semua provinsi.

5) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan, bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

6) Terwujudnya Bahasa Indonesia sebagai jati diri dan martabat bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah, serta wahana pengembangan IPTEKS.

7) Tersedianya sistem tata kelola yang andal dalam menjamin terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional.

Visi dan misi serta tujuan strategis Kemdibud sebagai mana tercantum dalam renstra Kemdikbud 2010 – 2014 telah menjamin adanya tujuan dan program kesetaraan bagi anak atau siswa baik laki-laki maupun perempuan.

Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, membentuk Rintisan Pendidikan Berwawasan Gender untuk menanamkan pengarusutamaan gender sejak dini kepada anak.

Pemerintah Kabupaten Sleman telah membentuk Rintisan Satuan Pendidikan Berwawasan Gender di tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Mlati, Tempel dan Sleman. Pemkab membuat target setiap tahun terdapat satu kecamatan untuk ditetapkan sebagai kawasan pendidikan berwawasan gender.

Pemkab Sleman juga telah menyusun Rencana Kerja/Kertas kerja 2005 sampai 2014 dan juga membuat modul pengarustamaan gender pada satuan pendidikan.

Pemerintah Kabupaten Sleman Rintisan Pendidikan Berwawasan Gender

3. Membangun Kelembagaan (Pokja, Focal Point).

● Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Sebelumnya Kementerian Pendidikan Nasional) Republik Indonesia telah membentuk POKJA PUG Bidang pendidikan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah ( sekarang telah diganti menjadi Ditjen PAUDNI), yang kemudian legalitas POKJA PUG Bidang pendidikan ditingkatkan dari Surat Keputusan Dirjen menjadi Keputusan Menteri Pendidikan Nasional melalui surat keputusan Nomor 060/P/2007 tentang pembentukan POKJA PUG Bidang pendidikan. Dengan demikian legalitas POKJA bukan hanya “dalam lingkup PAUDNI” saja tetapi meliputi seluruh jajaran dan unit-unit utama Kemdikbud.

● Dengan dibentuknya POKJA PUG bidang pendidikan juga dibentuk para fokal point di masing-masing unit utama Kemdikbud dengan di bawah koordinasi Direktorat Pendidikan Masyarakat pada DITJEN PAUDNI.

● Dalam mengarahkan dan rencana kegiatan POKJA disusun rencana strategis PUG bidang pendidikan dengan menyusun Rencana Aksi PUG bidang pendidikan, dan RENSTRA Kemdikbud 2010 – 2014, dimana ditetapkan indikator capaian disparitas gender dan capaian PUG di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

● POKJA PUG Bidang pendidikan dalam pelaksanaannya didukung oleh TIM Pakar, dari perwakilan beberapa Pusat Studi Wanita/Gender, LSM dan pemerhati gender bidang pendidikan. Apakah ada dukungan staf sepenuhnya dan mempunyai kapabilitas dalam melaksanakan PUG bidang pendidikan.

4. Mengembangkan Sumber Daya Manusia melalui Capacity Building.

● Pelatihan bagi angota Pokja dan fokal point tentang konsep gender dan PUG, serta peran dan tugas Pokja sesuai dengan Permendiknas 84/2008.

Sosialisasi dan advokasi tentang PPRG dan ARG bidanag pendidikan pada unit-unit utama Kemdikbud.

● Pelatihan perencanaan dan penganggaran responsif gender.

● Pelatihan analisis gender dan ARG bagi anggota Pokja dan para perencana di lingkungan Kemdiknas.

● Pelatihan penyusunan kurikulum dan bahan bacaaan responsif gender.

5. Mengembangkan Data Terpilah dan Sistem Informasi, termasuk Menyusun Profi l Gender Bidang Pendidikan.

● Pelatihan penyusunan dan analisis data terpilah.

● Terbangunnnya data terpilah bidang pendidikan bekerjasama dengan Pusat data dan Statistik bidang pendidikan.

● Terbangun sistem informasi pendidikan responsif gender.

6. Mengembangkan Alat Analisis Gender, Panduan-Panduan dan Modul Pelatihan-Pelatihan.

● Tersusunnya alat analisis gender.

● Tersusunnya Modul pelatihan PUG, PPRG, Analisis Gender dan ARG, penyusunan kurikulum responsif gender.

● Tersusunnya Panduan Teknis PUG bidang pendidikan.

● Tersususunnya berbagai panduan satuan-satuan pendidikan berwawasan gender

7. Membangun dan Mengembangkan Jejaring

● Perwakilan LSM dan perguruan Tinggi diakomodasikan dalam Pokja.

● Kegiatan selalu bermitra dengan LSM dan PT.

● Kegiatan penelitian dan pengkajian memanfaatkan kepakaran dari PT dan LSM maupun dunia usaha.

● Meminta umpan balik (feed back) dari LSM dan Masyarakat.

B. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sejalan dengan di Pusat maka pelaksanaan PUG pada pemerintah provinsi juga akan dilihat bagaimana komponen awal PUG telah dibangun, maka untuk itu akan dianalisis satu persatu komponen awal itu dilaksanakan dan diaplikasikan.

1. Membangun komitmen bagi para pengambil keputusan.

Terintegrasinya gender dalam sistim perencanaan dan anggaran mulai dari dokumen perencanaan RPJPD, RPJMD, RKP dan Renstra SKPD yang responsive gender. Juga beberapa PERDA dan Peraturan Gubernur yang berkaitan dengan PUG bidang pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota.

2. Penyusunan Kebijakan dan program.

Visi dan misi, program dan kegiatan Pendidikan di Provinsi daan Kabupaten/

Kota yang telah mengakomodasikan kesetaraan gender. Tersusunnya Rencana Aksi Daerah yang berkaitan dengan upaya menurunkan tingkat kesenjangan gender bidang pendidikan.

3. Membangun kelembagaan

Terbentuk dan berfungsinya POKJA PUG bidang Pendidikan di Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta tersedia dan terlatihnya fokal point di masing-masing SKPD,

4. Mengembangkan sumber daya manusia melalui capacity building.

Adanya kegiatan pelatihan dalam meningkta capasitas anggota POKJA dan para Fokal point yang berkaitan dengan Konsep Gender dan PUG, Analisis gender, Perencanaan dan penganggran responsive gender, Aplikasi PUG di satuan pendidikan.

5. Mengembangkan data terpilah dan sistem informasi, termasuk menyusun profi l gender bidang pendidikan.

6. Mengembangkan alat analisis gender, panduan-panduan dan modul pelatihan-pelatihan.

7. Membangun dan mengembangkan jejaring.

Membangun jejaring dengan Pusat Studi Wanita/Gender, LSM, Dunia Usaha, Pemerhati dan media.

C. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Satuan Pendidikan

Konsep pendidikan sekolah yang responsif gender mengacu pada konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup: Pengelolaan/Manajemen Sekolah, Proses Pembelajaran dan Peran Serta Masyarakat.

1. Komponen Pengelolaan Sekolah a. Organisasi dan Budaya Sekolah

Pengertian organisasi dan budaya bersekolah dapat diartikan bahwa seluruh pengalaman psikologis warga sekolah (sosial, emosional dan intelektual) yang diserap selama berada dalam lingkungan sekolah mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG). Langkah menciptakan Budaya Sekolah yang Sensitif Gender dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

● Menciptakan rasa aman dan nyaman tanpa ada kekerasan fi sik, psikis, seksual berbasis perbedaan jenis kelamin.

● Memberikan penghargaan dan penghormatan sesuai dengan posisi dan perannya masing-masing.

● Menghindari terjadinya diskriminasi gender baik terhadap laki-laki maupun terhadap perempuan.

● Menghilangkan stereotipi gender baik mengenai fungsi dan peran laki-laki maupun perempuan.

● Tidak menggunakan simbol-simbol, gambar, poster, lukisan dan bahasa verbal maupun non-verbal yang dapat menimbulkan pelecehan laki-laki maupun perempuan.

b. Sarana dan Prasarana

Dalam mewujudkan pendidikan di sekolah yang berwawasan gender (PSBG), pengembangan sarana dan prasarana pendidikan yang responsif gender perlu dilakukan sehingga semua komponen sekolah yang terlibat di dalamnya memiliki akses yang sama untuk mendayagunakannya dengan tanpa membedakan jenis kelamin.

Sarana dan prasarana yang responsif gender dapat dilihat dengan beberapa ciri sebagai berikut:

● Tersedianya sarana-prasarana yang mempertimbangkan kebutuhan berbeda antara laki-laki dan perempuan.

√ Pemanfaatan sarana-prasarana tidak terjadi dominasi atas dasar perbedaan jenis kelamin.

√ Meninjau kembali sarana-prasarana yang penggunaannya tidak ramah (kesulitan) pada jenis kelamin tertentu.

√ Menyediakan sarana-prasarana untuk menunjang fungsi reproduksi dan kultural, misalnya: tempat penitipan anak, kamar mandi terpisah, dan transportasi yang aman, dll.

c. Administrasi Sekolah

Administrasi sekolah meliputi antara lain:

● Data yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dapat disajikan pada berbagai dokumen sekolah. Indikator yang dikembangkan dalam sistem pendataan dan informasi tersebut diusahakan mencakup unsur-unsur input, proses, dan hasil.

● Diprogramkan pula penguatan fungsi monitoring dan evaluasi.

d. Kebijakan dan Pengelolaan Sekolah

Kebijakan dan pengelolaan Sekolah meliputi:

● RKAS yang Responsif Gender. RKAS yang berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan untuk laki-laki dan perempuan secara setara, adil, dan seimbang.

● RKAS dalam perwujudan pendidikan yang Responsif Gender; RKAS adalah instrumen yang cukup penting dalam rangka menciptakan iklim sekolah yang responsif gender.

● Indikator Anggaran Pendidikan yang Responsif Gender; untuk menyusun indikator RKAS dan kesetaraan gender digunakan beberapa pertanyaan kunci sebagai berikut.

√ Seberapa besar anggaran yang diperuntukkan pada kebutuhan perempuan sebagai tindakan khusus (affi rmative action)?

√ Seberapa besar anggaran untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan gender di sekolah?

√ Seberapa besar anggaran untuk kebijakan dan program sekolah yang responsif gender dengan indikator akses, partisipasi, kontrol dan manfaatnya untuk laki-laki dan perempuan secara setara dan adil gender.

2. Proses Pembelajaran

Prinsip belajar yang berkelanjutan mengacu Pada Model PAIKEM (Model Pembelajaran Aktif, Innovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan Pembelajaran Kontekstual Karakteristik Proses Pembelajaran yang diciptakan oleh guru harus:

● Bersifat aktif terhadap semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus diberikan kesempatan untuk ikut aktif dalam belajar dan proses pembelajaran dan pemberian perhatian secara spesifi k sesuai kebutuhan anak.

● Mampu mengembangkan kreativitas peserta didik terhadap semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus diberikan kesempatan dapat mengembangkan kebebasan untuk berkarya dan mencipta sesuai dengan tingkatan usianya, sehingga kreativitas mereka dapat tumbuh dan berkembang.

● Mampu menciptakan proses pembelajaran yang efektif, artinya semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus memiliki kesempatan untuk mengakses setiap sumber-sumber belajar secara seimbang, sehingga mampu mencapai tujuan belajar dan membentuk perilaku mereka secara efektif.

● Mampu menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, artinya semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus dapat menikmati proses pembelajaran itu sehingga setiap peserta didik memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar secara terus-menerus.

Sedangkan Prinsip-Prinsip Pembelajaran Responsif Gender adalah sebagai berikut;

√ Memahami sifat anak laki-laki dan perempuan baik perorangan maupun kelompok.

√ Memanfaatkan perilaku murid laki-laki dan perempuan dalam belajar.

√ Mengembangkan berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah bagi laki-laki dan perempuan.

√ Ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik bagi anak laki-laki dan perempuan.

√ Manfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang menarik bagi laki-laki dan perempuan.

√ Umpan balik untuk meningkatkan kegiatan belajar murid laki-laki dan perempuan.

√ Membedakan antara aktif fi sik dan aktif mental murid laki-laki dan perempuan.

3. Peranserta Masyarakat

Peran serta masyarakat yang responsif gender adalah keterlibatan masyarakat secara seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, peran, dan tanggung jawabnya serta partisipasinya dalam fungsi kontrol dan pengambilan keputusan serta menerima manfaat secara adil. Peran komite sekolah, Peran orangtua/wali, Peran masyarakat sekitar sekolah, Peran masyarakat umum, dll.

Beberapa Pengalaman Terpetik

Bidang Pendidikan

Pengarusutmaan Gender

A. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Tingkat Pusat

● PUG merupakan salah satu cross-cutting isu dalam pembangunan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mengidentifi kasi 11 prioritas termasuk pendidikan dan tiga prinsip lintas sektor sebagai dasar operasional pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan yaitu: 1) Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan;

2) Pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik dan 3) Pengarusutamaan gender.

● Gender diintegrasikan dalam RENSTRA Kemendiknas 2010-2014

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama telah mengembangkan Rencana Strategis Pendidikan 2010-2014 (disebut sebagai ‘Renstra’) yang didasarkan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan panduan reformasi. Renstra melaksanakan perhatian Pemerintah Indonesia pada pendidikan dasar dan penyediaan sembilan tahun pendidikan yang berkualitas untuk semua anak laki-laki dan perempuan.

Sebagai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk sistem pendidikan, renstra mencakup baik pendidikan umum maupun swasta, dan target strategisnya mencakup baik lembaga-lembaga pendidikan keagamaan negeri maupun swasta. Lima prioritas utama adalah:

√ Membedakan antara aktif fi sik dan aktif mental murid laki-laki dan perempuan.

3 Peranserta Mas arakat

BAB IV

● Mengurangi kesenjangan dalam akses, terutama pada tingkat menengah pertama.

● Meningkatkan kualitas belajar dan mengajar.

● Meningkatkan relevansi pendidikan, terutama pada pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi.

● Meningkatkan efi siensi dan keterjangkauan, dan

● Meningkatkan manajemen dan akuntabilitas di semua tingkat-nasional, provinsi, kabupaten/kota dan sekolah.

● Alokasi anggaran dalam mendukung PUG bidang pendidikan;

Alokasi anggaran dalam mendukung PUG telah dimulai sejak Tahun 2002 dan sampai saat ini (2011) diperkirakan sudah mencapai Rp 136, 1 Milyar dengan rata-rata per tahun anggaran sekitar 7 milyar rupiah.

Perempuan Indonesia

Hadapi Beban Keuangan Berat

Akademisi:

Dosen Sosiologi dari Universitas Andalas Padang Dra Mira Elfi na, MSi mengatakan, kaum perempuan di Tanah Air sepanjang 2012 akan menghadapi beban keuangan yang semakin berat karena kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan keluarga yang terus meningkat.

“Mirisnya, peningkatan kebutuhan hidup itu justru tidak sebanding dengan pertambahan pendapatan keluarga,” katanya di Padang.

Menurut dia, secara konseptual dalam kehidupan rumah tangga yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keuangan adalah suami, namun faktanya banyak suami justru tidak secara penuh memberikan nafkah materi.

Konsekuensinya, perempuan akan terus mengalami kehidupan yang semakin sulit dan akan bertambah parah lagi jika kaum ibu tersebut dicerai hidup oleh suami.

“Beban keuangan untuk membesarkan anak otomatis menjadi tanggung jawab perempuan. Banyak laki-laki yang mening-galkan isterinya kemudian sibuk dengan rumah tangga baru dan mengabaikan anak-anak mereka,” katanya.

Menurut dia idealnya seorang suami me-nempatkan isterinya diam di rumah tetapi persoalan lainnya adalah faktor alam yang lebih memaksa agar perempuan turut memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi lainnya di desa, banyak kaum ibu justru tidak menuntut pemenuhan keuangan dari suami mereka yang bekerja sebagai buruh tani karena pendapatan yang minim.

“Dengan pendapatan minim kaum ibu di desa terpaksa menerima apa adanya pendapatan dari suami. Dampaknya, perem-puan harus pintar mengatur keuangan keluarga,” ujarnya.

Pada bagian lain, katanya, data BPS menunjukkan bahwa kualitas pendidikan kaum perempuan di Tanah Air masih lebih rendah dibanding kaum laki-laki, sehingga turut mempengaruhi meningkatnya persoa-lan kemiskinan yang terus membelenggu perempuan.

Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu terus menggencarkan upaya pembenahan persoalan kemiskinan dan memberdayakan perempuan dalam mengenyam pendidikan.

Seluruh program tersebut sudah merupa-kan bagian dari target “millenium deve-lopment goals (MDGs) yang telah menjadi program utama pemerintah, katanya. (Antara, Padang, 21 -1-2012)

sampai saat ini (2011) diperkirakan sudah mencapai Rp 136, 1 Milyar dengan rata-rata per tahun anggaran sekitar 7 milyar rupiah.

n

● Penerapan GBS dalam RKA Kemdikbud 2010,2011 dan 2012

PMK Nomor 109 Tahun 2009 telah menetapkan Kemdiknas sebagai salah satu pilot projek dari 7 Kementerian untuk pelaksanaan Anggaran Responsif Gender dengan pendekatan Gender Budget Statement (GBS) dan itu berlanjut sampai tahun 2012. Melalui pilot projek ini menempatkan Kemdikbud telah berkomitmen bahwa sebagian kegiatan dan anggaran telah responsif gender

PMK Nomor 109 Tahun 2009 telah menetapkan Kemdiknas sebagai salah satu pilot projek dari 7 Kementerian untuk pelaksanaan Anggaran Responsif Gender dengan pendekatan Gender Budget Statement (GBS) dan itu berlanjut sampai tahun 2012. Melalui pilot projek ini menempatkan Kemdikbud telah berkomitmen bahwa sebagian kegiatan dan anggaran telah responsif gender

Dokumen terkait