• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup meliputi seluruh kelembagaan/unit organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota serta satuan-satuan pendidikan di lapangan dengan substansi materi penjabaran pelaksanaan tujuh (7) komponen awal PUG.

UG bidang pendidikan baik di tingkat pemerintah ah (provinsi, kabupaten/kota) maupun pada satuan-pangan dalam:

aan, termasuk perencanaan penganggaran.

am.

aluasi.

Secara umum, gender diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat (MOWE, UNFPA & BKKBN 2005). Ditambahkan pengertian gender sebagai konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008).

Sebaliknya konsentrasi studi jenis kelamin (seks) lebih menekankan pada perbedaan perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness) dari sisi anatomi biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fi sik, reproduksi dan karakterisitik biologis lainnya. Istilah jenis kelamin umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual, sedangkan proses pertumbuhan anak menjadi seorang laki-laki atau perempuan, lebih banyak digunakan istilah gender dari pada menggunakan terminologi jenis kelamin.

Sejak manusia dilahirkan ke dunia, pada saat itu juga telah membawa beban dan tugas gender (gender assignment). Jika anak lahir mempunyai penis, ia dikonsepsikan sebagai anak laki-laki, dan bila lahir mempunyai vagina, maka ia dikonsepsikan sebagai perempuan. Adapun terwujudya beban dan tugas gender terhadap seseorang, tergantung pada dari nilai-nilai sosial-budaya yang melingkupinya. Misalnya; dalam masyarakat patrilineal dan androsentris, sejak awal beban gender seorang laki-laki lebih dominan dibanding perempuan. Maka, dalam pandangan Suzanne J. Kessler, dan Wendy McKenna2, “perlunya peninjauan terhadap tatanan gender (gender reconstruction) yang ada dalam masyarakat, karena konsepsi beban gender pada seorang anak lebih banyak sebagai akibat stereotype gender di dalam masyarakat.” Ini dilatarbelakangi oleh adanya beban gender yang tidak adil dan seakan-akan menjadi ideologi dan identitas di masyarakat yang bersifat normatif bukan relatif.

2 Kessler, S.J & McKenna, W. 1985. Gender: An Ethnomethodological Approach. The University of Chicago Press Books.

http://press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/G/bo3629888.html

Pengertian

Bidang Pendidikan

Pengarusutmaan Gender

A. Konsep dan Isu Gender Bidang Pendidikan 1. Pengertian dan Konsep Dasar Gender

Pembangunan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, yang terdiri dari laki-laki maupun perempuan, anak laki-laki maupun anak perempuan.

Pembangunan juga diarahkan bagi masyarakat yang tinggal di kota maupun perdesaan, dengan kehidupan mereka yang miskin atau kaya, yang difabel maupun sempurna. Pembangunan harus dilaksanakan secara seimbang dengan melibatkan peran laki-laki dan perempuan, anak laki-laki maupun anak perempuan. Keterlibatan peran-peran dari laki-laki dan perempuan, anak laki-laki maupun anak perempuan maka memunculkan istilah gender.

Kondisi masyarakat secara umum dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Sumber : Kementerian PP dan PA, 2013

BAB II

Kondisi Masyarakat di Indonesia

MASYARAKAT

PEREMPUAN LAKI-LAKI

DI KOTA DI DESA

MISKIN DIFABEL KAYA

ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK PEREMPUAN

2. Isu-isu Gender dalam Bidang Pendidikan

Istilah gender melibatkan peran laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat, dengan sendirinya memunculkan isu-isu gender di berbagai bidang, termasuk isu-isu gender dalam bidang pendidikan.

Isu gender adalah suatu ketidakadilan terhadap laki-laki dan perempuan yang bersifat sistemik, dirasakan oleh sebagian besar orang dan di banyak tempat, mendesak untuk diselesaikan, dan memiliki daya ungkit kepada penyelesaian isu lain apabila isu tersebut diselesaikan.

Pembedaan perlakuan antara pria dan wanita tidak selalu identik dengan upaya mendiskreditkan perempuan, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Soeprapto. Pembedaan tersebut lebih kepada upaya pembagian tugas antara pria dan wanita agar sistem yang telah ada tetap berjalan, katanya pada diskusi ‘Telaah Model Harmonisasi Nilai-nilai Budaya dan Kearifan Lokal dalam Pembentukan Jati Diri Bangsa Menuju Kesetaraan Berkeadilan Gender’, di Yogyakarta.

Menurut dia, hasil kajian yang dilakukan menunjukkan pembedaan perlakuan antara pria dan wanita itu cenderung pada upaya pembagian tugas dan tidak untuk mendiskre-ditkan perempuan.

Kajian tersebut melibatkan banyak elemen masyarakat dengan latar belakang yang beragam baik agama maupun suku bangsa.

Dari latar belakang yang beragam itu ternyata mereka memiliki falsafah masing-masing.

Ia mengatakan di dalam setiap kebudayaan dan kearifan lokal mempunyai nilai yang mendukung kesetaraan gender maupun yang mendukung ketidakadilan gender.

Menurut dia, kajian yang dilakukan bertujuan untuk melihat apakah nilai-nilai sosial dan budaya serta kearifan lokal bisa diharmonisasi menuju kesetaraan gender, sehingga akan dapat diidentifi kasi jati diri Bangsa Indonesia.

“Saat ini kesetaraan gender memang belum bisa tercapai secara penuh. Namun, sudah

Sumber:

Aida Vitalaya, 2010 hal 345

Konstrusi

Ketidak adilan dan ketidaksetaraan Faktor-faktor yang mempengaruhi relasi gender

Dalam mengantisipasi isu gender di bidang pendidikan, Pemerintah telah mampu meningkatkan angka partisipasi murni dan mempertahankan paritas gender dalam partisipasi murni pada pendidikan di tingkat nasional dalam dasawarsa terakhir. Tingkat melek huruf nasional (usia 15-24) juga telah dicapai sebesar 99,9 persen.

Keberhasilan ini dihasilkan dari kombinasi kebijakan yang efektif dan investasi nasional berkelanjutan di bidang pendidikan yang telah memperluas ketersediaan sekolah di daerah pedesaan, meningkatkan kesempatan pendidikan dan menurunkan biaya langsung pendidikan.

ada kecenderungan menuju upaya penyetaraan gender baik di perusahaan maupun pemerin-tahan,” katanya.

Ia mengatakan peran wanita sudah diperlakukan sama dengan pria meskipun dari sisi jumlah belum bisa seimbang. Upaya penyetaraan gender di Indonesia masih terkendala beberapa hal khususnya pembedaan penafsiran nilai-nilai sosial dan budaya yang ada. Contohnya, pada suku bangsa Jawa ada istilah “garwo” atau

“sigaraning nyowo” (belahan jiwa) sehingga memandang wanita hanya menjadi bagian dari pria sehingga posisinya seakan hanya sebagai pengisi kekosongan dari pria.

“Oleh karena itu, sosialisasi kepada masyarakat bahwa pembedaan perlakuan pria dan wanita bukan untuk mendiskreditkan perempuan perlu terus dilakukan,” kata Soeprapto. (Antara, DIY, 19-1-1012)

memandang wanita hanya menjadi bagian dari pria sehingga posisinya seakan hanya sebagai pengisi kekosongan dari pria.

“Oleh karena itu, sosialisasi kepada masyarakat bahwa pembedaan perlakuan pria dan wanita bukan untuk mendiskreditkan perempuan perlu terus dilakukan,” kata Soeprapto. (Antara, DIY, 19-1-1012)

Beberapa program yang telah dilaksanakan seperti BOS, Beasiswa Miskin dan Program Keluarga Harapan, serta peningkatan ketersediaan sekolah melalui pembangunan sekolah baru dan memperluas sekolah yang ada (Satu Atap), telah berkontribusi selama dasawarsa terakhir dalam mencapai tujuan akses pendidikan untuk semua. Beberapa kemajuan diantaranya:

● Angka partisipasi murni telah meningkat untuk laki-laki dan perempuan.

● Terdapat penurunan disparitas gender dalam partisipasi murni dan angka melek aksara (usia 15-24).

● Tingkat melanjutkan telah meningkat untuk laki-laki dan perempuan, terutama dari jenjang SMP ke SMA.

● Telah ada penurunan tingkat putus sekolah di semua jenjang untuk laki-laki dan perempuan di jenjang SMP dan SMA.

● Rata-rata tahun bersekolah meningkat untuk perempuan dan laki-laki.

● Biaya langsung telah berkurang dan sekolah telah berkembang di daerah pedesaan.

● Pelaksanaan program BOS dari tahun 2005 berkorelasi dengan peningkatan tingkat melanjutkan baik anak laki-laki dan perempuan.

● Telah ada peningkatan partisipasi perempuan yang signifi kan yang berpartisipasi dalam pendidikan tinggi dalam dasawarsa terakhir.

● Rasio kepala sekolah perempuan terhadap laki-laki telah meningkat di sekolah dasar di beberapa provinsi.

Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa angka agregat nasional tidak memberikan gambaran adanya kesenjangan gender di tingkat provinsi, terutama pada tingkat SMP dan SMA. Di beberapa provinsi IPG dari APM menunjukkan bahwa proporsi murid perempuan jauh lebih tinggi dari laki-laki pada tingkat SMP dan SMA. Anak laki-laki dari rumah tangga berpendapatan rendah di seluruh Indonesia putus sekolah karena kemiskinan dan tekanan keluarga untuk mendapatkan penghasilan bagi keluarga. Ada juga beberapa provinsi menunjukkan proporsi murid perempuan jauh lebih rendah daripada laki-laki pada tingkat SMP dan SMA. Pernikahan dini, yang dilegitimasi oleh patriarki, juga merupakan penyebab umum dari putus sekolah untuk anak perempuan yang miskin di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Tingkat melanjutkan

masih perlu ditingkatkan karena beberapa propinsi menunjukkan tingkat melanjutkan yang sangat rendah untuk tingkat SMP dan SMA untuk laki-laki dan terutama perempuan (review dasarwarsa PUG, 2012).

Pengawas sekolah dan kepala sekolah tidak memahami pentingnya pengumpulan dan analisis data kinerja yang dipilahkan menurut laki-laki dan perempuan untuk efektifi tas Manajemen Berbasis Sekolah (seperti putus sekolah, kehadiran, mengulang, prestasi belajar). Hal tersebut akan memudahkan sekolah untuk merencanakan dan menganggarkan, menerapkan strategi dan memantau penghapusan kesenjangan gender dalam hal partisipasi dan kinerja di tingkat sekolah. Rencana Perbaikan Sekolah (SIP-RPS) dan baru-baru ini diperkenalkan Evaluasi Sekolah Sendiri (SSEs) saat ini tidak memerlukan kompilasi dan analisis data terpilah menurut jenis kelamin untuk mengidentifi kasi dan mengatasi kesenjangan gender dalam indikator partisipasi dan kinerja di tingkat sekolah.

Disisi lain kualitas dan kuantitas antara guru dan Kepala Sekolah di setiap tingkat satuan pendidikan masih terlihat

adanya dominasi laki-laki dibanding dengan perempuan terutama pada jenjang SD dan SMP.

B. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

1. Pengertian dan Konsep Dasar Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif (sudut pandang) gender ke dalam proses pembangunan di setiap bidang, termasuk bidang pendidikan. Hal ini mengacu kepada Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun

2010-2014, dijelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan dilakukan melalui 3 aspek pengarusutamaan, yakni pembangunan berkelanjutan, tata kelola pemerintahan yang baik dan gender. Pengertian PUG dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014:

Pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan.

Pengarusutamaan gender (PUG) dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif (sudut pandang) gender ke dalam proses pembangunan di setiap bidang. Penerapan pengarusutamaan gender akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.

Sedangkan pengertian PUG mengacu pada Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000, adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

PUG sebagai suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, harus dapat membuktikan bahwa aspek gender benar-benar tercermin dan terpadu dalam empat fungsi utama manajemen program setiap instansi, lembaga maupun organisasi, yaitu:

a. Perencanaan; menyusun pernyataan atau tujuan yang jelas bagi perempuan dan laki-laki.

b. Pelaksanaan; memastikan bahwa strategi yang dijelaskan mempunyai dampak pada perempuan dan laki-laki.

c. Pemantauan; mengukur kemajuan dalam pelaksanaan program dalam hal partisipasi dan manfaat bagi perempuan dan laki-laki.

d. Penilaian (evaluasi); memastikan bahwa status perempuan maupun laki-laki sudah menjadi lebih setara/seimbang sebagai hasil prakarsa tersebut.

Adapun tujuan PUG sebagaimana tercantum dalam panduan pelaksanaan Inpres Nomor 9 tahun 2000, adalah:

a. Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif gender.

b. Memberikan perhatian khusus pada kelompok-kelompok yang mengalami marjinalisasi, sebagai dampak dari bias gender.

c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun non pemerintah sehingga mau melakukan tindakan yang sensitif gender di bidang masing-masing.

Kebudayaan Sunda Untuk

Sosialisasi Kesetaraan Gender

Kebudayaan Sunda dapat dimanfaat-kan untuk menyosialisasidimanfaat-kan nilai-nilai kesetaraan gender melalui medium kesenian dan bahasa daerah.

Konstruksi sosial budaya yang ada, termasuk budaya Sunda, berperan besar dalam menentukan peran, tang-gung jawab, dan fungsi perempuan serta laki-laki di dalam suatu keluarga dan masyarakat,.

Demikian rekomendasi hasil Seminar Nasional “Peran Kebudayaan Sunda dalam Membangun dan Memperkuat Karakter Bangsa” di Aula Studi Pusat Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Raya Bandung Sumedang, Kabupaten Sumedang.

Dalam proses modernisasi dan globali-sasi saat ini berbagai kebudayaan lokal

termasuk budaya Sunda harus mampu membangun dan memperkuat identitas agar dapat terus dilestarikan dan dikem-bangkan sebagai karakter bangsa.

agar dapat terus dilestarikan dan dikem-bangkan sebagai karakter bangsa.

2. Komponen-Komponen Awal Pengarusutamaan Gender

Dalam pelaksanaan PUG perlu diperhatikan beberapa komponen PUG yang harus dibangun terlebih dulu, yakni pPrasyarat dan komponen kunci seperti pada tabel berikut:

No. Prasyarat yang diperlukan Komponen Kunci

1

Komitmen politik para Pimpinan dari lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif

Peraturan perundang-undangan misal berdasarkan urutan :

● SK/SE Menteri atau Kepala LPND

● Peraturan Daerah (Perda)

● SK/SE Kepala Daerah

2

Kerangka kebijakan Pemerintah nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota yang ditujukan bagi perwujudan kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan.

● Kebijakan

● Strategi

● Program

● Kegiatan

● Kerangka kerja akuntabilitas

● Kerangka pemantauan dan evaluasi

3

Struktur dan mekanisme pemerintah nasional, provinsi, kabupaten/kota yang mendukung pelaksanaan pengarusutamaan gender

Struktur organisasi pemerintah nasional, provinsi, kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan fungsi yang mendukung pelaksanaan pengarusutumaan gender, misalnya dalam bentuk unit kerja struktural seperti badan/Biro/Bagian/Sub Bagian ; dan dalam unit kerja fungsional seperti focal point, Kelompok Kerja, Forum

4 Sumber-sumber yang memadai

● Sumber daya manusia yang memilki kesadaran, kepekaan, respon,ketrampilan dan motivasi yang kuat dalam

melaksankan pengarusutumaan gender di unitnya

● Sumber dana dan sarana yang memadai untuk melaksanakan pengarusutumaan gender

5 Adanya sistem informasi dan data terpilah menurut jenis kelamin

Data statistik yang terpilah menurut jenis kelamin

6

Tool dalam bentuk Panduan, Pedoman, modul2 pelatihan Alat analisis, Perencanaan dan penganggaran yang responsif gender.

Panduan PUG, Alat analisis gender untuk :

● Perencanaan

● Penganggaran

● Pemantauan dan evaluasi

7 Adanya partisipasi masyarakat madani kepada pemerintah

Pertisipasi masyarakat madani yang dilakukan dalam mekanisme-mekanisme dialog dan diskusi dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

Dalam perkembangannya, komponen awal PUG mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kondisi kebutuhan laki-laki dan perempuan melalui pemenuhan 7 prasyarat PUG untuk mencapai kesetaraan gender, yang dilaksanakan di pusat dan daerah, yaitu :

No. Variabel Sasaran Indikator Sasaran

1. Komitmen

Tersedianya keputusan tentang PUG

● Peraturan Menteri

● Perda

● Surat keputusan Gubernur/Bupati/Walikota

● Surat edaran Gubernur/Bupati/Walikota 2. Kebijakan

Tersedianya kebijakan yang responsive gender

● Renstra kementerian/lembaga yang responsive gender

● Renstra SKPD yang responsive gender

● renja SKPD yang responsive gender 3. Kelembagaan

Berfungsinya Pokja PUG

● Adanya Surat Keputusan tentang Pokja PUG

● Tersedianya Rencana Kerja Pokja

● Tersedianya laporan kerja Pokja 4. Sumberdaya

Tersedianya SDM yang mampu menyusun dokumen perencanaann yang responsive gender

Jumlah SDM yg mampu dalam analisis gender dalam dokumen perencanaan dan penganggaran

5. Data Gender

Terlembaganya data gender

● Tersedianya data terpilah terkait isu gender pada progam/kegiatan

● Digunakannya data gender dlm perencanaan dan penganggaran

6. Alat Analisis

Terlembaganya alat analisa gender

● Alat analisis gender digunakan dalam proses perencanaan

● Alat analisa gender digunakan dalam penyusunan kebijakan

7. Peranserta Masyarakat

Berperannya Lembaga Masyarakat dalam proses pelaksanaan PUG

● Jumlah Lembaga Masyarakat yang terlibat

● Jumlah tenaga ahli/pakar yang terlibat Sumber : Kementerian PP dan PA, 2013

Secara sederhana, dapat dilihat dalam gambar di bawah ini : ● Penyusunan data terpilah bidang pendidikan dan sistem informasi juga menjadi penting karena dengan dukungan dan ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin akan sangat membantu dalam melihat adanya kesenjangan dan memudahkan melakukan analisis gender.

● Kemitraan bersama LSM dan Perguruan Tinggi khususnya Pusat Studi Wanita/Gender memerlukan suatu kebutuhan dalam melaksanakan PUG di bidang pendidikan. LSM akan menjadi sumberdaya baik informasi dan data tentang berbagai isu gender bidang pendidikan di lapangan, sedang PSW/G akan menjadi mitra karena fungsinya sebagai lembaga Perguruan tinggi yang memegang Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melakukan penelitian, advokasi dan fasilitasi bersama Pemda setempat.

● KIE yang tepat. Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah membuat media kampanye yang tepat dan terus menerus. Tujuan media kampanye ini adalah untuk terus mempromosikan gender dan PUG agar semua lapisan masyarakat sampai ke tingkat pengambil kebijakan dapat memahami, mendukung dan berkomitmen terhadap PUG ini.

Secara singkat strategi PUG bidang pendidikan ini data dilihat dalam diagram di bawah ini.

3. Kerangka dan Strategi Pengarusutamaan Bidang Pendidikan

Dalam melaksanakan PUG bidang pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (Sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dapat dilihat dalam diagram di bawah, kegiatan mulai dari:

● Pendekatan dengan para pengambil kebijakan adalah salah satu strategi awal agar para pengambil keputusan dapat memahami dan mempunyai komitmen terhadap persoalan gender dan PUG dalam berbagai pertimbangan untuk mengambil keputusan. Untuk itu perlu dilakukan advokasi dan workshop atau Round Table Discussion (RTD) untuk meningkatkan pemahaman para pengambil keputusan.

● Para perencana juga merupakan aktor yang sangat strategis dalam melaksanakan PUG di bidang pendidikan khususnya dalam perencanaan dan penganggaran. Oleh karena itu penguatan kelembagaan bagi para perencana menjadi suatu keharusan agar PUG dapat dilaksanakan dalam tataran program dan kegiatan di semua jenjang pendidikan dan pemerintahan.

Sumber: Pesan Standar Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan, 2006.

Kerangka Kerja Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

CAPACITY

Profi l Gender Pendidikan

Informasi Terpilih Alat Analisis

Sumberdaya (dana & SDM) PRASYARAT

PELAKSANAAN PUG

Komitmen politik dan kepemimpinan dari lembaga Eksekutif, Yudikatif

dan Legislatif

Dorongan masyarakat madani kepada pemerintah

Sistem informsi dan data yang terpilih menurut jenis kelamin

Adanya alat analisis untuk perencanaan, penganggaran, monev

Sumber-sumber daya yang memadai Adanya kerangka kebijakan sebagai wujud

Komitmen yang ditujukan bagi perwujudan KKG di berbagai bidang pembangunan

Struktur dan mekanisme Pemerintah yang mendukung pelaksanaan

Pengarusutamaan Gender

7 Prasyarat Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender

Sumber : Kementerian PP dan PA, 2013

4. Kegiatan Pengarusutamaan Bidang Pendidikan yang sudah Dilaksanakan

● Pada tahun 2002 – 2003 fokus kegiatan lebih diarahlan pada pembentukan Pokja termasuk keanggotaannya, Capacity building Pokja, Penelitian dan Penyusunan Position paper, Training GAP/POP untuk Pokja, dan kampanye lewat media.

● Periode 2003-2006: Capacity building untuk unit-unit utama pada Kemdiknas, Capacity building untuk Pokja, mendukung pembentukan dan capacity building pada 15 provinsi dalam mendukung PUG Bidang Pendidikan di tingkat Provinsi, capacity building untuk 15 Pokja Provinsi, Training GAP/POP di 15 provinsi, dan juga mendukung tersusunnya position paper di 15 provinsi.

● Periode 2006-2008: Capacity building untuk unit-unit utama Kemdikbud, capacity building untuk Pokja Pusat, media campaign, dan evaluasi untuk pelaksanaan PUG bidang pendidikan, mendukung pembentukan Pokja di 32 Provinsi, capacity building dan round table discussion para pengambil kebijakan, training tentang GAP/POP, pelatihan untuk kurikulum dan bahan ajar responsif gender, dan position paper.

● Periode 2009-2011: Kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan GAP/POP, pelatihan gender budget, pelatihan audit gender, penguatan kelembagaan Pokja, dan media campaign. Mendukung dan fasilitasi Pokja Provinsi dan

Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pelatihan Anggaran Responsif Gender (ARG), Pelatihan Kurikulum dan Bahan ajar responsif Gender, Penguatan kelembagaan Pokja dan vocal point, serta mendukung pilot model satuan pendidikan yang berwawasan gender.

Aplikasi

Bidang Pendidikan

Pengarusutamaan Gender

A. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Dalam mengaplikasikan PUG pada bidang pendidikan, maka akan menjadi acuan adalah sejauhmana komponen awal PUG bidang pendidikan telah terbangun meliputi: Komitmen bagi para pengambil keputusan, Kebijakan dan program, Kelembagaan (Pokja, Focal Point), Sumber daya manusia, data terpilah dan sistem informasi, alat analisis gender, panduan-panduan dan modul pelatihan-pelatihan, dan bagaimana membangun masyarakat yang berbudaya dan jejaringnya.

1. Membangun Komitmen.

Membangun komitmen bagi para pengambil keputusan di lingkungan Kemdikbud adalah menjadi sangat penting agar pelaksanaan PUG bidang pendidikan dapat berjalan dengan baik. Komitmen ini dapat diindikasikan melalui keluarnya beberapa Peraturan atau Petunjuk Menteri yang sangat jelas dalam memberikan arah kebijakan dalam mendukung pelaksanaan PUG bidang pendidikan mulai dari pusat sampai ke daerah dan bahkan sampai ke satuan-satuan pendidikan di lapangan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam kerangka membangun komitmen untuk mendukung pelaksanaan PUG bidang pendidikan sesuai dengan arahan Inpres nomor 9/2000 yaitu diantaranya;

● Berupa alokasi anggaran tahunan yang dialokasikan dalam APBN sejak

● Berupa alokasi anggaran tahunan yang dialokasikan dalam APBN sejak

Dokumen terkait