Panduan Umum
Bidang Pendidikan
Pengarusutamaan Gender
● Panduan Penyusunan Profi l Gender Bidang Pendidikan Daerah
● Panduan Strategi Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Responsif Gender
● Isu dan Solusi Gender Bidang Pendidikan
● Strategi Pengembangan Sekolah Responsif Gender
● Panduan Penyusunan Bahan Ajar Responsif Gender
● Panduan Umum Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan
● Panduan Kelompok Kerja (Pokja) PUG Bidang Pendidikan
● Buku Saku Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan
● Data dan Indikator Pendidikan Berwawasan Gender tahun 2010/2011
● Bahasa dan Responsif Gender
Panduan Umum
Bidang Pendidikan
Pengarusutamaan Gender
Kata Sambutan
P
endidikan nasional sangat berperan bagi pembangunan manusia karena dapat menginvestasikan perwujudan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berkarakter produktif, dan berdaya saing sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.Pendidikan sebagai hak azasi manusia tercantum pada pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang tertulis: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pada Pasal 28C ayat (1) tertulis, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
Dalam upaya memenuhi hak-hak warga negara terhadap akses pendidikan yang bermutu, adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki serta kesempatan meningkatkan kualitas hidup, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal sebagai Koordinator Program PUG Bidang Pendidikan melakukan berbagai strategi dan program sehingga seluruh provinsi dan beberapa kabupaten/kota telah mengintegrasikan gender dalam bidang pendidikan melalui bantuan program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pengintegrasian gender dalam bidang pendidikan juga dilakukan secara sinergi dan koordinatif dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya terutama dalam hal perencanaan dan penganggaran pendidikan responsif gender, audit gender, pengembangan pedoman, dan acuan teknis kegiatan yang disusun bersama-sama dengan pakar, para mitra, pokja kabupaten, kota dan provinsi. Sinergi dan koordinasi ini diharapkan akan menghasilkan peningkatan kapasitas pengarusutamaan gender bidang pendidikan secara lebih memadai.
Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Yusuf Supiandi
Panduan Umum Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan/
Yusuf Supiandi, Herien Puspitawati, Pahala Simanjuntak; Editor, Ella Yulaelawati,
Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat-Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013
x+ 42 hlm + illustrasi; 17,5 x 24,5 cm
ISBN 978-602-1224-12-0
1. Wanita dalam pendidikan. I. Judul
II. Herien Puspitawati III. Simanjuntak, Pahala IV Ella Yulaelawati.
S
ejak tahun 2002, kegiatan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan telah difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Upaya ini dilakukan dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan pendidikan. Sampai tahun 2012 semua provinsi dan 294 kabupaten/kota telah melaksanakan pengarusutamaan gender dalam bidang pendidikan.
Pencapaian ini tidak secara otomatis mampu menghilangkan kesenjangan dan ketidakadilan gender di masyarakat, karena persoalan gender berkait erat dengan konstruksi sosial budaya.
Menyadari bahwa akar masalah gender bersumber pada konstruksi sosial budaya masyarakat, upaya pengarusutamaan gender bidang pendidikan dilakukan dengan menyertakan berbagai elemen pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan serta masyarakat stakeholders pendidikan. Berbagai kegiatan telah dilakukan, antara lain: 1) peningkatan kapasitas kelembagaan dan para perencana kebijakan dan teknis bidang pendidikan, 2)kemitraan dengan Pusat Studi Wanita/
Pusat Studi Gender untuk melakukan kajian studi kebijakan pendidikan yang berwawasan gender, 3)kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, khususnya dalam rangka mengembangkan pengalaman empirik pendidikan keluarga berwawasan gender dan life-skill perempuan, 4)penataan database dan sistem pendataan pendidikan yang berwawasan gender, 5)melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat luas melalui berbagai media massa, cetak maupun elektronik. Dalam upaya mendinamisasi dan melakukan penjaminan mutu Sampai pada tahun 2012, capaian kinerja layanan kabupaten/kota telah menerapkan
pengarusutamaan gender (PUG) bidang pendidikan sebesar 57,34% lebih tinggi dari target Renstra Pembangunan Pendidikan Nasional 2010-2014 sebesar 54% dan angka disparitas gender penduduk tuna aksara sebesar 2,4% dari jumlah tuna aksara sebanyak 6.401.522 orang.
Penyusunan dan penerbitan sepuluh judul Buku PUG Bidang Pendidikan tahun 2012 merupakan komitmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam merealisasikan amanat Inpres No. 9 Tahun 2000 dan Permendiknas Nomor 84 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG Bidang Pendidikan sebagai wujud peningkatan kapasitas PUG bidang Pendidikan. Sebagai realisasi amanat Inpres tersebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memenuhi target Renstra Kemdikbud tahun 2012 yaitu tercapainya 54% Kabupaten/Kota melaksanakan PUG bidang Pendidikan.
Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai pihak atas kontribusi dan perannya dalam penyusunan buku-buku tersebut. Akhirnya semoga Norma Standar Prosedur dan Kriteria yang disusun dengan kesungguhan, komitmen, dan keikhlasan ini dapat bermanfaat untuk kita semua, dengan harapan semoga Allah SWT berkenan memberikan rakhmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin.
Jakarta, November 2012 Direktur Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal,
Prof. Dr. Lidya Freyani Hawadi,Psikolog NIP 195703121982112001
Kata Pengantar
program/ kegiatan pengarusutamaan gender bidang pendidikan tersebut, baik di tingkat pusat maupun daerah, telah dibentuk Pokja PUG Pendidikan.
Pengalaman yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa motivasi, wawasan, dan ketersediaan sumberdaya pengelola di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota cukup beragam. Keadaan seperti ini terkadang menimbulkan kekurangefektifan program/kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan suatu pedoman, acuan dan bahan-bahan lain yang memudahkan para pengelola dan pengambil kebijakan dalam mengintegrasikan gender dalam pembangunan pendidikan. Untuk keperluan tersebut, tahun 2012 telah disusun 10 (sepuluh) buku bahan sosialisasi PUG Bidang Pendidikan
Mudah-mudahan dengan adanya bahan sosialisasi ini dapat meningkatkan kualitas kinerja program/kegiatan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan secara keseluruhan.
Jakarta, November 2012
Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat,
Ella Yulaelawati, M.A., Ph.D.
NIP.195804091984022001
KATA SAMBUTAN ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
Daftar Singkatan ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Dasar Hukum ... 3
C. Tujuan dan Sasaran ... 5
D. Ruang Lingkup ... 5
BAB II PENGERTIAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN .. 6
A. Konsep dan Isu Gender Bidang Pendidikan ... 6
1. Pengertian dan Konsep Dasar Gender ... 6
2. Isu-isu Gender dalam Bidang Pendidikan ... 8
B. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan ... 11
1. Pengertian dan Konsep Dasar Pengarusutamaan Gender ... 11
2. Komponen-Komponen Awal Pengarusutamaan Gender ... 14
3. Kerangka dan Strategi Pengarusutamaan Bidang Pendidikan ... 16
4. Kegiatan Pengarusutamaan Bidang Pendidikan yang Sudah Dilaksanakan ... 18
BAB III APLIKASI PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN ... 19
A. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ... 19
1. Membangun Komitmen ... 19
2. Penyusunan Kebijakan dan Program ... 21
3. Membangun Kelembagaan (Pokja, Focal Point) ... 23
Daftar Isi
r Pembinaan Pendidikan MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaasya
Ella Yulaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeelawati, M.A., Ph.D.
4. Mengembangkan Sumber Daya Manusia melalui
Capacity Building ... 24
5. Mengembangkan Data Terpilah dan Sistem Informasi, termasuk Menyusun Profi l Gender Bidang Pendidikan ... 24
6. Mengembangkan Alat Analisis Gender, Panduan-Panduan dan Modul Pelatihan-Pelatihan ... 24
7. Membangun dan Mengembangkan Jejaring ... 25
B. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. ... 25
C. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Satuan Pendidikan ... 26
1. Komponen Pengelolaan Sekolah ... 26
2. Proses Pembelajaran ... 29
3. Peranserta Masyarakat ... 30
BAB IV BEBERAPA PENGALAMAN TERPETIK PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN ... 31
A. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Tingkat Pusat ... 31
B. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Tingkat Provinsi .. 34
C. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Tingkat Kabupaten/Kota ... 34
D. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Satuan Pendidikan . 35 BAB V MONITORING, EVALUASI, PELAPORAN DAN PEMBIAYAAN ... 37
A. Monitoring ... 37
B. Evaluasi ... 37
C. Pelaporan ... 39
D. Pembiayaan ... 39
BAB VI PENUTUP ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
APK : Angka Partisipasi Kasar.
APM : Angka Partisipasi Murni.
APS : Angka Partisipas Sekolah.
CEDAW : Convention on Elimination of all Discrimination Against Women.
Depag-RI : Departemen Agama-RI PUS : Pendidikan Untuk Semua.
MDGs : Millenium Development Goals.
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
RKP : Rencana Kegiatan Pemerintah.
APBN : Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara.
POKJA : Kelompok Kerja.
PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa.
PMK : Peraturan Menteri Keuangan.
ARG : Anggaran Responsif Gender.
PUG : Pengarusutamaan Gender.
BOS : Bantuan Operasional Sekolah.
IPG : Indek Pembangunan Gender.
APM : Angka Partisipasi Murni.
RPS : Rencana Perbaikan Sekolah.
RKAS : Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah.
ESS : Evaluasi Sekolah Sendiri.
SK/SE : Surat Keputusan/Surat Edaran.
Model PAIKEM : Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan.
LPND : Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
Perda : Peraturan Daerah.
APBD : Anggaran Pembangunan dan Balanja Daerah.
Daftar Singkatan
GAP : Gender Analysis Pathway.
RKA : Rencana Kegiatan Anggaran.
RTD : Round Table Discussion.
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat.
PSW/G : Pusat Studi Wanita/Gender.
KIE : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi.
RAN-RAD : Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah.
PT/PSW : Perguruan Tinggi/Pusat Studi Wanita.
FGD : Focus Group Discussion.
RENSTRA : Rencana Strategis.
Kemdikbud : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemendiknas : Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (sebelumnya).
PPRG : Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender.
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini.
Ditjen PAUDNI : Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini-Nonformal dan Informal.
GBS/PAG : Gender Budget Statement/Pernyataan Anggaran Gender.
MBS : Manajemen Berbasis Sekolah.
KKG : Kesetaraan dan Keadilan Gender.
PSBG : Pendidikan di Sekolah yang Berwawasan Gender.
MoEC : Ministry of Education.
MoWE : Ministry of Women Empowerment.
PKBM : Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat.
UU : Undang Undang.
A. Latar Belakang
Indonesia telah meratifi kasi beberapa konvensi internasional penting dalam menegakkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan.
Pemerintah telah berkomitmen untuk menjalankan rekomendasi Deklarasi Dakar tahun 2000 tentang Kerangka Pendidikan untuk Semua (PUS), Kerangka Aksi Beijing Tahun 1995 dan Deklarasi Milenium PBB Tahun 2000. Pada tahun 1990 Indonesia meratifi kasi Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak. Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), diratifi kasi melalui UU 7/1984 dan Protokol Opsional CEDAW yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2000.1
Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) tahun 1984 adalah perjanjian internasional penting yang menegaskan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kesetaraan di seluruh dunia. CEDAW berusaha untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan dalam pendidikan. CEDAW mempromosikan kesempatan pendidikan dan akses yang sama ke sumber belajar bagi perempuan dan anak perempuan di semua tingkat pendidikan.
1 Konvensi lain yang telah diratifi kasi Indonesia termasuk Konvensi PBB tentang Hak-hak Politik Perempuan diratifi kasi dalam Undang-Undang 68/1958; 1994 Deklarasi Kopenhagen untuk Pembangunan Sosial, Untuk hak- hak pekerja, Indonesia meratifi kasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) No.100 tentang Remunerasi yang sama untuk Laki-laki dan Perempuan Pekerja untuk Pekerjaan yang sama nilainya dengan UU 80/1957 serta berbagai Konvensi Inti ILO lainnya.
Pendahuluan
BAB I
Deklarasi Dakar (2000) menegaskan kembali dan memperpanjang komitmen Jomtien, dengan penekanan pada peningkatan kualitas pendidikan. Satu dari enam tujuan PUS yang akan dicapai pada tahun 2015 mencakup ‘Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan pada tahun 2015. Platform Aksi Beijing (1995) menetapkan bahwa setiap negara harus menjamin kesetaraan gender dalam proses pembangunan, menekankan kesetaraan dan pemerataan akses pendidikan bagi semua warga negara. Kerangka Beijing untuk Pendidikan menyatakan bahwa, “Pendidikan merupakan hak asasi manusia dan alat penting untuk mencapai tujuan kesetaraan, pembangunan dan perdamaian.
Pendidikan yang tidak diskriminatif bermanfaat bagi anak perempuan dan laki- laki dan dengan demikian akhirnya memberikan kontribusi bagi hubungan yang lebih setara antara perempuan dan laki-laki”.
Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) juga menegaskan kembali tentang pencapaian dasar menyeluruh (universal) dari kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan primer dan sekunder yang akan dicapai sampai tahun 2015.
MDGs dijadikan referensi penting dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia kemudian berupaya untuk mengarusutamakan MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014), Rencana Pembangunan Nasional Tahunan (RKP), dan dokumen anggaran negara (APBN).
Oleh karena itu menjadi penting dalam pelaksanaan seluruh komitmen diatas, untuk menyusun “Panduan Umum tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan” agar menjadi acuan bagi para penentu kebijakan baik di tingkat Pemerintah Pusat sampai tingkat satuan pendidikan di lapangan, agar pelaksanaan Pengarusutamaan gender bidang pendidikan ini berjalan sampai ke lapangan.
B. Dasar Hukum
1. Konstitusi Indonesia (Undang-Undang Dasar 1945), Pasal 27 menetapkan bahwa semua warga negara adalah sama di depan hukum dan pemerintahan tanpa pengecualian dan dapat hidup dengan bermartabat.
Pasal 31 menjamin akses pendidikan untuk semua. Selain itu, amandemen konstitusi, yang diterbitkan pada tahun 2000, meliputi hak untuk bebas dari diskriminasi. Ini juga mengamanatkan Pemerintah untuk menyediakan 20 persen dari anggaran tahunan (APBN) untuk pendidikan.
2. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 20/2003 menyatakan demokratis, kesetaraan dan tidak diskriminatif sebagai prinsip dalam pelaksanaan pendidikan (Pasal 4); persamaan hak bagi semua warga negara untuk pendidikan; kewajiban bagi Pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan dan untuk menjamin kualitas pendidikan dan tidak diskriminatif.
3. UU 17/2006 tentang Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menyatakan pengarusutamaan gender sebagai salah satu dari tiga isu lintas sektoral dalam pembangunan.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri 15/2008, saat ini direvisi dengan Permendagri Nomor 67/2011 memberikan panduan untuk semua instansi pemerintah daerah untuk menerapkan analisis gender dalam proses penganggaran. Pemerintah daerah diinstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dan membentuk Kelompok Kerja Gender - POKJA Gender di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
5. Peraturan Menteri Keuangan 119/2009, mengidentifi kasi tujuh departemen percontohan termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk melaksanakan Penganggaran berbasis Kinerja yang responsif gender (PBB) tahun 2010. PMK Nomor 93/2011 menjadikan Penganggaran Responsif Gender (ARG) dengan cepat menjadi alat yang umum digunakan
untuk membangun akuntabilitas komitmen kebijakan nasional untuk pengarusutamaan gender dalam proses penganggaran. Kemudian terbit Permenkeu terbaru, yakni PMK Nomor 112 tahun 2012 tentang petunjuk penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran kepada kementerian /lembaga.
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mengidentifi kasi 11 prioritas termasuk pendidikan dan tiga prinsip lintas sektor sebagai dasar operasional pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan yaitu 1) Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan;
2) Pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik, dan 3) Pengarusutamaan gender.
7. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 merupakan payung hukum dimulainya era Pengarusutamaan Gender di Indonesia yang secara jelas merupakan komitmen negara dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Inpres 9/2000 ini merupakan perintah Presiden kepada seluruh Menteri/Kepala lembaga non kementerian, Gubernur, Bupati/Walikota untuk melaksanakan pengarusutamaan gender di semua tahapan dan proses pembangunan baik di pusat maupun di daerah.
8. Permendiknas Nomor 84 Tahun 2008 tentang pelaksanaan Pengarusutamaan Gender bidang pendidikan telah menginstruksikan pembentukan Pokja PUG Bidang Pendidikan dan melakukan perencanaan responsif gender baik pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta satuan-satuan Pendidikan.
9. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
C. Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Memberikan arahan bagi para penentu kebijakan di bidang pendidikan dalam melaksanakan PUG bidang pendidikan baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota) maupun pada satuan- satuan pendidikan di lapangan dalam:
1. Menyusun perencanaan, termasuk perencanaan penganggaran.
2. Melaksanakan program.
3. Pemantauan dan evaluasi.
4. Menyusun laporan.
Sasaran
Para penentu kebijakan dan seluruh stakeholders pada bidang pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, satuan pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup meliputi seluruh kelembagaan/unit organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota serta satuan-satuan pendidikan di lapangan dengan substansi materi penjabaran pelaksanaan tujuh (7) komponen awal PUG.
UG bidang pendidikan baik di tingkat pemerintah ah (provinsi, kabupaten/kota) maupun pada satuan- pangan dalam:
aan, termasuk perencanaan penganggaran.
am.
aluasi.
Secara umum, gender diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat (MOWE, UNFPA & BKKBN 2005). Ditambahkan pengertian gender sebagai konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008).
Sebaliknya konsentrasi studi jenis kelamin (seks) lebih menekankan pada perbedaan perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness) dari sisi anatomi biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fi sik, reproduksi dan karakterisitik biologis lainnya. Istilah jenis kelamin umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual, sedangkan proses pertumbuhan anak menjadi seorang laki-laki atau perempuan, lebih banyak digunakan istilah gender dari pada menggunakan terminologi jenis kelamin.
Sejak manusia dilahirkan ke dunia, pada saat itu juga telah membawa beban dan tugas gender (gender assignment). Jika anak lahir mempunyai penis, ia dikonsepsikan sebagai anak laki-laki, dan bila lahir mempunyai vagina, maka ia dikonsepsikan sebagai perempuan. Adapun terwujudya beban dan tugas gender terhadap seseorang, tergantung pada dari nilai-nilai sosial- budaya yang melingkupinya. Misalnya; dalam masyarakat patrilineal dan androsentris, sejak awal beban gender seorang laki-laki lebih dominan dibanding perempuan. Maka, dalam pandangan Suzanne J. Kessler, dan Wendy McKenna2, “perlunya peninjauan terhadap tatanan gender (gender reconstruction) yang ada dalam masyarakat, karena konsepsi beban gender pada seorang anak lebih banyak sebagai akibat stereotype gender di dalam masyarakat.” Ini dilatarbelakangi oleh adanya beban gender yang tidak adil dan seakan-akan menjadi ideologi dan identitas di masyarakat yang bersifat normatif bukan relatif.
2 Kessler, S.J & McKenna, W. 1985. Gender: An Ethnomethodological Approach. The University of Chicago Press Books.
http://press.uchicago.edu/ucp/books/book/chicago/G/bo3629888.html
Pengertian
Bidang Pendidikan
Pengarusutmaan Gender
A. Konsep dan Isu Gender Bidang Pendidikan 1. Pengertian dan Konsep Dasar Gender
Pembangunan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, yang terdiri dari laki-laki maupun perempuan, anak laki-laki maupun anak perempuan.
Pembangunan juga diarahkan bagi masyarakat yang tinggal di kota maupun perdesaan, dengan kehidupan mereka yang miskin atau kaya, yang difabel maupun sempurna. Pembangunan harus dilaksanakan secara seimbang dengan melibatkan peran laki-laki dan perempuan, anak laki-laki maupun anak perempuan. Keterlibatan peran-peran dari laki-laki dan perempuan, anak laki-laki maupun anak perempuan maka memunculkan istilah gender.
Kondisi masyarakat secara umum dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Sumber : Kementerian PP dan PA, 2013
BAB II
Kondisi Masyarakat di Indonesia
MASYARAKAT
PEREMPUAN LAKI-LAKI
DI KOTA DI DESA
MISKIN DIFABEL KAYA
ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK PEREMPUAN
2. Isu-isu Gender dalam Bidang Pendidikan
Istilah gender melibatkan peran laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat, dengan sendirinya memunculkan isu- isu gender di berbagai bidang, termasuk isu gender dalam bidang pendidikan.
Isu gender adalah suatu ketidakadilan terhadap laki-laki dan perempuan yang bersifat sistemik, dirasakan oleh sebagian besar orang dan di banyak tempat, mendesak untuk diselesaikan, dan memiliki daya ungkit kepada penyelesaian isu lain apabila isu tersebut diselesaikan.
Pembedaan perlakuan antara pria dan wanita tidak selalu identik dengan upaya mendiskreditkan perempuan, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Soeprapto. Pembedaan tersebut lebih kepada upaya pembagian tugas antara pria dan wanita agar sistem yang telah ada tetap berjalan, katanya pada diskusi ‘Telaah Model Harmonisasi Nilai-nilai Budaya dan Kearifan Lokal dalam Pembentukan Jati Diri Bangsa Menuju Kesetaraan Berkeadilan Gender’, di Yogyakarta.
Menurut dia, hasil kajian yang dilakukan menunjukkan pembedaan perlakuan antara pria dan wanita itu cenderung pada upaya pembagian tugas dan tidak untuk mendiskre- ditkan perempuan.
Kajian tersebut melibatkan banyak elemen masyarakat dengan latar belakang yang beragam baik agama maupun suku bangsa.
Dari latar belakang yang beragam itu ternyata mereka memiliki falsafah masing-masing.
Ia mengatakan di dalam setiap kebudayaan dan kearifan lokal mempunyai nilai yang mendukung kesetaraan gender maupun yang mendukung ketidakadilan gender.
Menurut dia, kajian yang dilakukan bertujuan untuk melihat apakah nilai-nilai sosial dan budaya serta kearifan lokal bisa diharmonisasi menuju kesetaraan gender, sehingga akan dapat diidentifi kasi jati diri Bangsa Indonesia.
“Saat ini kesetaraan gender memang belum bisa tercapai secara penuh. Namun, sudah
Sumber:
Aida Vitalaya, 2010 hal 345
Konstrusi Sosial
GENDER
Dapat dibentuk dan dirubah
Tempat
Suku/Ras/Bangsa
Status sosial Waktu / Zaman
Agama / Ideologi Kultur
Negara Dipengaruhi oleh
Bukan Kodrat Buatan Manusia Dapat diubah
Ketidak adilan dan ketidaksetaraan Faktor-faktor yang mempengaruhi relasi gender
Dalam mengantisipasi isu gender di bidang pendidikan, Pemerintah telah mampu meningkatkan angka partisipasi murni dan mempertahankan paritas gender dalam partisipasi murni pada pendidikan di tingkat nasional dalam dasawarsa terakhir. Tingkat melek huruf nasional (usia 15-24) juga telah dicapai sebesar 99,9 persen.
Keberhasilan ini dihasilkan dari kombinasi kebijakan yang efektif dan investasi nasional berkelanjutan di bidang pendidikan yang telah memperluas ketersediaan sekolah di daerah pedesaan, meningkatkan kesempatan pendidikan dan menurunkan biaya langsung pendidikan.
ada kecenderungan menuju upaya penyetaraan gender baik di perusahaan maupun pemerin- tahan,” katanya.
Ia mengatakan peran wanita sudah diperlakukan sama dengan pria meskipun dari sisi jumlah belum bisa seimbang. Upaya penyetaraan gender di Indonesia masih terkendala beberapa hal khususnya pembedaan penafsiran nilai-nilai sosial dan budaya yang ada. Contohnya, pada suku bangsa Jawa ada istilah “garwo” atau
“sigaraning nyowo” (belahan jiwa) sehingga memandang wanita hanya menjadi bagian dari pria sehingga posisinya seakan hanya sebagai pengisi kekosongan dari pria.
“Oleh karena itu, sosialisasi kepada masyarakat bahwa pembedaan perlakuan pria dan wanita bukan untuk mendiskreditkan perempuan perlu terus dilakukan,” kata Soeprapto. (Antara, DIY, 19-1-1012)
Pembedaan Perlakuan
Lelaki Perempuan Tidak Identik Dengan Pendiskreditan
Sosiolog:
n ra ya e-
n g a.
ta
n g g
n n si n . m
h
memandang wanita hanya menjadi bagian dari pria sehingga posisinya seakan hanya sebagai pengisi kekosongan dari pria.
“Oleh karena itu, sosialisasi kepada masyarakat bahwa pembedaan perlakuan pria dan wanita bukan untuk mendiskreditkan perempuan perlu terus dilakukan,” kata Soeprapto. (Antara, DIY, 19-1-1012)
Beberapa program yang telah dilaksanakan seperti BOS, Beasiswa Miskin dan Program Keluarga Harapan, serta peningkatan ketersediaan sekolah melalui pembangunan sekolah baru dan memperluas sekolah yang ada (Satu Atap), telah berkontribusi selama dasawarsa terakhir dalam mencapai tujuan akses pendidikan untuk semua. Beberapa kemajuan diantaranya:
● Angka partisipasi murni telah meningkat untuk laki-laki dan perempuan.
● Terdapat penurunan disparitas gender dalam partisipasi murni dan angka melek aksara (usia 15-24).
● Tingkat melanjutkan telah meningkat untuk laki-laki dan perempuan, terutama dari jenjang SMP ke SMA.
● Telah ada penurunan tingkat putus sekolah di semua jenjang untuk laki-laki dan perempuan di jenjang SMP dan SMA.
● Rata-rata tahun bersekolah meningkat untuk perempuan dan laki-laki.
● Biaya langsung telah berkurang dan sekolah telah berkembang di daerah pedesaan.
● Pelaksanaan program BOS dari tahun 2005 berkorelasi dengan peningkatan tingkat melanjutkan baik anak laki-laki dan perempuan.
● Telah ada peningkatan partisipasi perempuan yang signifi kan yang berpartisipasi dalam pendidikan tinggi dalam dasawarsa terakhir.
● Rasio kepala sekolah perempuan terhadap laki-laki telah meningkat di sekolah dasar di beberapa provinsi.
Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa angka agregat nasional tidak memberikan gambaran adanya kesenjangan gender di tingkat provinsi, terutama pada tingkat SMP dan SMA. Di beberapa provinsi IPG dari APM menunjukkan bahwa proporsi murid perempuan jauh lebih tinggi dari laki-laki pada tingkat SMP dan SMA. Anak laki-laki dari rumah tangga berpendapatan rendah di seluruh Indonesia putus sekolah karena kemiskinan dan tekanan keluarga untuk mendapatkan penghasilan bagi keluarga. Ada juga beberapa provinsi menunjukkan proporsi murid perempuan jauh lebih rendah daripada laki-laki pada tingkat SMP dan SMA. Pernikahan dini, yang dilegitimasi oleh patriarki, juga merupakan penyebab umum dari putus sekolah untuk anak perempuan yang miskin di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Tingkat melanjutkan
masih perlu ditingkatkan karena beberapa propinsi menunjukkan tingkat melanjutkan yang sangat rendah untuk tingkat SMP dan SMA untuk laki-laki dan terutama perempuan (review dasarwarsa PUG, 2012).
Pengawas sekolah dan kepala sekolah tidak memahami pentingnya pengumpulan dan analisis data kinerja yang dipilahkan menurut laki-laki dan perempuan untuk efektifi tas Manajemen Berbasis Sekolah (seperti putus sekolah, kehadiran, mengulang, prestasi belajar). Hal tersebut akan memudahkan sekolah untuk merencanakan dan menganggarkan, menerapkan strategi dan memantau penghapusan kesenjangan gender dalam hal partisipasi dan kinerja di tingkat sekolah. Rencana Perbaikan Sekolah (SIP-RPS) dan baru-baru ini diperkenalkan Evaluasi Sekolah Sendiri (SSEs) saat ini tidak memerlukan kompilasi dan analisis data terpilah menurut jenis kelamin untuk mengidentifi kasi dan mengatasi kesenjangan gender dalam indikator partisipasi dan kinerja di tingkat sekolah.
Disisi lain kualitas dan kuantitas antara guru dan Kepala Sekolah di setiap tingkat satuan pendidikan masih terlihat
adanya dominasi laki-laki dibanding dengan perempuan terutama pada jenjang SD dan SMP.
B. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan
1. Pengertian dan Konsep Dasar Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif (sudut pandang) gender ke dalam proses pembangunan di setiap bidang, termasuk bidang pendidikan. Hal ini mengacu kepada Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-
2014, dijelaskan bahwa pelaksanaan pembangunan dilakukan melalui 3 aspek pengarusutamaan, yakni pembangunan berkelanjutan, tata kelola pemerintahan yang baik dan gender. Pengertian PUG dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014:
Pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan.
Pengarusutamaan gender (PUG) dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif (sudut pandang) gender ke dalam proses pembangunan di setiap bidang. Penerapan pengarusutamaan gender akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.
Sedangkan pengertian PUG mengacu pada Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000, adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
PUG sebagai suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, harus dapat membuktikan bahwa aspek gender benar-benar tercermin dan terpadu dalam empat fungsi utama manajemen program setiap instansi, lembaga maupun organisasi, yaitu:
a. Perencanaan; menyusun pernyataan atau tujuan yang jelas bagi perempuan dan laki-laki.
b. Pelaksanaan; memastikan bahwa strategi yang dijelaskan mempunyai dampak pada perempuan dan laki-laki.
c. Pemantauan; mengukur kemajuan dalam pelaksanaan program dalam hal partisipasi dan manfaat bagi perempuan dan laki-laki.
d. Penilaian (evaluasi); memastikan bahwa status perempuan maupun laki- laki sudah menjadi lebih setara/seimbang sebagai hasil prakarsa tersebut.
Adapun tujuan PUG sebagaimana tercantum dalam panduan pelaksanaan Inpres Nomor 9 tahun 2000, adalah:
a. Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif gender.
b. Memberikan perhatian khusus pada kelompok-kelompok yang mengalami marjinalisasi, sebagai dampak dari bias gender.
c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun non pemerintah sehingga mau melakukan tindakan yang sensitif gender di bidang masing-masing.
Kebudayaan Sunda Untuk
Sosialisasi Kesetaraan Gender
Kebudayaan Sunda dapat dimanfaat- kan untuk menyosialisasikan nilai-nilai kesetaraan gender melalui medium kesenian dan bahasa daerah.
Konstruksi sosial budaya yang ada, termasuk budaya Sunda, berperan besar dalam menentukan peran, tang- gung jawab, dan fungsi perempuan serta laki-laki di dalam suatu keluarga dan masyarakat,.
Demikian rekomendasi hasil Seminar Nasional “Peran Kebudayaan Sunda dalam Membangun dan Memperkuat Karakter Bangsa” di Aula Studi Pusat Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Raya Bandung Sumedang, Kabupaten Sumedang.
Dalam proses modernisasi dan globali- sasi saat ini berbagai kebudayaan lokal
termasuk budaya Sunda harus mampu membangun dan memperkuat identitas agar dapat terus dilestarikan dan dikem- bangkan sebagai karakter bangsa.
agar dapat terus dilestarikan dan dikem- bangkan sebagai karakter bangsa.
2. Komponen-Komponen Awal Pengarusutamaan Gender
Dalam pelaksanaan PUG perlu diperhatikan beberapa komponen PUG yang harus dibangun terlebih dulu, yakni pPrasyarat dan komponen kunci seperti pada tabel berikut:
No. Prasyarat yang diperlukan Komponen Kunci
1
Komitmen politik para Pimpinan dari lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif
Peraturan perundang-undangan misal berdasarkan urutan :
● UUD 1945
● Ketetapan MPR RI
● Undang- Undang
● Peraturan Pemerintah
● Keputusan Presiden
● SK/SE Menteri atau Kepala LPND
● Peraturan Daerah (Perda)
● SK/SE Kepala Daerah
2
Kerangka kebijakan Pemerintah nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota yang ditujukan bagi perwujudan kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan.
● Kebijakan
● Strategi
● Program
● Kegiatan
● Kerangka kerja akuntabilitas
● Kerangka pemantauan dan evaluasi
3
Struktur dan mekanisme pemerintah nasional, provinsi, kabupaten/kota yang mendukung pelaksanaan pengarusutamaan gender
Struktur organisasi pemerintah nasional, provinsi, kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan fungsi yang mendukung pelaksanaan pengarusutumaan gender, misalnya dalam bentuk unit kerja struktural seperti badan/Biro/Bagian/Sub Bagian ; dan dalam unit kerja fungsional seperti focal point, Kelompok Kerja, Forum
4 Sumber-sumber yang memadai
● Sumber daya manusia yang memilki kesadaran, kepekaan, respon,ketrampilan dan motivasi yang kuat dalam
melaksankan pengarusutumaan gender di unitnya
● Sumber dana dan sarana yang memadai untuk melaksanakan pengarusutumaan gender
5 Adanya sistem informasi dan data terpilah menurut jenis kelamin
Data statistik yang terpilah menurut jenis kelamin
6
Tool dalam bentuk Panduan, Pedoman, modul2 pelatihan Alat analisis, Perencanaan dan penganggaran yang responsif gender.
Panduan PUG, Alat analisis gender untuk :
● Perencanaan
● Penganggaran
● Pemantauan dan evaluasi
7 Adanya partisipasi masyarakat madani kepada pemerintah
Pertisipasi masyarakat madani yang dilakukan dalam mekanisme-mekanisme dialog dan diskusi dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
Dalam perkembangannya, komponen awal PUG mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kondisi kebutuhan laki-laki dan perempuan melalui pemenuhan 7 prasyarat PUG untuk mencapai kesetaraan gender, yang dilaksanakan di pusat dan daerah, yaitu :
No. Variabel Sasaran Indikator Sasaran
1. Komitmen
Tersedianya keputusan tentang PUG
● Peraturan Menteri
● Perda
● Surat keputusan Gubernur/Bupati/Walikota
● Surat edaran Gubernur/Bupati/Walikota 2. Kebijakan
Tersedianya kebijakan yang responsive gender
● Renstra kementerian/lembaga yang responsive gender
● Renstra SKPD yang responsive gender
● renja SKPD yang responsive gender 3. Kelembagaan
Berfungsinya Pokja PUG
● Adanya Surat Keputusan tentang Pokja PUG
● Tersedianya Rencana Kerja Pokja
● Tersedianya laporan kerja Pokja 4. Sumberdaya
Tersedianya SDM yang mampu menyusun dokumen perencanaann yang responsive gender
Jumlah SDM yg mampu dalam analisis gender dalam dokumen perencanaan dan penganggaran
5. Data Gender
Terlembaganya data gender
● Tersedianya data terpilah terkait isu gender pada progam/kegiatan
● Digunakannya data gender dlm perencanaan dan penganggaran
6. Alat Analisis
Terlembaganya alat analisa gender
● Alat analisis gender digunakan dalam proses perencanaan
● Alat analisa gender digunakan dalam penyusunan kebijakan
7. Peranserta Masyarakat
Berperannya Lembaga Masyarakat dalam proses pelaksanaan PUG
● Jumlah Lembaga Masyarakat yang terlibat
● Jumlah tenaga ahli/pakar yang terlibat Sumber : Kementerian PP dan PA, 2013
Secara sederhana, dapat dilihat dalam gambar di bawah ini : ● Penyusunan data terpilah bidang pendidikan dan sistem informasi juga menjadi penting karena dengan dukungan dan ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin akan sangat membantu dalam melihat adanya kesenjangan dan memudahkan melakukan analisis gender.
● Kemitraan bersama LSM dan Perguruan Tinggi khususnya Pusat Studi Wanita/Gender memerlukan suatu kebutuhan dalam melaksanakan PUG di bidang pendidikan. LSM akan menjadi sumberdaya baik informasi dan data tentang berbagai isu gender bidang pendidikan di lapangan, sedang PSW/G akan menjadi mitra karena fungsinya sebagai lembaga Perguruan tinggi yang memegang Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melakukan penelitian, advokasi dan fasilitasi bersama Pemda setempat.
● KIE yang tepat. Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah membuat media kampanye yang tepat dan terus menerus. Tujuan media kampanye ini adalah untuk terus mempromosikan gender dan PUG agar semua lapisan masyarakat sampai ke tingkat pengambil kebijakan dapat memahami, mendukung dan berkomitmen terhadap PUG ini.
Secara singkat strategi PUG bidang pendidikan ini data dilihat dalam diagram di bawah ini.
3. Kerangka dan Strategi Pengarusutamaan Bidang Pendidikan
Dalam melaksanakan PUG bidang pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (Sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dapat dilihat dalam diagram di bawah, kegiatan mulai dari:
● Pendekatan dengan para pengambil kebijakan adalah salah satu strategi awal agar para pengambil keputusan dapat memahami dan mempunyai komitmen terhadap persoalan gender dan PUG dalam berbagai pertimbangan untuk mengambil keputusan. Untuk itu perlu dilakukan advokasi dan workshop atau Round Table Discussion (RTD) untuk meningkatkan pemahaman para pengambil keputusan.
● Para perencana juga merupakan aktor yang sangat strategis dalam melaksanakan PUG di bidang pendidikan khususnya dalam perencanaan dan penganggaran. Oleh karena itu penguatan kelembagaan bagi para perencana menjadi suatu keharusan agar PUG dapat dilaksanakan dalam tataran program dan kegiatan di semua jenjang pendidikan dan pemerintahan.
Sumber: Pesan Standar Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan, 2006.
Kerangka Kerja Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan
CAPACITY BUILDING STUDI KEBIJAKAN KEMITRAAN PSW
KEMITRAAN LSM
PENGUATAN STAKEHOLDERS
DATA &
WEBSITE
Penerbit/
Penulis/
Satuan Pend/
Stakeholders
LSM Org.
Perempuan
PT/PSW WORKSHOP, RTD, FGD
STUDI, WORKSHOP PENG. MODEL
SOSIALISASI
Perencana &
Pengelola Program
Pemegang Kebijakan Pusat/
Prov/Kab-Kota
KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER BIDANG
PENDIDIKAN
Kebijakan Responsif Gender Position Paper/
RAN - RAD Rencana &
Program Responsif Gender Analisis situasi/
Profi l Gender Pendidikan
Database/
Website Uploading PKBG/
Life Skills Perempuan
Masyarakat Berwawasan Gender Panduan BA/ Pembelajaran
Pengelolaan Satuan Pend.
Responsif Gender
MEDIA KIE
PENGEMB. PENDATAAN
Peran serta masyarakat
Komitmen Kebijakan Kelembagaan
Data dan
Informasi Terpilih Alat Analisis
Sumberdaya (dana & SDM) PRASYARAT
PELAKSANAAN PUG
Komitmen politik dan kepemimpinan dari lembaga Eksekutif, Yudikatif
dan Legislatif
Dorongan masyarakat madani kepada pemerintah
Sistem informsi dan data yang terpilih menurut jenis kelamin
Adanya alat analisis untuk perencanaan, penganggaran, monev
Sumber-sumber daya yang memadai Adanya kerangka kebijakan sebagai wujud
Komitmen yang ditujukan bagi perwujudan KKG di berbagai bidang pembangunan
Struktur dan mekanisme Pemerintah yang mendukung pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender
7 Prasyarat Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
Sumber : Kementerian PP dan PA, 2013
4. Kegiatan Pengarusutamaan Bidang Pendidikan yang sudah Dilaksanakan
● Pada tahun 2002 – 2003 fokus kegiatan lebih diarahlan pada pembentukan Pokja termasuk keanggotaannya, Capacity building Pokja, Penelitian dan Penyusunan Position paper, Training GAP/POP untuk Pokja, dan kampanye lewat media.
● Periode 2003-2006: Capacity building untuk unit-unit utama pada Kemdiknas, Capacity building untuk Pokja, mendukung pembentukan dan capacity building pada 15 provinsi dalam mendukung PUG Bidang Pendidikan di tingkat Provinsi, capacity building untuk 15 Pokja Provinsi, Training GAP/POP di 15 provinsi, dan juga mendukung tersusunnya position paper di 15 provinsi.
● Periode 2006-2008: Capacity building untuk unit-unit utama Kemdikbud, capacity building untuk Pokja Pusat, media campaign, dan evaluasi untuk pelaksanaan PUG bidang pendidikan, mendukung pembentukan Pokja di 32 Provinsi, capacity building dan round table discussion para pengambil kebijakan, training tentang GAP/POP, pelatihan untuk kurikulum dan bahan ajar responsif gender, dan position paper.
● Periode 2009-2011: Kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan GAP/POP, pelatihan gender budget, pelatihan audit gender, penguatan kelembagaan Pokja, dan media campaign. Mendukung dan fasilitasi Pokja Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pelatihan Anggaran Responsif Gender (ARG), Pelatihan Kurikulum dan Bahan ajar responsif Gender, Penguatan kelembagaan Pokja dan vocal point, serta mendukung pilot model satuan pendidikan yang berwawasan gender.
Aplikasi
Bidang Pendidikan
Pengarusutamaan Gender
A. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Dalam mengaplikasikan PUG pada bidang pendidikan, maka akan menjadi acuan adalah sejauhmana komponen awal PUG bidang pendidikan telah terbangun meliputi: Komitmen bagi para pengambil keputusan, Kebijakan dan program, Kelembagaan (Pokja, Focal Point), Sumber daya manusia, data terpilah dan sistem informasi, alat analisis gender, panduan-panduan dan modul pelatihan-pelatihan, dan bagaimana membangun masyarakat yang berbudaya dan jejaringnya.
1. Membangun Komitmen.
Membangun komitmen bagi para pengambil keputusan di lingkungan Kemdikbud adalah menjadi sangat penting agar pelaksanaan PUG bidang pendidikan dapat berjalan dengan baik. Komitmen ini dapat diindikasikan melalui keluarnya beberapa Peraturan atau Petunjuk Menteri yang sangat jelas dalam memberikan arah kebijakan dalam mendukung pelaksanaan PUG bidang pendidikan mulai dari pusat sampai ke daerah dan bahkan sampai ke satuan-satuan pendidikan di lapangan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam kerangka membangun komitmen untuk mendukung pelaksanaan PUG bidang pendidikan sesuai dengan arahan Inpres nomor 9/2000 yaitu diantaranya;
● Berupa alokasi anggaran tahunan yang dialokasikan dalam APBN sejak tahun 2002 untuk pelaksanaan PUG bidang pendidikan. Alokasi anggaran tersebut diprioritaskan untuk mendukung pelaksanaan PUG di seluruh unit- unit utama Kemdikbud, dan sekaligus juga mendorong pelaksanaan PUG bidang pendidikan di provinsi dan sebagian di tingkat kabupaten/kota.
Pokja, dan media campaign. Menduku
ya
BAB III
● Kementerian Pendidikan Nasional-RI telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung PUG sebagaimana tersebut di atas mulai sejak Tahun 2002 dan sampai saat ini diperkirakan sudah mencapai Rp 136, 1 Milyar rupiah. Pada tahun yang bersamaan juga telah mampu menarik dana APBD di Tingkat Provinsi sebesar Rp 16,1 milyar.
● Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) PUG pada Kementerian dan dukungan untuk membentuk POKJA PUG bidang pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui pemberian dana stimulant kepada provinsi dan sebagaian kabupaten/kota.
● Adanya program dan kegiatan yang jelas dalam pelaksanaan PUG bidang pendidikan.
Pemerintah Kota Surabaya meluncurkan Kota Peduli Perempuan sebagai bentuk komitmen untuk membangun ragam infrastuktur yang responsif gender.
Wali-kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan Pemerintah Kota Surabaya
Pemkot Surabaya Luncurkan Kota Peduli Perempuan
akan melanjutkan pembangunan kota Surabaya yang teratur, bersih, nyaman, ramah lingkungan dan juga peduli perempuan.
Surabaya dapat mencanangkan program Kota Peduli Perempuan ini, tidak hanya melalui retorika semata tetapi juga melalui pembuktian nyata,” kata Walikota Surabaya Tri. Rismaharini.
Surabaya sejak tahun 2009, telah berhasil memberdayakan para ibu rumah tangga melalui ragam pelatihan keterampilan sebagai pelaku usaha di bidang kreasi bordir, batik, daun kering, kain perca, serta usaha makanan dan minuman untuk tujuan peningkatan keterampilan usaha agar para perempuan mampu menunjukkan potensinya secara maksimal dalam aktivitas ekonomi.
2. Penyusunan Kebijakan dan Program
Penyusunan kebijakan dan program yang responsif gender menjadi komponen awal PUG yang harus dilakukan dalam mengawali pelaksanaan PUG pada Kemdikbud ini. Salah satu dokumen penting yang bisa mengantarkan kebijakan dan program dalam pembangunan pendidikan di Indonesia adalah renstra Kemdikbud. Sejauhmana renstra Kemdikbud ini telah responsif gender dapat dilihat dari beberapa hal:
● Visi dan Misi Kemdikbud sebagaimana tertuang dalam renstra.
Visi Kemdiknas 2025 adalah “menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna) sedangkan Visi Kemdiknas 2014 adalah “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif “. Penjelasan tentang layanan prima pendidikan nasional adalah layanan pendidikan:
1) Tersedia secara merata di seluruh pelosok tanah air.
2) Terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
3) Berkualitas/bermutu dan relevan dengan kebutuhan kehidupan bermasyarakat, dunia usaha, dan dunia industri.
4) Setara bagi warga negara Indonesia dalam memperoleh pendidikan berkualitas dengan memperhatikan keberagaman latar belakang.
sosial-budaya, ekonomi, geografi , gender dan sebagainya.
5) Menjamin kepastian bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengenyam pendidikan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri.
Untuk mencapai pelaksanaan Visi tersebut diatas dikemas dalam “ Misi 5 K” yaitu;
1) Meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan.
2) Memperluas keterjangkauan layanan pendidikan.
3) Meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan;
4) Mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendiikan;
5) Menjamin kepastian memperoleh layanan pendidikan.
(Renstra Kemdikbud 2010-2014).
mengatakan Pemerintah Kota Surabaya
Berdasarkan Visi tersebut di atas meskipun tidak tegas berkaitan dengan kesetaraan gender namun dalam poin 4) diatas “ Setara bagi warga negara Indonesia” mempunyai makna seluruh warga negara Indonesia yaitu laki-laki dan perempuan, Namun dalam misi 5 K-nya khusus dalam poin 4) dan 5) secara jelas tertulis kesetaraan dalam memperoleh akses dan menjamin adanya kepastian memperoleh pelayan pendidikan bagi seluruh warga negara baik laki-laki maupun perempuan.
● Tujuan strategis Kemdikbud 20010-2014 yang termuat dalam renstra dengan tegas mengamanatkan adanya kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan sebagaimana dapat dilihat dalam 5 tujuan strategis tersebut yaitu:
1) Tersedia dan terjangkaunya layanan PAUD bermutu dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota.
2) Terjaminnya kepastian memperoleh layanan pendidikan dasar bermutu dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota.
3) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan menengah yang bermutu, relevan dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten dan kota.
4) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan tinggi bermutu, relevan, berdaya saing internasional dan berkesetaraan di semua provinsi.
5) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan orang dewasa berkelanjutan yang berkesetaraan, bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
6) Terwujudnya Bahasa Indonesia sebagai jati diri dan martabat bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah, serta wahana pengembangan IPTEKS.
7) Tersedianya sistem tata kelola yang andal dalam menjamin terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional.
Visi dan misi serta tujuan strategis Kemdibud sebagai mana tercantum dalam renstra Kemdikbud 2010 – 2014 telah menjamin adanya tujuan dan program kesetaraan bagi anak atau siswa baik laki-laki maupun perempuan.
Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, membentuk Rintisan Pendidikan Berwawasan Gender untuk menanamkan pengarusutamaan gender sejak dini kepada anak.
Pemerintah Kabupaten Sleman telah membentuk Rintisan Satuan Pendidikan Berwawasan Gender di tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Mlati, Tempel dan Sleman. Pemkab membuat target setiap tahun terdapat satu kecamatan untuk ditetapkan sebagai kawasan pendidikan berwawasan gender.
Pemkab Sleman juga telah menyusun Rencana Kerja/Kertas kerja 2005 sampai 2014 dan juga membuat modul pengarustamaan gender pada satuan pendidikan.
Pemerintah Kabupaten Sleman Rintisan Pendidikan Berwawasan Gender
3. Membangun Kelembagaan (Pokja, Focal Point).
● Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Sebelumnya Kementerian Pendidikan Nasional) Republik Indonesia telah membentuk POKJA PUG Bidang pendidikan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah ( sekarang telah diganti menjadi Ditjen PAUDNI), yang kemudian legalitas POKJA PUG Bidang pendidikan ditingkatkan dari Surat Keputusan Dirjen menjadi Keputusan Menteri Pendidikan Nasional melalui surat keputusan Nomor 060/P/2007 tentang pembentukan POKJA PUG Bidang pendidikan. Dengan demikian legalitas POKJA bukan hanya “dalam lingkup PAUDNI” saja tetapi meliputi seluruh jajaran dan unit-unit utama Kemdikbud.
● Dengan dibentuknya POKJA PUG bidang pendidikan juga dibentuk para fokal point di masing-masing unit utama Kemdikbud dengan di bawah koordinasi Direktorat Pendidikan Masyarakat pada DITJEN PAUDNI.
● Dalam mengarahkan dan rencana kegiatan POKJA disusun rencana strategis PUG bidang pendidikan dengan menyusun Rencana Aksi PUG bidang pendidikan, dan RENSTRA Kemdikbud 2010 – 2014, dimana ditetapkan indikator capaian disparitas gender dan capaian PUG di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
● POKJA PUG Bidang pendidikan dalam pelaksanaannya didukung oleh TIM Pakar, dari perwakilan beberapa Pusat Studi Wanita/Gender, LSM dan pemerhati gender bidang pendidikan. Apakah ada dukungan staf sepenuhnya dan mempunyai kapabilitas dalam melaksanakan PUG bidang pendidikan.
4. Mengembangkan Sumber Daya Manusia melalui Capacity Building.
● Pelatihan bagi angota Pokja dan fokal point tentang konsep gender dan PUG, serta peran dan tugas Pokja sesuai dengan Permendiknas 84/2008.
Sosialisasi dan advokasi tentang PPRG dan ARG bidanag pendidikan pada unit-unit utama Kemdikbud.
● Pelatihan perencanaan dan penganggaran responsif gender.
● Pelatihan analisis gender dan ARG bagi anggota Pokja dan para perencana di lingkungan Kemdiknas.
● Pelatihan penyusunan kurikulum dan bahan bacaaan responsif gender.
5. Mengembangkan Data Terpilah dan Sistem Informasi, termasuk Menyusun Profi l Gender Bidang Pendidikan.
● Pelatihan penyusunan dan analisis data terpilah.
● Terbangunnnya data terpilah bidang pendidikan bekerjasama dengan Pusat data dan Statistik bidang pendidikan.
● Terbangun sistem informasi pendidikan responsif gender.
6. Mengembangkan Alat Analisis Gender, Panduan-Panduan dan Modul Pelatihan-Pelatihan.
● Tersusunnya alat analisis gender.
● Tersusunnya Modul pelatihan PUG, PPRG, Analisis Gender dan ARG, penyusunan kurikulum responsif gender.
● Tersusunnya Panduan Teknis PUG bidang pendidikan.
● Tersususunnya berbagai panduan satuan-satuan pendidikan berwawasan gender
7. Membangun dan Mengembangkan Jejaring
● Perwakilan LSM dan perguruan Tinggi diakomodasikan dalam Pokja.
● Kegiatan selalu bermitra dengan LSM dan PT.
● Kegiatan penelitian dan pengkajian memanfaatkan kepakaran dari PT dan LSM maupun dunia usaha.
● Meminta umpan balik (feed back) dari LSM dan Masyarakat.
B. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sejalan dengan di Pusat maka pelaksanaan PUG pada pemerintah provinsi juga akan dilihat bagaimana komponen awal PUG telah dibangun, maka untuk itu akan dianalisis satu persatu komponen awal itu dilaksanakan dan diaplikasikan.
1. Membangun komitmen bagi para pengambil keputusan.
Terintegrasinya gender dalam sistim perencanaan dan anggaran mulai dari dokumen perencanaan RPJPD, RPJMD, RKP dan Renstra SKPD yang responsive gender. Juga beberapa PERDA dan Peraturan Gubernur yang berkaitan dengan PUG bidang pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota.
2. Penyusunan Kebijakan dan program.
Visi dan misi, program dan kegiatan Pendidikan di Provinsi daan Kabupaten/
Kota yang telah mengakomodasikan kesetaraan gender. Tersusunnya Rencana Aksi Daerah yang berkaitan dengan upaya menurunkan tingkat kesenjangan gender bidang pendidikan.
3. Membangun kelembagaan
Terbentuk dan berfungsinya POKJA PUG bidang Pendidikan di Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta tersedia dan terlatihnya fokal point di masing-masing SKPD,
4. Mengembangkan sumber daya manusia melalui capacity building.
Adanya kegiatan pelatihan dalam meningkta capasitas anggota POKJA dan para Fokal point yang berkaitan dengan Konsep Gender dan PUG, Analisis gender, Perencanaan dan penganggran responsive gender, Aplikasi PUG di satuan pendidikan.
5. Mengembangkan data terpilah dan sistem informasi, termasuk menyusun profi l gender bidang pendidikan.
6. Mengembangkan alat analisis gender, panduan-panduan dan modul pelatihan-pelatihan.
7. Membangun dan mengembangkan jejaring.
Membangun jejaring dengan Pusat Studi Wanita/Gender, LSM, Dunia Usaha, Pemerhati dan media.
C. Aplikasi Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Satuan Pendidikan
Konsep pendidikan sekolah yang responsif gender mengacu pada konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup: Pengelolaan/Manajemen Sekolah, Proses Pembelajaran dan Peran Serta Masyarakat.
1. Komponen Pengelolaan Sekolah a. Organisasi dan Budaya Sekolah
Pengertian organisasi dan budaya bersekolah dapat diartikan bahwa seluruh pengalaman psikologis warga sekolah (sosial, emosional dan intelektual) yang diserap selama berada dalam lingkungan sekolah mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG). Langkah menciptakan Budaya Sekolah yang Sensitif Gender dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
● Menciptakan rasa aman dan nyaman tanpa ada kekerasan fi sik, psikis, seksual berbasis perbedaan jenis kelamin.
● Memberikan penghargaan dan penghormatan sesuai dengan posisi dan perannya masing-masing.
● Menghindari terjadinya diskriminasi gender baik terhadap laki-laki maupun terhadap perempuan.
● Menghilangkan stereotipi gender baik mengenai fungsi dan peran laki-laki maupun perempuan.
● Tidak menggunakan simbol-simbol, gambar, poster, lukisan dan bahasa verbal maupun non-verbal yang dapat menimbulkan pelecehan laki- laki maupun perempuan.
b. Sarana dan Prasarana
Dalam mewujudkan pendidikan di sekolah yang berwawasan gender (PSBG), pengembangan sarana dan prasarana pendidikan yang responsif gender perlu dilakukan sehingga semua komponen sekolah yang terlibat di dalamnya memiliki akses yang sama untuk mendayagunakannya dengan tanpa membedakan jenis kelamin.
Sarana dan prasarana yang responsif gender dapat dilihat dengan beberapa ciri sebagai berikut:
● Tersedianya sarana-prasarana yang mempertimbangkan kebutuhan berbeda antara laki-laki dan perempuan.
√ Pemanfaatan sarana-prasarana tidak terjadi dominasi atas dasar perbedaan jenis kelamin.
√ Meninjau kembali sarana-prasarana yang penggunaannya tidak ramah (kesulitan) pada jenis kelamin tertentu.
√ Menyediakan sarana-prasarana untuk menunjang fungsi reproduksi dan kultural, misalnya: tempat penitipan anak, kamar mandi terpisah, dan transportasi yang aman, dll.
c. Administrasi Sekolah
Administrasi sekolah meliputi antara lain:
● Data yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dapat disajikan pada berbagai dokumen sekolah. Indikator yang dikembangkan dalam sistem pendataan dan informasi tersebut diusahakan mencakup unsur-unsur input, proses, dan hasil.
● Diprogramkan pula penguatan fungsi monitoring dan evaluasi.
d. Kebijakan dan Pengelolaan Sekolah
Kebijakan dan pengelolaan Sekolah meliputi:
● RKAS yang Responsif Gender. RKAS yang berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan untuk laki-laki dan perempuan secara setara, adil, dan seimbang.
● RKAS dalam perwujudan pendidikan yang Responsif Gender; RKAS adalah instrumen yang cukup penting dalam rangka menciptakan iklim sekolah yang responsif gender.
● Indikator Anggaran Pendidikan yang Responsif Gender; untuk menyusun indikator RKAS dan kesetaraan gender digunakan beberapa pertanyaan kunci sebagai berikut.
√ Seberapa besar anggaran yang diperuntukkan pada kebutuhan perempuan sebagai tindakan khusus (affi rmative action)?
√ Seberapa besar anggaran untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan gender di sekolah?
√ Seberapa besar anggaran untuk kebijakan dan program sekolah yang responsif gender dengan indikator akses, partisipasi, kontrol dan manfaatnya untuk laki-laki dan perempuan secara setara dan adil gender.
2. Proses Pembelajaran
Prinsip belajar yang berkelanjutan mengacu Pada Model PAIKEM (Model Pembelajaran Aktif, Innovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan Pembelajaran Kontekstual Karakteristik Proses Pembelajaran yang diciptakan oleh guru harus:
● Bersifat aktif terhadap semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus diberikan kesempatan untuk ikut aktif dalam belajar dan proses pembelajaran dan pemberian perhatian secara spesifi k sesuai kebutuhan anak.
● Mampu mengembangkan kreativitas peserta didik terhadap semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus diberikan kesempatan dapat mengembangkan kebebasan untuk berkarya dan mencipta sesuai dengan tingkatan usianya, sehingga kreativitas mereka dapat tumbuh dan berkembang.
● Mampu menciptakan proses pembelajaran yang efektif, artinya semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus memiliki kesempatan untuk mengakses setiap sumber-sumber belajar secara seimbang, sehingga mampu mencapai tujuan belajar dan membentuk perilaku mereka secara efektif.
● Mampu menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, artinya semua peserta didik, laki-laki dan perempuan, harus dapat menikmati proses pembelajaran itu sehingga setiap peserta didik memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar secara terus-menerus.
Sedangkan Prinsip-Prinsip Pembelajaran Responsif Gender adalah sebagai berikut;
√ Memahami sifat anak laki-laki dan perempuan baik perorangan maupun kelompok.
√ Memanfaatkan perilaku murid laki-laki dan perempuan dalam belajar.
√ Mengembangkan berpikir kritis, kreatif, dan pemecahan masalah bagi laki-laki dan perempuan.
√ Ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik bagi anak laki-laki dan perempuan.
√ Manfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang menarik bagi laki-laki dan perempuan.
√ Umpan balik untuk meningkatkan kegiatan belajar murid laki- laki dan perempuan.
√ Membedakan antara aktif fi sik dan aktif mental murid laki-laki dan perempuan.
3. Peranserta Masyarakat
Peran serta masyarakat yang responsif gender adalah keterlibatan masyarakat secara seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, peran, dan tanggung jawabnya serta partisipasinya dalam fungsi kontrol dan pengambilan keputusan serta menerima manfaat secara adil. Peran komite sekolah, Peran orangtua/wali, Peran masyarakat sekitar sekolah, Peran masyarakat umum, dll.
Beberapa Pengalaman Terpetik
Bidang Pendidikan
Pengarusutmaan Gender
A. Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Tingkat Pusat
● PUG merupakan salah satu cross-cutting isu dalam pembangunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mengidentifi kasi 11 prioritas termasuk pendidikan dan tiga prinsip lintas sektor sebagai dasar operasional pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan yaitu: 1) Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan;
2) Pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik dan 3) Pengarusutamaan gender.
● Gender diintegrasikan dalam RENSTRA Kemendiknas 2010-2014
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama telah mengembangkan Rencana Strategis Pendidikan 2010-2014 (disebut sebagai ‘Renstra’) yang didasarkan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan panduan reformasi. Renstra melaksanakan perhatian Pemerintah Indonesia pada pendidikan dasar dan penyediaan sembilan tahun pendidikan yang berkualitas untuk semua anak laki-laki dan perempuan.
Sebagai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk sistem pendidikan, renstra mencakup baik pendidikan umum maupun swasta, dan target strategisnya mencakup baik lembaga-lembaga pendidikan keagamaan negeri maupun swasta. Lima prioritas utama adalah:
√ Membedakan antara aktif fi sik dan aktif mental murid laki-laki dan perempuan.
3 Peranserta Mas arakat