B. PROSEDUR PENELITIAN
5. Kegiatan Pengujian Proliferasi Sel Limfosit Manusia secara In Vitro
a. Persiapan media kultur sel (modifikasi Ramadhani, 2009)
Media yang digunakan untuk kultur sel adalah RPMI-1640 (telah mengandung L-
glutamine). Bubuk RPMI sebanyak 10.42 g dilarutkan dalam aquabidest, sehingga diperoleh 1 liter larutan RPMI-1640. Kemudian ditambahkan 2 g NaHCO3 (sebagai buffer) dan 1% larutan antibiotik dalam larutan RPMI-1640 tersebut. Penelitian Ramadhani (2009)
menggunakan larutan antibiotik gentamycin, namun dalam penelitian ini yang
dipergunakan adalah larutan antibiotik penisilin-streptomisin. Campuran larutan tersebut Rendemen ekstrak etanol (%)
= Bobot ekstrak etanol x 100%
Bobot substrat etil asetat (4.a.3)
Konsentrasi ekstrak dalam darah
= Bobot asumsi konsumsi ekstrak tepung pearl millet per hari (4.a.5)
6 liter darah Rendemen ekstrak etil asetat (%)
= Bobot ekstrak etil asetat x 100%
Bobot substrat heksana (4.a.2)
Rendemen ekstrak heksana/ akuades/ β-glukan (%)
= Bobot ekstrak x 100%
Bobot tepung awal (4.a.1)
Bobot asumsi konsumsi ekstrak tepung pearl millet per hari
disterilisasi dengan membran steril 0.22 µm. Komposisi media RPMI-1640 disajikan pada Lampiran 13.
b. Isolasi sel limfosit manusia (modifikasi Yanuwar, 2009; Pertiwi, 2009)
Sel limfosit diisolasi dari darah seorang pria dewasa sehat. Kegiatan pendonoran darah dilakukan di klinik Farfa Darmaga oleh seorang perawat. Darah diambil dari seorang responden secara aseptis dengan syringe dan jarum butterfly nomor 23 steril sekali pakai
yang dihubungkan dengan tabung vacutainer mengandung antikoagulan EDTA. Jumlah
darah yang diambil adalah 2 x 15 ml. Sampel darah secepatnya dibawa ke laboratorium untuk pengerjaan prosedur isolasi sel limfosit. Sampel darah dalam vacutainer selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi yang dilakukan secara aseptis di dalam laminar hood untuk menjamin keaseptisan proses.
Tahap pertama dari prosedur isolasi sel limfosit adalah pemisahan komponen selular dengan sentrifugasi sampel darah pada 1500 rpm selama 10 menit. Bagian darah yang lebih berat (eritrosit) berada di bagian bawah (warna merah), sedangkan serum darah terpisah di bagian atas (warna kuning). Lapisan buffycoat yang sebagian besar berisi sel-sel darah putih, khususnya sel limfosit, berada diantara kedua lapisan tersebut.
Lapisan buffycoat tersebut selanjutnya dipindahkan ke tabung sentrifugasi steril baru dengan sebelumnya membuang cairan serum yang bewarna kekuningan sebanyak ± 2-5 ml. Bagian lapisan buffycoat yang diambil berjumlah ± 5 ml termasuk bagian serum dan sedikit bagian bewarna merah muda di atas eritrosit. Kemudian, tambahkan sejumlah RPMI dengan jumlah yang sama (1:1). Kedua larutan tersebut selanjutnya dicampur dengan cara dikocok secara manual hingga homogen.
Tahap kedua dari prosedur isolasi sel limfosit adalah memisahkan sel limfosit dari sel- sel darah putih lainnya ataupun dari sel darah merah yang masih ada dalam suspensi sel tersebut. Tahap kedua ini dilakukan dengan menyiapkan tabung sentrifugasi kosong steril yang kemudian diisikan 3 ml larutan ficoll-hystopaque (densitas 1.77 ± 0.001 g/ml) dan kemudian melewatkan lapisan buffycoat melalui larutan ficoll-hystopaque tersebut secara perlahan dengan cara dialirkan melalui dinding tabung sehingga terbentuk dua lapisan. Tabung tersebut kemudian disentrifugasi pada 2500 rpm selama 30 menit. Sel darah putih yang tidak bergranula atau agranulosit, seperti sel limfosit dan monosit mempunyai densitas lebih rendah dari larutan ficoll-hystopaque sehingga posisinya akan berada di atas permukaan yang terlihat seperti lapisan cincin putih. Sel darah merah dan granulosit akan terpisah di dasar tabung sentrifugasi karena berdensitas lebih tinggi.
Tahap ketiga adalah pengambilan lapisan cincin putih yang berisi sel limfosit dengan mikropipet secara perlahan dan dipindahkan ke tabung sentrifugasi baru yang steril. Suspensi sel limfosit tersebut selanjutnya dicuci dengan penambahan 5 ml media RPMI. Campuran ini kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit dan dicuci sebanyak dua kali. Setelah itu, supernatan dibuang kemudian suspensi sel limfosit ditambahkan 6 ml media RPMI dan selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah sel limfosit awal.
c. Uji keberadaan sel limfosit dengan pewarna biru tripan (modifikasi Yanuwar, 2009)
Uji keberadaan sel limfosit dilakukan dengan menggunakan pewarna biru trifan. Perbandingan antara jumlah larutan sel limfosit dan RPMI dengan pewarna biru trifan
adalah 1:1 pada sumur lempeng mikrokultur, dengan jumlah 20 l masing-masing,
menit, jumlah sel dihitung dengan menggunakan hemasitometer di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali.
Uji keberadaan sel limfosit ini dilakukan dengan menghitung jumlah sel dengan menggunakan pewarna biru trifan yang dimaksudkan untuk menentukan viabilitas sel yang akan diuji, yaitu sebelum dilakukan pengujian sel harus dalam kondisi hidup sebesar 95%. Untuk mengetahui angka ini, maka perlu dihitung pula jumlah sel yang mati atau rusak pada area yang sama (Puspawati, 2009).
Selain viabilitas sel berdasarkan persentase, perlu diketahui juga jumlah konsentrasi sel yang akan dikultur. Jumlah konsentrasi sel tersebut sebaiknya sekitar 1-4 x 106 sel/ml (Bellanti, 1993) dan ditentukan melalui asumsi bahwa sel limfosit akan mampu bertahan hidup dan melewati siklus hidupnya selama waktu inkubasi 72 jam (Paul, 1972). Jika konsentrasi sel yang terhitung rendah atau kurang dari 1.50 x 105 sel/ml, maka sel tidak dapat bertahan hidup dan tumbuh (Bellanti, 1993).
Sel limfosit yang hidup akan tampak transparan dan berbentuk benar-benar bulat, sedangkan sel limfosit yang rusak atau mati akan berbentuk tidak beraturan atau berwarna biru seluruhnya. Perhitungan sel limfosit hidup dan mati dilakukan pada dua area kotak besar yang berada di pojok dan saling bersebrangan. Persamaan (5.1) digunakan untuk menghitung konsentrasi sel yang terdapat pada suspensi sel limfosit hasil kegiatan isolasi sel limfosit. Kegiatan penghitungan ini dilakukan dalam waktu kurang dari 3 menit.
(5.1) Keterangan:
Ā = Rata-rata jumlah sel terhitung dari dua area kotak besar
FP = Faktor pengenceran (2), diperoleh dari penambahan pewarna biru trifan : suspensi sel yaitu 1:1
104 = Faktor koreksi volume hemasitometer yang setiap kotak sekundernya
berukuran 1 x 1 mm dan kedalaman 0.1 mm, sehingga volumenya 0.1 mm3 (1
ml = 1 cm3 = 1000 mm3)
Setelah diketahui jumlah viabilitas sel limfosit yang telah diisolasi, maka selanjutnya suspensi sel limfosit tersebut akan dikulturkan bersama larutan RPMI, larutan mitogen, dan larutan kerja ekstrak tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik yang telah dibuat sebelumnya. Tahapan ini merupakan tahapan pengujian aktivitas proliferasi sel limfosit dengan MTT.
d. Pengujian aktivitas proliferasi sel limfosit dengan MTT (modifikasi Yanuwar, 2009)
Suspensi limfosit dalam media lengkap sebanyak 80 µl dimasukkan ke dalam masing- masing sumur pada lempeng mikrokultur, kemudian masing-masing sumur ditambah dengan 10 µl larutan serum darah AB dan 20 µl larutan kerja ekstrak. Untuk kontrol positif, sel limfosit dikultur dengan 20 µl larutan mitogen dengan konsentrasi 9.09 µg/ml pada kultur sel. Penggunaan larutan mitogen sebagai kontrol positif pada pengujian ekstrak hasil ekstraksi bertingkat dengan ekstrak β-glukan memiliki perbedaan. Pengujian ekstrak hasil ekstraksi bertingkat menggunakan larutan mitogen pokeweed (PKW) dan lipopolisakarida
(LPS), sedangkan pengujian ekstrak β-glukan menggunakan kedua larutan mitogen
sebelumnya dan concavalin A (Con A).
Sebagai kontrol standar, suspensi sel limfosit dikultur dengan media RPMI, lalu
semuanya diinkubasi dalam inkubator pada 370C, CO2 5%, O2 95% dan RH 96% selama 3 x
24 jam. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian kali ini secara menyeluruh terbagi menjadi 3 macam, yakni perlakuan dengan kontrol standar, perlakuan dengan kontrol positif, dan perlakuan dengan larutan kerja ekstrak. Agar mudah diingat, pada waktu peletakan kultur ke sumur dilakukan pemetaan terlebih dahulu terhadap jenis ekstrak, mitogen dan kontrol standar untuk menghindari kesalahan pada waktu pembacaan absorbansi. Peta sumur pada microplate dapat dilihat pada Lampiran 14 untuk pengujian ekstrak hasil ekstraksi bertingkat dan Lampiran 15 untuk pengujian ekstrak β-glukan.
Empat jam sebelum masa inkubasi berakhir, pada masing-masing sumur kultur sel ditambahkan 10 µl larutan pereaksi garam tetrazolium (MTT) 0.5% pada setiap sumur. Larutan MTT 0.5% dibuat dengan melarutkan bubuk MTT sebanyak 0.25 g dalam 50 ml PBS dan diaduk hingga homogen. Larutan kemudian disterilisasi dengan membran sterilisasi diameter 0.22 µ m. Inkubasi dilanjutkan kembali hingga tercapai masa inkubasi 3 x 24 jam. Setelah masa inkubasi berakhir, pada masing-masing sumur kultur sel ditambahkan larutan HCl dalam isopropanol 0.04 N sebanyak 80 µl untuk melarutkan kristal formazan yang terbentuk. HCl-isopropanol 0.04 N dibuat dengan cara menambahkan HCl 37% sebanyak 23.4 µl pada 8.97 ml isopropanol PA. Tahap akhir adalah pengukuran nilai absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm. Dari hasil pengukuran absorbansi dapat dihitung aktivitas proliferasi yang dinyatakan sebagai nilai IS (indeks stimulasi) menggunakan persamaan (5.2).
IS = OD yang distimulasi dengan ekstrak atau mitogen (5.2)
OD pada kontrol standar Keterangan:
IS = Indeks Stimulasi