• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ekstrak tepung jewawut terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh ekstrak tepung jewawut terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK TEPUNG JEWAWUT TERHADAP

PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA SECARA IN VITRO

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

SELMA TRINITASARI

F24062046

(2)

THE INFLUENCE OF PEARL MILLET FLOUR EXTRACTS TO

HUMAN LYMPHOCYTE CELL PROLIFERATION IN VITRO

Selma Trinitasari

1

, C. C. Nurwitri, DAA

2

, and Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat

Zakaria, M.Sc.

3

Department of Food Science and Technology. Faculty of Agricultural

Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor,

West Java, Indonesia.

E-mail:

1

selma_trinitasari@hotmail.com,

2

nurwitri_ccn@yahoo.com,

3

fransiska_z@hotmail.com

ABSTRACT

Pearl millet is one kind of cereal crops. It has potential to be the source of carbohydrates, antioxidant compound, dietary fiber and dietary nutrient which are important for health. The aim of this study was to investigate the in vitro influence of pearl millet flour 100 s polished extracts to human lymphocyte cells proliferation. Those extracts are hexane extract, ethyl acetate extract, ethanol extract, distilled water extract and β-glucans extract. Two kinds of extracting process were used in this research, multilevel extraction and β-glucans extraction and purification. All extracts were treated to human lymphocyte cells in cell culture. The cells were isolated from healthy human peripheral blood cells.

The extracts that have shown good impact to lymphocyte cells proliferation were ethyl acetate extract at 11.43 µg/ml, ethanol extract at 117.59 µg/ml, distilled water extracts at 223.88 µg/ml, 447.76 µg/ml and 895.53 µg/ml, and β-glucan extract at 6666.67 µg/ml. The good impact showed by the value of stimulation index average which was more than 1.00. This result gave an information about the possibility of immunomodulator activity from pearl millet flour extracts, so that could increase the immune system of human body.

(3)

Selma Trinitasari. F24062046. Pengaruh Ekstrak Tepung Jewawut Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro. Di bawah bimbingan C. C. Nurwitri dan Fransiska Rungkat-Zakaria. 2010

RINGKASAN

Tanaman jewawut memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat, antioksidan, senyawa bioaktif, dan serat yang penting bagi kesehatan. Selain itu, tanaman ini dapat pula dijadikan sebagai bahan pangan substitusi beras dan sumber protein. Salah satu jenis tanaman jewawut yang kerap kali diteliti adalah tanaman jewawut jenis pearl millet yang sekaligus paling banyak dibudidayakan di Indonesia dibandingkan jenis tanaman jewawut lainnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat sosoh biji pearl millet yang telah tersosoh 100 detik dan mengetahui pengaruh ekstrak tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik terhadap proliferasi sel limfosit manusia. Ekstrak tersebut terdiri atas ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, ekstrak etanol, ekstrak akuades, dan ekstrak senyawa β-glukan.

Penelitian ini terbagi menjadi lima kegiatan penelitian, yakni penentuan derajat sosoh biji pearl millet tersosoh 100 detik, penyosohan dan pembuatan tepung pearl millet tersosoh 100 detik, ekstraksi tepung pearl millet tersosoh 100 detik, pembuatan larutan kerja ekstrak, dan pengujian ekstrak terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro. Kegiatan ekstraksi tepung pearl millet tersosoh 100 detik terbagi menjadi 2 kegiatan ekstraksi, yakni kegiatan ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi serta kegiatan ekstraksi dan purifikasi senyawa β-glukan.

Kegiatan penyosohan tepung jewawut selama 100 detik ternyata memiliki derajat sosoh sebesar 27.27% dengan rendemen biji pearl millet tersosoh adalah 90.67%. Tahapan ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi dilakukan untuk ekstrak heksana, etil asetat, dan etanol dengan rendemen esktrak secara berurutan adalah 2.70%; 0.38%; dan 1.94%, sedangkan untuk ekstrak akuades hanya dilakukan dengan metode maserasi dan didapatkan rendemen esktraknya adalah

14.78%. Rendemen ekstrak β-glukan yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 4.40%.

Pengujian ekstrak terhadap proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro dilakukan dengan

menggunakan MTT [3-(4,5-Dimethylthiazole-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide] sebagai

indikator sel hidup. Perhitungan proliferasi sel limfosit didapatkan dengan nilai rata-rata indeks stimulasi (I.S) dari pembacaan absorbansi dengan ELISA reader. Sel-sel limfosit manusia berasal dari darah pria dewasa sehat yang telah diisolasi sebelumnya dan dikultur bersama larutan RPMI sebagai kontrol standar, larutan mitogen sebagai kontrol positif, dan kelima ekstrak di atas. Sel limfosit

tersebut diinkubasi pada suhu 370C dengan kondisi atmosfer yang mengandung CO2 5%, O2 95%, dan

RH 96% selama 3 x 24 jam.

(4)
(5)

PENGARUH EKSTRAK TEPUNG JEWAWUT TERHADAP

PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA SECARA IN VITRO

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Oleh

SELMA TRINITASARI

F24062046

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Ekstrak Tepung Jewawut Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro

Nama : Selma Trinitasari

NIM : F24062046

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(C. C. Nurwitri, DAA) (Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M. Sc.)

NIP: 19580504.198503.2.001 NIP: 19490614.198503.2.001

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814.199002.1.001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Ekstrak

Tepung Jewawut Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro adalah hasil karya

saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 15 Juni 2011 Yang membuat pernyataan

(8)

 Hak cipta milik Selma Trinitasari, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 5 Agustus 1988. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Esti Widodo dan Dwiyana Anoraga. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Ananda Bekasi, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Marsudirini Bekasi hingga tahun 2003. Setelah itu menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Marsudirini Bekasi pada tahun 2006. Pendidikan tinggi dilanjutkannya dengan jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada periode 2006-2010.

Selama menjalani studinya di perguruan tinggi, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik IPB), pengurus HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) sebagai anggota divisi Profesi dan wakil ketua FPC (Food Processing Club), Tim Pendamping IPB, reporter buletin PMK-KEMAKI (Anggur Baru Caritas), ketua Ikatan Alumni SMA Marsudirini Bekasi, serta aktif di berbagai kepanitiaan, seperti Santa Claus Day 2006, Paskah Mahasiswa Se-Keuskupan Bogor 2007, Seminar Keamanan Pangan & ISO 22000:2005 dan Pelatihan HACCP 2008, BAUR 2008, Pelatihan Pendamping 2008-2010, Education Day SMA Marsudirini Bekasi 2006-2010, dan Reuni Akbar SMA Marsudirini Bekasi Angkatan 1-13 pada tahun 2011.

Beberapa prestasi yang diperoleh penulis adalah menjadi Juara 1 Cerdas Cermat SMA Se-Jabodetabek 2005, Juara 2 Porseni Bekasi Teater 2004, dan Juara 1 Instrumental’s Competition Group Porseni Bekasi 2003. Selain itu, penulis kerap kali mengikuti berbagai seminar dan pelatihan terkait dengan jurusannya dan pengembangan diri. Penulis juga terpilih menjadi asisten dosen dalam pelaksanaan praktikum Teknologi Fermentasi SJMP Diploma dan praktikum Mikrobiologi Pangan S1 Departemen Ilmu & Teknologi Pangan IPB pada tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis menghasilkan sebuah karya ilmiah dengan topik bahasan mengenai pangan (food) yang membahas mengenai penelitian penulis sebagai tugas akhirnya. Karya ilmiah ini diikutsertakan dalam sebuah acara tahunan, “The 17th Tri-University International Joint Seminar and Symposium 2010”, yang diadakan di Chiang Mai University, Thailand, atas bimbingan Ibu C. C. Nurwitri, DAA selaku dosen pembimbing pertama, Prof. Fransiska R. Zakaria, M. Sc. Selaku dosen pembimbing kedua, dan Ibu S. Endah Agustina selaku dosen pembimbing para mahasiswa yang mengikuti acara Tri-U setiap

tahunnya. Penelitian yang merupakan tugas akhir penulis memiliki judul “Pengaruh Ekstrak

Tepung Jewawut Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro” dengan bimbingan

(10)

KATA PENGANTAR

Puji-pujian serta syukur yang tidak terhingga penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan pertolongan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dengan judul Pengaruh Ekstrak Tepung Jewawut Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia Secara In Vitro dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sejak bulan September 2009 sampai Juni 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Esti Widodo (alm.) dan Dwiyana Anoraga sebagai orang tua terbaik yang selalu mengizinkan pengeksplorasian diri menjadi manusia yang berguna dan bertanggung jawab dengan memberikan kebebasan berpikir dan bertindak.

2. C. C. Nurwitri, DAA, selaku dosen pembimbing pertama yang selalu menyediakan waktu di tengah-tengah kesibukannya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis. 3. Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberi

bimbingan dan nasehat kepada penulis serta segala perhatian dan arahan yang membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

4. Prof. Drh. Bambang Pontjo P., M.S., Ph. D. atas bantuan dan masukannya selama penelitian. 5. Ibu Yuszda dan Mbak Mutiara atas bantuan dan kebersamaannya selama penelitian ini.

6. Bapak Pamuji dan Ibu Nina yang selalu mendukung apapun yang saya lakukan untuk tetap melangkah maju.

7. Sahabat-sahabat terbaik saya: Markus, Widjaya, Dion Sugianto, Kandi Jelita, Marcellius Aditya Sutrisna, Bobby Chrisenta, Yulia Triwijiwati, Elisabeth Angeline, Dionita Kristi Napitupulu, Yessica Dwi Ariesta, Gde Sandhayana, Erick, Sandra Mariska, Wonojatun, Saffiera Karleen, Arius Wiratama, dan Septi Dwi Utami. Terimakasih atas dukungan, doa, kebersamaan, nasehat, dan ledekan yang menyenangkan. Semoga tetap menjadi sahabat kemarin, hari ini, esok, dan selamanya.

8. Teman sebimbingan saya, Bintang Endah Lestari. Terima kasih atas kebersamaan dan dukunganmu selama ini. Dan tidak lupa juga kepada kakak Agnes, Beqi, Cath, Kamlit, Kenchi, Umam, dan Kalista atas bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

9. Bapak Wahid, bapak Sidiq, bapak Rojak, bapak Taufik, ibu Antin, ibu Rubiah, ibu Ari, ibu Sari, bapak Edi, bapak Aldi, dan teknisi lainnya. Terimakasih atas bantuannya, bimbingannya, masukkan, dan nasehat yang diberikan selama di laboratorium.

10. Bapak-bapak dan ibu-ibu di PITP, perpustakaan FPIK, perpustakaan FKH, LSI yang selalu melayani penulis dengan senang hati mencari skripsi, buku, artikel, jurnal, dan fotokopi semua bahan-bahan tersebut untuk kepentingan penulisan skripsi ini.

11. Teman-teman di ITP 42, 43, 44, dan 45 yang telah menjadi teman-teman selama menjalani fase kehidupan selama di mayor Ilmu dan Teknologi Pangan.

12. Teman-teman Tim Pendamping IPB yang telah menjadi salah satu tempat untuk berkembang menjadi seorang pribadi yang lebih baik untuk mendalami watak manusia dan kehidupan ini. 13. Teman-teman KEMAKI dari semua angkatan yang telah menciptakan kebersamaan mahasiswa

kristiani Katolik yang sangat berkesan.

14. Bapak Dwiatmoko Setiono selaku direktur utama PT. Sekawan Karsa Mulia dan Ibu Ria Susanty selaku Manager PDQA (Product Development and Quality Assurance) PT. Sekawan Karsa Mulia atas kesempatan bekerja sambil menyelesaikan tugas akhir.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan.

Bogor, 15 Juni 2011

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. HIPOTESIS ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. JEWAWUT ... 3

1. Keberadaan Jewawut (Millet) Secara Global ... 3

2. Keberadaan Jewawut (Millet) Di Indonesia ... 3

3. Pemanfaatan Jewawut sebagai Bahan Makanan Secara Global ... 5

4. Pearl Millet (Pennisetum glaucum) ... 6

5. Struktur Pearl Millet pada Umumnya ... 8

6. Senyawa Fitokimia Pearl Millet ... 10

B. β-GLUKAN ... 11

C. SISTEM IMUN ... 12

D. MEKANISME RESPON IMUN SPESIFIK ... 13

E. DARAH ... 15

F. SEL LIMFOSIT ... 15

1. Sel T ... 15

2. Sel B ... 16

G. PROLIFERASI SEL LIMFOSIT …….….………...…... 16

H. KULTUR SEL ………..….………... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN..………... 19

(12)

B. PROSEDUR PENELITIAN....………..……... 19

1. Kegiatan Penentuan Derajat Sosoh ...………... 19

2. Kegiatan Penyosohan dan Pembuatan Tepung Pearl Millet Tersosoh 100 detik …... 21

3. Kegiatan Ekstraksi Tepung Pearl Millet Tersosoh 100 detik ... 21

4. Kegiatan Pembuatan Larutan Kerja Ekstrak untuk Kultur Sel ...………..………... 22

5. Kegiatan Pengujian Proliferasi Sel Limfosit Manusia secara In Vitro ...23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….…………... 27

A. DERAJAT SOSOH DAN RENDEMEN BIJI PEARL MILLET TERSOSOH ..………... 27

B. EKSTRAKSI TEPUNG PEARL MILLET ……....………....…... 28

C. KONSENTRASI EKSTRAK UNTUK PENGUJIAN PROLIFERASI SEL LIMFOSIT PADA KULTUR SEL ... 30

D. PENGARUH EKSTRAK TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA SECARA IN VITRO ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 41

A. KESIMPULAN………... 41

B. SARAN………... 41

DAFTAR PUSTAKA………... 42

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan nutrisi tiga jenis jewawut, jagung, dan beras ... 4

Tabel 2. Kandungan nutrisi tiga macam jewawut (%) ... 4

Tabel 3. Kandungan mineral tiga jenis jewawut dan jagung (mg /100 g) ... 4

Tabel 4. Kandungan mineral beras, gandum, jagung, dan jewawut ... 5

Tabel 5. Pemanfaatan jewawut di masa modern ... 6

Tabel 6. Komposisi asam amino esensial (mg/g) dan distribusi fraksi protein (%) protein total pada pearl millet dengan sorgum sebagai pembanding ...8

Tabel 7. Komposisi kimia jewawut ... 9

Tabel 8. Asam fenolik yang terdeteksi pada biji jewawut ... 10

Tabel 9. Perbedaan sifat-sifat sistem imun nonspesifik dan spesifik ... 13

Tabel 10. Perbedaan imunitas humoral dan selular ... 14

Tabel 11. Fungsi darah ... 15

Tabel 12. Penentuan derajat sosoh biji pearl millet ... 28

Tabel 13. Ekstrak hasil ekstraksi bertingkat tepung pearl millet ... 30

Tabel 14. Konsentrasi ekstrak pada kultur sel secara teoritis ... 31

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman pearl millet ... 7

Gambar 2. Biji pearl millet ... 7

Gambar 3. Struktur biji jewawut ... 9

Gambar 4. Struktur kimia β-glukan yang pada umumnya berasal dari serealia ... 11

Gambar 5. Bentuk sel limfosit manusia (tunggal) dengan SEM ... 15

Gambar 6. Ilustrasi kegiatan penelitian yang dilakukan ... 20

Gambar 7. Diagram alir kegiatan pengolahan biji pearl millet menjadi tepung (sosoh 100 detik) ... 21

Gambar 8. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan kontrol positif yang diberi PKW dan LPS ... 33

Gambar 9. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak heksana ... 34

Gambar 10. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak etil asetat ... 35

Gambar 11. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak etanol ... 35

Gambar 12. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar dan ekstrak akuades ... 36

Gambar 13. Rata-rata indeks stimulasi proliferasi sel limfosit kontrol standar, kontrol positif, dan semua ekstrak hasil kegiatan ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi ... 38

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pemanfaatan jewawut ... 47

Lampiran 2. Gambaran umum sistem imun ... 51

Lampiran 3. Plasma dan sel darah ... 52

Lampiran 4. Contoh ilustrasi kegiatan penentuan derajat sosoh biji pearl millet ... 53

Lampiran 5. Tahapan ekstraksi bertingkat tepung pearl millet tersosoh 100 detik ... 54

Lampiran 6. Tahapan ekstraksi tepung pearl millet dengan akuades ... ... 55

Lampiran 7. Tahapan ekstraksi dan purifikasi senyawa β-glukan dari tepung biji pearl millet sosoh 100 detik ... 56

Lampiran 8. Tahapan pembuatan larutan kerja ekstrak heksana ... 59

Lampiran 9. Tahapan pembuatan larutan kerja ekstrak etil asetat ... 62

Lampiran 10. Tahapan pembuatan larutan kerja ekstrak etanol ... 65

Lampiran 11. Tahapan pembuatan larutan kerja ekstrak akuades ... 68

Lampiran 12. Tahapan pembuatan larutan kerja ekstrak β-glukan ... 71

Lampiran 13. Komposisi media RPMI-1640 ... 73

Lampiran 14. Gambar peta sumur pada microplate untuk pengujian pengaruh ekstrak heksana, etil asetat, etanol, dan akuades terhadap proliferasi sel limfosit ... 74

Lampiran 15. Gambar peta sumur pada microplate untuk pengujian pengaruh ekstrak β-glukan terhadap proliferasi sel limfosit ... 76

Lampiran 16. Contoh perhitungan derajat sosoh dan rendemen biji pearl millet tersosoh 100 detik ... 77

Lampiran 17. Gambar biji pearl millet ... 78

Lampiran 18. Senyawa terlarut dari tepung pearl millet yang telah diketahui dapat larut dalam pelarut nonpolar, polar, dan larut air ... 79

Lampiran 19. Rincian perhitungan rendemen ekstrak tepung hasil kegiatan ekstraksi tepung pearl millet ... 81

Lampiran 20. Contoh perhitungan konsentrasi ekstrak akuades dalam darah dan variasi konsentrasinya ... 83

(16)

Lampiran 22. Contoh perhitungan mencari bobot tepung pearl millet yang diasumsikan

terkonsumsi dengan konsentrasi ekstrak heksana pada kultur sel ... 85

Lampiran 23. Perolehan absorbansi hasil pembacaan dengan ELISA reader dan nilai rata-rata indeks stimulasi ekstrak tepung biji pearl millet tersosoh 100 detik hasil ekstraksi bertingkat terhadap proliferasi

sel limfosit manusia ... 86

Lampiran 24. Contoh perhitungan indeks stimulasi ekstrak akuades dari tepung biji

pearl millet tersosoh 100 detik ... 88

Lampiran 25. Perolehan absorbansi hasil pembacaan dengan ELISA reader dan nilai rata-rata indeks stimulasi ekstrak β-glukan terhadap proliferasi

(17)

I.PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tanaman jewawut merupakan tanaman serealia yang cukup luas dibudidayakan secara luas di berbagai negara (Leder, 2004). Tanaman ini memiliki adaptasi yang baik pada daerah bercurah hujan rendah atau bahkan di daerah kering. Jenis tanaman jewawut beraneka ragam di dunia, namun ada tiga jenis tanaman jewawut yang populer di Indonesia, khususnya para pemelihara burung, yakni brownstop millet, pearl millet, dan jenis proso atau italian millet. Salah satu jenis tanaman jewawut yang kerap kali menjadi bahan penelitian adalah jenis pearl millet (Suherman et al., 2009).

Pearl millet menjadi salah satu bahan penelitian yang paling banyak diminati dalam satu dekade terakhir. Hal ini disebabkan karena tanaman ini berpotensi sebagai sumber karbohidrat, antioksidan, senyawa bioaktif, dan serat yang penting bagi kesehatan (Rooney & Serna, 2000). Yanuwar (2009) meneliti kandungan senyawa antioksidan tanaman pearl millet yang berupa senyawa fenolik. Besar kandungan senyawa ini ditunjukkan dengan kadar fenol total sebesar 3.51 mg TAE/g biji dengan besar nilai aktivitas antioksidannya adalah 5.34 mg vitamin C eq/g biji.

Selain memiliki manfaat positif bagi kesehatan, pearl millet dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pangan subtitusi beras dalam memenuhi kebutuhan kalori masyarakat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan karbohidratnya sebesar 75% yang mendekati kandungan karbohidrat pada beras sebesar 79%. Keunggulan lainnya dari tanaman pearl millet adalah kandungan proteinnya sebanyak 11% yang lebih tinggi dibandingkan kandungan protein pada beras yang hanya mencapai 7% (Puspawati, 2009; Yanuwar, 2009). Sedangkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan Yanuwar (2009) mengenai aktivitas antioksidan dan imunomodulator

serealia non-beras, kandungan karbohidrat dan protein jewawut jenis pearl millet yang

ditumbuhkan di Indonesia secara berurutan adalah 79% dan 8%. Berbagai keunggulan yang telah disebutkan sebelumnya dapat menjadi dasar untuk pemanfaatan tanaman jewawut dalam membantu terlaksananya program diversifikasi pangan yang selanjutnya dapat mendorong terwujudnya peningkatan ketahanan pangan masyarakat Indonesia.

Pengembangan produk pangan fungsional baru menjadi salah satu peluang yang baik dalam menghadirkan salah satu produk pangan baru yang memiliki manfaat kesehatan. Namun, untuk membuat produk pangan tersebut menjadi aman dikonsumsi, maka perlunya dilakukan pengujian pengaruh ekstrak bahan pangan tersebut terhadap tubuh secara langsung (in vivo) ataupun tidak langsung (in vitro). Salah satu pengujian tersebut adalah evaluasi pengaruh ekstrak dari bahan baku produk pangan tersebut terhadap sistem imun manusia yang diamati dengan proliferasi sel limfosit secara in vitro (Roitt, 1994).

(18)

B. HIPOTESIS

Terdapat dua hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini, yakni:

1. Ekstrak tepung jewawut pada berbagai tingkat polaritas (non polar, semipolar, dan polar) memiliki kemampuan untuk meningkatkan proliferasi sel limfosit secara in vitro.

(19)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. JEWAWUT

1. Keberadaan Jewawut (Millet) Secara Global

Jewawut merupakan tanaman pangan serealia non-beras yang telah banyak dimanfaatkan di berbagai belahan dunia. Tanaman jewawut memiliki biji yang berukuran kecil dan dapat beradaptasi pada iklim panas. Jenis jewawut yang kerap kali dibahas dalam berbagai literatur menurut Hulse et al. (1980) adalah pearl millet (Pennisetum glaucum), finger millet (Eleusine coracana), foxtail millet (Setaria italica), common millet (Panicum miliaceum), little millet (Panicum miliare), japanese barnyard millet (Echinochloa frumantacea), kodo millet (Paspalum scrobiculatum), fonio (Digitaria exilis), teff (Eragrostis tef), dan job’s tears (Coix lachrymajobi).

Millet berasal dari Afrika dan baru disebarluaskan oleh para pedagang waktu zaman itu ke berbagai negara lainnya seperti negara-negara di Eropa dan Asia. Negara-negara yang kerap kali menggunakan jewawut sebagai bahan konsumsi adalah Kenya, Uganda, Nigeria, Tanzania, Sudan, dan India. Selain itu, di Tiongkok, Cina, millet sudah ada sejak 6000 tahun SM (Vogel dan Graham, 1978).

2. Keberadaan Jewawut (Millet) Di Indonesia

Di Indonesia jewawut cukup populer dibudidayakan sebagai pakan burung peliharaan. Pemanfaatannya untuk pangan masih terbatas dan bersifat pangan tradisional di beberapa daerah di Indonesia. Daerah di Indonesia yang banyak menanam jewawut adalah di daerah Jawa, NTT, dan NTB (Puspawati, 2009; Palupi, 2006). Sampai tahun 2006, Balai Penelitian Tanaman Serealia Indonesia telah memiliki koleksi plasmanutfah jewawut sebanyak 57 aksesi (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2009) dan tiga jenis jewawut yang populer adalah jenis brownstop millet (Panicum miliacum), pearl millet (Pennisetum thypoides dan Pennisetum glaucum), dan proso atau italian millet (Setaria italia) (Suherman et al., 2009).

Salah satu wilayah yang menjadi tempat keberadaan tanaman jewawut adalah di pulau Lombok. Jewawut dikenal dengan nama jawe atau betem di pulau ini. Keragaman jenis jewawut di pulau Lombok ditemukan di Kecamatan Bayan, Pringgabaya, dan Kayangan. Keragaman karakter tanaman jewawut di wilayah ini terlihat dari penampakan warna biji yang bervariasi. Variasi warna biji tersebut terdiri atas warna hitam, coklat muda, coklat tua, merah kecoklatan, krem, dan putih. Sedangkan, keragaman bentuk tanaman ini dapat dilihat dari variasi bobot malai yang bervariasi antara 11.8 g hingga 18.8 g dan keragaman jumlah cabang antara 104 hingga 143 cabang. Selain itu, tanaman ini juga memiliki keragaman bobot untuk 1000 butir biji yang berkisar antara antara 7.3 g hingga 13.5 g (Suherman et al., 2009).

Biji jewawut kerap kali dijual di dua pasar di Lombok yang kebanyakan berasal dari jenis foxtail millet dan pearl millet. Nama kedua pasar tersebut adalah Pasar Narmada dan Pasar Milantika. Harga penjualannya biji jewawut di kedua pasar ini adalah Rp 6.000/kg. Sedangkan untuk pemanfaatannya, biji jewawut masih diolah dengan cara tradisional menjadi bahan pangan selingan berupa bubur betem, dodol betem dan bajet betem (Suherman et al., 2009).

(20)

Data ini disajikan pada Tabel 1, sedangkan kandungan nutrisi dari tiga jenis jewawut disajikan pada Tabel 2. Kandungan mineral kalsium (Ca) dan besi (Fe), serta vitamin A, B1, B2, dan C dari ketiga jenis jewawut dan jagung disajikan pada Tabel 3, sedangkan informasi kandungan beberapa mineral pada beras, gandum, jagung, dan jewawut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 1. Kandungan nutrisi tiga jenis jewawut, jagung, dan berasa

Jenis Jewawut Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%) Serat (%)

Foxtail millet Pearl millet Proso millet Jagung Beras 84.2 78.9 84.4 80.0 87.7 10.7 12.8 12.3 10.5 8.8 3.3 5.6 1.7 4.9 2.1 1.4 1.7 0.9 2.7 0.8

Tabel 2. Kandungan nutrisi tiga macam jewawut (%)a

Nutrisi per 100 g

bahan Brownstop millet Pearl millet Foxtail millet

Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu

10 – 15

12 - 15

2 - 3

70 - 80

1.5 1.5 10 11 4 61 8 4

10.5 - 11.9

9.7 - 10.8

1.7 - 3.5

72.4 - 76.6

1

1.5

Tabel 3. Kandungan mineral tiga jenis jewawut dan jagung (mg/100g) a

Komoditas Ca Fe Vitamin A Vitamin B1 Vitamin

B2 Vitamin C

Foxtail millet Pearl millet Proso millet Jagung 37 56 13 16 6.2 10.1 2.1 3.2 0 0 0 0.3 0.48 0.35 0.17 0.34 0.14 0.16 0.06 0.13 2.5 2.0 3.5 2.4

Para petani Indonesia mengenal jewawut sebagai tanaman serealia dengan ekonomi minor, namun memiliki nilai kandungan gizi yang mirip dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain.

(21)

produksi yang tinggi dan dalam pemeliharaan sederhana karena tidak membutuhkan pestisida dan jenis kimia lainnya.

Tabel 4. Kandungan mineral beras, gandum, jagung dan jewawuta

Mineral

(mg/100 g) Beras Gandum Jagung Jewawut

Thiamin Ribloflavin Niacin Iron Zinc Kalsium Fosfor Natrium Kalium 66 25 1.3 9.0 3.0 7.0 147 10 87 45 10 3.7 4.0 3.0 38.0 385 9 75 32 10 1.9 3.0 3.0 45.0 224 11 78 63 33 2.0 7.0 3.0 440.0 156 53 398 a

Suherman et al. (2009)

3. Pemanfaatan Jewawut sebagai Bahan Makanan Secara Global

Jewawut telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan di berbagai negara di dunia ini. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan makanan lain. Pemanfaatan ini akan disajikan pada Lampiran 1 yang terbagi berdasarkan wujudnya, yakni biji utuh (whole grain) atau biji yang mengalami proses pengolahan (cracked-grain), bubur kental (stiff porridge), roti tidak beragi (unleavened bread), roti beragi (leavened bread), berbagai macam makanan ringan (miscellanous snacks), dan berbagai jenis minuman (beverages) di berbagai negara.

Di Indonesia, pengolahan jewawut masih sangat terbatas. Namun di beberapa daerah jewawut dimanfaatkan seperti beras dengan cara pengolahan yang sama dengan pengolahan beras menjadi nasi. Awalnya jewawut dijemur, disosoh, hingga hanya terdapat bagian daging atau endospermanya saja. Masyarakat Sidrap membuat jenis makanan baje dari jewawut yang dicampur dengan gula merah dan kelapa, dan songkolo. Pemanfaatan ini hampir sama dengan beras ketan. Selain itu, tanaman jewawut dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras. Hal ini dikarenakan jewawut mengandung sumber vitamin B dan beta karoten. Biji jewawut dapat pula dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan cukup ditambah dengan coklat dan susu. Selain itu, pemanfaatan jewawut secara tradisional yang lain terdapat di Lombok dengan kerap kali dijadikan pangan seperti bubur, dodol, dan bajet (Suherman et al., 2009).

(22)

Tepung jewawut biasanya dibuat dari biji jewawut ataupun dari proses perkecambahan terhadap biji-bijian yang digerminasi dan selanjutnya dijadikan bahan baku utama produk olahan. Tepung jewawut yang dihasilkan dari perkecambahan biji jewawut memiliki perbaikan nilai gizi suatu produk olahan karena proses perkecambahan akan menyebabkan perubahan nilai nutrisi yang terkandung dalam biji. Aplikasi ini merupakan salah satu jawaban yang tepat bagi pemenuhan nutrisi kebutuhan masyarakat. Nilai tambah dari tepung kecambah biji-bijian yang telah ditepungkan ini tidak hanya memiliki kandungan antioksidan yang tinggi, tetapi juga kandungan nutrisi yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat, karena selama proses germinasi (perkecambahan), melibatkan banyak enzim untuk proses katabolisme senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Sari, 2010).

Pemanfaatan jewawut pada masa modern ternyata semakin berkembang dengan semakin banyaknya produk pangan berbahan baku jewawut di berbagai wilayah lain. Deskripsi singkat mengenai jenis produk pangan tersebut dan wilayahnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pemanfaatan jewawut di masa modernb

Nama Produk Wilayah

Nasi, bubur, roti tidak beragi, roti beragi, dan puding Asia, Eropa bagian tenggara, dan Afrika Utara

Bahan pokok makanan yang dicampur dengan

polong-polongan dan dimasak Cina bagian utara

Adonan roti dan mie Cina bagian utara

Keripik mini, jewawut gulung kering, tepung makanan

bayi Cina

Kecambah jewawut digunakan untuk sayuran, bahan pembuatan bir, alkohol, cuka, & wine

Rusia dan Burma (Myanmar) b

Yanuwar (2009); Suherman et al. (2009)

4. Pearl millet (Pennisetum glaucum)

Pearl millet adalah jenis tanaman jewawut yang paling luas penyebaran dan pembudidayaannya dibandingkan jenis jewawut lainnya. Pearl millet (Pennisetum glaucum) merupakan jenis yang potensial untuk pangan dan penyebarannya luas (Leder, 2004). Pearl millet berasal dari Afrika Barat dan setidaknya sekitar 2000 tahun lalu dibawa ke Afrika Timur, Afrika Tengah, dan India. Hal ini terjadi karena kemampuan tanaman tersebut untuk hidup di lingkungan marginal dan kering (Hulse et al., 1980). Di India, pearl millet memiliki banyak sebutan, tetapi yang paling umum adalah bajra. Wujud tanaman pearl millet disajikan pada Gambar 1, sedangkan penampakan biji pearl millet yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.

(23)

Kelas : Monocotyledon

Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Pennisetum Spesies : Pennisetum sp.

Gambar 1. Tanaman Pearl Millet

Gambar 2. Biji Pearl Millet

Pearl millet sebagai sumber karbohidrat memiliki kandungan kalsium lebih tinggi dari jagung, tapi lebih rendah dari sorgum, lalu sifat viskositas pati lebih tinggi dari gandum dan sifat gelatinisasi lebih baik dari sorgum (Suherman et al., 2009). Pearl millet yang banyak dipakai sebagai sumber pangan yang memiliki protein kasar lebih tinggi 1-2% dari sorgum, tetapi masih rendah kandungan asam amino yang mengandung sulfur (Singh et al., 2003). Komposisi struktur biji sedikit berbeda dengan sorgum, bagian endospermanya 75%, sedangkan sorgum 82%.

(24)

menyebutkan bahwa pearl millet memiliki kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi dari sorgum, semua jenis millet memiliki kandungan asam amino lisin terbatas tapi pearl millet memiliki kandungan lisin lebih tinggi dari jenis millet lainnya. Kandungan lemak umumnya lebih tinggi dari sorgum (3-6%), sebanyak 75% termasuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA), jenis PUFA yang terbanyak adalah asam linoleat. Kandungan vitamin pearl millet umumnya vitamin C, A, dan mineral umumnya adalah Fe, Ca, Mg, dan Zn. Kandungan mineral besi pearl millet lebih tinggi daripada sorgum (Leder, 2004). Komposisi kimia pearl millet dari beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 7.

Informasi yang terdapat pada Tabel 7 menunjukkan perbedaan kadar komposisi nutrisi pearl millet yang disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan, dan keakuratan alat uji yang dipakai. Perbedaan hasil analisis kimia biji jewawut juga disebabkan oleh faktor prapanen seperti teknik penanaman, tingkat kesuburan tanah, faktor lingkungan seperti radasi matahari, suhu, dan varietas yang berbeda (Yanuwar, 2009).

Tabel 6. Komposisi asam amino esensial dan distribusi fraksi protein pada pearl millet dengan sorgum sebagai pembanding (Bhuja, 2009)

Biji

Sorgum Pearl millet

Komposisi asam amino (mg/g)

Isoleusin 245 256

Leusin 832 598

Lisin 126 214

Metionin 87 154

Fenilalanin 306 301

Treonin 189 241

Triptofan 63 122

Fraksi protein (% protein total)

Albumin dan

globulin 17.4 25.0

Prolamin 6.4 28.4

Glutelin 35.7 18.4

5. Struktur Pearl millet Pada Umumnya

Ukuran biji pearl millet adalah sepertiga dari biji sorgum. Perikarp pearl millet memiliki kesamaan dengan sorgum kecuali bagian mesokarpnya yang tidak mengandung granula pati. Lapisan aleuronnya terdiri dari satu sel yang tebal. Gambar struktur biji jewawut pada umumnya dan menggambarkan bentuk umum struktur biji berbagai varietas jewawut terdapat pada Gambar 3.

Endosperma pearl millet terdiri atas komponen (a) keras, bening dan (b) lunak, keruh.

Komponen endosperma keras pearl millet tersusun oleh struktur yang padat tanpa rongga udara. Granula pati pearl millet berbentuk poligonal dan berukuran 10 µm, lebih kecil

dibandingkan pati sorgum. Bagian proteinnya berukuran 1.5 µm yang terdapat dalam matriks

(25)

yang terdapat pada jagung (Hulse et al., 1974). Endosperma lunak pearl millet sebagian besar terdiri dari rongga udara yang tampak seperti bola, sehingga terlihat longgar.

Tabel 7. Komposisi kimia jewawut

Komponen

Kadar (Yanuwar,

2009)

Kadar (Leder,

2004)

Kadar (Nurmala,

2003)

Kadar (Rooney,

1978)

Kadar air (%bk) 7.61 - 12.51 8.8

Kadar abu (%) 1.77 - 3.86 2.3

Protein kasar (%) 7.29 - 11.38 12.1

Lemak (%) 1.63 - - 5.0

Palmitat - - - 20

Stearat - - - 5

Oleat - - - 26

Linoleat - - - 45

Linolenat - - - 4

Serat kasar (%) - 2.20 5.65 2.4

Karbohidrat (%) 81.52 75 - 69.4

Energi kasar (kal/g) - 363 386 -

P (mg/100g) - - 50.00 -

Mg (mg/100g) - - 122.10 -

Fe (mg/100g) - 3.00 7.80 -

Zn (mg/100g) - - 3.60 -

Ca (mg/100g) - - 19.80 -

Vitamin A (mg/100g) - - 0.023 -

Vitamin C (mg/100g) - 25 26.40 -

(26)

Perikarp pearl millet terdiri atas tiga lapisan, yakni epikarp, mesokarp, dan endokarp. Mesokarp pearl millet terdiri atas satu atau dua lapisan sel yang tebal dan tampak padat. Selain itu, mesokarpnya tidak mengandung granula pati. Endokarp pearl millet tersusun atas sel-sel tabung dan cross cells. Perikarp pearl millet cenderung memecah dan lapisan endokarp ketiga tergores selama penggilingan mekanis. Hasil evaluasi terhadap struktur biji pearl millet tidak menampakkan testa meskipun jaringan membran tipis telah diamati di antara cross cells dan sel-sel aleuron. Lapisan aleuron adalah sel tunggal yang tebal dan mengelilingi keseluruhan biji. Ukuran sel-sel aleuron bervariasi dengan rata-rata lebar 17 µm dan panjang 22 µm (Hulse et al., 1980).

6. Senyawa Fitokimia Pearl Millet

Pearl millet mengandung komponen fitokimia seperti sorgum, yaitu komponen fenolik yang terdiri dari asam fenolik dan golongan flavonoid (termasuk tanin), tetapi kandungan taninnya lebih rendah dari sorgum. Komponen asam fenolik yang tinggi adalah jenis asam ferulat, kaumarat, sinamat, dan gentisic. Warna pearl millet disebabkan oleh komponen glikosilvitesin, glikosiloritin, alkali-labil, dan asam ferulat. Komponen fenolik ini memiliki sifat antioksidan yang dapat menekan reaksi oksidasi yang merugikan bagi tubuh (Leder, 2004). Jenis asam fenolik yang terdeteksi pada biji pearl millet disajikan pada Tabel 8.

Senyawa fenolik merupakan salah satu jenis antioksidan yang kerap kali terdapat pada tanaman. Senyawa ini merupakan senyawa kimia yang memiliki satu buah cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksi. Senyawa fenolik diklasifikasikan dalam tiga grup, yaitu fenol sederhana, asam hidroksinamat, dan flavonoid. Senyawa fenol sederhana terdiri atas monofenol, difenol, dan trifenol. Grup yang paling penting dari senyawa fenolik adalah flavonoid, termasuk di dalamnya katekin, antosianidin, flavon, dan glikosida (Tang, 1991).

Tabel 8. Asam fenolik yang terdeteksi pada biji jewawut (Dykes & Rooney, 2006)

Jenis Asam Fenolik Asam Fenolik

Hydrobenzoic acids Gallic

Protocatechuic

p-Hydroxybenzoic

Gentisic

Vanillic

Syringic

Hydroxycinnamic acids Ferulic

Caffeic

p-Coumaric

Cinnamic

(27)

B. ββββ-GLUKAN

β-glukan adalah nama kimia dari polimer β-glukosa. β-glukan merupakan polisakarida yang banyak sekali ditemukan pada serealia, jamur, khamir, kapang, dan bakteri (Novak dan Vetvicka, 2008). β-glukan memiliki variasi dalam struktur kimianya bergantung asal dan jenis ikatan polisakaridanya. Salah satu sumber senyawa β-glukan adalah dari tanaman serealia yang struktur kimianya digambarkan pada Gambar 4.

Polimer β-glukan memiliki sifat fisikokimia yang menarik terutama kemampuan untuk membentuk gel sehingga sering kali digunakan dalam industri pangan. Selain itu komponen ini memiliki aktivitas biologis yang biasanya dihubungkan dengan pengobatan, makanan fungsional, farmasi, bahkan kosmetik. Belakangan ini diketahui bahwa β-glukan kerap kali digunakan sebagai bahan tambahan pangan untuk diaplikasikan pada produk pangan yang dikonsumsi oleh manusia (Laroche dan Michaud, 2006).

Berikut manfaat penggunaan β-glukan sebagai peranannya sebagai bahan tambahan

pangan: memberikan karakteristik seperti ham yang lebih lembut pada produk daging sapi dan unggas, ideal untuk produk pangan beku seperti steak, burger, dan ayam goreng karena dapat meningkatkan massa produk, menjaga kelembaban dan meningkatkan penyerapan minyak pada

produk-produk daging dan seafood yang dilapisi oleh tepung roti, dan dapat menggantikan peran

lemak dalam penggunaannya di produk pangan atau dengan kata lain β-glukan dapat menurunkan

kadar kalori karena penggunaan lemak menjadi lebih sedikit (Laroche dan Michaud, 2006).

Gambar 4. Struktur kimia β-glukan yang pada umumnya berasal dari serealia

(28)

β-glukan digunakan sebagai bahan tambahan pangan (BTP) karena dapat menggantikan penggunaan beberapa bahan tertentu dan tentunya dianggap sangat menguntungkan. β-glukan tidak memiliki efek toksik dan aman digunakan. Selain itu. β-glukan diisolasi secara murni dan tidak mengandung protein khamir yang dapat menyebabkan reaksi alergi. β-glukan hasil dari dinding sel khamir roti memiliki fungsi signifikan untuk mengaktifkan makrofag sel darah. β -glukan tidak memiliki efek perlawanan terhadap obat farmakologi, melainkan meningkatkan efek banyak obat antibiotik dan obat penurun kolesterol (Novak dan Vetvicka, 2008).

β-(1-3)-glukan merupakan struktur untuk senyawa β-glukan murni. β-(1-3)-glukan dan turunannya memiliki potensi dalam bidang medis dan farmakologi. Tetapi, bagaimanapun juga,

efek dan penerapannya bergantung pada strukturnya, misalnya β-glukan dari sereal berpengaruh

pada glycemia dan level kolesterol tetapi yang berasal dari bakteri, khamir, dan jamur diketahui memiliki efek responsif lebih baik secara biologis. Molekul ini memiliki potensi peningkat daya tahan tubuh, memberikan efek anti-tumor, dan mampu meningkatkan ketahanan tubuh manusia pada bakteri atau virus seperti virus AIDS (Laroche dan Michaud, 2006).

β-glukan diketahui memiliki efek sebagai komponen serat pangan yang dapat tergolong di

kedua fungsinya sebagai serat pangan terlarut dan serat pangan tidak terlarut. Keuntungan lain penggunaan β-glukan berkaitan dengan fungsinya sebagai komponen serat tidak terlarut bagi kesehatan adalah memperpendek waktu kontak sisa pencernaan dalam usus besar, pencegah konstipasi, pengurang resiko terjadinya kanker usus besar, dan pembentuk SCFA (Short Chain Fatty Acid). Terkait dengan perannya sebagai serat pangan terlarut, khususnya β -(1,3)(1,4)-D-glukan, memberikan efek kesehatannya adalah dengan kemampuannya menurunkan kadar

kolesterol darah, menurunkan hyperglycemia dan hyperinsulinaemia, keterkaitan dengan

pengontrolan penyakit diabetes, pengurangan faktor terjadinya resiko penyakit degeneratif seperti obesitas, hyperlipidaemia, hypercholesterolemia, penyakit jantung, kanker, darah tinggi, dan membantu meningkatkan pertumbuhan probiotik karena berperan sebagai prebiotik (Laroche dan Michaud, 2006).

C. SISTEM IMUN

Lingkungan di sekitar tubuh manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen, misalnya bakteri, virus, fungi, protozoa, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan tidak meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun. Sistem imun memberikan respons dan melindungi tubuh terhadap segala unsur patogen tersebut.

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun, Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2006; Kresno, 2001).

Sistem imun terdiri dari komponen genetik, molekuler, dan seluler yang berinteraksi secara luas dalam merespon terhadap antigen endogenus dan eksogenus. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem imunitas antara lain genetik, umur, kondisi metabolik, anatomi, status gizi, fisiologi manusia, dan sifat benda asing.

(29)

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, sehingga dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan respon. Kedua sistem tersebut memiliki beberapa perbedaan sifat yang akan dideskripsikan pada Tabel 9. Perbedaan sifat tersebut tidak menjadikan kedua sistem bekerja secara terpisah untuk mempertahankan imun tubuh. Kedua sistem tersebut bekerja sama erat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Tabel 9. Perbedaan sifat-sifat sistem imun nonspesifik dan spesifike

Sifat Nonspesifik Spesifik

Resistensi Tidak berubah oleh infeksi Membaik oleh infeksi berulang

(memori)

Spesifitas Umumnya efektif terhadap semua

mikroba

Spesifik untuk mikroba yang sudah mensensitasi sebelumnya

Sel yang penting Fagosit, sel NK, sel mast, eosinofil Th, Tdth, Tc, Ts, Sel B

Molekul yang penting

Lisozim, komplemen, APP, interferon, CRP, kolektin, molekul adhesi

Antibodi, sitokin, mediator, molekul adhesi

e

Baratawidjaja (2006)

Bentuk kerja sama sistem imun nonspesifik dan spesifik ditampilkan saat menghadapi infeksi. Sistem imun nonspesifik bekerja dengan cepat dan sering diperlukan untuk merangsang sistem imun spesifik. Mikroba ekstraselular mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin. Kompleks antigen-antibodi mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Virus intraselular merangsang sel yang diinfeksinya untuk melepas IFN yang mengerahkan dan mengaktifkan sel NK. Sel dendritik yang memakan antigen bermigrasi ke kelenjar getah bening dan mempresentasikan antigen yang dimakannya ke sel T. Sel T yang diaktifkan bermigrasi ke tempat infeksi dan memberikan bantuan ke sel NK dan makrofag (Kresno, 2001; Baratawidjaja, 2006).

Pengaktifan sistem imun dapat segera dilaksanakan oleh tubuh karena keberadaan sel-sel sistem imun yang tersebar di seluruh tubuh, seperti ditemukan di dalam sumsum tulang, timus, darah, kelenjar getah bening, limpa,saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, dan jaringan. Sel-sel tersebut berasal dari sel prekursor yang multipoten dalam sumsum tulang yang kemudian berdiferensiasi menjadi dua golongan sel progenitor imun.

D. MEKANISME RESPON IMUN SPESIFIK

Reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun (Baratawidjaya, 2006). Respon imun didefinisikan sebagai respon atau reaktifitas yang terjadi jika ada kontak antara antigen dengan molekul yang memiliki konfigurasi spesifik (Roitt, 1994). Respon imun menjalankan tiga fungsi, yaitu pertahanan, homeostatis, dan pengawasan (surveillance). Fungsi pertahanan bertujuan melawan invasi mikroorganisme dan senyawa asing lainnya. Fungsi homeostatis bertujuan mempertahankan dari jenis sel tertentu dan memusnahkan sel-sel yang rusak. Sedangkan fungsi pengawasan bertujuan memonitor jenis sel yang abnormal atau sel mutan (Yanuwar, 2009).

(30)

terpajan ulang akan dikenali lebih cepat kemudian dihancurkan. Istilah spesifik dimaksudkan karena mekanisme kerja sistem ini hanya dapat menyingkirkan dan menghancurkan benda-benda asing yang sudah dikenal sebelumnya. Benda-benda asing ini kerap kali disebut sebagai imunogen atau antigen.

Imunogen atau antigen adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan respon imun spesifik pada manusia dan hewan. Imunogen adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan respon imun, sedangkan antigen adalah setiap bahan yang bersifat imunogen dan dapat mengikat komponen yang dihasilkan dari respon imun spesifik, misalnya antibodi dan limfosit T (Baratawidjaya, 2006). Respon imun spesifik memiliki enam ciri utama yang dinyatakan oleh Kresno (2001), yakni spesifisitas, diversitas, memory, spesialisasi, self limitation, membedakan self dari non-self.

Sistem imun spesifik dibagi menjadi dua jenis, yakni sistem imun spesifik humoral dan seluler. Sistem imun spesifik humoral bekerja pada cairan tubuh (humor berarti cairan tubuh), dimana pemeran utamanya adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada manusia, sel ini akan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang dalam sumsum tulang. Bila sel B dirangsang oleh imunogen atau antigen, sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus, dan bakteri, serta menetralisasi toksin (Baratawidjaya, 2006).

Pemeran utama sistem imun spesifik selular adalah limfosit T atau sel T. Sel tersebut berasal dari sel asal yang sama dengan sel B. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di dalam sel sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal kelenjar timus. Sel T yang dapat matang dan meninggalkan kelenjar timus untuk selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi hanya sebanyak 5-10%, sedangkan sebanyak 90-95% dapat mati. Fungsi utama sistem imun ini adalah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit, dan keganasan (Baratawidjaya, 2006). Perbedaan kedua jenis sistem imun spesifik secara ringkas disajikan pada Tabel 10.

Walaupun terdapat perbedaan pada beberapa faktor, tetapi kedua sistem ini tidak dapat dipisahkan karena untuk menjaga imunitas tubuh secara sempurna dibutuhkan kerja sama dari kedua sistem ini.

Tabel 10. Perbedaan imunitas humoral dan selularf

Pembeda Imunitas Humoral Imunitas Selular

Ekstraselular Intraselular

Mikroba Mikroba ekstraseular Fagositosis oleh

makrofag Mikroba intraselular (virus) berkembang biak dalam sel terinfeksi

Respon limfosit Sel B Th CTL

[image:30.595.115.510.535.736.2]
(31)

E. DARAH

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat

tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,

mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh

[image:31.595.268.391.555.667.2]

terhadap virus atau bakteri. Fungsi-fungsi darah tersebut dijelaskan kembali pada Tabel 11. Darah adalah suspensi yang terdiri dari elemen-elemen atau sel-sel, dan plasma, yaitu larutan yang mengandung berbagai molekul organik dan anorganik. Darah tersusun atas komponen plasma darah dan sel darah. Bagian penyusun dan fungsi dari kedua komponen darah tersebut disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 11. Fungsi darahg

Fungsi Darah Deskripsi

Transportasi

a. Berhubungan dengan respirasi

b. Berhubungan dengan nutrisi (zat-zat makanan yang telah tercerna)

c. Berhubungan dengan sekresi d. Berhubungan dengan regulasi

Regulasi keseimbangan pH darah (7.0-7.2)

Mengentalkan darah karena mempunyai plasma protein (albumin, fibrinogen, dan globulin)

Regulasi keseimbangan Ada hubungan antara darah dengan jaringan

Pencegahan pendarahan Peran trombosit

Pertahanan tubuh Peran leukosit

g

Kresno (2001)

F. SEL LIMFOSIT

Limfosit merupakan salah satu penyusun sel leukosit dan bertanggung jawab terhadap respons imun spesifik karena kemampuannya dalam mengenal berbagai macam antigen berbeda. Menurut Kresno (2001), sel limfosit mampu mengenal setiap jenis antigen, baik antigen intraselular maupun ekstraselular. Bentuk sel limfosit ditunjukkan pada Gambar 5. Limfosit terbagi menjadi 2 kelompok yakni limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B).

Gambar 5. Bentuk sel limfosit manusia (tunggal) dengan SEM (Anonim, 2010b)

1. Sel T

(32)

timus. Selain merupakan tempat sel T berdiferensiasi, di dalam bagian korteks timus terjadi proliferasi dan kematian sel yang berhubungan dengan proses seleksi klon. Klon yang autoreaktif akan bunuh diri (mengalami apopotosis), sedangkan sel yang dipertahankan hidup adalah sel yang akan bermanfaat di kemudian hari sesuai fungsinya. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi selama berdiferensiasi dalam timus adalah: (a) pembentukan berbagai reseptor antigen; (b) seleksi sel T aktif fungsional yang dapat mengenal antigen yang disajikan bersama molekul self-MHC; (c) eliminasi selektif sel-sel T autoreaktif; dan (d) diferensiasi populasi sel T yang mengekspresikan CD4 atau CD8 (Kresno, 2001).

Perkembangan dan seleksi sel T dalam timus dikontrol secara ketat oleh mekanisme seleksi positif, seleksi negatif, dan neglect. Sel T yang mengekspresikan TCR yang dapat berinteraksi dengan self-MHC yang ditampilkan dalam timus akan mengalami seleksi positif dan dilindungi dari proses apoptosis, sedangkan sel yang tidak diseleksi positif akan mati dengan cara apoptosis karena tidak terpelihara. Tetapi, sel T yang dapat bereaksi kuat dengan antigen yang terikat pada self-MHC juga diinduksi untuk mengalami apoptosis (seleksi negatif). Selama proses ini lebih dari 95% sel T yang terbentuk dalam timus mati dan sisanya yang 5% bermigrasi ke organ limfoid perifer sebagai sel T yang matang. Banyak faktor yang turut mempengaruhi perkembangan dan seleksi sel T dalam timus di antaranya molekul Fas yang menrupakan anggota keluarga reseptor faktor pertumbuhan TNF yang berfungsi sebagai kostimulator (Kresno, 2001).

2. Sel B

Sel B berdiferensiasi dalam sumsum tulang dan organ limfoid perifer. Seperti halnya pada sel T, pembentukan reseptor antigen pada permukaan sel B (surface-immunoglobulin, sIg) merupakan salah satu tahap awal dalam proses diferensiasi. Sel B pada tahap awal mengeskpresikan IgM atau IgD sebagai reseptor permukaannya, tetapi dalam perkembangan lebih lanjut reseptor ini dapat berubah menjadi kelas imunoglobulin yang lain walaupun spesifisitasnya terhadap antigen tidak berubah (Roitt, 1994; Kresno, 2001).

Sel B adalah sel yang bertanggung jawab atas pembentukan imunoglobulin dan merupakan 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi darah. Jumlah ini tidak mencakup sel-sel yang merupakan cikal-bakal sel B (prekursor) yang tidak menunjukkan sIg. Tingkat pematangan sel B dapat diketahui dengan menentukan sel-sel B sesuai stadium pematangannya, yaitu ada tidaknya imunoglobulin intra-sitoplasmik (cIg), imunoglobulin permukaan (sIg), dan antigen permukaan lainnya (Kresno, 2001).

G. PROLIFERASI SEL LIMFOSIT

Proliferasi sel limfosit merupakan fungsi biologis, yaitu proses perbanyakan sel melalui pembelahan sel secara mitosis sebagai respon terhadap antigen atau mitogen. Respon proliferasi limfosit pada sistem in vitro digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu.

(33)

Mitogen yang sering digunakan dalam proliferasi limfosit dapat berupa senyawa lektin yang memiliki afinitas terhadap gula pada permukaan sel limfosit seperti PHA (phytohaemagglutinin), PWK (pokeweed), dan Con A (Concanavalin A) (Ganong, 1979; Baratawidjaja, 2006), dan senyawa yang berasal dari dinding sel bakteri seperti LPS (lipopolisakarida) (Baratawidjaja, 2006). Con A dan PHA adalah mitogen poten untuk sel T. LPS adalah mitogen pengaktif sel B. Dan PKW adalah mitogen yang baik untuk menstimulir sel B maupun sel T.

PKW bersumber dari tanaman pokeweed (Phytolacca americana) dengan struktur molekul polimerik dengan ligan di N-asetilkitobiose, sedangkan Con A bersumber dari jack bean dan PHA bersumber dari kacang merah (kidney bean). Baik Con A maupun PHA memiliki struktur molekul tetramer (Kuby, 1997).

Perhitungan jumlah sel limfosit yang masih hidup sebelum dilakukan pengujian dengan ekstrak sampel dan mitogen perlu dilakukan. Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah sel limfosit hidup adalah dengan metode pewarnaan tripan blue yang dilihat dengan mikroskop pada perbesaran maksimal 400 kali. Sel yang hidup tidak berwarna (terang dan cerah) dan berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati berwarna biru dan mengkerut. Sel mati tersebut berwarna biru disebabkan pecahnya dinding sel yang mengakibatkan warna biru dari biru tripan dapat masuk dan mewarnai keseluruhan sel. Sedangkan pada sel hidup, dinding sel tidak pecah sehingga pewarna tidak masuk dan mewarnai keseluruhan sel. Viabilitas sel yang baik terlihat

dengan semakin banyaknya jumlah sel yang hidup dengan jumlah minimal adalah 106 sel (Shaper,

1988).

Pengujian proliferasi sel dapat dilakukan dengan metode pewarnaan menggunakan senyawa MTT (3-[4,5-dimetilthiazol-2-yl]-2,5-diphenyl tetrazolium bromide; thiazolyl blue) Prinsip dari metode MTT ini adalah reduksi enzim suksinat dehidrogenase pada sel dari garam tetrazolium (MTT) yang berwarna kuning menjadi kristal biru formazan yang kemudian dihitung absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 500-600 nm seperti microplate reader atau ELISA Reader dengan panjang gelombang 570 nm. Enzim suksinat dehidrogenase merupakan enzim yang disintesa oleh semua sel pada mitokondria. Semakin banyak terbentuk warna formazan, berarti jumlah enzim yang menghidrolisis garam tetrazolium juga banyak dan hal ini menunjukkan jumlah sel yang hidup banyak (Bounous et al., 1992).

H. KULTUR SEL

Kultur sel merupakan teknik yang biasa digunakan untuk mengembangbiakkan sel di luar tubuh (in vitro). Teknik ini dapat digunakan untuk mengevaluasi senyawa berbahaya pada sel. Davis (1994) menyatakan bahwa kondisi pelaksanaan teknik kultur sel dibuat semirip mungkin dengan keadaan lingkungan awal di dalam tubuh (secara in vivo), seperti pengaturan temperatur, konsentrasi O2 dan CO2, pH, tekanan osmosis, dan kandungan nutrisi. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan spesifitas. Beberapa kelemahan dari teknik ini, yaitu kultur sel harus dilakukan dalam kondisi steril. Keuntungan penggunaan kultur sel adalah lingkungan tempat hidup sel dapat dikontrol, seperti pH, tekanan osmosis, tekanan CO2 dan O2, sehingga kondisi fisiologis dari kultur relatif konstan.

(34)
(35)

III.METODOLOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah pin disc mill, satake grain mill, laminar flow hood, autoklaf, lemari es, inkubator 370C dengan atmosfer 5% CO2 dan O2 95% pada RH 96%, alat sentrifugasi Sorvall ST-H50, oven, freeze dryer, ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) reader, mikroskop cahaya, vorteks, tabung sentrifugasi, erlenmeyer 500 ml dan 250 ml, gelas piala 250 ml dan 150 ml, timer, counter, pipet mohr 25 ml, 10 ml, dan 1 ml, aluminium foil, plastik HDPE, lempeng mikrokultur (96 sumur), mikropipet, pipet pasteur, gelas pengaduk, tabung vacutainer, hemasitometer, kertas saring whattman nomor 1, pipet tetes ukuran besar dan kecil, membran saring steril berukuran 0.22 µm, mikrotip, tabung eppendorf, dan cover glass.

Bahan utama yang digunakan adalah biji jewawut jenis pearl millet berkulit yang dibeli di Pasar Parung. Bahan kimia yang dipakai untuk ekstraksi bertingkat tepung pearl millet sosoh 100 detik adalah larutan heksana absolut, etil asetat absolut, etanol absolut, dan akuades. Bahan kimia

yang dipakai untuk ekstraksi β-glukan adalah NaOH 1 N, HCl pekat (12.06 N), CaCl2, termamyl

(α-amilase), HCl 1 N, Etanol 96%, dan akuades. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengujian aktivitas imunomodulator pada sel limfosit manusia secara in vitro adalah darah pria dewasa sehat, serum darah AB, RPMI-1640 (Sigma, USA), aquabidest, NaHCO3 anhidrous, antibiotik penisilin-streptomisin, ficoll-histopaque (Sigma, USA), phosphat buffer saline (PBS), pewarna biru trifan, larutan mitogen concavalin A (Con A), pokeweed (PKW), lipopolisakarida (LPS), 3-(4,5-dimetiltiazol-2-yl)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT) (Sigma, USA), larutan HCl 37%, dan larutan isopropanol PA.

B. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini terbagi menjadi lima kegiatan berbeda, yaitu kegiatan penentuan derajat sosoh untuk biji pearl millet yang tersosoh selama 100 detik, kegiatan penyosohan dan pembuatan tepung pearl millet, kegiatan ekstraksi yang terbagi menjadi dua sub-kegiatan utama, yakni kegiatan ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi dari tepung pearl millet sosoh 100 detik dan kegiatan ekstraksi dan purifikasi senyawa β-glukan dari tepung pearl millet sosoh 100 detik, kegiatan pembuatan larutan kerja ekstrak untuk kultur sel dari dua sub-kegiatan ekstraksi tersebut, dan kegiatan pengujian proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro. Gambaran akan kelima kegiatan penelitian ini digambarkan pada Gambar 6.

1. Kegiatan Penentuan Derajat Sosoh

Pada kegiatan ini, biji pearl millet berkulit dengan total 900 g disiapkan untuk disosoh dengan 6 waktu sosoh berbeda, yakni 0 detik, 100 detik, 150 detik, 200 detik, 250 detik, dan 300 detik. Masing-masing waktu penyosohan menggunakan 150 g biji pearl millet.

Biji pearl millet ditimbang sebanyak 150 gr lalu dimasukkan pada hopper (corong tempat

biji dimasukkan dalam alat tersebut). Waktu sosoh dihitung dengan menggunakan timer. Timer perlu diatur dulu waktunya berdasarkan lama waktu sosoh yang dikehendaki (dalam kegiatan ini berarti 100 detik, 150 detik, 200 detik, 250 detik, dan 300 detik). Kegiatan penyosohan waktu tertentu tersebut dilakukan secara terpisah. Setelah timer diatur dalam keadaan siap,

(36)

penyosohan selama waktu sosoh tertentu selesai, segera pisahkan produk sampingan hasil sosoh dan biji pearl millet yang telah tersosoh.

Penentuan derajat sosoh memerlukan dua data utama dari kegiatan di atas untuk dimasukkan dalam perhitungannya, yaitu data bobot produk sampingan pada masing-masing waktu sosoh dan bobot produk sampingan pada waktu sosoh tertentu dimana didapatkan biji pearl millet tersosoh sempurna. Contoh ilustrasi kegiatan penentuan derajat sosoh ini disajikan pada Lampiran 4. Derajat sosoh dan rendemen sosoh dari biji serealia jenis pearl millet akan didapatkan dengan persamaan (1.1) dan (1.2).

Gambar 6. Ilustrasi kegiatan penelitian yang dilakukan

Keterangan:

DS = Derajat sosoh (%)

RS = Rendemen biji serealia tersosoh (%) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

RS(%) = Σ biji serealia tersosoh selama waktu sosoh tertentu x 100%

Σ biji serealia utuh (1.2)

DS(%) = Σ produk sampingan hasil sosoh biji serealia waktu sosoh tertentu x 100%

(37)

2. Kegiatan Penyosohan dan Pembuatan Tepung Pearl Millet Tersosoh 100 detik

a. Kegiatan penyosohan biji pearl millet selama 100 detik (Yanuwar, 2009)

Kegiatan penyosohan biji pearl millet selama 100 detik sama dengan kegiatan yang dilakukan dengan kegiatan penentuan derajat sosoh yang terilustrasikan pada Lampiran 4 (diagram alir nomor 2). Alat yang digunakan adalah satake grain mill dengan jumlah biji pearl millet yang disosoh adalah 150 g dan waktu penyosohannya adalah 100 detik.

b. Kegiatan pembuatan tepung pearl millet tersosoh 100 detik (Andriani, 2008)

Sejumlah biji pearl millet yang telah tersosoh selama 100 detik kemudian segera diolah menjadi tepung menggunakan alat pin disc mill. Kegiatan pembuatan tepung ini dilakukan agar memudahkan proses ekstraksi yang akan dilakukan pada kegiatan penelitian ketiga. Pembuatan tepung pearl millet dilakukan dengan menggunakan metode hasil modifikasi dari metode kontrol Andriani (2008). Proses pembersihan biji pearl millet dari serpihan kulit hasil kegiatan penyosohan dan proses pengayakan pada saringan 80 mesh dilakukan dalam metode kontrol Andriani (2008), sedangkan dalam penelitian ini dilakukan proses pembersihan dan tidak dilakukan proses pengayakan tersebut. Jadi, tepung pearl millet yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan hasil pengolahan biji pearl millet yang telah

disosoh selama 100 detik menggunakan alat satake grain mill, dilakukan proses

[image:37.595.202.449.419.597.2]

pembersihan dengan memisahkan biji pearl millet yang telah tersosoh dengan serpihan kulit hasil penyosohan, dan penggilingan biji pearl millet yang telah tersosoh selama 100 detik menjadi tepung menggunakan alat pin disc mill. Ilustrasi kegiatan ini digambarkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir kegiatan pengolahan biji pearl millet menjadi tepung (sosoh 100 detik)

3. Kegiatan Ekstraksi Tepung Pearl Millet Tersosoh 100 Detik

a. Ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi

Tahapan ekstraksi bertingkat tepung jewawut ini didasarkan atas penggunaan metode

yang terdapat dalam penelitianFitrial (2008), namun dengan bahan tepung yang berbeda.

Ekstraksi bertingkat tepung jewawut dilakukan dengan metode maserasi yang dilakukan berdasarkan tingkat kepolaran pelarut, yaitu heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan alkohol (polar).

Biji pearl millet

Penyosohan dengan Satake Grain Mill (100 detik)

Pembersihan biji pearl millet tersosoh dari serpihan kulit

Penggilingan dengan Pin Disc Mill

(38)

Tepung jewawut sebanyak 100 g diekstrak dengan pelarut heksana absolut dan diletakkan pada shaker dengan suhu ruang selama 24 jam. Kemudian, campuran tersebut disaring menggunakan saringan vakum dan akan didapatkan filtrat heksana (campuran pelarut heksana dan komponen terlarut yang larut dalam pelarut heksana) dan substrat (berupa endapan padatan yang tidak lolos filterisasi). Filtrat heksana diuapkan dengan rotavapor pada suhu 400C dan sisa pelarut heksana dihembuskan dengan gas nitrogen, kemudian akan didapatkan ekstrak dari kegiatan ini. Ekstrak yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk pengujian proliferasi sel limfosit secara in vitro.

Substrat heksana berupa padatan yang tidak lolos dalam filterisasi kemudian digunakan sebagai sampel untuk ekstraksi dengan pelarut etil asetat dalam keadaan yang sama dengan ekstraksi heksana. Begitu pun dengan ekstraksi menggunakan pelarut alkohol yang merupakan kelanjutan setelah perlakuan dengan etil asetat. Ilustrasi ekstraksi bertingkat ini digambarkan pada Lampiran 5. Perbandingan tepung jewawut yang diekstraksi dengan pelarut adalah 1:4 pada setiap perlakuan. Untuk perbandingan, dilakukan pengekstrasian dengan akuades menggunakan proses esktraksi yang sama dengan ketiga pelarut sebelumnya dan ditunjukkan pada Lampiran 6.

b. Ekstraksi dan purifikasi senyawa ββββ-glukan (Bhatty, 1995)

Tepung biji pearl millet yang telah disosoh selama 100 detik sebanyak 10 g diekstrak dengan larutan NaOH 1N dengan perbandingan 1:50 (1 g/ 50 ml). Kemudian diaduk mekanis dengan stirer selama 1 jam pada suhu kamar dan disentrifugasi dengan kecepatan 6000 g selama 15 menit. Bagian pelet dan supernatan dipisahkan (pelet I dan supernatan I). Pelet I kemudian diekstraksi kembali dengan NaOH 1N seperti tahapan sebelumnya dan disentrifugasi kembali, selanjutnya akan didapatkan pelet II dan supernatan II.

Supernatan I dan II dicampur dan diatur pH larutan menjadi 6.5 dengan penambahan HCl. Setelah itu, CaCl2 (7 mg/100 ml) dan α-amilase (0.1 ml/ 100 ml) ditambahkan. Kemudian, campuran larutan tersebut diletakkan dalam shaker waterbath pada suhu 960C selama 1 jam dan didinginkan hingga suhu kamar dan pH kembali diatur menjadi 4.5, pelet III dan supernatan III kembali dipisahkan dengan sentrifugasi.

Setelah sentrifugasi, etanol 96% ditambahkan ke dalam larutan supernatan III sampai konsentrasi total campuran larutan adalah 50% dan diinkubasi semalam pada suhu 40C. Untuk memisahkan pelet IV dan supernatan IV diperlukan sentrifugasi dalam kondisi yang sama. Kemudian, pelet IV tersebut diresuspensi dengan akuades dan dicuci dengan etanol 50% sebanyak 2 kali pencucian, disentrifugasi kembali, pelet dihomogenasi dengan akuades, dan dikeringbekukan, lalu akan didapatkan ekstrak β-glukan. Ilustrasi proses ekstraksi dan purifikasi senyawa β-glukan digambarkan pada Lampiran 7.

4. Kegiatan Pembuatan Larutan Kerja Ekstrak untuk Kultur Sel

a. Perhitungan rendemen ekstrak

(39)

b. Perhitungan konsentrasi ekstrak

Konsentrasi masing-masing larutan kerja ekstrak ditentukan berdasarkan asumsi konsumsi 100 g/hari tepung jewawut dan besar rendemen ekstraknya yang langsung diaplikasikan terserap semua dalam 6 liter darah. Setiap konsentrasi ekstrak tersebut divariasikan menjadi setengah kali, satu kali, dan dua kali konsentrasi ekstrak dalam darah. Perhitungan yang berisi korelasi antara rendemen ekstrak heksana, ekstrak etil asetat, ekstrak etanol, ekstrak akuades, dan ekstrak β-glukan dengan asumsi konsumsi tepung pearl millet per hari ditunjukkan pada persamaan (4.a.4). Perhitungan besar konsentrasi kelima ekstrak tersebut yang terserap dalam 6 liter darah dan diaplikasikan dalam kultur sel ditunjukkan pada (4.a.5).

c. Pembuatan larutan kerja ekstrak untuk kultur sel

Prosedur pembuatan larutan kerja ekstrak heksana, etil asetat, etanol, akuades, dan β -glukan telah dibuat secara terperinci dalam Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11, dan Lampiran 12.

5. Kegiatan Pengujian Proliferasi Sel Limfosit Manusia secara In Vitro

a. Persiapan media kultur sel (modifikasi Ramadhani, 2009)

Media

Gambar

Tabel 10. Perbedaan imunitas humoral dan selularf
Tabel 11. Fungsi darahg
Gambar 7. Diagram alir kegiatan pengolahan biji pearl millet menjadi tepung (sosoh 100 detik)
Tabel 12. Penentuan derajat sosoh biji pearl millet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak hanya pengakuan bersalah, terdakwa atau pengacaranya dapat membuat kesepakatan dengan jaksa penuntut umum mengenai bentuk dan lamanya hukuman yang umumnya lebih ringan..

Melaksanakan Sistem Pengendalian lntem Barang/Jasa Pemerintah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.. dan Peraturan

[r]

In this study, the game is developed based on HTML5 to lift Timun Emas Season 1:Pencarian Senjata using Construct2 engine.. The method of data collection is done by

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam

Breastfeeding Father merupakan bentuk peran ayah dalam membantu ibu selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas yang diharapkan akan mencegah kejadian postpartum

KTCAMATAN KIIRANJT KOTA

a) Nama perniagaan dan syarikat sudah didaftarkan di Bahagian Pendaftaran Nama Perniagaan dan Penubuhan Syarikat (ROCBN), Kementerian Kewangan. b) Memastikan