• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Politik

Dalam dokumen 56686561 Konstituen Pilar Utama Partai Politik (Halaman 160-163)

POLITIK DENGAN KONSTITUEN *

2. Kegiatan Politik

Kegiatan politik biasa dirumuskan secara populer sebagai: siapa (WHO) memperoleh apa (WHAT), kapan (WHEN) dan bagaimana (HOW). Atau dengan cara lain dilihat sebagai tindakan secara kolektif dengan aturan tertentu dalam kondisi perbedaan kepentingan kelompok. Dari sini kata kunci yang penting adalah adanya kepentingan yang diperoleh atau diwujudkan. Karenanya biasa pula dilihat sebagai praktik pengaturan sumberdaya (resources) dengan menggunakan kekuasaan (authoritative).

yudikatif, legislatif dan eksekutif dengan fungsi masing-masing dalam azas check and bal- ances. Di luar ketiga pilar dikenal institusi yang menjadi sumber rekrutmen seperti partai politik yang mengorganisasikan dukungan publik bagi lembaga legislatif dan eksekutif. Sementara di negara liberal-demokrasi, kalangan media menempatkan media jurnalisme sebagai pilar keempat, yaitu sebagai faktor mediasi dalam realitas check and balances di antara 3 pilar.

Tetapi kerangka konseptual kelembagaan 3 pilar plus 1 ini tidak memadai untuk melihat persoalan yang muncul dari kompleksitas yang menyertai kegiatan politik. Karenanya den- gan cara lain kegiatan politik dilihat dalam 3 wilayah, yaitu konteks kekuasaan negara (state) yang terdiri dari 3 pilar kelembagaan konvesional, kapitalisme pasar (market capitalism) terdiri atas korporasi, dan masyarakat warga/sipil (civil society) dengan kelembagaan sosial dan kultural. Pada satu sisi kelembagaan ini bertemu melalui produk hukum dan kebijakan publik/negara (regulasi), dan praktik dalam interaksi institusional.

Dalam interaksi antar institusional 3 wilayah, secara ideal kekuasaan negara dituntut melindungi publik dalam masyarakat sipil dari hegemoni kapilatalisme pasar. Pada sisi lain, media menjadi ajang perebutan bagi kekuasaan negara dan kapitalisme pasar untuk menjadi instrumen hegemoni terhadap masyaeakat sipil. Disini muncul pandangan idealistik yang menuntut otonomi dan independensi media agar berpihak pada publik dalam masyarakat sipil.

Setiap kegiatan politik mengundang pertanyaan, apakah bertolak dari kepentingan aktor politik ataukah kepentingan publik, dalam konteks negara, kapitalisme pasar atau masyara- kat sipil. Setiap person dalam kegiatan politik memiliki kepentingan yang berfokus pada produk hukum

dan kebijakan publik, dalam konteks kelembagaan masing-masing. Persoalan yang muncul adalah semakin kompleksnya kepentingan para aktor politik sebab tidak ada lagi pemisahan kekuasaan yang nyata dan berdasarkan etika kepublikan (fatsoen politik) antara aktor untuk wilayah negara, pasar dan masyarakat sipil. Partai politik sebagai bagian dari masyarakat sipil tidak puas hanya menempatkan orang-orangnya di lembaga yudikatif, tetapi juga merasa perlu ada di lembaga yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi), atau bu- kan hanya sebagai menteri kabinet, tetapi juga di komisioner yang dibentuk eksekutif. Atau pengusaha sebagai menteri, atau ketua partai politik, tanpa melepas kepentingan bisnisnya. Atau pengusaha media sekaligus sebagai aktor politik.

Kompleksitas kegiatan politik disebabkan aktor politik yang memiliki latarbelakang kelembagaan bersifat intersection dan orientasi kepentingan subyektif yang kuat, yang melemahkan orientasi bersifat altruistik kepada publik. Artinya, pandangan idealistik yang memberikan tuntutan imperatif kepada aktor politik untuk berorientasi kepada kepentingan publik, semakin sulit terwujud.

3. Komunikasi Politik

Sesuai dengan orientasi setiap komunikasi, kegiatan komunikasi politik juga terdiri atas 2 sisi, pertama: membentuk opini publik (public opinion) yang berkesesuaian dengan tujuan personal atau institusional aktor politik, dan kedua: mengenali opini publik sebagai dasar dari program politik.

Pihak yang terlibat dalam komunikasi politik adalah:

1) Pelaku (aktor) politik selaku sumber (source) pesan komunikasi; 2) Aktivis politik selaku penyuara opini publik;

3) Komunikator profesional yang menyelenggarakan media komunikasi penyampai pesan komunikasi dari aktor dan aktivis.

Penempatan komunikator profesional dalam proses komunikasi politik dimaksudkan untuk kegiatan melalui media massa. Sedang dalam komunikasi sosial, berupa komunikasi antarp- erorangan dan kelompok, tentunya akan tergantung pada kapabilitas personal dari aktor dan aktivis politik.

Basis dari komunikasi politik adalah dari atau untuk opini/pendapat publik. Secara umum opini publik diartikan sebagai kumpulan opini/pendapat mengenai obyek politik dalam ke- hidupan publik. Sedang obyek politik adalah orang, peristiwa, isu, gagasan berkaitan dengan kegiatan politik.Dari sini opini publik dapat dilihat sebagai pendapat yang berkembang dalam kehidupan publik berkaitan dengan kepentingan person-person dalam kelompok. Dengan kata lain, opini publik bersifat evaluatif dalam kelompok-kelompok di ruang publik dalam menghadapi obyek politik. Opini publik terbentuk melalui proses sebagai berikut:

1) Konstruksi personal: opini personal, yaitu persepsi seseorang atas obyek politik yang bertalian dengan kepentingannya sehingga terbentuk opini personal.

2) Konstruksi sosial: 1) kesesuaian opini personal dalam kelompok sosial, sehingga menjadi opini yang dinyatakan oleh kelompok terorganisasi; 2) pernyataan lang sung opini personal secara langsung kepada aktor politik, atau ditampung dan dinyatakan dalam hasil polling opini; 3) opini yang bersifat abstrak, tidak secara spesifik dinyatakan kelompok tertentu, diasumsikan ada dalam alam pikiran kelompok-kelompok masyarakat.

3) Konstruksi politik: terprosesnya opini publik dalam tindakan aktor politik.

Perancang komunikasi politik yang bertujuan mengidentifikasi dan membentuk opini publik biasanya melihat kecenderungan publik melalui faktor-faktor sebagai berikut:

Faktor inner (dalam diri):

1) Karakteristik pribadi (fisiologis dan psikologis)

2) Demografis (jenis kelamin, usia, pekerjaan, status sosek, pendidikan ) 3) Sosial (pertalian keluarga, peer-group, etnis, agama)

4) Pemahaman ruang publik

5) Preferensi partisipan (loyalitas tradisional, ideologi) Faktor outer (luar diri):

1) Sumber informasi tentang obyek politik 2) Daya tarik/sifat obyek politik

3) Setting dari obyek politik

4) Ketersediaan pilihan aktualisasi pendapat (keterlibatan untuk polling, kampanye, donasi, kegiatan fisik.

Selain kecenderungan personal dari publik, opini publik biasanya berada dalam kerangka bu- daya politik, yaitu pola orientasi kepada tindakan politik bersifat khas, atau pola kecenderun- gan kepercayaan, nilai dan pengharapan yang diikuti secara luas. Budaya politik ini menjadi acuan dari sikap dan opini dalam menghadapi obyek politik.

Opini publik selamanya bersifat spesifik bagi kepentingan kelompok tertentu. Karenanya se- lalu bersifat pro-netral-kontra, atau tidak tunggal. Ini yang membedakan dengan pendapat umum (general opinion), yaitu pendapat mengenai obyek politik berkaitan dengan hak dan kepentingan yang diterima secara luas atas dasar kebenaran rasional. Keberadaan aktor politik dlihat dalam posisi dalam mengambil posisi dari pro dan kontra atau varian pendapat, atau lebih jauh kemampuan artikulasi untuk mengangkat opini publik menjadi opini umum. Pencitraan untuk aktor dan kelembagaan politik sebagai bagian dalam komunikasi politik dimulai penciptaan obyek politik yang berkesesuaian dengan hak dan kepentingan publik. Dari sini pesan dalam komunikasi bertolak dari realitas kehidupan publik, bukan dari kepent- ingan aktor atau kelembagaan politik

Dalam dokumen 56686561 Konstituen Pilar Utama Partai Politik (Halaman 160-163)