BAB 1 PENDAHULUAN
A. Tinjauan Umum Bank Syariah
3. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), ada dua prinsip penghimpunan dana, yaitu9
1) Penghimpunan dana dengan prinsip wadiah
Wadiah berarti titipan dari suatu pihak ke puhak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh penerima titipan kapan pun si penitip menghendaki. Wadiah dibagi menjadi dua,
9 Kautsar Rizal Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, (Padang: @kademia, 2012), h. 74.
yaitu wadiah yad dhamanah dan wadiah yad amanah. a) Wadiah Yad Dhamanah
Wadiah yad dhamanah merupakan titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Prinsip wadiah ini juga yang lazim digunakan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan,cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan. Prinsip wadiah cenderung untuk kegiatan penghimpunan melalui giro, sedangkan tabungan wadiah cenderung menggunakan prinsip lain, yaitu prinsip mudharabah.
b) Wadiah Yad Amanah
Wadiah yad amanah merupakan penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si penitip mengambil kembali titipannya. Barang yang dititip adalah sesuatu yang berharga yang dapat berupa uang, dokumen atau barang berharga lainnya.10 Dalam akad ini, pada dasarnya pihak penerima titipan tidak diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam penitipan terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang/aset titipan, selama hal ini bukan akibat
10 Rinda Hesti K., Sistem Informasi Perbankan Syariah, (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), h. 44.
dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang/aset titipan. Biaya penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan. 11 2) Penghimpunan Dana dengan Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian kerjasama antara pihak yang menyediakan dana (shahibul maal) dan pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan usaha (Mudharib). Mudharabah terbagi menjadi 3 (Tiga), yaitu mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Mudharabah muthlaqah adalah salah satu jenis mudharabah yang memberi kuasa kepada mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha tanpa batasan dalam mnjalankan usaha tersebut. Mudharabah muqayyadah merupakan salah satu jenis mudharabah dimana pemilik dana memberi batasan kepada pengelola dana berupa jenis usaha, tempat, pemasok, maupun konsumen. Adapun mudharabah musytarakah
merupakan bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama invetasi.
Pola investasi terikat (Mudharabah muqayyadah) dapat dilakukan dengan cara channeling dan executing. Pola channeling adalah apabila risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko. Dana mudharabah yang disalurkan dalam pola ini disajikan dalam
11Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta:Grafindo, 2007), h.41-42.
laporan investasi terikat dan terpisah dalam neraca bank syariah. Pola executing adalah apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko. Dana mudharabah yang disalurkan disajikan dalam neraca bank syariah.
a) Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yag telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yag dipersamakan dengan itu. Perbedaan tabungan wadiah dan tabungan mudharabah terletak pada empat aspek, yaitu sifat dana, insentif, pengembalian dana, dan pada waktu penarikan. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat perbedaan antara tabungan wadiah dan tabungan mudharabah.
Tabel 2.1 Perbedaaan Tabungan Wadiah dan Tabungan Mudharabah
Perbedaan Tabungan Wadiah Tabungan Mudharabah
Sifat dana Dana bersifat titipan Dana bersifat investasi
Insentif Insentif atau bonus tidak disyaratkan di muka dan bersifat sukarela jika bank hendak memberikannya.
Terdapat bagi hasil yang wajib diberikan oleh bank jika memperoleh pendapatan atau laba pada setiap periode kepada penabung sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Pengembalian dana
Dana dijamin akan dikembalika semua oleh bank.
Dana tidak dijamin
dikembalikan semua oleh bank.
Waktu penarikan
Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu
Penarikan dana hanya dilakukan pada periode tertentu.
Sumber: Akuntansi Perbankan Syariah, Rizal Yaya, 200912
12Rinda Hesti K., Sistem Informasi Perbankan Syariah, (Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), h. 75.
b) Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah adalah simppanan dana dengan skema pemilik dana mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank dengan hasil yang diperoleh dibagi antara pemilik dana dan bank dengan nisbah yang disepakati sejak awal. Pembayaran bagi hasil dengan pemilik dana ada dua cara, yaitu dilakukan setiap ulang tanggal pembukuan deposito mudharabah atau dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya tanpa memperhatikan tanggal pembukaan deposito mudharabah.
b. Penyaluran Dana13
Dalam penyaluran dana oleh bank syariah, terdapat beberapa prinsip, yaitu prinsip jual beli, prinsip investasi, dan prinsip sewa.
1) Prinsip jual beli
Dalam melakukan jual beli, dapat digunakan 3 skema yang meliputi: a) Jual beli dengan skema Murabahah
Jual beli dengan skema ini menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Skema ini digunakan untuk nasabah yang hendak memiliki suatu barang namun tidak memiliki uang pada saat pembelian. Pada skema ini, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Keuntungan bank dalam skema ini adalah berupa margin atau selisih antara harga
jual barang dengan harga pokok pembelian barang. Apabila barang telah diterima nasabah, barang tersebut dapat dibayar secara tunai maupun cicilan.
b) Jual beli dengan skema salam
Jual beli dengan skema ini merupakan jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. Skema ini digunakan oleh bank kepada nasabah yang memiliki cukup dana, sedangkan yang bersangkutan tidak memiliki
bargaining power dengan penjual dibandingkan sekiranya pembelian barang dilakukan oleh bank. Dalam skema ini bank bertindak sebagai penjual memperoleh keuntungan dari selisih harga jual kepada nasabah dengan harga pokok pembelian yang telah dikeluarkan oleh bank. Hukum pembelian ini adalah boleh (Jaiz). Dalam skema ini pembeli melakukan pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan melakukan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan.
c) Jual beli dengan skema Istishna’
Jual beli pada skema ini adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan kepada penjual yag juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Skema ini digunakan bank untuk nasabah yang memerlukan produk konstruksi seperti bangunan,
kapal, dan pesawat terbang yang belum jadi dan memerlukan waktu cukup laa untuk menyelesaikannya. Dalam skema ini, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Pembuatan produk dilakukan oleh pihak lain yaitu produsen sehingga bank dapat melakukan kontrak akad istishna’ dengan produsen untuk membeli produk yang diinginkan oleh nasabah pembiayaan. Skema dobel
istishna’ ini dinamakan dengan istishna’ paralel. 2) Prinsip Investasi
Dalam melakukan investasi, dapat dilakukan dengan skema mudharabah dan skema musyarakah.
a) Investasi dengan skema mudharabah
Akad investasi dengan skema ini adalah akad antara dua pihak di nama salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.
b) Investasi dengan skema musyarakah
Investasi dengan skema ini adalah kerja sama investasi para pemilik modal yag mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing.
Investasi dengan skema ini adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik tanah dan penggarap di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) hasil panen. d) Investasi dengan skema musaqah
Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap lahan hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3) Prinsip sewa
Sewa secara prinsip dapat dilakukan dengan 2 (dua) skema yaitu skema ijarah dan ijarah munttahiya bittamlik.
a) Sewa dengan skema ijarah
Sewa dengan skema ini adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.transaksi ini berlaku bagi nasabah yang hanya menginginkan manfaat dari objek sewa yang disediakan oleh bank dan tidak bermaksud untuk memilikinya. Akad sewa ini dapat digunakan untuk keperluan sewa barang maupun sewa jasa. Beberapa bank syariah menggunakan akad ijarah ini untuk membiayai kebutuhan nasabah terhadap jasa pendidikan, kesehatan, dan jasa lainnya yang membutuhkan biaya.
b) Sewa dengan skema ijarah munttahiya bittamlik (IMBT)
Sewa dengan skema ini adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakan dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.