• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian di harapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Nasabah dan Masyarakat

Nasabah dan masyarakat yang akan melakukan pembiayaan dapat mengetahui jika mereka lalai dan menunda-nunda pembayaran akan kewajibannya ada perlakuan sanksi yaitu ta‟zir dan ta‟widh agar mereka tidak melakukan kelalaian tersebut.

Bagi nasabah yang pernah mengalami terkena sanksi dari ta‟zir dan ta‟widh dapat mengetahui kemana uang mereka dialokasikan dan dapat menghilangkan kecurigaan terhadap dana non halal yang ada pada bank umum syariah.

2. Bank Syariah

Dapat berguna untuk perbankan syariah dalam perkembangan praktik dari ta‟zir dan ta‟widh.

6 A. Landasan Teori

1. Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun djalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefiisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Sedangkan menurut M. Syafi‟I Antonio, menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.(Muhammad 2005: 260 )

Pembiayaan adalah suatu hal yang lazim dilakukan oleh bank syariah. Pembiayaan sendiri merupakan tugas bank sebagai media intermediasi, yaitu mengumpulkan dan kemudian meyalurkan dana tersebut. adapun sifat kegunaanya pembiayaan dapat dibagi dalam: 1) Memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis dipakai untuk

memenuhi kebutuhan; dan

2) Produksi dalam bentuk yang luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasrkan.

(Zainul Arifin 2006: 200-201)

Berdasarkan UU No. 7 th. 1992, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah harga, imbalan atau pembagian hasil.

b. Jenis-jenis Pembiayaan

Dalam menjelaskan jenis-jenis pembiayaan dapat dilihat dari tujuannya, jangka waktunya, jaminan serta orang yang menerima dan member pembiayaan. Pembiayaan menurut sifat penggunaan dapat dibagi menjadi dua hal, sebagai berikut:

1) Menurut sifatnya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a) Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat di bagi menjadi tiga hal berikut:

(1) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atu mutu hasil produksi.

(b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

(c) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods)

b) Pembiayaan Konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kousumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

(Muhammad Ridwan 2004 : 206)

Secara garis besar poduk pembiayaan menurut hukum ekonomi syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:

a. Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli (Ba‟i)

Menurut istilah terminologi yang dimaksud sebagai jual beli ialah menukar barang dengan barang, barang dengan uang, dengan

cara melepaskan hak dari yang satu kepada yang lain dengan cara saling rela atau ridho antara kedua belah pihak. Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan pada waktu pembayaran dan penyerahan barangnya kepada pembeli.

1). Pembiayaan Murabahah adalah akad jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Berdasarkan jual beli tersebut bank membeli barang yang di pesan dan menjualnya keada nasabah. Harga jual bank adalah harga beli dari suplier di tambah keuntungan yang disepakati. ( Muhammad 2014: 271)

2).Pembiayaan Salam adalah akad jual beli suatu barang (komoditi) di mana harganya dibayar dengan segera (pada saat akad disepakati), sedangkan barangnya akan di serahkan kemudian dalam jangka waktu yang di sepakati‖.( Muhammad 2014: 281) 3). Pembiayaan Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang di sepakati anatara pesanan (pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat, shani)‖.( Muhammad 2014: 290)

b. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa ( Ijarah )

Ada yang menterjemahkan ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Al-Bai‟ wal ijarah muntahhiyah bit tamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-Bai‟ dan akad ijarah muntahia bit tamlik (IMBT). Al-Bai‟ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. (Muhammad 2014: 309-310)

c. Berdasarkan prinsip Bagi Hasil

Bentuk khusus kontrak keuangan yang telah dikembangkan untuk mengantikan mekanisme bunga dalam transaksi keuangan adalah mekanisme bagi hasil. Mekanisme bagi hasil ini merupakan core product bagi lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah. Karena bank syariah melarang penerapan tingkat bunga pada

semua transaksi keuangann ya. Kedua akad berikut ini adalah yang tergolong bagi hasil:

1). Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

2). Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama antara bank selaku pemilik dana (shahibul maal) dengan nasabah selaku (mudharib) yang memunyai keahlianuntuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang disepakati. (Muhammad 2014 : 239-241)

d. Pembiayaan dengan Akad Pelengkap

1). Hiwalah (alih hutang-piutang) dalam perbankan tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang.

2).Rahn (Gadai) tujuan akad rahn diperbankan untuk memberikan jaminan kepada bank sewaktu waktu nasabah tidak dapat

memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. Dalam hal hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, maka nasabah harus menutupi kekurangannya

3). Qardh (penyediaan dana tagihan) dalam perbankan syariah adalah suatu pinjaman yang di sediakan tanpa adanya syarat ini bertujuan untuk pengembangan bisnis dan investasi juga ditunjukan untuk hal-hal yang bersifat kebaikan, tolong-menolong dan juga untuk sosial.

4). Wakalah (perwakilan) adapun pengertian secara terminologi al-wakalah ialah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup. Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu., seperti pembukaan L/C, inkaso dan transferuang. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan karena force majure menjadi tanggung jawab nasabah.

5).Kafalah atau garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagairahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi‟ah.

2. Pengertian ta‟zir

Kata ta‟zir berakar dari kata Azzara yang secara arti kata mengandung arti membantu, membantu menghindarkan dari suatu yang tidak menyenangkan. Dalam kaitannya dengan ta‟zir pada lembaga keuangan syariah, ta‟zir adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja dengan alasan yang tidak dibenarkan oleh syar‘i dan tidak mempunyai kemauan dan itikad baik unntuk membayar hutangnya. Adapun nasabah yang belum mampu membayar kewajibannya disebabkan force majeur maka tidak boleh dikenakan ta‟zir menurut Fatwa DSN. Adapun jumlah tergantung kesepakatan atara kedua belah pihak yang berakad ketika penandatanganan kontrak akad.(Syarifuddin 2003:321 dalam skripsi yang ditulis oleh Arianto Saputra).

a. Landasan hukum

Firman Allah surat al-Maidah ayat 1 yang artinya :―Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu,

(yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.‖ (Terjemah QS. 5 ayat 1)

Dasar hukum dari adanya hukuman ta‟zir itu adalah ijtihad ulama yang berlandaskan kepada umumnya hadist nabi yang mengatakan Mathlul ghanii dzulmun …. (HR Nasa‟i)

Artinya:“menunda-nunda( pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedhaliman…. (HR Nasa‟i) 3. Pengertian ta‘widh

Kata al-ta‟widh berasal dari kata „iwadha yang mempunyai arti memberi ganti atau mengganti, sedangkan kata ta‟widh sendiri mempunyai arti secara bahasa mengganti. Secara umum pengertian ta‟widh adalah menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan dengan ketentuan kerugian rill yang dapat diperhitungkan dengan jelas dengan upaya untuk memperoleh pembayaran dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi karena adanya peluang yang hilang. (Tim kashiko 2000:499 dalam skripsi yang ditulis oleh Arianto Saputra).

a. Ganti Rugi Menurut Hukum KUH Perdata

Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi Karena wanprestasi dan perbuatan melawan hukum ganti rugi karena

perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang telah dirugikan. Ganti rugi itu timbul karena adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian. Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara debitur dan kreditur.

b. Landasan Hukum

Terjemah QS. al-Baqarah ayat 279Artinya: ―Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat(dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya‖.

Mathlul ghanii dzulmun …. (HR Nasa‘i)

Artinya:―menunda-nunda( pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampuadalah suatu kedhaliman…. (HR Nasa‘i)

c. Pendapat Ulama tentang ta‟widh (Ganti Rugi)

Menurut pendapat ulama tentang ta‘zir yang saya kutip dari fatwa DSN NO43/DSN-MUI/VIII/2004.

Pendapat Ibn Qudamah, bahwa penundaan pembayaran kewajiban dapat menimbulkan kerugian (dharar) dan karenanya harus dihindarkan ia menyatakan.― jika orang berutang (debitur) bermaksud melakukan perjalanan, atau jika pihak berpiutang

(kreditur) bermaksud melarang debitur (melakukan perjalanan), perlu kita perhatikan sebagai berikut. Apabila jatuh tempo hutang sebelum kedatangannya dari perjalanan misalnya, perjalanan untuk berhaji di mana debitur masih dalam perjalanan haji sedangkan jatuh tempo hutang pada bulan muharram atau dzulhijjah—maka kreditur boleh melarangnya melakukan perjalanan. Hal ini karena ia (kreditur) akan menderita kerugian (dharar) akibat keterlambatan (memperoleh) haknya pada saat jatuh tempo. Akan tetapi, apabila debitur menunjuk penjamin atau menyerahkan jaminan (gadai) yang cukup untuk membayar utangnya pada saat jatuh tempo, ia boleh melakukan perjalanan tersebut, karena dengan demikian, kerugian kreditur dapat dihindarkan.

Pendapat Wahbah al-Zuhaili, ta‟widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan. Ketentuan umum yang berlaku pada ganti rugi dapat berupa: a. Menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya) seperti

memperbaiki dinding…

b. Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka wajib menggantinya dengan benda yang sama (sejenis atau dengan uang, sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum pasti dimasa

yang akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti rugi). Hak itu karena objek ganti rugi adalah harta yang ada dan kongkret serta berharga (diijinkan syariat untuk memanfaatkannya). Pendapat `Abd Hamid Mahmud al-Ba‘li, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, al-Qahirah: al-Ma‘had al-‗Alami li-al-Fikr al-Islami, 1996 : Ganti rugi karena penundaan pembayaran oleh orang yang mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan pembayaran tersebut.

(Fatwa 43/DSN-MUI/VIII/2004)

4. GRI (Global Reporting Intiative)

Pedoman pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kawasan Asia Tenggara yang disebut dengan GRI G4 ini, pertama kali diluncurkan di Amsterdam, Belanda, pada tanggal 22 Mei 2013 bertepatan dengan diadakannya Konferensi Global Pelaporan Berkelanjutan, yang dihadiri oleh 1600 peserta dari 70 negara, termasuk 20 orang delegasi dari Indonesia. Direktur Interim GRI Asthildur menjelaskan, pedoman pelaporan CSR tersebut telah dibuat dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan proses pembuatannya memakan waktu dua tahun. ―Dengan adanya sistem

pelaporan internasional ini, perusahaan dapat menggunakannya sebagai patok banding dalam menjalankan bisnis yang berwawasan lingkungan dan kepedulian sosial.

Pedoman pelaporan CSR yang juga disebut Pedoman Laporan Keberlanjutan itu sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. GRI telah membuat pedoman ini pertama kalinya pada 2000 lalu. Dengan perkembangan dunia usaha dan kompleksitas isu keberlanjutan dari masa ke masa, maka pedoman pelaporan juga perlu disesuaikan. Semenjak tahun 2002, pedoman itu telah direvisi beberapa kali, hingga akhirnya keluarlah pedoman terbaru yang merupakan generasi ke 4 atau disingkat G4.

GRI (Global Reporting Intiative) merupakan sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia.

Tiga fokus pengungkapan GRI, antara lain:

1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator)

2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator)

3. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator) terdiri dari:

didistribusikan.

-Kinerja Ekonomi EC2 Implikasi finansial dan risiko serta peluang lainnya kepada kegitan organisasi karena perubahan iklim.

-Kinerja Ekonomi EC3 Cakupan kewajiban organisasi atas imbalan pasti.

-Kinerja Ekonomi EC4 Bantuan finansial yang diterima dari pemerintah.

b. Hak Asasi Manusia (human rights performance ) c. Sosial (Society)

d. Tanggung jawab Produk (product responsibility performance). https:// wordpress.com/2010/11/06/

Berikut adalah tabel kategori dan sub kategori dari GRI G4 :

-Keberadaan Pasar EC5 Rasio upah standar pegawai pemula (entry level) menurut gender dibandingkan dengan upah minimum regional di lokasi-lokasi operasional yang signifikan.

EC6 Perbandingan manajemen senior yang dipekerjakan dari masyarakat lokal di operasi yang signifikan.

-Dampak Ekonomi Tidak Langsung

EC7 Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur dan jasa yang diberikan. EC8 Dampak ekonomi tidak langsung yang

signifikan, termasuk besarnya dampak. -Praktik Pengadaan EC9 Perbandingan dari pemasok lokal di

operasional yang signifikan.

Dokumen terkait