• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Masyarakat

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengalokasian penyaluran dana ta‟zir dalam CSR Bank Muamalat Indonesia.

Berdasarkan data dalam Laporan Keuangan Bank Muamalat, berikut ini adalah pengalokasian penyaluran dana ta‘zir.

Tabel 2. Penyaluran dana ta‟zir pada Bank Muamalat Indonesia tahun 2015.

PILAR PENYALURAN

DENDA

PERSENTASI % I. LINGKUNGAN HIDUP

- Program Sanitasi Air Bersih "Water Treatment Muamalat

Rp. 65.892.000 4,82 %

II. PENGEMBANGAN SOSIAL KEMASYARAKATAN 1. Ekonomi

62,5 % - Launching gerakan cinta

Mesjid

Rp. 652.278.500 - Komunitas usaha mikro

Muamalat berbasis mesjid (KUM3)

Rp. 7.550.000

- Bina Desa Muamalat Rp. 193.886.290 2. Pendidikan

- Program Beasiswa Muamalat 2

Rp. 8.000.000 0,59% 3. Kemanusiaan

- Penanganan korban banjir di Jakarta & Bekasi

Rp. 1.000.000

32,17 % - Bantuan Masker Untuk

Nasabah dan Masyarakat di Zona 1 di 5Kantor Cabang yang Terkena Dampak Kabut Asap

Rp. 900.000

- Kegiatan Donor Darah (Rangkaian Milad Muamalat ke-23)

Rp. 7.100.000

- Layanan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Rp. 57.889.700 - Muamalat Berbagi Cahaya

Ramadhan

Rp. 217.798.500 - Santunan Tunai Muamalat Rp. 73.912.000

- Berbagi di Akhir Tahun Rp. 63.393.500 - Layanan Husnul Khatimah

Muamalat

Rp. 17.850.000

TOTAL Rp.1.367.450.490

Berdasarkan Pengungkapan dana CSR yang dikeluarkan dari dana ta‟zir menurut GRI (Global Reporting Intiative) dan Bank Muamalat Indonesia terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut :

1. Dalam laporan CSR pada Bank Muamalat Indonesia penyaluran dana ta‘zir hanya 2 (dua) pilar yaitu Lingkungan hidup dan Pengembangan Sosial Kemasyarakatan. Sedangkan yang seharusnya dalam laporan GRI G4 ada 3 (tiga) yaitu pilar Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial. Untuk ke depannya dalam penyusunan laporan CSR lebih disesuaikan dengan pedoman GRI G4.

2. Pada Bank Muamalat Indonesia untuk pilar ingkungan hidup penyaluran dana ta‟zir hanya dibagian sub pilar air saja. Meskipun didalam GRI G4 untuk pilar lingkungan mempunyai banyak sub pilar, yaitu bahan, energi, keanekaragaman hayati, emisi, efluen dan imbah produk dan jasa, kepatuhan, transportasi, lain-lain, asesmen pemasok atas lingkungan, mekanisme pengaduan masalah lingkungan. Tetapi untuk Bank Muamalat Indonesia karena merupakan penyedia jasa, maka masih bisa di toleransi tapi akan lebih baik jika Bank Muamalat Indonesia memaksimalkan penyalurannya meskipun hanya pada sub pilar air.

3. Pada Bank Muamalat Indonesia di pilar ekonomi masuk ke dalam sub pilar dari pengembangan sosial kemasyakatan, sedangkan di dalam GRI G4

ekonomi adalah salah satu pilar. Seharusnya Bank Muamalat Indonesia lebih melihat pedoman dalam GRI G4 agar sesuai untuk pembagian pilar yang sebenarnya, bukan hanya asal membuat pilar sendiri, karena perbedaan ini bisa membuat yang melihat laporan akan merasa ada suatu keganjilan, karena untuk penyusunan CSR sendiri sudah mempunyai pedoman.

4. Dalam laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia pengembangan sosial kemasyarakatan di dalam GRI G4 namanya adalah pilar sosial. Seharusnya untuk nama pilar yang berbeda seperti ini harus disamakan dengan pedoman GRI G4, agar dalam menyusun CSR berikutnya lebih nyaman memahaminya. 5. Pada Bank Muamalat Indonesia tidak ada pilar sosial, padahal itu adalah salah

satu pilar yang ada di dalam GRI G4, dan mempunyai 4 sub pilar yaitu ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, HAM, masyarakat, dan tanggungjawab atas produk. Seharusnya Bank Muamalat Indonesia lebih menyesuaikan isi pilar karena dana ta‟zir masih banyak yang belum tersalurkan lebih baik lagi jika diratakan pada pilar pilar yang kita rasa penting untuk kebutuhan masyarakat luas.

6. Terdapat perbedaan juga di dalam subpilar di Bank Muamalat Indonesia namanya adalah kemanusiaan sedangkan di pilar GRI G4 adalah masyarakat. Sebaiknya Bank Muamalat Indonesia harus menyamakan dengan pedoman GRI G4. Agar nantinya ketika ada yang memeriksa, akan memahami langung pilar-pilar yang ada.

7. Menurut persentase tabel 1 jumlah dana ta‟zir sendiri mencapai Rp. 4.228.709.000, dan yang tersalurkan hanya Rp. 1.367.450.490 atau hanya

32,34 % saja dari total dana ta‟zir dan sisanya dana ta‟zir akan disalurkan untuk tahun selanjutnya. Seharusnya Bank Muamalat Indonesia disalurkan ditahun ini juga tidak ditahan untuk tahun selanjutnya, karena dana ta‟zir termasuk kedalam dana non halal. Ketika para deposan melihat laporan CSR tersebut maka akan menurunkan kepercayaan terhadap penerapan syariah. 8. Penyaluran dana ta‘zir pada Bank Muamalat Indonesia sendiri yang paling

banyak digunakan adalah pada pilar ekonomi yaitu sebanyak 62,5 % dan yang paling sedikit disalurkan adalah pada pilar pendidikan yaitu 0,59% yang tidak mencapai 1%. Tapi untuk sub pilar pendidikan yang ada di Bank Muamalat Indonesia, di dalam GRI G4 tidak ada untuk pilar atau sub pilar pendidikan. Jadi untuk Bank Muamalat harusnya memasukannya di pilar sosial didalam sub pilar HAM karena itu menyangkut untuk membantu hak seseorang dalam hal pendidikan.

9. Pada pilar yang lain pun pembagiannya tidak merata, terlihat untuk lingkungan hidup hanya 4,82%, kemanusiaan hanya 32,17%, dari tabel diatas terlihat, jika seandainya dana tersebut dapat dimaksimalkan maka untuk pembagian 4 (empat) pilar tersebut dapat dibagi sekitar 25% per pilarnya, tapi untuk ini terlihat sekali tidak ratanya penyaluran ta‟zir.

10. Dari tabel 2 diatas dapat kita lihat juga pada pilar kemanusiaan dana yang disalurkan hanya pada penangan korban banjir yang ada di daerah Jakarta dan Bekasi, disini terlihat tidak adanya pemerataan untuk seluruh daerah di Indonesia padahal masih banyak daerah yang membutuhkan dana pada saat terjadinya bencana.

Berdasarkan uraian analisis diatas maka saya ingin menyarakan untuk membuat tabel perbaikan yang sesuai dengan GRI G4 untuk penyaluran dana ta‟zir.

Tabel 3. Bentuk penyaluran dana ta‘zir yang sesuai dengan GRI G4

Pilar Penyaluran Ta‘zir

I. EKONOMI

- Launching gerakan cinta Mesjid Rp. 652.278.500 - Komunitas usaha mikro Muamalat

berbasis mesjid (KUM3)

Rp. 7.550.000

- Bina Desa Muamalat Rp. 193.886.290

II. LINGKUNGAN

- Program Sanitasi Air Bersih "Water Treatment Muamalat

Rp. 65.892.000 III. SOSIAL

1. HAM

- (pendidikan) Program Beasiswa Muamalat 2

Rp. 8.000.000 2. Masyarakat

- Penanganan korban banjir di Jakarta & Bekasi

Rp. 1.000.000 - Bantuan Masker Untuk Nasabah

dan Masyarakat di Zona 1 di

5Kantor Cabang yang Terkena Dampak Kabut Asap

Rp. 900.000

- Kegiatan Donor Darah (Rangkaian Milad Muamalat ke-23)

Rp. 7.100.000 - Layanan Pemeriksaan Kesehatan

Gratis

Rp. 57.889.700 - Muamalat Berbagi Cahaya

Ramadhan

Rp. 217.798.500 - Santunan Tunai Muamalat Rp. 73.912.000

- Berbagi di Akhir Tahun Rp. 63.393.500 - Layanan Husnul Khatimah

Muamalat

Rp. 17.850.000

TOTAL Rp.1.367.450.490

Berdasarkan wawancara saya dengan Bapak Zulfia Zahrie untuk alokasi dan juga penentuan besaran dari dana ta‟zir sudah sesuai dengan Fatwa DSN no :17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah yang mampu tapi menunda-nunda pembayaran bahwa untuk besaran dari denda tersebut disebutkan di awal akad, dan untuk perhitungannya sudah ditetapkan denda tersebut bukan dari berapa besar angsuran pembiayaan tetapi dari plafond atau besar pinjaman dari pembiayaan dan denda atau ta‟zir besarnya sendiri untuk perbulan bukan perhari.

2. Pengakuan Ta‘widh Pada Bank Muamalat Indonesia, Tbk

Dalam mekanisme pengelolaan pada BMI, dana ta‟widh atas proses perpanjangan masa angsuran atau masa restrukturisasi ini masuk ke dalam salah satu pendapatan jasa administrasi pada pendapatan operasional lainnya. Hal ini sesuai dengan aturan akuntansi yang berlaku, penulisannya dalam laporan keuangan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk :

Gambar 4. Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2015

Jika kita melihat catatan laporan keuangan BMI (Gambar 1), menurut BMI pencatatan ta‟widh dimasukkan ke salah satu pendapatan jasa administrasi, lalu dalam laporan laba rugi (Gambar 2) terlihat bahwa pendapatan jasa administrasi sebagai salah satu pendapatan operasonal lainnya. Menurut BMI, hal ini sesuai dengan perlakuan akuntansi syariah mengenai laporan keuanganyang didasari oleh prinsip syariah yang berlaku khususnya pada Fatwa DSN-MUINo.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ta‟widh, Peraturan Bank Indonesia nomor:7/46/PBI/2005 tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan prinsip Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan ED PSAK 108: Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah.

Untuk pendapatan yang diakui sebagai ta‟widh adalah pendapatan operasional lainnya, dalam akun pendapatan jasa administrasi. Jika dibandingkan dengan pendapatan operasional lainnya maka presentasinya cukup signifikan yaitu sebesar Rp.215.457.094 yaitu 69,08% dari jumlah pendapatan lainnya yaitu Rp.311.893.892.

Namun jika dibandingkan dengan pendapatan utama yaitu pendapatan operasional maka presentasinya pendapatannya tidak terlalu signifikan yaitu hanya Rp.311.893.892 atau 6,30% dari Rp.4.949.359.579.

Menurut wawancara saya dengan Bapa Rizhkan Indra Bayu yang menjabat sebagai Relationship Manager Remedial pada tanggal 24 Februari 2017 dikatakan bahwa untuk pengakuan pendapatan dari ta‘widh yang masuk ke dalam pendapatan jasa administrasi tidak terlalu besar karena ta‘widh sendiri mempunyai perhitungan yang tidak bisa dilebih-lebihkan, karena biaya yang di keluarkan adalah biaya yang benar-benar ada.

77 A. Simpulan

Dari hasil analisis pada bab sebelumnya dapat disimpulkan :

1. Ketentuanta‟zir padaBank Muamalat Indonesia sudah sesuai penerapannyadenganFatwa DSN No :17/DSN-MUI/IX/2000. Dana yang dikumpulkan dari ta‟zir tersebut dimasukkan ke dalam dana sosial atau program CSR (Corporate Social Responsibility) padaBank Muamalat Indonesia. Jadi, dana ta‟zir tidak diakui sebagai pendapatan, tetapi disalurkan ke program CSR yang berpedoman pada GRI (Global Reporting Intiative).Jumlah pendapatan non halal dari ta‟zir pada Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar Rp4.228.709.000, sedangkan yang disalurkan adalah Rp1.367.450.490. Untuk penyaluran CSR tampak masih belum optimal karena dana ta‟ziryang masih tersimpan sebesar 67%dan belum salurkan.

2. Ketentuan Ganti rugi (ta`widh) pada Bank Muamalat Indonesia sudah sesuaipenerapannyadengan Fatwa 43/DSN-MUI/VIII/2004. Dana yang didapat dari ta‟widh diakui sebagai pendapatan operasional lainnya, dan dimasukkan kedalam pos jasa adminitrasi, yaitu sebesar Rp215.457.094 Jika dibandingkan dengan pendapatan operasional lainnya, maka presentasinya cukup signifikan sebesar 69,08% dari jumlah pendapatan lainnya, yaitu Rp311.893.892.

B. Saran

Saran-saran dari penulis adalah sebagai berikut :

1. Bank syariah harus lebih teliti dan hati-hati dari awal pembiayaan terutama saat penilaian nasabah yang ingin melakukan pembiayaan, karena dari penilaian awal inilah akan berdampak kepada proses berjalannya pembiayaan yang nantinya menentukan mana nasabah yang bisa berjalan lancar dan nasabah yang gagal bayar dan akan menimbukan kerugiaan. Praktisi bank syariah juga harus melakukan penilaian berkala pada nasabah yang sudah terkena ta‟zir, agar nantinya nasabah tersebut tidak mengulangi kesalahannya lagi.

2. Bank Muamalat Indonesia hendaknya memaksimalkan penyaluran dana ta‟zirdan mengalokasikannya ke semua pilar ekonomi yang telah ditetapkan dalam GRI agar dana yang terkumpul dalam dana sosial dapat disalurkan secara optimal.

3. Bank Muamalat Indonesia hendaknya mengikuti pedoman GRI G4 dalam penyusunan CSR agar lebih rapi dan baik kedepannya.

4. Dana yang didapat dari ta‟widh harus diperhitungkan dengan baik, agar nasabah tidak merasa terbebani dengan biaya-biaya tambahan untuk ta‟widh, meskipun adanya ta‘widh karena kesalahan nasabah sendiri. 5. Penerapan dari ta‟zir dan ta‟widh bank syariah harus berlandaskan prinsip

kejujuran dan transparansi sehingga tidak ada pihak yang merasadirugikan baik secara materil maupun non-materil.

Mampu Tapi Menunda-Nunda Pembayaran

Hidayat Muis. Analisis Penerapan Fatwa DSN-MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ta‟widh pada Pembiayaan Murabahah di PT Bank SyariahBukopin.2010. Jakarta

http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/statistik-perbankan https://titaviolet.wordpress.com/2010/11/06/ 06 2017, 12:15

Jakarta Press, 2006), h.14. syariah/Pages/Statistik-Perbankan-Syariah

Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia http://www.bankmuamalat.co.id/ Muhammad, Manajemen Keuangan Syariah, Yogyakarta : UPP STIM YKPN

,2014

Mukhtar, Metodologi Penelitian (2013:103)

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 Peraturan Bank Indonesia nomor:7/46/PBI/

PSAK 108: Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah.

Ridwan Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil” (Yogyakarta: UIIPRESS, 2004), hal. 163

Syamsir Salam Dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, cet.I, (Jakarta: UIN

Tim kashiko 209 : 499 dari Skripsi Arianto Saputra

Dokumen terkait