• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Masyarakat

F. Kerangka Pemikiran

1. Sejarah Berdirinya Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat Indonesia adalah bank syariah yang pertama murni di Indonesia. Bank Muamalat Indonesia berdiri pada 1 November 1991 atau 24 Rabi‘us Tsani 1412 H. Pendiriannya digagas oleh Majelis Ulama Indonesia, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia, serta pengusaha muslim dengan dukungan Pemerintah Republik Indonesia. Mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27 Syawal 1412 H. Sejak beroperasi, Bank Muamalat Indonesia telah menjadi pelopor bisnis keuangan syariah lainnya diantaranya asuransi syariah pertama (Asuransi Takaful), memberikan bantuan teknis dan bantuan modal kepada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) yang kemudian mendirikan lebih dari 3.000 Baitulmaal wat Tamwil (BMT), Beraliansi dengan Perum Pegadaian dalam pendirian pegadaian Syariah, mendirikan Muamalat Institute (MI) untuk pengembangan, peningkatan dan penyebarluasan pengetahuan mengenai lembaga keuangan syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK Muamalat), Baitul Maal Muamalat (BMM) sebagai kepanjangan tangan Bank Muamalat Indonesia untuk pengumpulan

dan penyaluran Zakat,Infak, Sedekah (ZIS), serta dana tanggung jawab sosial perusahaan Bank Muamalat Indonesia melalui program pengembangan usaha mikro.

Setiap tahun kedepannya Bank Mualmalat Indonesia selalu memiiliki sejarah yang membanggakan pada tahun 2004 ada peluncuran produk Shar-e yang merupakan tabungan instan pertama di Indonesia melalui ribuan jaringan online kantor pos diseluruh Indonesia, yakni System Online Payment Point (SOPP), lalu ditahun 2007 pendirian Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) bersama dengan Boubyan Bank dan International Leasingand Investment Company (ILIC) sebagai perusahaan multifinance syariah pertama di Indonesia, kemudian pembukaan kantor cabang internasional pertama di Kuala Lumpur, Malaysia. Bank Muamalat Indonesia tercatat sebagai bank pertama di Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia. 2. Visi dan Misi

Dengan pertumbuhan bisnis dan untuk meningkatkan kinerja, Bank Muamalat Indonesia melakukan peninjauan visi dan misi perusahaan. Visi M10-Y25 merupakan bagian dari upaya Bank Muamalat Indonesia untuk mengarahkan perjalanan bisnis Bank Muamalat Indonesia hingga 10 tahun ke depan. Dengan telah menetapkan Visi dan Misi sampai dengan 10 tahun ke depan, akan lebih memudahkan Bank Muamalat Indonesia untuk melangkahkan

kaki dan menyusun perencanaan untuk menyongsong masa depan yang semakin baik.

Visi

Bank Muamalat Indonesia adalah untuk menjadi ‖Menjadi Bank Syariah Terbaik dan 10 Bank Terbesar di Indonesia dengan Kehadiran Regional yang Kuat‖. Untuk mencapai visi tersebut akan dilakukan dalam tiga fase. Fase pertama akan dilakukan pada 2015-2017, fase kedua 2018-2020, dan fase terakhir akan dilakukan pada tahun 2021- 2025. Visi tersebut disingkat dengan ―M10Y25‖ yang merupakan singkatan dari ―Bank Muamalat Indonesia Top 10 Bank di Tahun 2025‖.

Misi

Bank Muamalat Indonesia adalah ―Membangun lembaga keuangan syariah yang unggul dan berkesinambungan dengan penekanan pada semangat kewirausahaan berdasarkan prinsip kehati-hatian, keunggulan sumber daya manusia yang Islami dan profesional serta orientasi investasi yang inovatif, untuk memaksimalkan nilai kepada seluruh pemangku kepentingan‖.

3. Pembiayaan Pada Bank Muamalat

a. Produk Pembiayaan pada Bank Muamalat

Pembiyaan adalah salah satu tugas pokok oleh perbankan syariah, sebagai media intermediasi yaitu mengumpulkan dana dari nasabah dari pihak yang surplus dana dan menyalurkan dana

tersebut untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang defisit dana. Adapun produk-produk pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank Muamalat :

1) Berdasarkan penggunaannya

a) Pembiayaan konsumtif (ritel) yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Contoh pembiayaan pembelian mobil, sepeda motor, kredit pemilikan rumah (KPR) dan lainnya.

b) Pembiayaan Produktif yaitu pembiayaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan produksi, untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi :

(1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, baik secara kuantitatif yaitu peningkatan jumlah produksi, penambahan cabangbaru, penambahan alat kerja maupun secara kualitatif yaitu peningkatan mutu barang dan jasa yang diproduksi.

(2) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada para nasabah guna keperluan investasi, baik penanaman modal,penambahan aktiva tetap dan lainnya. (Wawancara dengan Zulfiana Zahrie sebagai Region Head RFC, 16 Februari 2017 )

b. Jenis dan nama produk pembiayaan pada Bank Muamalat 1). KPR iB Muamalat

KPR iB Muamalat adalah produk pembiayaan yang akan membantu nasabah untuk memiliki rumah/apartemen (indent/ready stock) maupun second. Pembiayaan ini juga dapat digunakan untuk pengalihan take over KPR dari bank lain, pembangunan, dan renovasi rumah tinggal. Diperuntukan bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55 tahun untuk karyawan, dan 60 tahun untuk wiraswasta atau profesional pada saat jatuh tempo pembiayaan.

2). iB Muamalat Koperasi Karyawan

Pembiayaan yang diberikan kepada koperasi karyawan untuk disalurkan kepada para anggotanya (pegawai BUMN/PNS/swasta) dengan tujuan pembelian barang halal. Diperuntukan bagi para anggota koperasi karyawan secara berkelompok dengan penghasilan minimum Rp1.000.000,- (Satu Juta Rupiah)

3). iB Muamalat Multiguna

Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dalam pembelian barang halal (selain tanah, bangunan,mobil dan emas) serta sewa jasa yang dibolehkan secara syariah (selain pembiayaan haji dan umroh).

4). iB Muamalat Pensiun

iB Muamalat Pensiun adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada para pensiunan PNS dan BUMN untuk pembelian barang konsumtif yang halal (termasuk rumah tinggal dan kendaraan bermotor) atau sewa jasa halal (seperti keperluan pendidikan anak, umroh, wisata, dan lainnya) dengan ketentuan pembayaran manfaat pensiun wajib dialihkan melalui Bank Muamalat Indonesia.

5). iB Muamalat Konsumer Duo

Fasilitas yang diberikan kepada nasabah yang membutuhkan pembiayaan properti/hunian sekaligus pembiayaan kendaraan bermotor dengan jangka waktu maksimum sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.

6). Pembiayaan Autoloan (Via Multifinance)

Pembiayaan yang diberikan kepada end user dengan tujuan pembelian kendaraan bermotor (mobil danmotor) melalui perusahaan multifinance yang bekerjasama dengan Bank Muamalat Indonesia.

4. Prinsip operasional dalam pembiayaan di Bank Muamalat a) Prescreening atau pemeriksaan data ulang b) SID Reporting

c) Verifikasi memastikan data yang ada adalah benar. d) Financing Analyst

e) Appraisal f) Legal

g) Retail Financing Support h) Financing Admin and Costody

5. Faktor–Faktor yang menjadi pertimbangan Bank Muamalat Indonesia dalam Financing Analyst.

Dalam meyalurkan pembiayaan kepada nasabah bank syariah harus selektif mana nasabah yang layak diberikan pembiayan dan mana yang tidak, dan faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan bank dalam penyaluran pembiayaan, karena dalam modal bank, baik syariah maupun konvesional, bahwa tidak 100% modal bank itu sendiri, tapi ada modal-modal pihak lain yang dikelola oleh bank, sehingga bank syariah harus sangat berhati-hati dalam penyaluran pembiayaan. Pemberian pembiayaan yang tepat kepada nasabah dapat meningkatkan profitabilitas bank, sehingga kinerja bank syariah dapat berjalan dengan semestinya, sebaliknya apabila pemberian pembiayaan kepada nasabah diberikan kepada orang yang salah dapat mengganggu kinerja bank dan cash flow bank syariah. Adapun prinsip operasional pembiayaan yang di Bank Muamalat : 1.Character

Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari seseorang yang akan diberikan kredit harus benar-benar dipercaya. Dalam hal ini bank meyakini benar bahwa calon

debiturnya memiliki reputasi baik. Artinya selalu menepati janji dan tidak terlibat hal-hal yang berkaitan dengan kriminalitas, misalnya menjadi penjudi, pemabuk atau penipu. Untuk dapat membaca sifat atau watak dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi, dan jiwa sosial. Dari character inilah bank syariah dapat menilai siapa dan dari mana asal-usul calon debiturnya. Sehingga dapat mengurangi resiko kredit macet atau wanprestasi yang berpengaruh pada kinerja serta cash flow bank syariah. Misalnya dengan pemberian kredit yang tidak tepat kepada calon debitur, sehingga ditengah-tengah kontrak debitur melarikan diri sehingga bank mengalami kerugian.

Cara BMI melakukan pemeriksaan character :

a. Teknik mengetahuinya dapat dari hasil interview dengan nasabah maupun pihak lain (tetangga, suplier, buyer, dan lain-lain)

b. Melalui Pendekatan hasil SID. Tidak ada tunggakan, kolektibilitas 1 dalam periode 2 tahun terakhir.

2. Capacity

Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Bank harus mengetahui secara pasti atas kemampuan calon debitur dengan melakukan analisis

usaha dari waktu ke waktu. Pendapatan yang selalu meningkat diharapkan kelak mampu melakukan pembayaran kembali atas kreditnya. Sedangkan bila diperkirakan tidak mampu, bank dapat menolak permohonan dari calon debitur. Capacity sering juga disebut dengan nama capability. Ini merupakan faktor kedua setelah character, bank syariah tidak serta merta memberikan pembiyaan setelah dinilai calon debiturnya mempunyai latar belakang yang baik. Kemudian nasabah mengajukan pembiayaan diatas kemampuannya. Bank syariah dapat menolak permintaan nasabah tersebut. Biasanya bank memberikan pembiayaan dengan nilai yang lebih kecil dari plafon yang diajukan nasabah. Ini semua dilakukan agar terhindar dari kredit macet atau wanprestasi. BMI melakukan analisis perhitungan debt service ratio cara perhitungan :

Fixed Income

a. Hitung seluruh penghasilan tetap nasabah, dapat di validasi melalui slip gaji dan rekening koran pembayaran gaji. b. Kalikan penghasilan nasabah dengan cash ratio sesuai

tiering, yaitu 40% untuk penghasilan < 5 juta, 45% untuk penghasilan 5-10 juta, 50% untuk penghasilan >10-20 juta, dan 60% untuk penghasilan > 20 juta

c. Hitung seluruh angsuran existing nasabah maksimal angsuran baru adalah hasil dari (Penghasilan x Cash ratio) - seluruh sngsuran kewajiban

3. Capital

Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelola oleh debitur. Bank harus meneliti modal calon debitur selain besarnya juga strukturnya. Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya. Sedangkan untuk calon perorangan yang statusnya pegawai maka bank syariah mempunyai kreteria khusus dalam menilai calon debitur tersebut yaitu: dia harus pegawai tetap (bukan kontrak), laporan rekening koran 3 (tiga) bulan terakhir, slip gaji 3 bulan terakhir. Penilaian capital dilakukan agar pemberian kredit tepat sasaran sehingga dapat dikelola atau dimanfaatkan oleh nasabah dengan seefektif mungkin. Nasabah tidak melakukan pemborosan yang dimana pemborosan atau berlebihan dilarang dalam ajaran islam.

Cara BMI memeriksa Capital :

a. Melihat apakah nasabah yang diajukan memiliki modal yang cukup, baik tangible maupun intangible

b. Dilihat dari DER (debt to Equity Ratio) yaitu rasio hutang terhadap modal. Semakin tinggi rasio DER, secara umum dianggap lebih jelek, karena usaha nasabah sangat tergantung terhadap hutang.

4. Condition

Pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Penilaian kondisi dan bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah kecil. Kondisi ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan bank syariah dalam pemberian pembiayaan. Dimana bank syariah akan melihat berapa laju inflasi, BI rate, pertumbuhan ekonomi,suasana politik, cuaca. Karena hal-hal tersebut dapat berpengaruh baikl angsung maupun tidak langsung pada nasabah pembiayaan dalam menjalankan usaha. Sehingga meminimalisir resiko sedini mungkin dilakukan oleh bank syariah suapaya terhindar dari resiko kredit macet. Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kemampuan nasabah dalam membayar pembiayaan.contoh : Kebijakan pemerintah, situasi dalam/luar negeri, dan lain-lain.

5. Collateral

Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik bersifat fisik maupun nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi sesuatu, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Jaminan inilah yang akan melunasi apabila nasabah mengalami kebangkrutan dalam usaha. Sehingga nasabah tidak terlilit hutang oleh pihak bank syariah. Adapun agunan atau jaminan yang dipersyaratkan dan dapat diterima oleh Bank Muamalat Indonesia memiliki kreteria:

a. Marketable (mudah dijual kembali)

b. Jenis jaminan bisa berupa cash collateral dan fixed asset lainnya (tanah, bangunan, mesin, kapal, dan lain-lain).

c. Dihitung nilai pasar dan nilai likuidasi.

Nilai Pasar : perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli dengan kedua pihak (penjual dan pembeli) berminat.

Nilai Likuidasi : perkiraan jumlah uang yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli dalam waktu relatif pendek dengan dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual dan pembeli yang mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual, khusus untuk pembiayaan property,

memperhitungkan pemenuhan Financing to Value (FTV) sesuai PBI 18/16/PBI/2016 Tahun 2016.

d. Dinilai oleh pihak Bank Muamalat Indonesia, nilainya mencukupi.

e. Letak maupun kondisinya sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Muamalat Indonesia.

f. Atas nama nasabah atau pasangan kawin (yang dapat dibuktikanoleh undang-undang perkawinan)

g. Memiliki bukti kepemilikan yang sah secara hukum.

h. Dapat diikat secara sempurna sesuai ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku, kelima faktor tersebut merupakan hal-hal yang penting sebelum bank syariah memberikan pembiayaan, karena dalam ajaran islam, islam sangat menjunjung tinggi keadilan dan tidak saling aniaya dan merugikan seksama. (Wawancara dengan Ibu Evi Kusniaty sebagai Financing Analyst di Bank Muamalat pada tanggal 15 maret 2017 )

6. Pemberlakuan Ta‘zir

Pemberlakuan ta‟zir ada Bank Muamalat Indonesia adalah ketika nasabah yang sudah bertanda tangan dalam sebuah perjanjian yang tertulis untuk semua akad pembiayaan dan nasabah tersebut terlambat dalam membayar angsurannya, dan tidak bisa menunjukan bahwa dia dalam

keadaan force majuer atau nasabah yang telah cidera janji dari pembiayaan yang telah di setujui.

a. Ketentuan ta‟zir pada Bank Muamalat

Ta‟zir adalah denda yang dikenakan bank syariah kepada nasabah yang sengaja menunda pembayaran padahal dia mampu, denda ini diberikan untuk mendisiplinkan nasabah yang nakal dan memberikan efek jera. Sehingga nasabah memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya. Ta‟zir itu adalah sanksi atau denda yang ditetapkan kepada nasabah yang telat bayar dan belum masuk kepada colektibility atau tingkat kolekbilitasnya sebelum macet, misalnya kol 1, kol 2, dan kol 3 bisa dikenakan ta‟zir. Ta‟zir sendiri itu hanya sanksi atau denda yang bukan merupakan pendapatan bank, ta‟zir merupakan denda sejumlah uang yang tujuannya adalah untuk mengenakan efek jera kepada nasabah agar membayar kewajibannya lebih tepat waktu, dan apa yang dibayar oleh nasabah tersebut, tidak dimasukan ke dalam pendapatan bank tetapi masuk kedalam dana sosial yang dikelola oleh bank. Pemberlakuan ta‟zir dan besarnnya pun ditentukan pada saat kontrak ditandatangani. Sehingga semua ketentuan dalam kontrak tertulis secara transparan tanpa ada yang ditutupi atau disembunyikan.

Pemberlakuan ta‟zir kepada nasabah oleh Bank Muamalat sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, karena Bank Muamalat Indonesia selalu mengacu dan berpedoman pada

peraturan yang ada baik surat edaran peraturan Bank Indonesia, Fatwa DSN-MUI No 17/DSN-MUI/IX/2000, dalam fatwa disebutkan bahwa ta‟zir dikenakan kepada nasabah mampu tapi sengaja menunda-nunda pembayaran, maka dalam hal tersebut yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia bagaimana mengetahui nasabah yang layak dikenakan ta‟zir dan mana yang tidak. Hal tersebut dapat dilihat dari perjanjian diawal kontrak oleh Bank Muamalat Indonesia, bahwa nasabah yang lalai itu adalah nasabah yang terlambat bayar, tetapi nasabah tidak dapat menunjukkan bahwa nasabah tersebut dalam kondisi terdesak, misalnya harus menunjukan keterangan di PHK atau nasabah tersebut mengalami sebuah musibah, barangnya rusak dan lain sebagainya, dari awal sudah diupayakan oleh Bank Muamalat Indonesia untuk di cover oleh asuransi, jadi jika nasabah gagal menyampaikan bukti-bukti bahwa dia memang dalam kondisi force majeur, maka itu adalah kelalaian. Setiap kelalaian itu bisa dikenakan ta‟zir, minimal nasabah menunjukan dulu bukti-bukti terkena musibah, maka nantinya bank yang akan menilai kebenaran atau otentisitas benar atau tidak, karena bank syariah membiayai usaha nasabah kemudian terbakar misalnya, maka dilihat otentisitasnya benar tidak terbakar, oleh karena itu akan dilakukan survei kelapangan, dan benar ternyata terbukti usahanya terbakar, dan yang terbakar itu tidak tercover oleh asuransi, atau tercover asuransi tapi asuransi mempunyai batasan dalam mengcovernya. Itu merupakan

suatu kondisi force majeur maka itu tidak dikenakan ta‟zir. Maka Bank Muamalat Indonesia akan memberi tangguh yang lebih leluasa lagi kepada nasabah yang bersangkutan. Misalkan menambah waktu untuk pembiayaan yang sudah ada dengan memperbaharui akad yang telah disetujui.

b. Menentukan besaran Ta‘zir

Ta‘zir boleh dikenakan berapa saja, adapun yang diterapkan di Bank Muamalat Indonesia dengan cara tiering, karena ta‟zir itu bertujuan untuk efek jera, dalam penerapan ta‟zir boleh menyebut angkanya. Berbeda dengan ta‟widh tidak boleh menyebutkan angkanya paling hanya boleh mengindikasikan setinggi-tingginya berapa, dan setiap pembiayaan dengan skema akad apapun hampir sama semuanya. Dalam wawancara saya dengan Bapa Zulfiana Zahrie sebagai Region Head RFC, beliau mengatakan bahwa untuk besaran ta‟zir ada bagian tertentu yang menentukan, beliau juga mengatakan bahwa untuk jumlah dari besaran ta‟zir di Bank Muamalat Indonesia bukan berdasarkan dari berapa besar angsuran perbulan melainkan dari berapa besar plafond pembiayaan yang nasabah ajukan dan yang di setujui, dan ta‟zir itu sendiri langsung di katakan pada saat akan penandatanganan akad, jadi pasti diketahui langsung oleh nasabahnya berapa besaran denda/ ta‟zir yang akan mereka bayar jika mereka cidera janji. Beliau mengatakan semakin besar plafond pembiayaan, maka semakin besar juga ta‟zir yang

akan dikenakan, beliau memberikan contoh, seandainya jumlah plafond pembiayaan nya Rp. 100.000.000,00 maka ta‟zir yang bisa dikenakan adalah Rp. 50.000,00 untuk satu bulan dan bukan di hitung perhari keterlambatannya, tapi langsung ditetapkan untuk satu bulannya. (Wawancara bersama Bapa Zulfiana Zahrie sebagai Region Head RFC 23 Februari 2017)

Berikut adalah ilutrasi pengenaan ta‟zir kepada nasabah :

Nasabah A melakukan pembiayaan di Bank Muamalat Indonesia sebesar Rp. 150.000.000, lama pembiayaan 10 tahun, dengan angsuran perbulan Rp. 2.500.000 dan ta‟zir sudah di tentukan di awal kontrak saat di tandatangi oleh nasabah yaitu sebesar Rp. 50.000/bulannya, di awal pembiayaan dia lancar saja membayar angsurannya, tapi di angsuran ke-10 nasabah tersebut tidak membayar angsuran dengan tepat waktu. Saat angsuran ke-11 nasabah tersebut harus membayar angsuranya dan ta‟zir dengan jumlah yaitu sebesar Rp. 5.050.000, karena nasabah membayar angsuran ke 10 dan ke 11 dengan tambahan ta‘zir sebesar Rp. 50.000 untuk angsuran ke 10 yang telat bayar.

c. Pengalokasian dana Tazir

Adapun pengalokasian dana ta‘zir sesuai dengan fatwa DSN-MUI nomor 17/DSN-DSN-MUI/IX/2000 bahwa pendapatan dari dana ta‟zir masuk kedalam dana sosial, BMI menggunakan dana tersebut untuk acara sosial yaitu CSR (corporate social

responsibility). Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan bagian dari keberadaan. Bank Muamalat Indonesia sebagai sebuah entitas bisnis. Bank Muamalat Indonesia menyadari bahwa pertumbuhan dan keberlanjutan bisnisnya tidak bergantung hanya kepada pencapaian aspek keuangan,namun juga pada dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas yang dilakukannya, untuk itu Bank Muamalat Indonesia aktif berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat melalui program-program CSR secara nasional, sehingga dalam jangka panjang akan terbentuk komunitas pendukung ekonomi syariah. Dalam rangka mewujudkan komitmennya terhadap peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, Bank Muamalat Indonesia merancang dan melaksanakan program-program CSR dengan penekanan pada empat aspek kelompok kegiatan, yaitu Lingkungan hidup, Pengembangan sosial kemasyarakatan, Ketenagakerjaan, Kesehatan & Keselamatan kerja (K3), serta Tanggung jawab terhadap konsumen. Pelaksanaan program-program CSR di bidang lingkungan hidup dan pengembangan sosial kemasyarakatan sebagian besar dilakukan melalui kerja sama dengan afiliasi Bank Muamalat Indonesia, Baitul maal Muamalat (BMM). Untuk memperluas lingkup program aktivitas CSR, Bank Muamalat Indonesia juga menjalin kerja sama dengan lembaga amil zakat (LAZ) selain BMM, yang dipilih setiap tahun berdasarkan

sejumlah kriteria yang ditentukan oleh Bank Muamalat Indonesia. Dalam setiap program CSR, lokasi pelaksanaan program merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian atau pertimbangan utama. Dalam hal ini, Bank Muamalat Indonesia berupaya agar pelaksanaan program CSR disuatu lokasi tertentu dapat mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis Bank Muamalat Indonesia maupun interaksinya dengan pemangku kepentingan di lokasi tersebut. Dalam beberapa kasus, lokasi program dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa program aktivitas CSR Bank Muamalat Indonesia tersebut dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan, sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan sekaligus meningkatkan citra dan reputasi Bank Muamalat Indonesia dimata masyarakat setempat. Sumber dana untuk program-program CSR Bank Muamalat Indonesia berasal dari penggalangan dana zakat, infaq dan Sadaqah (ZIS) dari karyawan Bank Muamalat Indonesia sendiri, dana-dana non-ZIS, serta dana khusus CSR yang dianggarkan setiap tahun oleh Bank Muamalat Indonesia. Dana-dana non-ZIS adalah pendapatan Bank Muamalat Indonesia yang dikategorikan sebagai ‗non-halal‘ yaitu pendapatan bunga dari bank konvensional dan pendapatan denda atas keterlambatan pembayaran debitur yang disengaja. (Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2015).

Gambar 1. Laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia tahun 2015 Berikut tabel besarnya denda/ta‟zirdan penyaluran ta‘zir di BMI ada tahun 2015 :

Dokumen terkait