• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kegunaan Penelitian

Hasil pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi berbagai pihak, antara lain:.

1. Diharapkan menjadi acuan dan alternatif untuk tenaga pendidik dalam penggunaan metode pembelajaran show and tell pada kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara.

2. Diharapkan memberikan sumbangan saran terkait penggunaan metode pembelajaran show and tell pada lembaga pendidikan khususnya sekolah dasar, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

3. Diharapkan dapat memberikan manfaat dan memberikan kontribusi dalam bidang karya tulis ilmiah bagi semua kalangan yang peduli terhadap dunia pendidikan.

4. Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu kajian terkait meta-analisis pengaruh metode show and tell terhadap keterampilan berbicara peserta didik usia MI/SD untuk diteliti lebih lanjut dan mendalam.

5. Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam penulisan karya tulis ilmiah untuk bekal peneliti di masa yang akan datang.

8 BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Keterampilan Berbicara

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah mengungkapkan pikiran secara lisan. Dengan mengungkapkan apa yang dipikirkan, seseorang dapat membuat orang lain yang diajak bicara mengerti apa yang ada dalam pikirannya.10 Menurut Burhan, “berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan”.11 Sri Wahyuni dan Abdul Syukur mengungkapkan bahwa,

“berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”.12 Kemudian Fitria Akhyar mengungkapkan bahwa berbicara adalah suatu kegiatan suatu kegiatan kemampuan berbahasa untuk menyampaikan sebuah ide, gagasan pendapat, pikiran, dan isi hati kepada orang lain dalam menjalin komunikasi di kehidupan sehari-hari.13 Kundharu juga mengungkapkan bahwa berbicara adalah sarana untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak.14 Sejalan dengan itu, Elvi mengungkapkan bahwa berbicara adalah alat untuk mengemas ide dan gagasan agar dapat diterima oleh penyimak.15

10 Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 118.

11 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi (Yogyakarta:

BPFE, 2016), h. 441.

12 Sri Wahyuni dan Abdul Syukur, Asesmen Pembelajaran Bahasa (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 31.

13 Fitria Akhyar, Keterampilan Berbahasa Di Sekolah Dasar (Yogyakarta: Textium, 2017), h.

70.

14 Kundharu Saddhono, op.cit , h. 62.

15 Elvi Susanti, Keterampilan Berbicara (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2020), h. 3.

Tarigan mengungkapkan bahwa berbicara adalah “suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari”.16 Kemudian Fitria mengungkapkan bahwa keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan kehendak, perasaan, ide maupun gagasan kepada orang lain secara lisan.17 Elvi juga mengungkapkan bahwa “keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistik. Semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam berbicara”.18 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran maupun perasaan secara lisan kepada orang lain untuk menjalin komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dan keterampilan berbicara adalah sebuah keterampilan yang terus berkembang yang dimulai sejak seseorang belajar untuk berbicara atau berujar sampai dia dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada orang lain secara lisan.

2. Tujuan Berbicara

Berbicara adalah menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Artinya ketika seseorang berbicara maka ada maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut kepada orang lain. Tarigan mengungkapkan bahwa tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sang pembicara harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.

Pembicara juga harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan mengetahui prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.19

16 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung:

Angkasa, 2015), h. 3.

17 Fitria, op.cit, h.72.

18 Elvi, op.cit, h. 4.

19 Tarigan, op.cit., h. 16.

Fitria juga mengungkapkan bahwa “berbicara bertujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan maksud apa yang dibicarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya dengan baik”. Dan adanya hubungan timbal balik dalam kegiatan berbicara, antara pembicara dengan pendengar akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.20

Tarigan mengungkapkan bahwa ada tiga maksud umum dalam berbicara, yaitu:

a. Memberitahukan dan melaporkan (to inform) b. Menjamu dan menghibur (to entertain)

c. Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).21

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara adalah untuk berkomunikasi dengan maksud memberi tahu, menghibur, dan meyakinkan untuk mendapatkan timbal balik dari lawan bicara.

3. Jenis Berbicara

Secara garis besar Tarigan membagi dua jenis berbicara, yaitu berbicara di muka umum, dan berbicara pada konferensi.22 Berbicara di muka umum terbagi menjadi empat, yaitu bicara untuk melaporkan, untuk meyakinkan, untuk merundingkan dan berbicara secara kekeluargaan,. Kemudian berbicara pada konferensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu diskusi kelompok dan prosedur parlementer.

Kemudian Fitria mengemukakan bahwa “ada beberapa jenis kegiatan berbicara dalam proses pembelajaran berbicara, yaitu percakapan, berbicara

20 Fitria, op.ci.t, h.75.

21 Tarigan, op.cit., h. 16-17.

22 Ibid., h. 24.

estetik(bercerita atau mendongeng), berbicara untuk menyampaikan informasi atau mempengaruhi dan kegiatan dramatik”.23

Selanjutnya Khundaru membagi jenis berbicara menjadi berbicara ditinjau sebagai seni dan berbicara ditinjau sebagai ilmu.24 Berbicara sebagai seni menekankan penerapannya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat. Sedangkan berbicara sebagai ilmu menelaah hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme berbicara.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jenis-jenis berbicara yaitu berbicara di muka umum, berbicara pada konferensi, berbicara ditinjau sebagai seni dan berbicara ditinjau sebagai ilmu.

4. Langkah-Langkah Berbicara

Berbicara merupakan sebuah rangkaian proses yang memuat langkah-langkah yang harus dikuasai dengan baik oleh seorang pembicara. Langkah-langkah yang harus dikuasai menurut Elvi adalah sebagai berikut:

a. Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati b. Membatasi pokok pembicaraan

c. Mengumpulkan bahan-bahan d. Menyusun bahan.25

Kemudian Tarigan mengungkapkan ada tiga langkah dalam berbicara, yaitu pendahuluan, isi dan simpulan.26 Supriyana dalam Elvi mengungkapkan bahwa langkah-langkah dalam berbicara adalah persiapan, pelaksanaan, dan Evaluasi.27 Fitia juga mengungkapkan beberapa langkah-langkah dalam berbicara, yaitu memilih topik

23 Fitria, op.cit., h. 77.

24 Kundharu Saddhono, op.cit., h. 68.

25 Elvi, op.cit, h. 8-9.

26 Tarigan, op.cit., h. 32.

27 Elvi, op.cit, h. 10.

pembicaraan, menentukan tujuan, membatasi pokok pembicaraan, mengumpulkan bahan, dan menyusun kerangka.28 Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar, langkah-langkah berbicara yaitu mempersiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi.

5. Faktor yang Mempengaruhi Berbicara

Muhajir dalam Fitria mengungkapkan bahwa dalam berbicara diperlukan hal-hal diluar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan.29 Kemudian Fitria menjelaskan bahwa pada saat berbicara diperlukan penguasaan bahasa, keberanian, ketenangan, dan kesanggupan dalam menyampaikan ide dengan lancar dan teratur.30 Elvia juga mengungkapkan ada beberapa faktor pendukung dalam berbicara, yaitu pengetahuan, kesiapan mental, sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, bahasa tubuh, pengelolaan suara, dan penguasaan topik.31 Sedangkan menurut Burhan, faktor dalam berbicara adalah orang yang berbicara, status dan kedudukan sosial pembicara, situasi pembicaraan, masalah yang dibicarakan, dan tujuan pembicaraan.32

Kemudian Maidar dalam Fitria mengemukakan ada dua faktor penunjang pada kegiatan berbicara yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi ketepatan ucapan, penetapan tekanan nada sendi atau durasi yang sesuai, pilihan kata, ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya, dan ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan faktor non kebahasaan meliputi sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan diarahkan ke lawan bicara, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi, dan penguasaan topik.33

28 Fitria, op.cit., h.76.

29 Ibid., h.83.

30 Ibid.

31 Elvi, op.cit, h. 16-22.

32 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Otentik Dalam Pembelajaran Bahasa (Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, 2015), h. 88.

33 Elvi, op.cit, h. 16-22,.

Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan.

6. Hambatan dalam Berbicara

Kemampuan berbicara memang tidak dimiliki oleh semua orang. Kemampuan ini dapat dimiliki oleh semua orang jika melalui proses belajar dan berlatih.

Terkadang setelah belajar pun masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang merupakan hambatan dalam berbicara. Elvia menjelaskan bahwa ada beberapa faktor hambatan dalam berbicara, yaitu:

a. Faktor fisik, yang memiliki dua penyebab yaitu faktor dari partisipan, seperti organ bicara kurang sempurna dan pancaindra tidak berfungsi dengan benar. Faktor dari luar partisipan, seperti suara gaduh dari berbagai sumber, kondisi ruangan dan lainnya.

b. Faktor media, yang memiliki dua faktor yaitu faktor linguistik, seperti bahasa yang dipergunakan. Faktor nonlinguistik seperti perubahan air muka dan pandangan mata.

c. Faktor psikologis, seperti marah, sedih, dan takut. Faktor psikologi yang paling besar adalah nervous dan blank.34

Adapun kesulitan atau hambatan berbicara yang dialami siswa usia MI/SD dikarenakan mereka belum percaya diri ketika berbicara di depan kelas, hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: sulit mengingat kata, ada keraguan tentang kata yang akan diucapkan, malu dan, demam panggung.35

Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa secara garis besar hambatan berbicara meliputi faktor fisik, faktor media, dan faktor psikologis.

34 Ibid, h. 22-24.

35 Siti Anisatun Nafiah, Model-Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD/MI (Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2018), h. 175.

7. Mengatasi Hambatan Berbicara

Ada berbagai macam cara untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam berbicara. Elvi mengemukakan beberapa cara untuk mengatasi hambatan dalam berbicara, yaitu:

a. Menambah data base di otak kanan. Hal yang bisa dilakukan dalam menambah data base di otak kanan adalah membaca buku, berdialog, dan berdiskusi.

b. Hilangkan rasa takut dan cemas. Hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan rasa takut dan cemas adalah persiapan, latihan, mengendalikan dan memfokuskan pikiran.

c. Analisis diri dalam berbicara. Hal yang dapat dilakukan dalam menganalisis diri adalah dengan mengetahui kekurangan diri sendiri dan mempercayai diri sendiri.

d. Latihan mengendalikan diri.

e. Membangun percaya diri.

f. Menjadi diri sendiri.

g. Menghargai pendapat orang lain.

h. Latihan.

i. Memperhatikan media dalam berbicara. Media yang biasa digunakan dalam berbicara, yaitu udara, bahasa, dan pengeras suara.36

Adapun cara untuk mengatasi kesulitan atau hambatan berbicara yang dialami siswa usia MI/SD adalah dengan melakukan pengenalan tema pembelajaran, adanya perencanaan teks, berlatih berbicara di depan cermin, dan berlatih berbicara di depan teman.37 Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi

36 Elvi, op.cit., h. 24-31.

37 Siti Anisatun, op.cit,, h. 175

hambatan berbicara adalah dengan memperbanyak wawasan dan memperbanyak latihan berbicara.

8. Pembelajaran Berbicara

Bentuk pengajaran berbicara dapat bersifat terkendali dengan isi dan jenis wacana yang ditentukan atau dibatasi, atau dapat bersifat bebas bergantung pada keinginan dan kreativitas pembicara. Dalam pembelajaran berbicara, supaya dapat dikuasai dengan baik, maka beberapa cara untuk mempraktekkannya yaitu dengan bercerita, berdialog, pidato atau ceramah, dan berdiskusi.38

Aktivitas pembelajaran berbicara dapat dilakukan dengan tiga teknik, yaitu terpimpin, semi terpimpin, dan bebas. Untuk itu, guru dapat melakukan kegiatan seperti menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca, mengungkapkan pengalaman pribadi, bertanya berdasarkan bacaan, bermain peran, pidato dan bercakap-cakap.39 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa bentuk pengajaran dalam pembelajaran berbicara, yaitu terpimpin, semi terpimpin dan bebas.

9. Tujuan Pembelajaran Berbicara di MI/SD

Tujuan pembelajaran berbicara di MI/SD dikelompokkan atas tujuan pembelajaran berbicara di kelas rendah dan tinggi. Pada kelas rendah, siswa memerlukan bimbingan dan pengarahan yang cukup dari guru. Pada hakikatnya, kegiatan pembelajaran berbicara di kelas rendah merupakan dasar-dasar pembentukan kemampuan berkomunikasi tahap awal. Dasar-dasar yang telah dimiliki siswa, berkembang di kelas tinggi apabila pembelajaran berbicara memberikan lebih banyak waktu kepada siswa untuk berlatih menggunakan bahasa.40

38 Dindin Ridwanudin, Bahasa Indonesia (Jakarta: UIN Press, 2015), h. 158-159.

39 Siti Anisatun, op.cit,, h. 170.

40 Ibid,.

Adapun tujuan pembelajaran berbicara di kelas rendah adalah untuk melatih keberanian siswa, melatih siswa menceritakan pengetahuan dan pengalamannya, melatih menyampaikan pendapat, dan membiasakan siswa untuk bertanya. Tujuan pembelajaran berbicara di kelas tinggi adalah untuk melatih keberanian siswa, menceritakan pengetahuan dan wawasan siswa, melatih siswa menyanggah/menolak pendapat orang lain, dan melatih siswa menghargai pendapat orang lain.41

10. Penilaian Berbicara

Ada banyak bentuk tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik untuk mengukur kompetensi berbicara. Tugas yang dipilih harus yang memungkinkan peserta didik mengekspresikan kemampuan bahasa, mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, atau menyampaikan informasi. Pemberian tugas juga harus dilakukan dengan cara yang menarik dan menyenangkan agar peserta didik tidak merasa tertekan dan dapat mengungkapkan kompetensi berbicara secara normal dan maksimal. Bentuk-bentuk asesmen berbicara antara lain sebagai berikut, berbicara singkat berdasarkan gambar, wawancara, menceritakan kembali, pidato atau berbicara bebas, percakapan terpimpin, dan diskusi.42 Brooks dalam Tarigan menjelaskan bahwa dalam mengevaluasi keterampilan seseorang, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain adalah:

a. Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vocal dan konsonan) diucapkan dengan tepat?

b. Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku kata memuaskan?

c. Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakan?

d. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?

41 Ibid,. h. 171.

42 Sri Wahyuni dan Abd. Syukur Ibrahim, op.cit., h. 32-33.

e. Sejauh manakah kewajaran atau kelancaran yang tercermin bila seseorang berbicara.43

Agar orang lain dapat menangkap dan memahami apa yang diungkapkan secara lisan, seseorang yang berbicara perlu memerhatikan rambu-rambu yang perlu dipenuhi. Dengan urutan dan bobot yang mungkin dirinci secara berbeda oleh orang yang berbeda serta kebutuhan yang mungkin berbeda pula sasaran tes berbicara meliputi relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah atau topik, kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan isi, tujuan wacana, dan keadaan nyata termasuk pendengar.44 Tergantung pada kebutuhan dan hakikat penyelenggaraan suatu tes berbicara yang diselenggarakan, rincian sasarannya dapat berupa kriteria yang umum dan luas atau bersifat khusus dan terinci.

Kemudian Fitria menjelaskan ada beberapa kriteria dalam penilaian keterampilan berbicara, yaitu keberanian (baik, kurang), kelancaran (baik, kurang), berbicara (baik, kurang), gaya atau lagu kalimat (baik, kurang), percaya diri (baik, kurang), dan keluasan materi(baik, kurang).45 Nurgiyantoro dalam Fitria menjelaskan bahwa alat penilaian berbicara dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen-komponen tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman.46 Menurut Burhan, ada beberapa aspek berbicara yang dapat dinilai kompetensinya, yaitu berbicara berdasarkan gambar, berbicara berdasarkan rangsang suara, berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara, bercerita, wawancara, berdiskusi dan berdebat, dan berpidato.47

a. Berbicara berdasarkan gambar. Untuk mengungkap kemampuan berbicara pembelajar dalam suatu bahasa, gambar dapat dijadikan rangsang pembicaraan yang baik. Rangsang yang berupa gambar sangat baik untuk

43 Tarigan, op.cit., h. 28.

44 Soenardi Djiwadono, op.cit, h. 119.

45 Fitria, op.cit., h.101.

46 Ibid.,

47 Burhan, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi, op.cit., h. 444-461

dipergunakan anak-anak usia sekolah dasar ataupun pembelajar bahasa asing tahap awal. Rangsang gambar yang dapat dipakai sebagai rangsang berbicara dapat dikelompokkan ke dalam gambar objek dan gambar cerita.

b. Berbicara berdasarkan rangsang suara. Tugas berbicara berdasarkan rangsang suara yang lazim dipergunakan adalah suara yang berasal dari siaran radio atau rekaman yang sengaja dibuat untuk didengarkan oleh siswa, yang kemudian para siswa menceritakan kembali apa yang didengar dari suara tersebut.

c. Berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara. Berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara merupakan gabungan antara berbicara berdasarkan gambar dan suara. Namun, wujud visual yang digunakan lebih dari sekedar gambar.

d. Bercerita. Tugas bercerita yang dimaksud memiliki kemiripan dengan tugas bercerita berdasarkan beberapa rangsangan sebelumnya, namun lebih luas cakupannya.

e. Wawancara. Wawancara merupakan teknik yang banyak digunakan untuk menilai kompetensi berbicara seseorang dalam suatu bahasa, wawancara dimaksudkan untuk menilai kompetensi berbahasa peserta uji melalui pertanyaan tentang berbagai masalah keseharian.

f. Berdiskusi dan berdebat. Berdiskusi dan berdebat melatih peserta didik untuk mengungkapkan gagasan, menanggapi gagasan-gagasan temannya secara kritis, dan mempertahankan gagasan sendiri dengan argumentasi secara logis dan dapat dipertanggungjawabkan.

g. Berpidato. Berpidato memiliki tujuan untuk melatih peserta didik mengungkapkan gagasan dalam bahasa yang tepat dan cermat.

Dari berbagai penjelasan terkait keterampilan berbicara di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran maupun perasaan secara lisan kepada orang lain untuk menjalin komunikasi dalam

kehidupan sehari-hari. Keterampilan berbicara adalah sebuah keterampilan yang terus berkembang yang dimulai sejak seseorang belajar untuk berbicara atau berujar sampai dia dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada orang lain secara lisan. Tujuan berbicara adalah untuk berkomunikasi dengan maksud memberi tahu, menghibur, dan meyakinkan untuk mendapatkan timbal balik dari lawan bicara.

Jenis-jenis berbicara yaitu berbicara di muka umum, berbicara pada konferensi, berbicara ditinjau sebagai seni dan berbicara ditinjau sebagai ilmu. Langkah-langkah berbicara yaitu mempersiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi. Bentuk pengajaran berbicara dapat bersifat terkendali dengan isi dan jenis wacana yang ditentukan atau dibatasi, atau dapat bersifat bebas bergantung pada keinginan dan kreativitas pembicara. Penilaian keterampilan berbicara terdiri atas komponen-komponen tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman.

B. Metode Show and Tell

1. Pengertian Metode Show and Tell

Show and tell merupakan kegiatan yang mengutamakan kemampuan berkomunikasi sederhana pada siswa sekolah dasar. Hal ini dikembangkan dari kebiasaan anak-anak yang berhasrat untuk menunjukkan sesuatu hal yang dianggap baru.48 Kemudian Tadkiroatun menjelaskan bahwa “Show and tell adalah kegiatan menunjukkan sesuatu kepada audiens dan menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu itu. Show and tell sebagai sebuah metode, berorientasi edukatif, dan diterapkan di dalam kelas dengan landasan pengalaman, pengetahuan tentang benda, proses dan fungsi benda”.49 Betty juga menjelaskan bahwa “Metode show and tell merupakan suatu praktik di mana anak-anak diberi kesempatan untuk berbagi cerita lisan tentang suatu objek atau pengalaman. Objek atau pengalaman tersebut biasanya dari tempat

48 Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif (Bandung: Nuansa Cendikia, 2013),h. 103.

49 Tadkiroatun Musfiroh, op.cit., h. 129 – 143.

tinggal mereka dan mengatakan secara lisan dengan rekan-rekan mereka dan dengan dukungan guru”.50

Irma dan Khusnul juga menjelaskan bahwa Model Show and Tell adalah suatu model pembelajaran yang membuat siswa aktif dengan cara yang mudah diikuti, nyaman, dan menyenangkan. Model Show and Tell merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan suatu benda misalnya foto/gambar, benda-benda, dll.51 Dari beberapa pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Metode Show and Tell adalah sebuah kegiatan yang memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu.

2. Manfaat dan Tujuan Metode Show and Tell

Show and tell dimanfaatkan untuk tiga tujuan sekaligus, yakni untuk mengembangkan kemampuan berbicara, untuk mempromosikan alat main, dan untuk mendorong kecintaan terhadap buku.

Show and tell dimanfaatkan untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak. Pertama, show and tell mampu mengembangkan keterampilan berbicara atau oral language skills dan sangat efektif untuk mengenalkan kemampuan public speaking karena berkenaan dengan kemampuan bertanya dan berbicara dalam gramatika yang lengkap (speaking in complete sentences, asking questions). Kedua, show and tell mampu mengembangkan kecakapan sosial dalam berbagai aspeknya, terutama listening attentively, dan speaking in turn. Ketiga, show and tell mendorong anak untuk melakukan problem solving. Keempat, show and tell memberi kesempatan anak untuk hands-on dengan materi keaksaraan melalui kegiatan associating beginning letters and sounds with real objects.52

Show and tell memiliki relatif banyak manfaat bagi anak. Taher dalam Tadkiroatun menyebutkan manfaat tersebut dapat dirinci setidak-tidaknya sebagai

50 Betty Kasita Bangun, op.cit., h. 41–48

51 Irma Arviani and Khusnul Fajriyah, ‘Keefektifan Model Show and Tell Untuk Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Pada Materi Proklamasi Kemerdekaan Siswa Kelas V SD Negeri Babalan’, Al Ibtida: Jurnal Pendidikan Guru MI, 5.1 (2018), h. 5.

52 Tadkiroatun Musfiroh, op.cit, h. 129 – 143.

berikut. Pertama, show and tell memungkinkan anak-anak memahami problem-problem sosial secara lebih baik, yang hal tersebut membantu pemahaman teoretis mereka. Kedua, terdorongnya sikap demokratis oleh pendidik melalui pendekatan partisipatoris dalam proses pembelajaran. Ketiga, pendidik dan anak-anak memiliki kesempatan untuk melakukan refleksi implikasi pedagogik terhadap problematika sosial. Keempat, pendidik dapat meningkatkan proses pembelajaran yang membantu anak didiknya memperoleh keberanian dan hasrat untuk terlibat dalam permasalahan sosial.53 Kemudian Dananjaya mengungkapkan bahwa tujuan metode show and tell adalah untuk melatih siswa berbicara di depan kelas dan membiasakan siswa peka terhadap ha-hal sederhana sehari-hari.54

Menurut Nupus dan Partimi dalam Palupu dkk., Model Show and Tell memiliki banyak kelebihan yaitu mengembangkan keterampilan berbicara yang

Menurut Nupus dan Partimi dalam Palupu dkk., Model Show and Tell memiliki banyak kelebihan yaitu mengembangkan keterampilan berbicara yang

Dokumen terkait