• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TERAPI, KETAKUTAN DAN

C. Kehidupan dan Kematian

62Siti Muta Mimah, Takut Dalam Perspektif Al-Quran, (Skripsi UIN Jakarta, 2003), h. 32

63Ahmad Mubarok, Sunatullah Dalam Jiwa Manusia Sebuah Pendekatan Psikologi Islam, The Internatoional of Islamic Though (III. T Indosesia), 2003), cet. ke-1 h.78.

1. Pengertian Kehidupan dan Kematian

Kehidupan berasal dari kata hidup, yang dalam kamus besar bahasa Indonesia hidup adalah bergerak,64 perjuangan,65 bagaikan pohon keabadian yang selalu tumbuh.66 dan kehidupan ini merupakan lawan kata dari kematian. Jadi lawan dari hidup adalah mati dan begitupun lawan dari mati adalah hidup.

Mengenai pandangan tentang kehidupan di dunia ini para filosof memiliki dua pandangan sebagaimana yang dikemukakan Qurais Shihab, yang keduanya bertolak belakang,

”yang pertama adalah yang pesimis sehingga memandang hidup ini sebagai sesuatu yang berat, penuh kesedihan dan kesulitan, lalu berahir dengan maut yang berarti kepunahan. Dan yang kedua yang optimis, menilai hidup sebagai penghormatan dan tanggung jawab yang dapat berahir dengan kebahagiaan dam kekekalan yamg baru diperoleh dengan maut, bagi sebagian yang pesimis menganut paham aji mumpung ”selama

anda masih memiliki hidup maka lakukan apa saja yang menyenangkan hati anda sekaligus mewujudkan eksistensi anda jangan hiraukan apapun karena pada akhirnya suka atau tidak suka anda pasti berakhir. Sebagian lainnya yang memandang hidup ini berupa rangkaian dari kepedihan, kesedihan, penyakit dan semacamnya, golongan ini berusaha menghibur diri dengan

berkata ”alam raya terus berubah kelahiran disusul oleh kematian, kehidupan diakhiri oleh ketiadaan dan kepunahan demikian silih berganti karena itu jangan menoklak kematian karena pada akhirnya suka atau tidak suka anda akan punah”.67

Sedangkan kematian, dalam kamus besar bahasa Indosesia mati berarti sudah hilang nyawa; tidak hidup lagi,68 ”maut atau mati berarti terpisahnya roh

dari zat, jiwa dari badan, atau dari yang ghaib juga dari yang nyata; keluarnya roh

64Tim Penyusun Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai pustaka, 1998), h. 306.

65A. Aron Lumpin, You Can Chance your life; Aim of Succes, Rahasia menjalani kehidupan bermakna (Jakarta: Esensi, Erlangga Group, 2006), h. viii.

66Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian, Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme (Jakarta: Hikmah, 2006), cet. ke-7, h. 80.

67Qurais Sihab Dalam Sambutan buku Psikologi Kematian Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme, Karangan Komarudin Hidayat. (Jakarta: Mizan Publika. 2008), cet. Ke- XI. h. vii.

68Tim Penyusun Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai pustaka, 1998), h. 637

dari badan atau jasmani,”69 “Kematian adalah terputusnya hubungan roh dengan badan, perpisahan antara keduanya pergantian keadaan dan perpindahan dari satu alam kea alam yang lain”70

Lalu apakah seseorang bisa dikatakan mati bila jantungnya sudah tak berdeyut pernapasan sudah berhenti, dan darahpun sudah tidak mengalir lagi? Definisi semacam itu mengenai kematian sudah tidak memuaskan untuk zaman sekarang. Sebab berhentinya pernafasan bisa dibantu dengan alat pernafasan dan berhentinya denyut jantung dapat diganti dengan jantung buatan.

Perkembangan terakhir disebut mati bila batang otak manusia sudah tidak lagi berfungsi, meskipun jantung sudah tidak lagi berdenyut ia sudah bisa dinyatakan mati. Sebab tidak berfungsinya batang otak telah menutup optimisme kehidupan. Mati yang hakiki terjadi bila semua proses kimia, fisika dan biologi sudah berhenti. Dalam tubuh manusia terdapat aliran listrik yakni dalam jantung yang dihitung dengan gelombang-gelombang sebagai akibat bergeraknya organ tubuh tersebut. Otak juga memiliki gelombang listrik yang berkaitan erat dengan kejiwaan. Dan kematian merupakan proses kematian-kematian gelombang aliran listrik tersebut.71

Kematian sebagai suatu proses tidak berfungsinya sel-sel tubuh agaknya menjadi pendapat umum terutama dalam perkembangan ilmu modern semisal kedokteran, maka pendapat orang-orang terdahulu bila kematian adalah bila jantung sudah berhenti berdenyut pernapasan berhenti dan sejenisnya sudah tidak

69Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam III (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hove, 1994), h. 21.

70Ali Muhammad Lagha, Perjalanan Kematian (Jakrta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), cet-3, h.17.

71Anis Masykhur, Menyikap Tabir Kematian, (Jakarta: Cv. Sukses Bersama, 2006), cet. ke-1, h. 16.

relevan lagi. Sebab berhentinya denyut jantung bisa diatasi dengan transplatansi, begitu juga dengan pernafasan bisa dihidupkan dengan membuat alat pernapasan bantu. Maka dari itu yang paling tepat dalam mendefinisikan kematian adalah bila batang otak sudah tidak berfungsi meskipun jantung masih berdenyut, dan nafas masih tersenggal-senggal.72

Kematian juga diartikan sebagai perubahan keadaan, setelah meninggalkan jasad ruh manusia tetap hidup dan merasakan siksaan atau kebahagiaan, maka perpisahan ruh dengan jasad adalah bahwa ruh sama sekali tidak lagi efektif bagi jasad. Oleh karena itu, jasadpun tak lagi tunduk kepada perintah-perintahnya, sesungguhnya anggota-anggota (badan) adalah alat ruh yang dipakai oleh ruh untuk menggerakan, mendengar dengan telinga, melihat dengan mata, dan mengetahui hakikat sesuatu dengan kalbunya, di sini hanyalah ungkapan lain untuk ruh. Kematian adalah ungkapan tentang tidak berfungsinya semua anggota tubuh yang memang merupakan alat-alat ruh yang saya maksudkan dengan ruh adalah abstarksi yang melaluinya mencerap pengetahuan, rasa sakit dan lezatnya kebahagiaan.73

Agar kematian senantiasa diingat, Allah telah menciptakan miniatur dari kematian yaitu tidur, tidur itu mirip dengan kematian karena itu para ulama menamakan tidur dengan kematian kecil (maut al-sughro) tidur adalah wafat sedangkan bangun tidur adalah kebangkitan.74

Dalam surah Al Zumar ayat 42 Allah SWT menjelaskan mengenai tidur ini,

72Ibid., h. 18.

73Al-Ghozali, Metode Menjemput Maut Persepektif Sufistik, Penerjemah: Ahsin Muhammad (Bandung: Mizan Pustaka, 2003), cet ke-13 h..121

74Masykhur, Menyikap Tabir Kematian, h. 25.  



◆❑⧫⧫

▪→

⧫✓

❑⧫

◆

⬧

☺⬧



⧫

☺⬧



⬧

◼⧫

❑☺

◆

⧫

◼









⬧

⧫

❑⬧

⧫⧫

”Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan75 sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar 39:42)

Dari ayat diatas bahwasannya Allah SWT, mencabut nyawa tatkala nyawanya sudah tiba dan mengelaurkan ruhnya dari jasadnya (memegang) jiwa (orang) yang belum mati diwaktu tidurnya, artinya jiwa yang belum mati itu beristirahat sejenak, karena ia belum datang. Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang telah dia tetapkan kematiannya, yaitu jiwa yang sedang tidur kemudian dia kembalikan kepada jasad.

Maka dapat dibedakan dua keadaan yaitu: pertama keadaan ketika ruh dicabut dari jasad itulah yang dinamkan wafat besar (wafat kubro) dan kedua, satu ketika ruh beristirahat maka itulah yang dinamakan dengan namanya wafat kecil (wafat sugra) yaitu ketika kita tidur.76

75Maksudnya: Orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati Hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi. (Al-Quran Terjemahan, Departemen Agama).

76Muhammad Ali Daud, Dibalik Rahasia Kematian. Penerjemah Bina Bakti Umah, (Jakarta: Progres, 2003), h. 28.

 

2. Hakikat Kematian Dan Kehidupan Dalam Islam

Hakikat yang dalam bahasa Arab yaitu

ةقكح

mempunyai arti sesungguhnya, sebenarnya77. Dan hakikat disini bukanlah sebagaimana dalam

pandangan ahlul tarekat yang membagi manusia menjadi 3 tingkatan : ma’rifat, syari’at dan hakikat. Yang mana jika manusia masih mengerjakan shalat maka

dikatakan baru pada tingkat ma’rifat, dan tingkatan yang tertinggi adalah hakikat. Tapi hakikat disini sifat sebenarnya kematian yang dilihat dari kaca mata Islam. Kematian dalam Islam dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan yang merupakan sebab mengantar manusia menuju kenikmatan abadi, kematian adalah perpindahan dari satu negri ke negri yang lain sebagaimana diriwayatkan bahwa

”sesungguhnya kalian diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kalian harus berpindah dari satu negri ke negri (yang lain) sehingga kalian menetap di satu tempat.78

”Kematian juga dalam aqidah umat Islam dianggap dianggap perpisahan antara ruh dan jasad, jasad akan hancur sementara ruh akan kekal untuk hidup di alam barzah sana dan hidup dalam penuh kenikmatan atau siksaan menurut amalan yang dikerjakan oleh anggota jasad semasa hidupnya di dunia”.79

Kematian walaupun kelihatannya kepunahan tetapi pada hakikatnya adalah kelahiran yang kedua, kematian dapat diibaratkan dengan menetasnya telur-telur, anak ayam yang terkurung dalam telur tidak dapat mencapai kesempurnaan kecuali apabila meninggalkan dunia ini.

77Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indosesia Al Munawir, (Surabaya: Pustaka Progresif: 2002), h. 331.

78M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudu’i Atas Berbagai Persoalan

Umat, ( Bandung: Mizan, 2000), cet. ke X h. 75.

79http/. Artikel Islami, com.  

Dengan demikian terlihat bahwa kematian dalam pandangan Islam bukanlah sesuatu yang buruk karena di samping mendorong manusia untuk meningkatkan pengabdiannya dalam kehidupan dunia ini, ia juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi serta mendapatkan keadilan sejati.80

Adapun mengenai hakikat kehidupan dalam pandangan Islam ialah bahwa hakikat kehidupan terbagi menjadi dua yaitu, kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Sebab dalam Al-Qur’an kematian dan kehidupan tidak hanya terjadi satu kali, tetapi dua kali, dalam Al-Quran Allah SWT berfirman:

❑⬧

◆◆

⧫

✓⧫⧫

◆⧫◆◆

✓⧫⧫

◆⧫⬧

❑

⬧

◼

⚫





”Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau Telah mematikan kami dua kali dan Telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (QS. Al-Muminun 40:11)

Kematian pertama dialami manusia sebelum kelahirannya, saat Allah belum menghembuskan ruh kepadanya, sedangkan kematian kedua pada saat ia meninggalkan dunia ini. Adapun kehidupan pertama kehidupan setelah kelahiran dari rahim ibunya, sedangkan kehidupan kedua setelah kematian kedua, yakni di alam barzah hingga hidup kekal di akhirat. Itulah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Maud Qatadah.81

Sesungguhnya itu merupakan pelajaran bagi manusia agar lebih berhati-hati dalam menghadapi kematian yang kedua dan menyiapkan segala “bekal” kebaikan

untuk kehidupan yang kedua nanti.

80Shihab, Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, h. 75.

81Masykur, Menyikap Tabir Kematian, h. 20.  

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:



→⬧



→◆

◆❑

→◆⬧

▪➔

☺

▪➔

⧫

▪➔

⬧

❑➔➔

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” (QS. Al- Baqoraoh 2 :28)

Dari ayat di atas menegaskan bahwa lukisan grafis eksistensi manusia menurut Islam ialah sebuah grafis kontinum pararel bukan lingkaran. Islam juga agama samawi yang mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian, Kematian adalah awal dari sebuah perjalanan panjang dalam kehidupan evolusi manusia selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksaan.

Al-Quran menegaskan bahwa kehidupan itu bertingkat-tingkat, ada kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, jin dan malaikat hingga tingkat tertinggi yaitu kehidupan yang maha hidup dan pemberian kehidupan. Sementara itu berulang-ulang Al-Quran menegaskan tentang adanya kehidupan di dunia dan di akhirat.82

Kehidupan yang pertama oleh Al-Quran dinamakan kehidupan yang rendah (alhayat al dunya) sedangkan kehidupan yang kedua disebut kehidupan yang sempurna (al hayat al akhirat) sebab kenikmatan yang ada di dalamnya adalah kenikmatan yang sempurna, begitu juga sebaliknya Al-Quran banyak menceritakan tentang hal ini di antaranya:

⧫◆

◼

❑◆⬧

◆



❑⬧

➔⬧◆

82Ibid., h. 23.  

◆

◆

◼⧫

⬧

◆❑◆⧫

❑⬧

❑

❑☺◼➔⧫

”Dan tiadalah kehidupan dunia Ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”(QS. Al-Ankabut 29 :64)

Dalam kehidupan manusia di dunia ini, Islam mengenal dua fungsi yang melekat secara ex-officio pada diri manusia pertama fungsi kehambaan (abid) secara personal kepada Tuhannya, manusia merupakan makhluk yang diciptakan Tuhan (khaliq) sehingga berkewajiban berterima kasih kepadanNya. Ia mesti patuh dan tunduk apapun ketentuan Allah SWT. Siapa yang melanggar maka akan mengingkari hakikat dirinya yang dalam bahasa keagamaan disebut kufr. Penyerahan diri kepada Tuhan dalam banyak hal tidak mengedepankan validitas (keabsahan) secara rasional, karenanya jika dinyatakan dalam bentuk garis fungsi kehambaan digambarkan garis vertikal dengan posisi Tuhan berada di atas sedangkan manusia di bawah, bentuk-bentuk kehambaan ini punya muatan dan fungsi-fungsi sosial, yang perlu diimplementasikan secara nyata, sebab yang membutuhkan penyembahan manusia bukanlah Tuhan, tapi manusia itu sendiri.

Kedua fungsi manusia sebagai khalifah alam raya, sebagai mana makna asal katanya, khaalifah di sini dipahami sebagai wakil Tuhan untuk mengurus mengelola mengayomi memakmurkan dan memanfaatkan segala isi yang ada di muka bumi, selain itu fungsi khalifahan juga menegaskan secara meyakinkan akan terbentuknya tatanan pranata sosial yang adil, demokratis, serta mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan antara satu dan yang lainnya memiliki relasi yang sama besar dan sama kuat. Di antara mereka tidaklah dianggap sebagai subordinasi, karena itu secara historis sosiologis, kehidupan keduniaan harus didasarkan atas

kepalidan secara rasional, jika diwujudkan dalam bentuk gambar terbentuk garis horizontal, ujung satu dengan yang lainnya adalah manusia yang memiliki relasi kesejajaran.

Kedua fungsi di atas harus dapat disinergikan secara seimbang. Tuntutan kehambaan harus dapat diwujudkan secara seimbang dengan tuntutan kekhalifahan. Belum dianggap sebagi insan yang baik (insan kamil) jika hanya mampu menjalankan fungsi-fungsi kehambaannya sedangkan fungsi sosial kemanusiaan terbengkalai, begitu pula sebaliknya.83

Adapun fase-fase kehidupan yang dialami oleh setiap jiwa roh manusia yang empat itu adalah pertama kehidupan di alam kandungan, kedua Alam dunia, ketiga alam kuburan, dan ke empat alam akhirat.84 setiap fase yang satu pasti lebih besar dan lebih luas keadaanya dari pada fase yang ditempati sebelumnya. Dan fase-fase tersebut adalah alam yang ditempuh manusia dan itulah merupakan tahapan manusia.

83Suwendi, Republika edisi selasa 12 Mei 2009/16 Jumadil Awal 1430 H. Nomor. 124 /Tahun ke-17. Halaman Pertama Pada Kolem Hikamh.

84Zainal Abidin, Alam Kubur Dan Seluk Beluknya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta:1993), h. 2.  

Dokumen terkait