• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISA DATA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBJEK PENELITIAN

B. Kehidupan Penduduk Jatinegara di Bidang Sosial, Ekonomi, Agama, Pendidikan dan Kesehatan

5. Kehidupan Penduduk Jatinegara di Bidang Kesehatan

Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya, di Kelurahan Jatinegara ini tersedia berbagai sarana. Sarana-sarana tersebut diantaranya sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga maupun sarana sosial lainnya. Berikut data sarana kesehatan yang terdapat di wilayah Kelurahan Jatinegara di bawah ini (Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara April 2013, 21):

Tabel II.A.7

Sarana Kesehatan di Wilayah Kelurahan Jatinegara 2013

No. Sarana kesehatan Jumlah

1. Puskesmas 2 2. Bidan praktek 19 3. Dokter praktek 11 4. Pos kesehatan 10 5. Rumah sakit 1 6. UPGK 6 7. Apotik 2 8. Dukun beranak 3 9. Klinik kesehatan 3 10. Klinik KB 2 Jumlah 63

Sumber: Data Pemerintahan Kelurahan Jatinegara bulan April 2013. C. Profil Informan Penelitian

Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitian pada tiga belas informan. Yang terdiri dari sebelas anggota kelompok dari dua pemilik lahan sekaligus ketua kelompok lapak I dan penyewa lahan sekaligus ketua kelompok lapak II, kedua kelompok ini tidak hanya menerima pulungan dari anggotanya masing-masing, melainkan pula menerima (membeli) barang-barang bekas dari masyarakat sekitar. Dan sebagian besar anggota kedua kelompok pemulung kedua lapak dalam penelitian ini, para Istri turut membantu suaminya

37

dalam mencari barang-barang pulungan guna menambah pendapatan mereka, agar dapat terpenuhi semua kebutuhan keluarganya sehari-hari. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu NT:

“Sekarang ini kan sering hujan, jadi pendapatan berkurang. Kalo saya gak nyari, gimana buat makan besok. Kalo ngandelin bapake itu gak cukup untuk keperluan semuanya. Kalo dia dapet hasil banyak, kalo gak gimana. Anak segini kan suka minta jajan mulu. Entar kalo gak dikasih gimana, nangis terus. Tapi kan sekarang lagi musim hujan dan anake juga lagi gak enak badan (Ibu NT, 23 tahun, 15 Juni 2013).”

Sebagian besar para pemulung dalam kedua lapak tersebut memiliki pendidikan yang rendah ataupun tidak merasakan sekolah sama sekali (tidak sekolah).

Berdasarkan wawancara di lapangan menunjukkan bahwa para anggota pemulung di kedua kelompok lapak tersebut menunjukkan bahwa para pemulung tersebut berpenampilan kumuh dan kotor, sewaktu mereka mencari barang-barang bekas. Dengan beban gerobak yang mereka tarik dari tempat satu ketempat yang lain, bau busuk dari sampah serta sifat buruk (seperti mengutil) yang kadang kala dilakukan oleh beberapa pemulung mengakibatkan mereka banyak dicaci dan dipandang negatif oleh sebagian masyarakat sekitar. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu TU (salah satu anggota kelompok lapak II):

“….Senang gak senanglah kerja begini, yang penting halal buat makan.

Nista dan hina sering banget didapatin, malah pernah jadi sasaran maling, karena ada warga yang kehilangan barang-barang yang ada di luar rumah mereka. (Wawancara Pribadi dengan Ibu TU, 48 Tahun, 28 Agustus 2013).”

Berikut tabel di bawah ini akan menguraikan karakteristik pemulung berdasarkan Usia, Status Perkawinan, Jumlah Anak, lama bermukim, baik yang berada di lapak tersebut maupun di gubuknya masing-masing dan pendidikan yang mereka miliki, sebagaimana yang terlihat pada tabel di bawah ini:

38

Tabel II.C.1

Karakteristik Pemulung Berdasarkan Usia, Status Perkawinan, Jumlah Anak, Lama Bermukim, Baik Yang Tinggal Di Lapak Maupun

Di Gubuknya Masing-masing dan Pendidikannya

No. Informan Usia Status

Perkawi nan

Jumlah Anak Lama

Bermukim

Pendidikan

I Kelompok I

Ketua Kelompok Lapak I dan Pemilik lahan lapak (Ibu WT, Istri Pak KS)

1 Pak KS 31 Tahun Menikah 1 (SD) 6 Tahun SD 2 Pak WN (adik Pak KS) 35 Tahun

Menikah 1 (SMP Kelas VII) 10Tahun SMP

3 Ibu MR 48 Tahun Janda (meningg al) 5 (3 Perempuan, 1 laki-laki dan sisanya

sudah pada pindah/ tidak tinggal disitu).

5Tahun Tidak sekolah

4 Pak SN 49

Tahun

Bercerai 2 (20Tahun dan 15 Tahun)

1Tahun SD

5 Ibu NT 23

Tahun

Menikah 1 (20 Tahun) 5Tahun SD

6 Ibu KP 25

Tahun

Menikah 1 (1 Tahun) 2Tahun SMP

7 Ibu ID (anak ke 3Ibu MR) 27 Tahun Janda (di tinggal nikah)

2 (1 dan 7 Tahun) 5Tahun SD

II Kelompok II

Ketua Kelompok Lapak II Sekaligus Penyewa Lahan Lapak (Ibu HW, Istri Pak AN) 1. Pak AN (Bos ) 43 Tahun Menikah SMP 10Tahun SMP 2. Ibu IT 20 Tahun

Menikah Belum punya anak 3Tahun Tidak Lulus SD 3. Ibu DS 35Tah

un

Menikah 2 (9 Bulan dan 4 Tahun)

12Tahun Tidak sekolah 4. Ibu TU 48

Tahun

Menikah 3 (salah satu anaknya kerja sebagai pemulung dan tinggal bersamanya) 3Tahun Tidak sekolah 5. Pak TA 28 tahun Belum menikah - 2Tahun SMP 6. Pak AB 35 tahun

Menikah 2 (1 Tahun dan 6 Tahun)

9Tahun SD

39

TABEL II.C.2

Nama-nama Informan Kelompok lapak I beserta Keterangan No Nama-nama

Informan

Keterangan 1. Pak KS Suami ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

2. Pak WN Adik suaminya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

3. Ibu MR Orang tuanya Istri dari kakak suaminya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

4. Pak SN Tinggal di lapak. 5. Ibu NT Tinggal di lapak.

6. Ibu KP Istri dari sepupunya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

7. Ibu ID Adik perempuannya Istri dari kakak suaminya ketua kelompok lapak I, tinggal di lapak.

Sumber Wawancara Pribadi dengan suami ketua kelompok lapak I (Pak KS), 01 Maret 2013)

TABEL II.C.3

Nama-nama Informan Kelompok Lapak II beserta Keterangan

No. Nama Keterangan

1. Pak AN Suami ketua kelompok lapak II, tinggal di lapak

2. Ibu IT Keponakan dari suami ketua kelompok lapak II, tinggal di

lapak

3. Pak AB Kerja di lapak II, tinggal di gubuknya sendiri

4. Ibu TU Kerja di lapak II, tinggal di gubuknya sendiri

5. Pak TA Sepupu dari suami ketua kelompok lapak II

6. Ibu DS Kerja di lapak II, tinggal di gubuknya sendiri

Sumber: Wawancara Pribadi dengan suami ketua kelompok lapak II (Ibu Wat, Istri Pak KS), 03 Maret 2013)

Lapak kelompok pemulung yang pertama ini berada di belakang pasar Pulo Jahe. Kelompok tersebut berukuran 16 m², berbentuk persegi. Di dalam lapak kelompok pemulung yang pertama ini terdapat sepuluh gubuk, satu gubuk yang berada khusus buat bujangan, dua gubuk yang berada di bagian kanan, satu gubuk yang berada di kiri, tujuh gubuk yang berada sejajar dan suatu ruangan yang kecil hanya bertutupan seng untuk kamar mandi dan di belakang lapak ini masih ada kebun kosong yang mereka buat untuk WC umum. Masing-masing gubuk tersebut terkadang di dalamnya berisi 2-3 keluarga. Jumlah penghuni lapak ini berjumlah 15 – 20 keluarga. Hanya 1 keluarga saja yang tinggal dan bekerja sebagai pengamen, 12 orang telah bekeluarga dan sisanya 2 orang bujangan

40

(belum bekeluarga) yang tinggal sekaligus bekerja di lapak tersebut dan di lapak ini setiap anggota pemulung yang mencari barang-barang bekas diberikan masing-masing gerobak, satu alat pencungkil (ganco) dan 3 karung bekas untuk menempati hasil dari mereka mulung oleh ketua lapak pertama ini. Lapak kelompok pemulung pertama ini dibangun sejak 2008. Lahan lapak pertama ini sebelumnya adalah lahan kosong kepunyaan warga penduduk Jakarta yang tinggal di Penggilingan, namun saat ini keluarga pemilik lahan tersebut sudah pindah di daerah Bogor. Ketua lapak kelompok pertama itu mendapatkan informasi dari orang satu kampung mengenai lahan ini ingin di jual cepat karena kebutuhan mendesak dari keluarga pemilik lahan tersebut.

Menurut penuturan yang dikemukakan ketua kelompok pertama ini (Ibu Wat, Istri Pak KS) ia membeli lahan tanpa surat seharga 100.000.000,- secara kredit. Dia telah membayar uang muka 15.000.000,-. Namun dia diperbolehkan membayar angsurannya 5.000.000/tahun selama 20 tahun. Angsuran pertama ia bayar dari uang hasil jual warisan tanah di kampung kepunyaan Istrinya dan uang pinjaman dari Kakak dari Istrinya (Ibu Watiah, Istri Pak KS).

Sementara Lapak kelompok pemulung yang kedua ini berada di Rawa Badung, samping SDN Jatinegara, Cakung. Kelompok ini berukuran 20m² yang berbentuk persegi panjang, kanan dan kiri dibangun gubuk-gubuk kecil, di tengah-tengah gubuk tersebut dikasih jalan untuk umum, di pinggir kiri lapak tersebut terdapat sawah kepunyaan orang lain dan di pinggir kanannya terdapat kali yang cukup besar secara kontrak. Di lapak tersebut terdapat 10 gubuk, terdiri dari 6 gubuk di bawah, 1 gubuk diatas dan 3 gubuk punya pemilik yang hanya bekerja atau menimbang barang pulungannya di lapak itu. Jumlah penghuni di lapak II ini baik yang tinggal sekaligus kerja di lapak tersebut maupun yang hanya kerja

41

(menjual atau menimbang barang-barang hasil pulungannya ke lapak tersebut) berjumlah 20 – 25 keluarga. 1 orang bujangan, 3 orang duda berusia tua, 13 orang telah bekeluarga yang tinggal sekaligus kerja di lapak tersebut serta 3 keluarga yang hanya bekerja saja di lapak tersebut. Kadang di dalam gubuk-gubuk tersebut terdapat 2 – 3 keluarga. Di lapak kelompok pemulung yang kedua ini hanya diberikan alat pencungkil sampah (ganco) dan karung-karung bekas. Lapak kelompok pemulung kedua ini dibangun sejak 2003. Lahan lapak kedua ini sebelumnya adalah kontrak dari warga asli Jakarta yang tinggal di Penggilingan, namun saat ini keluarga pemilik lahan sekaligus pemilik lahan lapak di kelompok pertama tersebut sudah pindah di daerah Bogor. Namun, sayangnya dia tidak memiliki modal banyak untuk membeli lahan tersebut. Akhirnya pada saat keluarga Pak KS membeli lahan tersebut (lahan lapak kelompok pertama dan kedua), ia akhirnya membayar uang sewa ke Pak KS. Sebelum lahan tersebut dibeli oleh Pak KS, ia bayar sewaan lahan tersebut seharga 50.000, namun saat lahan tersebut sudah dibeli Pak KS, mengalami kenaikkan harga sewaan lahan menjadi Rp100.000,-/bulan. Namun, saat ini seiring dengan harga-harga kebutuhan pokok yang melunjak, harga sewaan tersebut juga mengalami kelunjakan sampai Rp200.000,-/ bulan.

Sebagian besar keluarga yang diwawancarai adalah keluarga yang sudah menetap di Jatinegara selama bertahun-tahun, pindahan dari suatu tempat maupun dari kampung. Baik itu angota pemulung yang tinggal dilapak itu dan bekerja disitu, tinggal dilapak tersebut namun tidak bekerja di lapak tersebut maupun anggota pemulung yang tidak tinggal disitu namun bekerja di lapak tersebut. Selain itu dalam satu keluarga pemulung yang tinggal di lapak tersebut tidak semua bekerja namun hanya beberapa saja. Salah satu kekhasan lapak-lapak

42

kedua ini adalah menerima barang-barang bekas dari warga sekitar lapak tersebut dan sebagian besar bagi para istri di kedua lapak ini juga ikut memulung untuk membantu ekonomi keluarganya maupun ikut membantu menyortir hasil barang pulungan suaminya dan bagi para istri yang tidak memiliki suami (janda) mereka ikut membantu menyortir barang pulungan hasil dari ibu mereka.

Dengan kata lain pemulung dapat diartikan sebagai orang yang bekerja mengumpulkan barang-barang bekas yang sudah tidak layak lagi terpakai dengan membawa peralatan, seperti: Ganco, karung maupun gerobak sampah. Setelah itu para pemulung tersebut menjualnya ke bos mereka masing-masing. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu MT (Istri Pak WN):

“Setelah dapat hasil mulungnya, saya lapor ke WT, lalu dikasih surat penanda karung saya, terus sorenya ditimbang dan langsung dibayar mba. Kalo gak dibayar, makannya besok apa (Wawancara Pribadi dengan Ibu Mastari, Istri Pak WN, 32 tahun, 13Juni 2013).”

Tabel II.C.4

Perbandingan Harga Hasil Barang Pulungan Antara Kelompok Pemilik Lahan dengan Penyewa Lahan (Kelompok lapak I dengan Kelompok Lapak II)

No. Jenis barang pulungan Harga perkilo (Rp)

Lapak Ibu WT Lapak Ibu HW

1 Kardus bekas 1.300 1.000

2 Kertas putih 2.000 1.000

3 Koran 1.500 1.000

4 Majalah 1.000 1.000

5 Bekas gelas air Aqua 7.500 7.000

6 Bekas gelas air warna 5.000 3.000

7 Bekas botol air mineral 2.000 3.000

8 Tutup botol air mineral 3.000 -

9 Plastik yang bunyi 500 1.500

10 Plastik yang tidak bunyi 1.000 1.000

11 Bekas botol kecap 300 500

12 Bekas botol bir 500 1.000

13 Kaleng 1.200 1.500

14 Besi, tembaga, aluminium 2.500 2.500

43

Perbedaan harga-harga barang pulungan pada setiap lapak tersebut hanya berkisar selisih antara sekitar 500 atau 1.000 perkilonya. Segi pembayaran upah dalam lapak pemilik lahan sekaligus ketua kelompok lapak I (Ibu WT) dan penyewa lahan sekaligus ketua kelompok lapak II (Ibu HW). Pembayaran upah di lapak Ibu WT (Istri Pak KS) ini diadakan di sore hari setelah mereka pulang dari mencari pulungan, lalu dipilah-pilah barang pulungannya, ditimbang baik dalam keadaan masih kotor (belum disortir) maupun keadaan bersih (sudah disortir), dan mendapatkan bayaran (upah). Sedangkan pembayaran upah di lapak Ibu HW ini dilakukan kapan saja, baik di pagi, sore maupun malam hari. Yang penting barang hasil pulungan yang telah ia pilah-pilah itu disortir juga. Seperti wawancara diatas yang telah diungkapkan oleh Ibu MT (Hal.42).

D. Ragam Aktivitas Keseharian Pemulung dan Pemilik Lapak