• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHIDUPAN SOSIAL YANG SEHAT

Dalam dokumen Surabaya Kota Sehat Tahun 2012 (Halaman 49-55)

Tahun 2012

Indikator pokok

Indikator untuk menilai keadaan kehidupan sosial yang sehat adalah sebagai berikut :

Menurunnya angka kemiskinan (4%-6 %) ; Adanya pengemis dan gelandangan di sarana umum ; Menurunnya jumlah pemakai narkoba ; Menurunnya jumlah tuna susila ; Adanya rumah singgah bagi anak jalanan ; Adanya kursus/ pelatihan kerja bagi tenaga informal ; Adanya pengembangan kreatifitas anak dan produktifitas lanjut usia ; Adanya program pendidikan penanganan kecacatan ; Adanya fasilitas bagi penderita kecatatan di tempat umum ; Kebijakan pemda terhadap penanganan masyarakat di daerah terpencil/pulau kecil ; Sarana transportasi umum menuju daerah terpencil /pulau kecil ; Sarana kesehatan di daerah terpencil /pulau kecil ; Sarana TPA yang memenuhi syarat ; Program khusus terhadap anak terlantar, jompo/lanjut usia ; Program kesiapsiagaan penanggulangan bencana bagi masyarakat ; Kejadian kerusuhan/ anarkis ; Memilki contingency plan masalah bencana ; Tempat/wadah perlindungan bagi Perempuan dan anak korban kekerasan ; Kasus perdagangan orang (Trafiking) dalam 1 tahun terakir.

1. Program khusus terhadap anak terlantar, jompo/lanjut usia

Penanggulangan Masalah Sosial bertujuan untuk dapat

meningkatkan kualitas hidup bagi penyandang masalah sosial dengan sasaran meningkatnya pelayanan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tertangani sebanyak 2.707 orang pada tahun 2006, 3.588 orang pada tahun 2007, 5.333 orang pada tahun 2008 dan 10.203 orang pada tahun 2009. Adapun penanganan PMKS pada tahun 2010 sebesar 15,699 orang atau 38.95 persen. Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota dalam penanganan PMKS antara lain Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabilitasi sosial PMKS,

Pembinaan dan pelatihan ketrampilan bagi lanjut usia,

Peningkatan kualitas SDM keluarga miskin yang berprestasi, Pembinaan mental sosial bagi PMKS, Pembinaan Tenaga Kerja Sosial Masyarakat serta Bimbingan teknis penanganan PMKS dan Pendataan PMKS.

Banyaknya jumlah PMKS di Kota Surabaya menunjukkan bahwa Kota Surabaya merupakan salah satu daerah tujuan urbanisasi bagi PMKS, sehingga anggaran yang dialokasikan Pemerintah Kota Surabaya untuk pelayanan PMKS tidak akan optimal bilamana Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota lain tidak melakukan upaya penanganan sesuai dengan MoU antara

Gubernur Jawa Timur dengan Bupati/Walikota Se Jawa Timur Nomor: 120.1/037.012/2004 dan 462.1543.4/436.1.2/2004 tanggal 27 April 2004 tentang Kerjasama Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) khususnya anak jalanan, wanita tuna susila, gelandangan, gelandangan psikotik dan pengemis bertempat di Gedung Bank Jawa Timur Jl. Basuki Rachmad No. 98 - 104 Surabaya pukul 13.00 WIB disaksikan oleh Ketua DPRD Kabupaten/ Kota Se Jawa Timur dan sejumlah pejabat di Provinsi Jawa Timur dan ditindaklanjuti dengan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur

dengan Pemerintah Kota Surabaya tentang Kerjasama

Pembangunan Daerah dengan Nomor Surat 120.1/84/012/2009 dan 415.4/4167/436.2/2009 tanggal 1 September 2009.

2. Program kesiapsiagaan penanggulangan bencana bagi masyarakat

Penyediaan kawasan ruang evakuasi bencana dilakukan dengan menggunakan ruang terbuka hijau dan non hijau yang ada pada setiap lingkungan dan Kecamatan untuk menampung korban bencana; serta menggunakan ruang-ruang dan bangunan lainnya yang dapat berubah menjadi tempat pengungsian sementara.

3. Kasus perdagangan orang (Trafiking) dalam 1 tahun terakir

Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak umumnya adalah tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), non KDRT dan trafficking (perdagangan orang). Jumlah kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 150 kasus pada tahun 2006, 191 kasus pada tahun 2007, 162 kasus pada tahun 2008, 202 kasus pada tahun 2009 dan 229 kasus pada tahun 2010. Penanganan atas tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut dilakukan dengan tindakan Konseling; Medis berupa rujukan ke Pusat Pelayanan Terpadu /

Rumah Sakit, Hukum berupa konsultasi hukum serta

pendampingan ke Polisi, Pengadilan Agama (PA) maupun Pengadilan Negeri (PN); Psikososial meliputi identifikasi kasus, konseling, home visit, out reach, sosialisasi serta reintegrasi (pelatihan ketrampilan) dan pemberdayaan (bimbingan rohani, pemberian ketrampilan serta pendampingan pemulangan); Shelter (Rumah Aman).

4. Belajar 9 Tahun

Tingkat pendidikan masyarakat di Kota Surabaya setiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2000 penduduk dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 8,55 persen dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2007 bertambah menjadi 13,31 persen. Sedangkan penduduk dengan pendidikan terakhir setara SLTA sebanyak 36,1 persen, angka ini terus mengalami penurunan sejak tahun 2006, akan tetapi jika dibandingkan 7 tahun yang lalu mengalami peningkatan sebesar 2,48 persen.

Berdasarkan Rata-Rata Lama Sekolah menurut kecamatan menunjukkan

bahwa kecamatan-kecamatan yang memiliki Rata-Rata Lama Sekolah tinggi di Kota Surabaya dari tahun 2009-2010 antara lain kecamatan Genteng, Tegalsari dan Gayungan.

5. Angka Melek Huruf

Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah pun mengalami peningkatan dalam rentang tahun 2006-2011. Pada tahun 2006, angka melek huruf mencapai 94,40 persen meningkat menjadi 96,45 persen pada tahun 2010 demikian halnya dengan rata-rata lama sekolah yang meningkat dari 10,34 tahun pada tahun 2006 menjadi 10,57 tahun pada tahun 2010. Keduanya menunjukkan

keberhasilan pemerintah kota dalam upaya peningkatan

pendidikan dasar.

Angka Melek Huruf Menurut Kecamatan di Kota Surabaya tahun 2 0 0 9 -2 0 1 0 B e r d a s a r k a n A n g k a M e l e k H u r u f m e n u r

berdasarkan angka melek huruf menurut kecamatan menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang memiliki angka melek huruf tinggi di Kota Surabaya dari tahun 2009-2010 antara lain kecamatan Gayungan, Tegalsari dan Genteng. Sebaliknya kecamatan-kecamatan yang memiliki Angka Melek Huruf yang rendah antara lain kecamatan Kenjeran dan Bulak.

6. Pendapatan Perkapita domestik

Paritas daya beli masyarakat Kota Surabaya dalam rentang tahun 2006-2011 pun mengalami peningkatan walaupun relatif kecil yaitu dari 1.810 ribu per kapita per tahun pada tahun 2006 menjadi 1.823,54 ribu kapita per tahun pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan daya beli masyarakat Kota Surabaya semakin meningkat pula seiring dengan inflasi barang dan jasa.

7. Angka Kematian Bayi Per-1.000 Kh.

Dalam rentang tahun 2006 sampai 2010, AKB di Kota Surabaya cenderung mengalami penurunan dari 25,05 kematian bayi dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 menjadi sekitar 7.84 kematian bayi dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Kematian bayi ini banyak disebabkan oleh Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Gangguan Fungsi Multi Organ, Bronkopneomoni, Gizi Buruk, Asfiksia, Kelainan Kongenital, Tetanus Neonatorum, Infeksi, Trauma Lahir. Menurunnya AKB tersebut menunjukkan bahwa derajat kesehatan bayi semakin meningkat.

8. Angka Kematian Balita Per-1.000 Kh.

Pada tahun 2006 terdapat 1.617 anak balita yang memiliki status gizi buruk atau 2,09 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 77.368 anak, pada tahun 2007 tercatat lebih banyak yaitu sebanyak 2.239 anak balita yang memiliki status gizi buruk, namun presentasenya menurun menjadi 1,96 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 114.401 anak, pada tahun 2008 tercatat sebanyak 2.068 anak balita yang memiliki status gizi buruk atau 1,81 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 114.108 anak dan pada tahun 2009 tercatat 1.888 anak balita yang memiliki status gizi buruk atau 1,39 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 136.155 anak dan pada tahun 2010 menurun menjadi 0.95 persen. Dengan demikian, angka balita dengan status gizi buruk cenderung menurun dan telah mencapai target yang telah ditetapkan.

Masih adanya angka balita dengan status gizi buruk di Kota Surabaya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

 Faktor Intern balita yaitu adanya penyakit bawaan (jantung congenital) dan penyakit infeksi ( diare, pneumoni,TBC, kecacingan dan lain-lain ) yang dapat berpengaruh pada status gizi balita.

 Faktor Ekstern balita yaitu faktor ekonomi yang berpengaruh langsung pada kemampuan dan tingkat daya beli masyarakat yang pasti akan berpengaruh pada pola konsumsi pangan dan faktor sosial yaitu tingkat pengetahuan ibu yang berpengaruh pada perilaku ibu, yang pasti juga akan mempengaruhi pola asuh dan pola konsumsi pangan.

9. Angka Kematian Ibu Melahirkan Per-1.000 Kh.

Angka Kematian Ibu (AKI) selama tahun 2006 sampai 2009 yaitu pada tahun 2006 tercatat sebesar 199 per 100.000 persalinan hidup, pada tahun 2007 menurun menjadi 99,28 per 100.000

persalinan hidup. Angka tersebut juga dicapai pada tahun 2008, dan pada tahun 2010 mengalami penurunan yaitu

menjadi 71.07 per 100.000 kelahiran hidup. Perkembangan AKI tersebut relatif mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan terhadap ibu hamil dan melahirkan semakin meningkat.

Peningkatan derajat kesehatan yang terlihat melalui AKB dan AKI tersebut juga mengindikasikan semakin meningkatnya pelayanan kesehatan yang dapat dibuktikan dengan indikator persentase penangan persalinan. Persentase penangan persalinan oleh tenaga medis tercatat sebanyak 79,04 persen pada tahun 2006, kemudian meningkat menjadi 81,11 persen pada tahun 2007, pada tahun 2008 juga meningkat menjadi 89,10 persen dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 95,6 persen. Dengan demikian perkembangan persentase penanganan persalinan oleh tenaga medis terus meningkat setiap tahunnya.

Pencapaian Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI) dan persentase penanganan persalinan oleh tenaga medis pada tahun 2009 tersebut, telah mencapai target MDGs Indonesia, yaitu masing-masing ditargetkan 23 per 1000 kelahiran hidup, 102 per 100.000 persalinan hidup dan meningkatnya persentase persalinan oleh tenaga medis.

10. Program dana sehat danjaminan sosial nasional bagi masyarakat miskin.

Selama tahun 2006-2011, angka harapan hidup cenderung meningkat, yaitu dari 69,8 pada tahun 2006 meningkat menjadi 70,71 pada tahun 2009, 70,97 pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 mencapai 71,24. Fakta ini merupakan salah satu bentuk keberhasilan pemerintah Kota Surabaya dalam membenahi faktor kesehatan penduduk Kota Surabaya serta mencerminkan adanya peningkatan kemampuan penduduk dalam upaya memperbaiki kualitas hidupnya.

II. Data khusus Surabaya Kota Sehat

Tatanan 7

Kehidupan Masyarakat Sehat

Dalam dokumen Surabaya Kota Sehat Tahun 2012 (Halaman 49-55)

Dokumen terkait