BAB II TINJAUAN TEORITIS
C. Kekerasan terhadap anak
25
Menurut Abdul, perintah di sini maknanya dilakukan secara tegas, sebab pada umumnya perintah sholat sebenarnya sudah dilakukan orang tua sejak
sebelum usia tersebut. Anak-anak sejak usia empat tahun atau lima tahun sudah diajak orang tuanya melaksanakan sholatbersama-sama. Anak-anak melakukannya walaupun dengan cara ikut-ikutan atau menirukan gerakan- gerakan sholat. Anak pada usia ini, kata Abdul, sekadar ikut-ikutan, belum melakukannya secara baik, baik gerakan-gerakannya maupun bacaannya. Anak- anak kadang mau melakukannya dan kadang-kadang tidak mau melakukannya.
"Nah setelah usia anak mencapai tujuh tahun perintah orang tua hendaknya secara tegas tidak seperti pada saat usia dibawah tujuh tahun," katanya. Perintah sholat, kata Abdul, berarti pula perintah mengajarkan cara sholat, karena tidak mungkin anak hanya diperintahkan sholat sementara dia belum bisa melakukannya.7
26
. para ahli, dikatakan bahwa anak adalah anugera dari tuhan yang maha kuasa yang harus dijaga, di dididk sebagai bekal sumber daya, anak merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Seorang anak hadir sebagai amana dari tuhan yang diriwayat, di jaga dan di didik yang kelak setiap orang tua akan diminta pertanggun jawaban atas sifat dan perilaku anak semasa di dunia. Secara harfiah anak adalah seorang cilak bakal yang kelak akan meneruskan generasi keluarga, bangsa dan Negara. Anak juga merupakan sebuah asset sumber daya manusia yang kelak dapat membantu membangun bangsa dan Negara.9
Anak sebagai amanah dari Allah, membentuk tiga dimensi hubungan, dengan orang tua sebagai sentralnya.Pertama, hubungan kedua orang tuanya dengan Allah yang dilatarbelakangi adanya anak.Kedua, hubungan anak (yang masih memerlukan banyak bimbingan) dengan Allah melalui orang tuanya.Ketiga, hubungan anak dengan kedua orang tuanya di bawah bimbingan dan tuntunan dari Allah.10
Adapun pengertian anak menurut undang-undang dan hukum Islam yaitu:
a. Pengetian anak menurut undang-undang, dalam Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindnungan anak menjelaskan bahwa yang dimaksud 1996), h.110.
9 Www. Idjoel.com/ Pengertian anak menurut para ahli diakses pada 2 maret 2021.
10 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, h.110.
27
dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 ( delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
b. Pengertian anak menurut pandangan Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada orang tua, masyarakat bangsa dan Negara yang kelak akan
memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil’alamin sebagai pewaris ajaran Islam.11
2. Pengertian Kekerasan
Kekerasan pada anak adalah kekerasan tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyayan emosiona, atau pengabayaan terhadap anak.12
Menurut komisi perlindungan anak (KPA), “Kekerasan (bullying) adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan oleh seseorang tau keluarga terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situsi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti atau membuat orang tidak berdaya”.
Batas-batas kekerasan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 ini adalah tindakan yang bisa melukai secara fisik maupun psikis yang berakibat lama, dimana akan menyebabkan
11 http://repository.radenintan.ac.id/1355/3/BAB_II. Di akses pada 2 maret 2021
12 Lahargo Kembareng ”Kekerasan Pada Anak”, Pdskji (Perlindungan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia), 18 Agustus 2014.
28
trauma pada anak atau kecacatan fisik akibat dari perlakuan itu.
Dengan mengacu pada defenisi, segala tindakan apapun seakan-akan harus dibatasi, dan anak harus dibiarkan berkembang sesuai dengan hak-hak yang dimilikinya (Hak Asasi Anak). Hak anak untuk menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan dan pendapat dari orang lain.13
Kekerasan dalam arti sempit merujuk pada tindakan berupa serangan, perusakan, penghacuran terhadap diri (fisik) seseorang maupun milik atau sesuatu
yang secara potensial menjadi milik orang lain. Baca juga: Masalah Sosial: Definisi dan Faktor Penyebabnya Berarti, dalam pengertian ini kekerasan merujuk pada tindakan fisik yang bersifat personal, yaitu mengarah pada orang atau kelompok tertentu yang dilakukan secara sengaja, langsung, dan aktual.
Kekerasan dalam arti luas merujuk pada tindakan fisik maupun tindakan psikologik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang, baik yang dilakukan secara sengaja maupun secara tidak sengaja, langsung atau tidak langsung, personal atau struktural.14
Jenis-jenis kekerasan Dalam buku Pengantar Sosiologi
13 http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34575/1/Sururin-FITK diakses pada 3 maret 2021
14 Cahya Dicky Pratama ”Kekerasan”, Kompas.Com, 25 November 2020
29
Konflik (2009) karya Novri Susan, dijelaskan beberapa jenis kekerasan, antara lain:
a. Kekerasan struktural Kekerasan struktural adalah kekerasan yang diciptakan oleh suatu sistem yang menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Baca juga: Jenis-Jenis Kelompok Sosial Contoh kekerasan struktural adalah tidak dilibatkannya peran masyarakat Papua di dalam industri Freeport dengan alasan tidak memiliki keterampilan atau keahlian yang memadai untuk industri. Karena tidak bisa mengakses pekerjaan dalam indsutri Freeport, maka masyarakat Papua tidak memiliki penghasilan yang bisa memenuhi berbagai kebutuhan dasar mereka, seperti pendidikan yang berkualitas dan kesehatan. Kekerasan langsung Kekerasan langsung bisa dilihat pada kasus pemukulan seseorang terhadap orang lain yang menyebabkan luka pada tubuh.
30
b. Kekerasan langsung bisa juga berbentuk ancaman atau teror dari suatu kelompok yang menyebabkan ketakukan dan trauma psikis. Contoh kekerasan langsung yang terjadi di Indonesia adalah kekerasan antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan, penculikan wartawan oleh gerakan separatis di Aceh maupun Papua, kekerasan antaretnis Ambon Kristen dan BBM Muslim, dan sebagainya. Baca juga: Kelompok Sosial:
Definisi dan Faktor Pembentuknya Kekerasan budaya Kekerasan budaya merupakan pemicu terjadinya kekerasan struktural dan kekerasan langsung. Sebab sifat budaya bisa muncul pada dua jenis kekerasan tersebut. Sumber kekerasan budaya bisa bersumber dari etnisitas, agama, maupun ideologi.
c. kekerasan budaya adalah persepsi masyarakat terhadap etnis China. Etnis China dipersepsikan pelit, kurang bisa bersosialisasi, hanya mau bekerja sama dengan etnis mereka sendiri, dan lain-lain. Contoh persepsi tersebut merupakan bentuk kekerasan budaya karena melalui persepsi tersebut masyarakat bisa menyisihkan etnis China dalam pergaulan sehari-hari.
d. Kekerasa Model Litke Robert F. Likte membuat skema definisi kekerasan pada dimensi fisik-psikologis dan personal-institusional. Kekerasan personal pada dimensi fisik dapat
31
berupa pemerkosaan, pembunuhan, dan perampokan.
e. Sedangkan kekerasan personal pada dimensi psikologis, dapat berupa paternalisme, ancaman personal, dan pembunuhan karakter. Sementara itu,
f. kekerasan institusional pada dimensi fisik dapat berupa kerusuhan, terorisme, perang.15
g. Kekerasan dalam rumah tangga yang banyak dialami oleh kaum perempuan dalam posisinya sebagai istri cenderung dipahami sebagai relasi vertical- kordinatif antara suami dan istri dimana suami diposisikan sebagai pemimpin rumah tangga dan istri diposisikan sebagai “pelayan” suami. Dalam konteks tersebut, ijab kabul sebagai ikrar “serah terima” dari wali perempuan kepada laki- laki yang mempersunting perempuan tersebut dianggap sebagai penyerahan diri secara total seperti yang digambarkan oleh Thomas Hobbes, yang dikenal sebagai filosof totalitarian pertama, sebagai
penyerahan total setiap hak dari individu atas individu lainnya yang dia pilih sebagai pemimpinnya dalam wujud konsepsi otokratis yang bersifat totaliter.16 Relasi yang bersifat vertikal-kordinatif antara suami dan istri dalam lingkungan domestik rumah tangga telah mereduksi relasi keduanya sebagai mitra
15https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/25/144443669/kekerasan-definisi-dan- jenis-jenisnya?page=all diakses pada tanggal 11 februari 2021
16A. D. Lindsay, The Modern Democratic State, (New York: Oxford University Press, 1955), h. 81
32
sejajar dalam membangun keluarga yang sakinah menuju penghambaan kepada Allah swt. sebagai tujuan primordial dari pernikahan itu sendiri. 17
h. Tidak seharusnya perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga karna bagaimanapun perempuan itu terlahir dari tulang rusuk seorang pria yaitu, bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam yang paling atas sebelah kiri dalam keadaan tidur. Demikian juga yang ditakhrijkan Ibn Abi Hazm
selainnya dari hadis. Al-Nawawi menganggap sesuatu hal yang aneh.
Fukaha meyakini bahwa hadis tersebut mengandung makna bahwa perempuan diciptakan dari sesuatu yang bengkok, dan perempuan itu seolah-olah (Auja‟) karena berasal dari yang bengkok. Kalimat dhamir itu ditujukan kepada tulang rusuk, bukan kepada tulang rusuk yang paling di atas. Dhamir juga menunjukkan kepada mu‟annas dan muzakkar, tetapi hadis ini ditujukan kepada makna perempuan, dikuatkan dengan kalimat dan maksud dari kalimat dipatahkannya adalah bermakna talaq berdasarkan hadis riwayat Muslim dari Sufyan dari Abi al- Zanad sebagaimana telah disebutkan.18
1. Jenis-jenis kekerasan pada anak
a. Kekersan fisik. Bentuk ini paling mudah dikenali.
17 Hamzah, ”Pernikahan Di bawah Umur (analisis tentang konsekuensi peminadaan) al- daulah, vol 6, no 1, (juni 2017)
18 Halimah“Penciptaan Wanita‟‟ YinYang, vol5, No 1, (Januari-Juni 2010)
33
Terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah;
menampar, menendang, memukul/meninju, mencekik, mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban kekerasan ini biasanya tampak secara langsungpada fisik korban seperti; luka memar, berdarah, patah tulang, pingsang, dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat.19
b. Kekerasan psikis. Kekerasan jenis ini tidak gitu mudah untuk di kenali.
Akibat yang dirasakan oleh korban tidak membrikan bekas yang nampak jelas bagi orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban, wujud konkret kekerasan atau pelanggaran jenis adalah; pengguna kata-kata kasar, penyalagunaan kepercayaan, mepermalukan
orang di depan orang lainatau didepn umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata, dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya kerban akan merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat keputusan (decision making).
c. Jenis kekerasan seksual. Termasuk dalam kategori ini adalah
19Bagong Suyanto,Masalah Sosial Anak, (jakarta, kencana, 2003), h. 28-30.
34
segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan hubungan seksual (sexual intercourse), melakukan penyikasaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang –termasuk mereka yang tergolong masih berusia anak-anak-setelah melakukan hubungan seksualitas. Segala perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan seksual terhadap anak-anak, baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun dilingkungan sekitar tempat tinggal anak juga termasuk dalam kategori kekerasan atau pelanggaran terhadaap hak anak jenis ini. Kasus pemerkosaan anak, pencabulan yang dilakukan oleh guru.
Orang lain, bahkan orang tua tiri yang sering terekspos dalam pemberitaan berbagai media massa merupakan contoh konkret kekerasan bentuk ini.
d. Jenis kekerasan ekonomi. Kekerasan jenis ini sangat sering terjadi di lingkungan keluarga. Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau mencampuri pekerjaan pasangan untuk bekerja atau mencampuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang, serta mengurangi jatah belanja bulanan merupakan contoh konkret bentuk kekerasan ekonomi. Pada anak-anak, kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia dibawah umur untuk
35
dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual kotang, pengamen jalanan, dan lain-lain kian merebak terutama di perkotaan.20
Kasus tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak anak, acap kali kurang memperoleh perhatian publik, karen selain data dan laporan tentang kasus clild abuse memang nyaris tidak ada, juga karena kasus ini sering kli masihterbungkus oleh kebiasaan masyarakat yang meletakkan masalah ini sebagai persoalan intern keluarga, dnan tidak layak atau tabu untuk diskspos, keluar secara terbuka. Seperti dikatan Harkristuti Harkrisnowo (1998), bahwa rendahnya kasus tindak kekerasan terhadap anak yang diketahui publik salah satunya disebab sering terjadinya penyelesaian kasus semacam ini dilakukan secara kekeluargaan dalam tindak penyidikan, sehingga kasus tindak kekerasan yang dialami anak- anak tidak direkam oleh aparat sebagai suatu tindak pidana. Padahal, kalau mau jujur sebenarnya kasus tindak kekerasan, eksploitas, dan bahkan tindak pelecehan seksual terhadap anak tidak hanya terjadi di kehidupan jalanan di kota besar yang memaang keras, di sektor industri atau dunia ekonomi yang konon sering disebut bersifat eksploitatif, melainkan juga dapat ditemui di dunia pendidikan, di kehidupan sehari-hari masyarakat, dan bahkan dilingkungan kelurga yang seacara normatif sering dikatakan sebagai tempat paling aman
20Bagong Suyanto,Masalah Sosial Anak, (jakarta, kencana, 2003), h. 28-30.
36
bagi anak.21
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindak Kekerasan Pada Anak Faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak disebabkan oleh stress dalam keluarga. Stress dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua (suami atau Istri), atau situasi tertentu. Stress berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Stress yang berasal dari suami atau istri misalnya dengan gangguan jiwa (psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua terlampau perfect dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin. Stress berasal dari situasi tertentu misalnya terkena suami/istri terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar. Penyebab utama lainnya adalah kemiskinan, masalah hubungan sosial baik dalam keluarga atau komunitas, penyimpangan perilaku sosial (masalah psikososial). Lemahnya kontrol sosial primer masyarakat dan hukum dan pengaruh nilai sosial kebudayaan di lingkungan sosial tertentu.22 Besar kecilnya dampak yang diderita oleh anak akibat tindak kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:
21Bagong Suyanto,Masalah Sosial Anak, h. 18-19.
22 https://bulelengkab.go.id/pengumuman/faktor-penyebab-terjadinya-kekerasan-pada- anak-27 diakses pada tanggal 3 maret 2021
37
1) Faktor usia anak.
Semakin muda usia anak, maka dampak yang ditimbulkan karena tindak kekerasan akan lebih fatal. Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan tindakan kekerasan adalah orang-orang terdekat seperti orang tua, ayah/ibu tiri, dan orang- orang terdekat lainnya, maka dampak yang diperoleh anak akan lebih parah dibandingkan dengan orang lain yang melakukan. Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk tindak kekerasan yang diterima oleh anak akan semakin 23memperburuk kondisi anak. Semakin lama anak memperoleh tindak kekerasan akan semakin meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
2) Tingkat sosial ekonomi
Anak yang berasal dari sosial ekonomi yang rendah akan semakin memberikan dampak negatif pada diri anak.
Dalam versi yang lebih lengkap, seorang pemerhati masalah anak dari malaysia yakni Siti Fatimah (1992) mengungkapkan setidaknya terdapat enak kondisi yang menjadi faktor pendorong atau penyebab terjadinya kekerasan atau pelanggaran dalam keluarga yang dilakukan terhadap anak yaitu:
1) Faktor ekonomi.
Kemiskinan yang dihadapi sebuah keluarga sering kali membawah keluarga tersebut pada situasi kekecewaan yang pada
23Bagong Suyanto,Masalah Sosial Anak,h. 33-35
38
gilirannya menimbulkan kekerasan. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga dengan anggota yang sangat besar. Problematika finansial keluarga yang memprihatinkan atau kondisi keterbatas ekonomi dapat menciptakan berbagai macam masalah baik dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, pembelian pakaian, pembayaran sewah rumah yang kesemuanya secara relatif dapat memengaruhi jiwa dan tekanan yang sering kli akhirnya di lampiaskan terhadap anak-anak.
2) Masalah keluarga
Hal ini lebih mengacuh pada situasi keluarga khususnya hubungan orang tua yang kurang harmonis. Seorang ayah akan sanggup melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya semata-mata sebagai pelampiasan atau upaya untuk pelepasan rasa jengkel dan marahnya terhadap istri. Sikap orang tua yang tidak menyukai anak-anak, pemarah dan tidak mampu mengendalikan emosi juga dapat menyebabakan terjadinya kekerasan pada anak-anak. Bagi para orang tua yang memiliki anak bermasalah seperti ; cacat fisik atau mental (idiot) acap kali kurang dapat mengendalikan kesebarannya sewaktu menjaga atau mengasuh anak-anak mereka, sehingga mereka juga meraka terbebani atas kehadiran anak-anak tersebut dan tidak jarang orang tua menjadi kecewa dan merasa frustasi.
39
3) Faktor perceraian
Perceraian dapat menimbulkan problematika kerumaha tanggan seperti persoalan hak pemeliharaan anak, pemberian kasih sayang, pemberian nafkah, dan sebagainya. Akibat perceraian juga akan dirasakan oleh anak-anak terutama ketika orang tua mereka menikah lagi dan anak harus dirawat oleh ibu atau ayah titi. Dalam banyak kasus tindakan kekerasan tidak jarang dilakukan oleh pihak ayah atau ibu tiri terdebut
4) Kelahiran anak diluar nikah
Tidak jarang sebagaimana akibatnya adanya kelahiran diluar nikah menimbulkan masalah diantaranya kedua orang tua anak.
Belum lagi jika melibatkan pihak keluarga dari pasangan tersebut.
akibatnya anak akan banyak menerima perlakuan yang tidak
menguntungkan seperti: anak mereka disingkirkan, harus menerima perilaku diskriminatif, tersisih atau disisihkan oleh keluarga bahkan harus menerimah perlakuan yang tidak adil atau bentuk kekerasan yang lainnya
40
5) Menyangkut permasalahn jiwa atau psikologis
Dalam berbagai kajian psikologis disebutkan bahwa orang tua yang melakukan tindak kekerasan atau penganiayaan terhadap anak-anak adalah merka yang memiliki problem psikologis. Mereka senantiasa berada dalam situasi kecemasan (anxiety) dan tertekan akibat mengalami depresi atau stres. Secara tipologis ciri psikologis yang menadai situasi tersebut antara lain; adanya perasaan rendah diri, harapan terhadap anak yang tidak realistis, harapan yang bertolak belakang dengan kondisinya dan kurangnya pengetahuan tentang bagaimana cara mengasuh anak yang baik.
6) Faktor terjadinya kekerasan atau pelanggaran terhadap hak-hak anak adalah tidak dimilikinya pendidikan atau pengetahuan religi yang memadai.24
3. Dampak Kekerasan Pada Anak-Anak
Selama ini, bebagai kasus telah membuktikan bahwa terjadinya child abuse (penganiayaan anak) sering disertai dengan child abuse (penelantaran anak). Baik child abuse maupun child abuse dapat memberikan dampak pada kesehatan fisik dan mental anak.
Adapun, dampak kekerasan pada anak dalam masyarakat, menurut pinky saptandari (2002) sebagai berikut:
24Bagong Suyanto,Masalah Sosial Anak,h. 33-35
41
(1) pewarisan lingkaran kekerasan secara turun temurun atau dari generasi ke generasi, (2) Tetap bertahan kepercayaan yang keliru bahwa orang tua mempunyai hak untuk melakukan apa saja terhadap anaknya, termasuk hak melakukan kekerasan (3) dan kualitas hidup semua anggota masyarakat merosot, sebab anak yang dianiaya tak mengambil peran yang selayaknya dalam kehidupan kemasyarakatan.
Pada anak-anak yang mengalami penelantaran dapat terjadi kegagalan dalam tumbuh kembangnya, malnutrisi, anak-anak ini kemungkinan fisiknya kecil, kelaparan, terjadi infeksi kronis, hygienenya kurang, hormon pertumbuhan turun. Apabila kegagalan tumbuh kembang anak tarafnya sangat berat maka anak- anak akan menjadi kerdil dan apabila ini terjadi secara kronis maka anak tidak bisa tumbuh meskipun kemudian diberi makan yang cukup. Anak-anak ini proporsi tubuhnya normal, akan tetapi sangat kecil untuk anak seusianya. Kadang ada dari mereka mengalami perbaikan hormon pertumbuhannya dan kemudian mengejar ketinggalan pertumbuhan yang dialaminya.
Dari segi tingkah laku anak-anak yang mengalami penganiayaan sering menunjukkan: penarikan diri, ketakutan, atau mungkin juga tingkah laku agresif, emosi yang labil. Mereka juga sering menujukkan gejala depresi, jati diri yang rendah, kecemasan, adanya gangguan tidur, phobia, kelak bisa tumbuh menjadi
42
penganiaya, menjadi besifat keras, gangguan stres pascatrauma dan terlibat dalam penggunaan zat adiktif.
Mereka mungkin juga berupaya menutupi luka yang dideritanya dan tetap bungkam merahasiakan pelakunya karena ketakutan akan mendapatkan pembalasan dendam. Mungkin juga akan mengalami kelmabatan dalam tahap perkembangannya, sering mengalami kesulitan dalam hubungannya, sering mengalami kesulitan dalam hubungannya dengan teman sebayanya dan
menunjukkan tingkah laku menyakiti diri sendiri bahkan tingkah laku bunuh diri25.