• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SPIRITUALITAS IGNASIAN DAN SEMANGAT PELAYANAN

B. Pengertian Spiritualitas

3. Kekhasan Spiritualitas St. Ignatius Loyola

Baik melalui bapa-bapa pengakuan maupun dengan buku-buku yang dibacanya Ignatius berhubungan erat dengan ordo-ordo kontemplatif dan dengan para pater Dominikan (yang juga sangat mementingkan kontemplasi). Dan di kalangan mereka timbullah suatu gerakan baru, yang disebut “Devosi Modern”.

Mereka menyebut diri “modern” karena dua alasan: pertama, oleh karena mereka

melainkan dalam menunaikan tugas-tugas yang biasa. Kedua, karena mereka menekankan untuk itu perhatian untuk hidup rohani pribadi, dan bukan acara kebiaraan ( Jacobs, 1980:16).

Dengan tepat St. Ignatius disebut guru doa batin. Bukunya “Latihan Rohani” membantu banyak orang dalam usaha mereka untuk bermeditasi dan

berkontemplasi. Dan dalam gerakan pembaharuan hidup rohani dewasa ini, dengan perhatian yang begitu besar pada aneka ragam bentuk doa, tentu timbullah juga pertanyaan mengenai bentuk doa yang “khas Ignasian”. Ada juga yang menekankan hubungan antara hidup doa dan kerasulan. Ada lagi yang berkata bahwa St. Ignatius sama sekali tidak mempunyai bentuk doa yang khusus, hanya mengintegrasikan bentuk-bentuk yang tradisional dalam kerangka “Latihan Rohani”. Ada juga yang menarik perhatian pada hubungan antara meditasi dan

kontemplasi. Sebaiknya orang bertanya kepada St. Ignatius sendiri, khususnya melihat buku “Latihan Rohani”.

Yang mengesan pertama-tama bahwa Ignatius sering tidak membedakan dengan jelas antara meditasi dan kontemplasi. Keduanya disebut bersama-sama atau tanpa membedakannya dengan jelas. Tetapi dari lain pihak bahwa pada umumnya disebut “kontemplasi” segala renungan mengenai “Misteri hidup

Kristus Tuhan kita”, sedangkan kata “meditasi” dipakai terutama untuk renungan mengenai dosa dan neraka. Daripada itu seolah-olah dapat disimpulkan bahwa meditasi biasanya mengenai diri orangnya sendiri, sedangkan kontemplasi dipakai untuk renungan tentang misteri Kristus. Kedua latihan terakhir ini memang lebih menyangkut orangnya sendiri, khususnya sejauh mempersiapkan diri untuk

“menyelidiki dan mohon penjelasan guna mengetahui dengan hidup atau status

manakah Yang Maha Agung mau dilayani oleh manusia”.

“Kontemplasi untuk memperoleh cinta” sebenarnya tidak hanya

merenungkan hidup dan misteri Kristus. Dan tidak begitu jelas pula mengapa Ignatius berkata: “Ia menampakkan diri kepada Yusuf dari Arimatea,

sebagaimana dengan layak dimeditasikan” atau “Ratu kita naik keledai,

sebagaimana dapat dimeditasikan dengan layak”. Di sini kata “meditasi” lebih

baik diterjemahkan dengan “renungan”, dan kiranya mencakup apa yang disebut

“kontemplasi” juga. Sebaliknya renungan “atas doa Bapa Kami” disebut

“kontemplasi”. Dan cara berdoa yang kedua secara umum diterangkan sebagai

“mengkontemplasikan arti masing-masing kata dari sebuah doa”. Khususnya dari

contoh terakhir ini kiranya kelihatan bahwa perbedaan utama antara meditasi dan kontemplasi bukanlah perbedaan bahan renungan (mengenai diri sendiri atau mengenai Kristus). Memang betul bahwa kontemplasi diadakan mengenai misteri hidup Kristus, tetapi tekanan ada pada misteri. Perbedaan antara meditasi dan kontemplasi terletak pada hubungan dengan misteri (Jacobs, 1980:29-30).

Kontemplasi sendiri merupakan suatu ungkapan yang sedemikian kaya. Pada dasarnya kontemplasi merupakan anugerah hidup dari Allah, dan setiap anugerah Allah melampaui batas-batas konsep manusia. Usaha pemahaman manusia selalu terbatas dan tidak pernah akan habis menggali anugerah ini. Kontemplasi berarti melekat pada pribadi-pribadi ilahi. Melekat artinya hidup dan bergerak menuju dan melekat pada pribadi-pribadi ilahi. Itu berarti suatu hubungan langsung antara Allah dan manusia tanpa pengantara barang-benda dan

konsep-konsep. Hubungan dengan Allah seperti itu melibatkan seluruh pribadi manusia. Melekat dalam hati mencakup cinta tahan uji kepada Tuhan. Hubungan seperti itu, suatu hubungan penyerahan total dan cinta tahan uji, mengandaikan adanya pemahaman dan pengenalan dengan Tuhan lewat pengalaman dan hidup di bawah gerakan-gerakan Roh.

Memiliki keutamaan cinta berarti ikut ambil bagian hidup Allah, dan berarti pula ambil bagian dalam kegiatan cinta Allah. Allah ingin memberikan segala-galanya yang dimiliki sampai memberikan Putera-Nya yang terkasih dan Roh-Nya. Cinta orang Kristen dengan demikian tertuju kepada Allah dan manusia. Dia mencintai Allah dan mencintai citra-Nya. Memberikan diri bersama Tuhan, dalam Tuhan dan seperti Tuhan itulah keutamaan cinta. Maju dalam cinta berarti maju dalam pemberian diri. Melekat pada Tuhan dalam cinta kasih berarti tiada henti-hentinya ingin memberikan diri kepada Allah dan sesama.

Iman, harapan, dan cinta merupakan sumber hidup kontemplasi, yang berarti semakin melekatkan hidup menuju kepada Tuhan. Ketiga keutamaan itu satu realitas, yaitu realitas satu pribadi anak Allah yang menerima kebijaksanaan dan kekuatan Roh dan karenanya kemampuan baru untuk melihat dan kemampuan baru untuk mencinta. Sumbernya ialah Roh Kudus yang hidup dalam setiap orang. Rahmat Roh Kudus ini mengubah manusia menjadi anak Allah, sampai dapat menyebut Allah ‘Bapa’. Kehadiran Roh Kudus ini mengajar manusia untuk

mencintai dengan membuat manusia hamba Allah dan sesama (Darminta, 1983:28-30).

a. Karya-karya Pelayanan St. Ignatius Loyola

Dalam pembahasan sebelumnya, telah penulis uraikan mengenai perjalanan panggilan Ignatius bepergian naik turun melangkah berbagai negara dan mengatasi banyak kesulitan. Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan karya-karya pelayanan Ignatius memenangkan pertempuran Tuhan melalui sahabat-sahabatnya yang tersebar di penjuru dunia. Dia akan berjuang melalui pelayanan sederhana, dengan meneladan Yesus yang datang ke dunia untuk melayani.

1. Pengalaman Memberi Pakaian Kepada Orang Miskin di Montserrat (Februari 1522)

Ia berjalan ke Montserrat. Dalam hati ia berpikir, seperti biasa, mengenai hal-hal yang akan dilakukannya demi kasih kepada Allah. Ia mengambil keputusan untuk jaga malam sebagai ksatria, tanpa duduk atau berbaring, tetapi kadang-kadang berdiri dan kadang-kadang berlutut, di muka altar Bunda Maria di Montserrat. Di situ ia juga mau menanggalkan pakaiannya dan mengenakan persenjataan Kristus.

Sehari sebelum pesta Santa Maria bulan Maret tahun 1522, malam hari dengan diam-diam ia mencari seorang miskin. Ia menanggalkan pakainnya dan memberikannya kepada orang miskin itu. Ia sendiri mengenakan pakaian yang dicita-citakan. Ia berlutut di depan altar Bunda Maria sepanjang malam, sekali berlutut, lain kali berdiri dengan tongkat di tangannya.

Pagi-pagi buta ia berangkat supaya tidak diketahui orang. Ia mengambil jalan simpang lewat sebuah desa yang disebut Manresa. Pengalaman ini ia catat

dalam sebuah buku yang memberikan banyak penghiburan baginya. Tiba-tiba ada seorang menyusulnya dan bertanya apakah dia memberikan pakaian kepada orang miskin dan Ignatius menjawab benar demikian. Air mata mulai keluar karena kasihan kepada orang miskin itu. Kasihan karena Ignatius tahu bahwa mereka pasti menghajarnya sebab mengira orang miskin itu telah mencuri pakaiannya. Ignatius berusaha keras menghindari penghormatan dari orang-orang ( Camara, 1996:23-25).

2. Meminta-minta dan Membagikan Makanannya Kepada Pengemis Manresa (Maret 1522-Februari 1523)

Di Manresa ia berkeliling minta sedekah setiap hari. Ia berpantang daging dan tidak minum anggur, juga tidak mau kalau diberi. Seringkali di siang bolong ia melihat dari dekat sesuatu di langit, yang memberinya banyak penghiburan karena amat indah, luar biasa. Dia senang sekali dan amat terhibur melihat itu. Bila hal itu menghilang, ia merasa amat tidak senang ( Camara, 1996:26-31).

Di Manresa, Ignatius tinggal di beberapa tempat, di kamar yang disediakan oleh pater-pater Dominikan di dalam biara mereka, di sebuah rumah sakit, di sebuah gua dan beberapa rumah pribadi. Beberapa wanita yang baik hati menyediakan makan dan memperhatikan kebutuhan Ignasius lainnya. Ignasius juga pergi berkeliling setiap hari untuk meminta-minta dan membagikan makanannya kepada pengemis-pengemis lain. Sedikit demi sedikit orang-orang di tempat itu mulai menunjukkan kasih sayang kepadanya. Selain meminta-minta, ia mereka lihat sering berdoa lama. Anak-anak memanggilnya “orang suci” atau “orang yang berpakaian goni”.

Maksud kedatangannya di Manresa adalah untuk tinggal beberapa hari di sebuah rumah sakit dan menuliskannya dalam buku hariannya pengalaman-pengalaman rohaninya di Montserrat ( Jou, 1991: 39-40).

3. Mengajar Agama kepada Anak-anak di Azpeitia (1537)

Dengan mengendarai kuda dari Paris ke Spanyol sampailah ia di Azpeitia, kampung halamannya di daerah Bask. Tetapi ia tidak tinggal di tempat keluarganya. Sekali lagi ia memilih tinggal di rumah sakit di antara para pengemis dan orang-orang sakit. Dengan ini ia ingin memperbaiki contoh jelek yang pernah ia perbuat pada waktu mudanya. Hatinya penuh kedamaian dan kegembiraan, tetapi saudaranya tidak menyetujui, karena keadaan seperti itu mengkhawatirkan dan lagi mencemarkan nama baik keluarganya.

Ignatius melakukan segala sesuatu dengan tujuan meluaskan kerajaan Allah: percakapan mengenai perkara-perkara rohani, pelajaran agama untuk anak-anak dan orang-orang sederhana, pekerjaan sosial. Ia memerangi kebobrokan moral dan perjudian (Betancor, 1991: 86-87).

4. Di Venetia, Ignatius Memberikan Latihan Rohani Kepada Banyak Orang Selama di Venetia, Ignatius menggunakan sebagian besar waktunya untuk memberikan latihan rohani. Seorang sarjana muda ingin mengadakan retret, tetapi ia takut dibohongi oleh Ignatius, karena telah mendengar kabar yang tidak baik tentang Ignatius. Akhirnya ia mengambil risiko meskipun hanya setengah hati. Ia termasuk jenis orang yang menuntut jaminan sebelum mulai mengikuti Kristus. Ia

datang dengan bersenjatakan buku dan sejumlah argument, tetapi kendatipun membawa semua itu Tuhan telah menghancurkan pertahanannya. Ignatius membuktikan dirinya sebagai alat Tuhan untuk menolong pemuda itu membuka dirinya kepada Cinta Ilahi. Akhirnya Hoces menjawab panggilan Tuhan dengan kemurahan hati yang besar (Betancor, 1991: 91-92).

5. Pelayanan di Roma (1541)

Pada tanggal 28 Agustus 1541, empat bulan sesudah pemilihannya sebagai Superior Jenderal, Ignatius pergi ke sebuah gereja untuk berdoa bagi kesehatan Codure yang jatuh sakit. Sementara dalam perjalanan dia berhenti berdoa dan berkata kepada teman yang menemaninya “Codure telah meninggalkan dunia”.

Sebagai superior Jenderal Serikat Yesus, Ignatius memikul dua tugas utama: menulis konstitusi, sebagaimana telah diperintahkan oleh Sri Paus dan memimpin sahabat-sahabatnya dalam karya mereka bagi Gereja. Di samping itu, dia meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan pribadi di kota Roma.

Pada waktu di Roma banyak remaja pria dan wanita yang terlantar di jalan-jalan kota karena mereka telah kehilangan orang tua mereka akibat terjadi banyak perang dan wabah yang sedang menjalar. Ignatius dengan sepenuh hati bekerja sama dengan mereka yang telah membangun rumah untuk anak-anak yang terlantar itu. Tugas lain dari Ignatius adalah mendamaikan kelompok-kelompok yang sedang berselisih. Sebuah kasus penting yang berhasil dia tangani adalah mengatasi salah paham antara Sri Paus dengan raja Portugal.

Ignatius membuktikan dirinya sebagai seorang Katekis yang ulung. Pada waktu terpilih sebagai superior Jenderal, tindakan pertama yang ia kerjakan adalah mengajar katekismus kepada anak-anak di Roma. Dia biasa mengumpulkan mereka di sebuah sudut jalan, dan mengajarkan iman Katolik kepada mereka, meskipun bahasa Italianya jelek.

Karya penting lain yang dikerjakan oleh Ignatius adalah menulis surat sebagaimana telah diceritakan sebelumnya. Kurang lebih tujuh ribu surat atas namanya telah dipublikasi. Banyak dari surat-surat ini tidak ditulis oleh Ignatius sendiri, tetapi oleh sekretarisnya dengan bimbingan dan pertolongannya. Surat-surat yang dikirim adalah Surat-surat-Surat-surat untuk para Yesuit, para sahabat dan bahkan para raja dan pangeran. Karena pengalamannya dalam menulis surat, ia merasa adanya kebutuhan untuk memberi petunjuk praktis tentang cara-cara menulis surat. Suatu karya Ignatius yang disyukuri oleh kaum muda adalah didirikannya sekolah-sekolah Yesuit. Gagasan untuk mendirikan sekolah-sekolah itu pelan-pelan berkembang dalam pikirannya sesuai dengan petunjuk Tuhan mengenai pengabdian mana yang dituntut dari padanya ( Jou, 1991:105-132).

Dokumen terkait