• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Karakteristik Tepung Bakto Agar

4.2.6 Kekuatan Gel

Pengujian kekuatan gel pada produk bakto agar dilakukan dengan melarutkan bakto agar dalam air hangat dengan konsentrasi 1.5% sesuai dengan konsentrasi bakto agar Difco yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil pengujian, kekuatan gel yang diperoleh dengan menggunakan pengering

oven, pengering semprot, dan pengering drum adalah 203 g/cm2, 122.8 g/cm2, dan 138.1 g/cm2.

Sebagai kontrol, dilakukan juga pengujian terhadap kekuatan gel pada bakto agar Difco. Dari hasil pengujian diketahui bahwa kekuatan gel pada bakto agar Difco adalah 404.4 g/cm2.

Secara keseluruhan, nilai kekuatan gel yang dihasilkan jauh di bawah kekuatan gel bakto agar Difco. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya kekuatan gel. Menurut Suryaningrum (1989), kekuatan gel dapat dipengaruhi oleh bahan baku rumput laut yang digunakan, habitat (tempat tumbuh) rumput laut, musim, cara budidaya, umur panen, dan juga metode ekstraksi yang digunakan. Kontrol bakto agar yang digunakan merupakan bakto agar yang sudah komersial yaitu bakto agar Difco yang dibuat dari ekstrak rumput laut jenis Gelidium (Manual Difco 2012).

Formulasi konsentrasi gel dilakukan untuk memperoleh kekuatan gel yang dapat mendekati

nilai kekuatan bakto agar Difco. Pada penelitian ini, produk bakto agar diaplikasikan pada pembuatan media pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi bakto agar diformulasikan pada konsentrasi 2% dan 2.5%. Kekuatan gel yang dihasilkan dengan perlakuan pengering oven pada konsentrasi 2% adalah

282.9 g/cm2 sedangkan pada konsentrasi 2.5% adalah 330.7 g/cm2. Kekuatan gel yang dihasilkan

dengan perlakuan pengering semprot pada konsentrasi 2% adalah 185.5 g/cm2 dan pada konsentrasi

2.5% adalah 222.2 g/cm2. Kekuatan gel yang dihasilkan dengan perlakuan pengering drum pada

konsentrasi 2% adalah 214 g/cm2, sedangkan pada kionsentrasi 2.5% nilai kekuatan gelnya adalah 280 g/cm2. Berdasarkan data hasil formulasi, kekuatan gel yang mendekati bakto agar Difco adalah bakto agar yang diperoleh melalui pengering oven dengan konsentrasi 2.5%. Dalam tahapan penelitian selanjutnya, aplikasi produk bakto agar akan diujikan dengan konsentrasi 2.5% disetiap produk bakto agar. Berdasarkan data hasil formulasi, kekuatan gel yang mendekati bakto agar Difco adalah bakto agar yang diperoleh melalui pengering oven dengan konsentrasi 2.5%.

Analisis ragam pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa semua perlakuan pengeringan baik pengering oven, pengering semprot, ataupun pengering drum pada konsentrasi 2.5% tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kekuatan gel bakto agar yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut, perlakuan pengeringan dengan pengering oven, semprot, maupun pengering drum tidak merusak kekuatan gel yang terdapat pada filtrat awal bakto agar.

Kekuatan gel yang dihasilkan oleh perlakuan pengering oven merupakan gel yang paling baik diantara semua perlakuan pengeringan. Metode pengeringan dengan menggunakan pengering jenis

oven atau tray merupakan metode pengeringan yang diterapkan pada industri agar-agar. Suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi, sehingga dapat mengurangi kerusakan pada agar-agar. Hasil kekuatan gel yang diperoleh dengan menggunakan pengering semprot tidak jauh berbeda dengan kekuatan gel yang dihasilkan oleh pengering drum. Menurut Buckle (1987), produk yang dihasilkan dengan pengering semprot akan mengalami kerusakan yang kecil karena waktu pengeringan yang singkat dan terjadinya pendinginan pada waktu penguapan yang berlangsung selama pengeringan. Bila kekuatan gel yang dihasilkan antara pengering semprot dan drum tidak terlalu berbeda maka dapat dikatakan bahwa bakto agar mengalami kerusakan yang kecil dan perlakuan pengeringan tidak mempengaruhi kekuatan gel yang dihasilkan.

4.3 Aplikasi Produk Bakto Agar

Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroorganisme, isolasi, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroorganisme, dimana dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada media. Produk bakto agar yang dihasilkan oleh ketiga jenis pengering diaplikasikan dalam pembuatan media pertumbuhan mikroorganisme. Bakto agar dimanfaatkan sebagai agen pembentuk gel. Dalam penggunaannya sebagai agar mikrobiologi, perlu tambahan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Pada penelitian ini, aplikasi pembuatan media dilakukan untuk membuat Nutrient Agar dan Potato Dextrose Agar.

Nutrient Agar (NA) merupakan media umum yang digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme heterotrof. Media ini juga merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak daging, pepton, dan agar. Nutrient Agar merupakan salah satu media umum yang digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Dalam penelitian ini , Nutrient Agar dibuat dengan melarutkan nutrient broth dengan bakto agar 2.5% dalam air hangat. Nutrient broth memiliki kandungan yang sama dengan Nutrient Agar, namun digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme dalam bentuk cair. Gambar 7 memperlihatkan Nutrient Agar yang diperoleh dari penambahan nutrient broth dengan bakto agar konsentrasi 2.5%.

Gambar 7. Nutrient Agar (aplikasi penelitiian)

(Dari kiri ke kanan : perlakuan pengering semprot, drum, oven, dan kontrol bakto Difco) Potato Dextrose Agar (PDA) digunakan untuk menumbuhkan atau mengidentifikasi yeast (khamir) dan kapang. Potato dextrose agar mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga baik untuk pertumbuhan kapang dan

khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri. Dalam penelitian ini, potato dextrose agar dibuat dengan melarutkan Potato dextrose broth dengan bakto agar 2.5% dalam air hangat. Potato dextrose broth memiliki kandungan yang sama dengan potato dextrose agar, namun digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme dalam bentuk cair untuk menumbuhkan induk kapang atau khamir. Gambar 8 merupakan potato dextrose agar yang diperoleh dari penambahan potato dextrose broth dengan bakto agar konsentrasi 2.5%.

Gambar 8. Potato Dextrose Agar (aplikasi penelitian)

(Dari kiri ke kanan : perlakuan pengering drum, oven, semprot dan kontrol bacto Difco) Kejernihan dari bakto agar yang diaplikasikan pada media agar-agar menunjukkan hasil kejernihan yang sedikit keruh dibandingkan dengan kontrol bacto Difco. Hal ini dapat disebabkan bakto agar yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar sulfat yang tinggi dibandingkan dengan bakto agar Difco. Kekeruhan yang terjadi juga dapat disebabkan oleh proses filtrasi atau penyaringan yang tidak maksimal sehingga terdapat beberapa zat pengotor yang ikut masuk pada filtrat bakto agar. Tabel 12 memperlihatkan tingkat kejernihan produk bakto agar pada aplikasinya dalam pembuatan nutrient agar dan potato dextrose agar.

Tabel 12. Tingkat Kejernihan Bakto Agar dalam Tahap Aplikasi

Perlakuan Pengeringan

Tingkat Kejernihan

NB + Bakto Agar PDB + Bakto Agar

Pengering Oven ++++ ++++

Pengering Semprot +++ +++

Pengering Drum ++ ++

Kontrol Bakto Difco +++++ +++++

Keterangan : tanda plus (+) menunjukkan tingkat kejernihan

Kejernihan yang palik baik terdapat pada bakto agar yang dihasilkan oleh jenis pengering oven. Pada jenis pengering oven, kadar sufat yang dihasilkan merupakan kadar sulfat yang paling rendah nilainya dibandingkan dengan kadar sulfat yang dihasilkan oleh bakto agar dari jenis pengering lainnya, sehingga tingkat kejernihannya hampir mendekati kontrol bakto agar Difco.

Bakto agar selanjutnya diujikan pada uji total mikroorganisme (Total Plate Count). Menurut Fardiaz (1992), uji total mikroba pada aplikasi media kultur dilakukan karena mikroorganisme merupakan salah satu kelompok jasad renik yang sangat penting yang berhubungan dengan bahan

enyebabkan perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia

mir. Tabel 13 memperlihatkan jumlah sel E.Coli dan S. cerevisiae pada uji total mikroorganisme.

Ta orga

idak ada pertumbuhan mikroorganisme baik E.coli ataupun

edia

lebih kecil dibandingkan dengan koloni khamir yang d

Perlakuan Pengeringan Jum /g)

NB ar

Jumlah FU/g

pangan pada manusia. Semua mikroorganisme yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Jika mikroorganisme tumbuh pada bahan pangan, mikroorganisme tersebut dapat m

serta cita rasa pangan tersebut.

Pada penelitian ini, media Nutrient Agar digunakan untuk menguji total mikroorganisme pada pertumbuhan bakteri E. coli, sedangkan media Potato Dextrose Agar digunakan untuk menguji total mikroba pada kha

bel 13. Hasil Uji Total Mikro nisme

lah sel E.Coli (CFU + Bakto Ag

sel S. cerevisiae (C )

PDB + Bakto Agar

Pengering Oven 3.1 x 108 a 6.5 x 108 a

Pengering Sempro

Analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa semua perlakuan pengeringan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan E. coli ataupun S. cerevisiae. Jumlah sel

E. coli pada uji total mikroorganisme memiliki jumlah diantara (2.2 - 4.1) x 108 CFU/g. Kontrol

Nutrient Agar, diperoleh jumlah sel E. coli sebesar 4.2 x 108 CFU/g. Pada perlakuan pengering

semprot diperoleh jumlah sel E. coli sebesar 4.1 x 108 CFU/g yang memiliki jumlah sel yang hampir

mendekati kontrol. Jumlah sel S. cerevisiae pada uji total mikroorganisme memiliki jumlah diantara (6.5 – 7.5) x 108 CFU/g. Berdasarkan data hasil pengujian, jenis pengering oven memiliki jumlah sel yang hampir mendekati kontrol. Produk bakto agar yang diaplikasikan pada penelitian ini, sudah mampu menumbuhkan mikroorganisme yang diinginkan. Jumlah sel yang ditunjukkan pada Tabel 9, memperlihatkan bahwa bakto agar dengan konsentrasi 2.5% dan penambahan nutrien dapat

menumbuhkan E. coli dan S. Cerevisiae. Kontrol negatif (bakto agar tanpa diberi tambahan nutrisi

baik PBD atau NB) menunjukkan bahwa t t ar 4.2 x 108 a 5.7 x 108 a Kontrol Negatif - - 4.1 x 108 a 6.9 x 108 a Pengering Drum 2.2 x 108 a 7.5 x 108 a Kontrol Bakto Ag

S. cerevisiae pada saat proses inkubasi.

Hasil Koloni S. cerevisiae terbentuk setelah mengalami inkubasi selama 72 jam pada m

potato dextrose agar. Seri pengenceran induk khamir dilakukan hingga pengenceran seri 10-7. Inokulasi dilakukan dengan metode tuang dengan seri pengenceran 10-6 dan 10-7. Koloni khamir berbentuk bulat, menyebar terpisah, dan memliki ukuran yang cukup besar dibandingkan dengan koloni bakteri E. coli. Koloni bakteri E. coli terbentuk setelah mengalami inkubasi selama 24 jam pada media nutrient agar. Seri pengenceran induk E. coli dilakukan hingga pengenceran seri 10-7. Inokulasi dilakukan dengan metode tuang dengan seri pengenceran 10-6 dan 10-7. Koloni bakteri yang dihasilkan berbentuk bulat, namun ukuran koloni yang

ihasilkan dan dapat dilihat pada Lampiran 11.  

Pada tahap aplikasi, seri pengenceran 10-6 dan 10-7 pada S. cerevisiae ataupun bakteri E. coli sudah dapat menumbuhkan sel mikroorganisme baru dengan terbentuknya koloni pada agar cawan.

Jumlah koloni yang dihasilkan oleh seri pengenceran 10-6 lebih banyak dibandingkan dengan seri

enunjukkan ilai yang hampir mendekati pH netral untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme.

 

yang dihasilkan pada tahap aplikasi ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Dalam tahap aplikasi, produk bakto agar yang dihasilkan oleh ketiga jenis pengeringan sudah dapat menumbuhkan mikroorganisme. Bakto agar yang dihasilkan pada penelitian ini digunakan sebagai pemadat media atau agen gelifikasi media. Penambahan nutrien pada media terbukti dapat menumbuhkan mikroorganisme yang ingin diuji. Pada karakterisasi bahan sebelumnya, telah diujikan bahwa pH pada bakto agar m