• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN SEWA MENYEWA

C. Kekuatan Hukum Perjanjian Sewa Menyewa Antara Penyewa

Perjanjian sewa menyewa rumah di Kampung Jawa, Desa Keudah Kecamatan Kota Raja masih banyak dilakukan dengan sewa menyewa di bawah tangan. Sewa menyewa di bawah tangan ini dilakukan karena berdasarkan saling percaya satu sama lain dan berdasarkan kekeluargaan. Disamping itu untuk melakukan sewa menyewa tersebut tidak memerlukan biaya untuk membuat perjanjian dihadapan pejabat yang berwenang.82

Perjanjian sewa menyewa rumah antara Bapak Marlidon sebagai Penyewa dengan Bapak Said Muktar sebagai pemilik tanah atau yang menyewakan di Kampung Jawa ini hanya dilakukan dengan memakai kertas segel dan tanpa adanya saksi-saksi yang turut serta menandatangani perjanjian sewa menyewa tersebut, perjanjian sewa menyewa ini hanya ditanda tangani oleh Bapak marlidon sebagai

82

pihak penyewa dengan Bapak Said Muktar sebagai pihak yang menyewakan, akan tetapi karena bencana tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang melanda kota Banda Aceh dan sekitarnya termasuk juga terjadi di Kampung Jawa maka segala surat-surat yang berkaitan dengan sewa menyewa tersebut pun telah hilang/musnah akibat bencana tersebut.83

Sementara perjanjian sewa menyewa antara Bapak Mohammad Yatim sebagai salah seorang penyewa dengan Bapak Said Muktar sebagai pemilik tanah di Kampung Jawa ini dilakukan dengan dibuatnya surat perjanjian sewa menyewa dibawah tangan pada selembar kertas, dan kemudian surat perjanjian tersebut ditanda tangani oleh Bapak Muhammad Yatim sebagai penyewa dengan Bapak Said Muktar sebagai pemilik tanah atau pihak yang menyewakan dengan disaksikan oleh istri Bapak Muhammad Yatim yang juga turut menandatangani perjanjian sewa menyewa tersebut, akan tetapi surat perjanjian sewa menyewa tersebut pun telah hilang atau musnah karena bancana alam tsunami tersebut.84

Berdasarkan hasil penelitian, perjanjian sewa menyewa yang terjadi di Kampung Jawa merupakan perjanjian yang sah artinya perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang sehingga ia diakui oleh hukum. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian itu tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata dengan sendirinya berlaku juga bagi sahnya suatu perjanjian.

83

Wawancara dengan Bapak Marlidon, salah seorang penyewa, pada tanggal 8 Oktober 2009

84

Wawancara dengan Bapak Mohammad Yatim, salah seorang penyewa, pada tanggal 9 Oktober 2009

Merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber dari perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagai mana dikehendaki oleh mereka.

Maka dengan demikian perjanjian sewa menyewa yang dibuat oleh para pihak tersebut diatas meskipun dilakukan di bawah tangan diakui oleh hukum dan merupakan undang-undang bagi mereka yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut, hal ini sesuai dengan yang dimaksud dalam pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya sehingga perjanjian sewa menyewa antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa di kampung jawa tersebut merupakan suatu perjanjian yang sah dan mengikat para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian sewa menyewa tersebut.

Sementara dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman juga menyebutkan didalam pasal 12 ayat (3) bahwa penghunian rumah dengan cara sewa menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, hal ini berarti bahwa perjanjian sewa menyewa boleh saja dilakukan dibawah tangan tidak harus dengan akta otentik asal saja dibuat secara tertulis diantara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Selanjutnya dalam Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 disebutkan lagi bahwa pihak penyewa wajib untuk menaati berakhirnya

batas waktu sesuai dengan perjanjian tertulis dan apabila setelah lewat jangka waktu pihak penyewa tidak bersedia meninggalkan rumah yang disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian sewa menyewa tersebut maka penghunian dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta bantuan instansi Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya, hal ini sesuai dengan yang diatur dalam pasal 12 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, untuk itu apabila penyewa tidak mau meninggalkan rumah yang disewa setelah lewat jangka waktu sewa maka pihak yang menyewakan dapat meminta bantuan pihak kepolisian untuk memaksa pihak penyewa pergi dari rumah yang disewa dan segala biaya pengosongan yang berkaitan dengan itu menjadi tanggungan pihak penyewa. Kemudian lagi dalam pasal 12 ayat (6) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 juga menyebutkan bahwa sewa menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-Undang ini dinyatakan telah berakhir dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.

Berdasarkan uraian diatas maka meskipun perjanjian sewa menyewa tersebut tidak dilakukan dihadapan seorang pejabat yang berwenang. Namun demikian perjanjian sewa menyewa tersebut diakui oleh hukum dan merupakan undang-undang bagi mereka yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut. Akan tetapi bila dibandingkan dengan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna yang berarti bahwa untuk membuktikan akta itu sempurna atau tidak maupun benar atau tidaknya akta itu cukup dibuktikan dengan akta itu sendiri, dengan

kata lain tidak memerlukan pembuktian dengan alat bukti lainnya sedangkan akta dibawah tangan ini mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari pihak-pihak yang membuatnya artinya kekuatan akta dibawah tangan ini dapat dipersamakan kekuatannya dengan akta otentik bila dalam hal pembuktiannya oleh para pembuat akta dibawah tangan mengakui atau membenarkan bahwa merekalah yang menandatangani akta dibawah tangan tersebut, oleh karena itu perbedaan antara akta dibawah tangan dengan akta otentik adalah terletak pada ada atau tidaknya campur tangan dari pihak yang berwenang.

Dokumen terkait