Pembagian kelas kata dalam penelitian ini mengikuti sistem dan prinsip pembagian kelas kata yang disampaikan oleh Kridalaksana. Kridalaksana (2009: 22) mempergunakan istilah verba, adjektiva, nomina, dan seterusnya. Penyebutan kelas kata dengan kata kerja, kata benda, dan kata sifat agak dikesampingkan. Penyebutan tersebut dihindari karena lebih bersifat ekstralingual.
Kridalaksana memberikan alasan yang sangat logis mengenai hal tersebut. Pertama, penggunaan istilah kerja akan memberi sugesti bahwa kategorisasi hanya sampai pada batas kata padahal tataran di atasnya juga perlu pengkategorisasian yang serupa. Kedua, pemakaian istilah verba, nomina, dan adjektiva akan memudahkan dalam pembentukan istilah turunan seperti verbalisasi, nomina deverbal, verba deadjektival, dan semacamnya. Ketiga, istilah benda, kerja, sifat merupakan istilah kategori pada ranah kehidupan di luar bahasa. Istilah verba, nomina, dan adjektiva merupakan istilah yang berlaku dalam gramatika.
Pembagian kelas kata yang diberikan oleh Kridalaksana yakni (1) verba, (2) adjektiva, (3) nomina, (4) pronominal, (5) numeralia, (6) adverbial, (7) interogativa, (8) demonstrativa, (9) artikula, (10) preposisi, (11) konjungsi, (12) kategori fatis, dan (13) interjeksi. Pembagian kategori kelas kata oleh Kridalaksana dipilih dengan alasan kelengkapan dan cakupan yang luas. Namun, kategori kelas kata dalam BSDSB -terutama dalam kajian derivasi ini- tentu
tidak mencakup seluruh kategori yang telah dikemukakan di atas. Kategori kelas kata dalam BSDSB yang menjadi bagian pembahasan dalam penelitian ini hanya mencakup verba (V), nomina (N), adjektiva (A), numeralia (Num.), pronomina (Pron.), dan adverbia (Adv.). Adapun penjelasan dari masing-masing kategori kelas kata tersebut sebagai berikut.
1.6.8.1 Verba
V merupakan salah satu kategori kelas kata yang dapat didampingi kata tidak dalam konstruksi frase dan tidak dapat didampingi oleh preposisi di, ke, dari, sangat, lebih, dan agak (Kridalaksana, 2008:254). Secara morfologis V dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni V dasar dan V turunan. V dasar merupakan V yang belum dilekati oleh afiks tertentu seperti lari, makan, tidur, dan bangun sedangkan V turunan merupakan V yang telah dilekati afiks tertentu dalam proses afiksasi seperti bentukan berlari, memakan, meniduri, dan membangunkan.
Berdasarkan konsep sintaksis, V bertindak sebagai bagian yang paling penting dan dominan dalam konstruksi kalimat. Setiap konstruksi kalimat hampir mewajibkan kehadiran V sebagai konstituennya. Hadirnya V juga menjadi patokan hadirnya N sebagai argumen pendampingnya. Sebagai konstituen yang biasanya mengisi fungsi predikat, V berhak menentukan konstituen di sebelah kiri dan kanannya termasuk jumlah konstituen tersebut. Hal inilah yang dimaksud dengan transitivitas V dalam sintaksis.
Sifat V dalam BSDSB hampir sama dengan sifat V dalam BI. Pengujian sebuah bentuk yang tergolong V dalam BSDSB dilakukan dengan menambahkan kata muntu ‘sedang’ di depan V pada kalimat deklaratif dan menambahkan kata ngaro ‘tolong’ di depan V pada kalimat imperatif. Secara morfologis, pengujian V juga dapat dilakukan dengan meletakkan negasi nongka ‘tidak’ di depan V tersebut. Beberapa contoh V dalam BSDSB
berupa bentuk dasar seperti mole ‘pulang’ dan berupa bentuk turunan seperti balangan ‘berjalan’.
1.6.8.2 Nomina
N merupakan kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari (Kridalaksana, 1994: 68). Alwi dkk. (2003: 213) secara lebih lengkap menyebutkan bahwa kelas kata N dapat ditelusuri dengan melihatnya dari sudut pandang sintaksis, segi semantis, dan segi bentuk. Dari segi semantis, N merupakan kata-kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Kata-kata tersebut seperti kucing, guru, meja, dan kebangsaan.
Selanjutnya, dari segi sintaksis, N dapat ditentukan berdasarkan beberapa ciri seperti (1) dalam kalimat yang predikatnya V, N cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap seperti bunga pada kalimat Bunga itu ditanam sebulan lalu; (2) N tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak tetapi dapat diingkarkan dengan kata bukan seperti pada konstruksi *tidak semut seharusnya bukan semut; (3) N umumnya dapat diikuti oleh kelas kata A, baik secara langsung maupun diantarai oleh kata yang seperti buku pada frase buku yang baru. Kemudian, dari segi bentuknya secara morfologis, N dibagi menjadi N yang berbentuk dasar dan N yang berbentuk turunan.
Peneliti BSDSB, Seken dkk. (1990: 105) menggolongkan N sebagai semua kata yang menunjukkan benda atau yang dibendakan. Dalam hal ini, Seken dkk. membagi N menjadi N dasar dan N turunan. N dasar dicontohkan dengan morfem dasar seperti bale ‘rumah’, rau ‘ladang’, tepung ‘jajan’, dan kebo ‘kerbau’. N turunan dicontohkan dengan bentuk kompleks
seperti kangada ‘perihal ada’, parenti ‘pegangan’, dan rasate ‘keinginan’. Pengujian terhadap N dalam BSDSB dapat dilakukan dengan menambahkan negasi siong ‘bukan’ di depan N.
1.6.8.3 Adjektiva
A merupakan kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) mempunyai ciri-ciri morfologis seperti -er (honorer), -if (sensitif), -i (alami), atau (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an seperti adil – keadilan, halus – kehalusan, dan yakin – keyakinan (Kridalaksana, 1994: 59).
Alwi dkk. (2003: 171) menyatakan bahwa A merupakan kata yang menjadi keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh N dalam kalimat. A yang menjadi keterangan yang dimaksud itu berfungsi atributif. Keatributifannya memberi keterangan tingkat kualitas atau keanggotan dalam suatu golongan. Beberapa contoh kata yang memberikan kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan itu seperti berat, merah, kecil, bundar, gaib, dan ganda. Selanjutnya, A juga dapat berfungsi sebagai predikat dalam kalimat. Fungsi tersebut dapat mengacu ke suatu keadaan tertentu seperti mabuk, sakit, basah, baik, dan sadar.
Alwi dkk. (2003) juga menyatakan bawah A juga dapat dicirikan oleh kemungkinannya menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan N yang diterangkannya seperti penegasan dengan kata sangat dan agak sebelum A. Adapun tingkat bandingan lainnya dinyatakan dengan pemakaian kata lebih dan paling.
Seken dkk. (1990: 109-110) menyebutkan bahwa secara semantis A merupakan kata yang menunjukkan sifat atau keadaan (keadaan benda atau kejadian). Secara morfologis, A tidak terlalu dapat didentifikasikan lebih jauh sedangkan secara sintaksis A adalah unsur inti
frase adjektiva. Adapun contoh A dalam BSDSB seperti morfem dasar angat ‘hangat’, lesik ‘kotor’, peno ‘banyak’, dan puti ‘putih’ dan bentuk kompleks seperti rangkonye ‘suka cerewet’ dan ranilik ‘suka mengintip’. Pengujian terhadap A sendiri dalam BSDSB dapat dilakukan dengan menambahkan adverbia keras ‘sangat’ dan paling ‘paling’ di depan A tersebut.
1.6.8.4 Numeralia
Num merupakan kategori yang dapat (1) mendampingi N dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi Num lain, dan (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat (Kridalaksana, 1994: 79).
Alwi dkk. (2003: 275) menyebut Num sebagai kata bilangan yang digunakan untuk menghitung jumlah wujud seperti orang, binatang, atau barang dan konsep. Contoh Num seperti lima, setengah, dan beberapa pada frase lima orang, beberapa kesempatan, dan setengah hari. Alwi dkk. membagi dua jenis Num yakni (1) Num pokok, yang memberi jawaban atas pertanyaan “Berapa?” dan (2) Num tingkat, yang memberi jawaban atas pertanyaan “Yang ke berapa?”.
Kategori Num sulit diidentifikasikan secara semantis dan morfologis dalam BSDSB. Kategori ini hanya jelas jika sifatnya diidentifikasikan secara sintaksis. Beberapa contoh kategori Num dalam BSDSB seperti sai ‘satu’, empat ‘empat’, sapulu ‘sepuluh’ sebagai contoh dari Num. pokok dan kabalu ‘kedelapan’ dan kalima ‘kelima’ sebagai Num tingkat.
1.6.8.5 Adverbia
Adv merupakan kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis (Kridalaksana, 1994: 81). Alwi dkk. (1990: 197) menyebutkan bahwa perlunya pembedaan antara Adv Pada tataran frase dengan Adv Pada
tataran klausa. Pada tataran frase, Adv adalah kata yang menjelaskan V, A, atau Adv lain seperti pada contoh Adv sangat menjelaskan V pada kalimat Ia sangat mencintai istrinya, Adv selalu menjelaskan A pada kalimat Ia selalu sedih setelah kepergian pamannya, dan Adv hampir menjelaskan Adv pada kalimat Ia hampir selalu dimarahi oleh gurunya.
Pada tataran klausa, Adv bertindak menjelaskan fungsi-fungsi sintaksis. Oleh karena itu, fungsi yang sering diwatasi oleh Adv biasanya adalah fungsi predikat. Predikat dalam BI biasanya diisi oleh kategori seperti V dan A. Namun, Adv juga dapat bertindak dalam mewatasi beberapa kategori lainnya dalam fungsi sintaksis selain kategori pada fungsi predikat tersebut. Kategori yang dimaksud seperti mewatasi N misalnya Adv saja dalam konstruksi Guru saja tidak dapat menjawab pertanyaan ini dan mewatasi Num. seperti dalam konstruksi Saya hampir sepuluh kali tenggelam dalam kali itu.
Contoh Adv dalam BSDSB hampir sama dengan yang terdapat dalam BI. Adapun contoh Adv dalam BSDSB seperti bentuk muntu ‘sedang’, nopoka ‘belum’, dan tone ‘tadi’. Namun, dalam BSDSB kategori Adv tidak terlalu banyak yang dapat disertakan dalam proses morfologis terkait pembentukan kata.