• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chafe (1970: 96) menyatakan bahwa kedudukan V dengan melihat sifat-sifat semantisnya adalah sentral dalam sebuah konstruksi sintaksis. Chafe mengakui bahwa dalam sebuah konstruksi selalu terdapat beberapa elemen yang membentuknya. Elemen yang disebut oleh Chafe tersebut adalah elemen berupa predicate yang bersifat sentral dan elemen yang mendampingi predicate yang disebut elemen peripheral –Chafe menyebut V sebagai predicate dan N sebagai peripheral–. Selanjutnya, Chafe mengunakan istilah V sebagai predicate dan N sebagai argument. Kedudukan V yang bersifat sentral bersifat menentukan keberadaan argumen pendampingnya.

Sampai pada tahap ini, penting untuk diketahui beberapa sifat semantis V sebagai sentral yang disebut oleh Chafe tersebut. Chafe membagi sifat-sifat semantis V menjadi beberapa subkelas. Chafe (1970: 95-104) pada awalnya, membagi empat subkelas V menjadi (1) V keadaan (state), (2) V proses (process), (3) V aksi (action), dan (4) V aksi proses (action and process).

V keadaan (state) dapat diidentifikasi sebagai V yang menyatakan keadaan tertentu seperti kering, patah, dan mati. V proses dapat diidentifikasi dengan pengajuan pertanyaan ‘apa yang terjadi pada N’. V proses ini menyatakan perubahan keadaan sebuah N seperti mengering, meluas, dan bertambah. Selanjutnya, V aksi dapat diidentifikasi dengan

pengajuan pertanyaan ‘apa yang dilakukan oleh N’. Artinya, V aksi selalu menunjukkan perbuatan V-nya seperti bernyanyi, berlari, dan tertawa. Terakhir, V yang mengandung sifat aksi sekaligus proses yang disebut V aksi-proses dapat diidentifikasi dengan pengajuan pertanyaan ‘apa yang dilakukan N dan apa yang terjadi pada N’. V aksi-proses ini merupakan V yang berwatak transitif sehingga mewajibkan kehadiran dua buah N atau argumen. Argumen (N) pertama mengisi fungsi subjek dan argumen (N) kedua mengisi fungsi objek. V aksi-proses ini seperti menatap, memukul, dan membuang.

Berikutnya, Chafe (1970: 101-102) menyatakan adanya sifat semantis V yang disebutnya sebagai V ambien (ambient). V ambien yang disebut Chafe merupakan V yang berupa predikat dalam bahasa Inggris seperti It’s hot, It’s late, dan It’s Tuesday. Kehadiran argumen It pada konstruksi tersebut oleh Chafe disebut sebagai argumen yang hadir hanya pada struktur permukaan saja tanpa memiliki sifat tertentu dalam struktur semantis.

Tampubolon (dalam Suhandano 1991: 15) tidak mengakui adanya V ambien karena fenomena semacam It oleh Chafe sebelumnya tidak terdapat dalam semua bahasa termasuk BI. Namun, argumen It yang disampaikan oleh Chafe tersebut juga menyatakan sesuatu yang dapat digolongkan sebagai penderita ketika mendampingi predikat dalam konstruksi. Oleh karena itu, Tampubolon juga mengakui –karena argumen pendamping V proses dan V keadaan adalah berperan penderita– adanya V ambien proses dan V ambien keadaan. Dengan demikian, pembagian subkelas V yang disampaikan oleh Chafe menjadi enam yakni (1) V keadaan, (2) V proses, (3) V aksi, (4) V aksi-proses, (5) V ambien keadaan, dan (6) V ambien proses.

Dardjowidjojo (1993: 114) juga menggunakan pendekatan yang digariskan oleh Chafe dalam tulisannya. Dardjowidjojo –dengan mengikuti pandangan Chafe– juga menekankan kesentralan kata kerja (V) yang sangat mempengaruhi kehadiran dan sifat N

yang mendampinginya. Selanjutnya, kata kerja oleh Dardjowidjojo dibagi menjadi kata kerja yang meliputi keadaan, proses, perbuatan, dan pengrasaan (eksperiential).

Dalam pada itu, Dardjowidjojo juga menjelaskan bahwa kata kerja keadaan merupakan kata kerja yang menyatakan seseorang dalam keadaan tertentu. Kata kerja proses disebutnya sebagai kata kerja yang memperlihatkan perubahan keadaan. Kata kerja proses ini dapat menjawab pertanyaan ‘apa yang terjadi pada kata benda’. Kemudian, kata kerja perbuatan merupakan kata kerja yang menyatakan perbuatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang. Kata kerja perbuatan merupakan kata kerja yang dapat menjawab pertanyaan ‘apa yang dilakukan oleh kata bendanya. Terakhir, kata kerja pengrasaan merupakan kata kerja yang menyebabkan seseorang mengalami periatiwa atau keadaan tertentu di luar kemampuannya.

Berikutnya, senada dengan Chafe, Dardjowidjojo juga menyatakan kesentralan kata kerja yang menentukan kehadiran kata benda yang mendampinginya memiliki hubungan-hubungan di antara keduanya. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan-hubungan mengenai sifat atau peran kata benda ketika mendampingi kata kerja. Peran kata tersebut seperti peran pelaku, yakni peran kata benda yang memelatuk suatu perbuatan; peran penderita, yakni peran kata benda yang menderita keadaan tertentu yang disebutkan oleh kata kerjanya; dan peran pengrasa, yakni peran kata benda yang merasakan kejadian atau fenomena tertentu (1993: 116).

Ahli berikutnya yang membahas sifat semantis kata kerja serta hubungannya dengan kata benda adalah Samsuri. Samsuri (1991: 352-360) –dengan berpedoman pada teori Chafe– merumuskan berbagai sifat semantis V dalam BI. Berbeda dengan Chafe yang menggariskan adanya 6 sifat semantis V dalam bahasa Inggris, Samsuri merumuskan 8 sifat semantis V yang dimungkinkan dalam BI –Samsuri menyebut sifat semantis sebagai satuan semantis–.

Satuan semantis yang dirumuskan oleh Samsuri yakni (1) keadaan, seperti kering, mati, dan erat; (2) proses, seperti mengering, memecah, dan menebal; (3) kegiatan, seperti lari, menyanyi, dan membaca; (4) proses kegiatan, seperti mengeringkan dan membunuh; (5) keadaan sekitar, seperti panas, malam, dan Sabtu; (6) kegiatan sekitar, seperti hujan dan banjir; (7) kegiatan refleksif, seperti bercukur dan berdandan; serta (8) kegiatan jamak, seperti bergocoh dan bertinju. Satuan semantis (1) – (6) terlihat sama dengan yang telah digariskan oleh Chafe. Tambahan sesuai data dalam BI terlihat pada (7) dan (8).

Selanjutnya, sifat semantis V pada BI juga disampaikan oleh Ermanto (2008). Ermanto (2008: 78-79) memodifikasi pembagian V oleh Chafe dengan maksud menyesuaikannya dengan sifat semantis V pada BI. Ermanto memodifikasi pembagian subkelas V menjadi (1) V keadaan yang terbagi menjadi dua yakni V keadaan dan V keadaan perasaan, (2) V proses, (3) V perbuatan, dan (4) V tindakan.

Adapun uraian Ermanto terkait dengan fitur-fitur semantis yang membedakan subkelas V hasil modifikasi tersebut sebagai berikut.

________________________________________________________________________ No. Subkelas V Fitur Semantis Transitivitas Fungsi dan Peran

________________________________________________________________________________ 1 V Keadaan:

V Keadaan ‘keadaan situasi V intransitif S= objektif/pengrasa

objektif’ Ia ada di rumah.

V Keadaan Perasaan ‘keadaan, perasaan, Ayah cinta kepada Ani. pengrasa’

_______________________________________________________________________________ 2 V Proses ‘kejadian, proses, V intransitif S= objektif/pengalam

objektif’ Gela situ jatuh. (Inannimate)

‘kejadian, proses Adik jatuh. (Annimate) pengalam’

________________________________________________________________________________ 3 V Perbuatan ‘perbuatan, aktor’ V Intransitif S= aktor

Anak itu sudah pulang. ________________________________________________________________________________

4 V Tindakan ‘agen, tindakan, V Transitif S= agen O= pasien

pasien’ Polisi memukul penjahat.

Ayah mengangkat batu. ________________________________________________________________________________

Ermanto mengidentifikasi makna yang dikandung oleh V hampir sama dengan beberapa ahli sebelumnya. V keadaan diidentifikasi dengan pengajuan pertanyaan ‘subjek dalam keadaan apa’. V perbuatan diidentifikasi dengan pengajuan pertanyaan ‘apa yang dilakukan oleh subjek’. V proses diidentifikasi dengan pengajuan pertanyaan ‘apa yang sedang terjadi pada subjek’. V tindakan diidentifikasi dengan pengajuan pertanyaan ‘apa yang dilakukan subjek terhadap objek’.

Dengan merujuk kepada teori tersebut, perubahan yang derivasional tanpa mengubah kategori kelas kata dapat dijelaskan. Penjelasan yang dimaksud tentunya dengan penjelasan perubahan identitas leksikal berupa pengujian fitur semantisnya. Sebagaimana secara khusus pada V perubahan identitas leksikal dapat ditentukan berdasarkan pembagian subkelas katanya.

Berdasarkan subkelas itu pula dapat dijelaskan bahwa perubahan yang derivasional dapat mengubah subkelas V keadaan, V proses, dan V perbuatan (V intransitif) menjadi V tindakan (V transitif) seperti pada morfem dasar ada, pecah, dan pulang → adakan, pecahkan, pulangkan. Begitu pula sebaliknya dapat mengubah V tindakan menjadi V perbuatan seperti pada ajar → belajar. Selain itu, derivasi yang mempertahankan kategori kelas kata juga dapat menambahkan fitur-fitur semantis yang lain seperti benefaktif, direktif, iteratif, resiprokal, dan semacamnya seperti pada bentukan beli (V tindakan) → belikan (V tindakan benefaktif) (lihat Ermanto, 2008: 80-83).

Akhirnya, keseluruhan uraian sifat semantis V yang telah diuraikan di atas berada dalam satu prinsip yang sama. Dengan demikian, uraian sifat semantis yang digunakan dalam

penelitian ini dalam rangka membahas BSDSB adalah sifat semantis yang telah diuraikan oleh Ermanto. Penelitian ini menggunakan istilah makna V untuk menyebut pembagian V oleh Chafe yang telah dimodifikasi oleh Ermanto. Pemilihan tersebut didasarkan pada kemudahan dalam pengklasifikasian serta kesamaan maksud penelitian yang lebih dominan membahas makna V turunan atau V bentuk kompleks.

Dokumen terkait