• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7.1 Metode Penyediaan Data

Penyediaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan fenomena kebahasaan yang menyuratkan bentuk-bentuk kompleks dalam morfologi BSDSB. Bentuk kompleks yang dikumpulkan adalah bentuk yang dapat dipecahkan menjadi beberapa bagian yakni bagian berupa afiks dengan bagian yang berupa bentuk dasar dalam BSDSB. Kedua bentuk inilah yang menjadi bahan dalam kajian penelitian ini.

Pengumpulan bentuk itu direalisasikan dengan berbagai cara. Di antaranya dengan menyimak fenomena kebahasaan baik lisan maupun tulisan yang digunakan oleh para penutur BSDSB. Kegiatan yang demikian itu disebut dengan metode simak dalam tahapan penyediaan data. Selanjutnya, penyimakan dilakukan dengan teknik sadap yang beroperasi dengan melakukan penyadapan terhadap kegiatan berbahasa para penutur. Penyadapan dilakukan dengan tanpa terlibat dalam suasana percakapan penutur tersebut. Artinya, peneliti hanya hadir dalam momentum kegiatan berbahasa para penutur tanpa terlibat langsung melakukan percakapan (Sudaryanto, 1993: 133).

Selain data-data yang diperoleh dari metode simak, penelitian ini juga memanfaatkan metode introspektif sebagai lumbung data. Mahsun (2012: 104) menyebut metode ini sebagai metode penyediaan data melalui kekuatan intuisi kebahasaan seorang peneliti yang kebetulan meneliti bahasa yang menjadi bahasa ibunya sendiri. Sebagaimana disebutkan, metode ini digunakan karena peneliti merupakan penutur asli bahasa yang diteliti. Namun, pelaksanaan metode ini juga tetap melibatkan informan demi menjaga objektivitas data. Maksudnya, data-data yang diciptakan oleh peneliti tidak sekadar diterima kemudian langsung digunakan sebagai bahan analisis. Data-data tersebut kembali ditanyakan kepada informan yang tepercaya sebagai validator. Perlakuan yang demikian semata-mata demi keobjektifan data yang akan dianalisis (Djajasudarma, 2006: 19).

Di atas telah disebutkan bahwa metode introspektif menjadi salah satu yang sangat diandalkan dalam penyediaan data. Implikasinya adalah keharusan melakukan proses validasi kepada informan tepercaya yakni penutur BSDSB itu sendiri. Dengan demikian, metode cakap dengan teknik dasar pancing juga harus dilakukan untuk mendukung pelaksanaan seluruh proses tersebut. Metode cakap digunakan atas keharusan terlibatnya peneliti dalam berkomunikasi langsung dengan informan dalam rangka memvalidasi data. Percakapan

dilakukan selain menanyakan kembali data yang telah dibuat dalam bentuk instrumen juga melakukan pancingan-pancingan untuk memunculkan data baru. Data-data baru yang luput dari ciptaan peneliti itu kemudian dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel data yang telah disediakan (Mahsun, 2012: 95-96).

1.7.2 Metode Penganalisisan Data

Model analisis yang digunakan dalam rangka penganalisisan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan variabelnya yakni derivasi. Data-data berupa kata kompleks yang telah tersedia pada tabel data kemudian diklasifikasikan dengan memisahkan morfem afiks dengan bentuk dasarnya. Morfem afiks dimasukkan ke dalam tabel tersendiri dan bentuk dasar juga dimasukkan ke dalam tabel tersendiri. Bentuk dasar itu kemudian diberi keterangan berupa kategori kelas katanya. Keterangan kategori kelas kata diberikan kepada bentuk dasar yang menjadi dasar bentukan sebelumnya juga kepada bentuk kompleks sebagai akibat bergabungnya morfem afiks. Hal ini dilakukan untuk mengecek peristiwa yang mengubah kategori kelas kata dengan yang mempertahankan kategori kelas kata.

Setelah seluruhnya diberi keterangan kategori kelas kata, selanjutnya, dilakukan tes atau pengujian perubahan identitas leksikal yang diajukan oleh Verhaar (1975, dalam Ermanto, 2008: 112). Pengujian ini dimaksudkan sebagai penentu penggolongan proses mana yang termasuk derivasi dan proses mana yang termasuk infleksi. Hal ini berdasarkan pada landasan teori yang telah digariskan bahwa penentuan derivasi ataukah infleksi adalah melalui indikator berubah atau tidaknya identitas leksikal.

Adapun pengujian perubahan identitas leksikal tersebut dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: (1) tes kategori kelas kata, (2) tes penguraian fitur semantis (dekomposisi leksikal oleh Verhaar), dan (3) tes struktur sintaksis. Ketiga tes tersebut dilalui bertahap

sesuai dengan urutannya. Jika tes pertama terpenuhi, sudah dapat dipastikan bahwa proses tersebut merupakan derivasi (dikarenakan jelasnya perubahan kategori kelas kata). Jika tes pertama meragukan (terdapat kategori kelas kata yang serupa), tes kedua dengan penguraian fitur-fitur semantis dilakukan untuk menjelaskan perbedaan identitas leksikal. Selanjutnya, tes ketiga berupa pengujian menggunakan konstruksi sintaksis hanya bersifat memantapkan keputusan.

Dengan maksud memperjelas maksud di atas, tes kategori kelas kata (1) dilakukan pertama kali untuk menentukan perubahan kategori kelas katanya. Jika kategori kelas kata berubah misalkan pada bentukan lukit (N) ‘kulit’ → balukit (V) ‘berkulit’, proses tersebut langsung dikategorikan ke dalam proses yang derivasional mengingat perubahan kategori kelas kata berimplikasi pada perubahan identitas leksikal.

Selanjutnya, jika ditemukan perubahan yang tidak mengubah kategori kelas kata (kelas kata dipertahankan seperti V→V), tes kedua (2) harus dilakukan yakni dengan melakukan uji penguraian fitur semantis antara dasar dengan turunan. Jika fitur semantis antara dasar dan turunannya ditemukan perbedaan, perubahan tersebut tergolong derivasional. Sementara, jika fitur semantisnya terlihat serupa serta tidak terjadi perubahan, perubahan tersebut tergolong infleksional. Hal ini didasarkan pada perubahan fitur-fitur semantis berbanding lurus dengan berubahnya makna dan referen (identitas leksikal) antara dasar dan turunan. Berikutnya, tes ketiga (3) yang menggunakan konstruksi sintaksis diperlukan untuk memerikan sifat bentuk dasar menjadi bentuk turunan karena pelekatan afiks tertentu.

Dengan maksud memperjelas ketiga tes di atas, data-data berikut ini disajikan.

(1) guru ‘guru’ (N) → (V) baguru ‘berguru’

(2) lukit ‘kulit’ (N) → (V) balukit ‘berkulit’

(4) tanam ‘menanam’ (V) → (V) nanam ‘kegiatan menanam’

(V-T Tindakan) (V-I Perbuatan)

Data tersebut memperlihatkan bentuk dasar tokal, lukit, do, dan pulu masing-masing merupakan V, N, dan A berbeda dengan turunannya yakni katokal, balukit, baredo, dan rapulu yang seluruhnya berupa V pada (1) – (3). Perbedaan kategori kelas kata pada oposisi tersebut membuktikan adanya perbedaan identitas leksikal. Dengan demikian, oposisi tersebut digolongkan ke dalam perubahan yang derivasional. Sejalan dengan itu, afiks {ba-} dalam proses tersebut merupakan afiks yang derivasional.

Begitu juga dengan oposisi tanam >< nanam pada (4) yang memperlihatkan perubahan identitas leksikal dari V yang berwatak transitif dan bermakna tindakan sehingga mewajibkan kehadiran peran agen (pelaku) dan pasien (penderita) berubah identitasnya menjadi V yang berwatak intransitif serta bermakna perbuatan sehingga hanya mewajibkan kehadiran peran agen saja. Oposisi tersebut tidak memperlihatkan perubahan kategori kelas kata tetapi identitas leksikalnya berubah berdasarkan uji penguraian fitur semantis. Dengan demikian, perubahan tersebut digolongkan derivasi. Dalam pada itu, afiks {N-} dalam proses tersebut merupakan afiks derivasional.

Agar lebih mantap, pengujian dengan tes ketiga menggunakan konstruksi kalimat juga dapat dilakukan seperti pada konstruksi kalimat (13) dan (13a) berikut ini.

(13) Bibi muntu tanam baso pang keban. S: Pel. Asp. P: V-TT O: Pen Ket.

Bibi sedang menanam jagung di kebun. (13a) Bibi muntu nanam pang keban.

S: Pel. Asp. P: V-IP Ket.

V tanam ‘menanam’ pada konstruksi (13) merupakan V yang berwatak transitif serta bermakna tindakan. Karena bermakna tindakan, V pada konstruksi tersebut mengharuskan kehadiran argumen pengisi subjek dan argumen pengisi objek sekaligus. Sementara itu, pada konstruksi (13), V yang menduduki fungsi predikat merupakan V yang bermakna perbuatan sehingga berwatak intransitif. Hal ini menyebabkan V tersebut hanya membutuhkan sebuah argumen pendamping yang mengisi fungsi subjek. Dengan demikian, kedua oposisi tersebut digolongkan sebagai derivasi karena telah berbeda identitas leksikalnya.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Penganalisisan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini terkait penyajian hasil penganalisisan data yakni metode informal dan metode formal. Metode informal dimaksudkan sebagai metode yang menyajikan kaidah-kaidah hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa (periksa Sudaryanto, 1995:145). Dengan langsung membaca, orang akan langsung paham maksud yang tengah disampaikan.

Metode formal dimaksudkan sebagai metode yang menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang (Mahsun, 2007:123). Aplikasi metode formal dalam penelitian ini berisi beberapa lambang morfem berupa {…} seperti pada {ba-}, tanda-tanda tertentu dalam pengkaidahan seperti “→” untuk melambangkan “menjadi atau hasil” serta ‘….’ sebagai pengapit padanan dalam bahasa Indonesia dan sebagainya.

Dokumen terkait