• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. KELEKATAN

1. Definisi

Secara umum, kelekatan didefinisikan sebagai sebuah ikatan emosional yang sangat penting antara bayi dan pengasuhnya (Armsden & Greenberg, 1987). Menurut Ainsworth, kualitas kelekatan diartikan sebagai sensitivitas dan responsivitas figur kelekatan dalam berperilaku dan berinteraksi dengan individu (dalam Armsden & Greenberg 1978).

Kelekatan yang terbentuk dari pola pengasuhan orang tua akan sangat mempengaruhi kehidupan individu di tahap perkembangan berikutnya (Fabes, Leonard, Kupanoff, & Martin, 2001).

2. Aspek-aspek Kelekatan a) Kepercayaan

Kepercayaan adalah sikap yang menganggap suatu pemahaman merupakan hal yang baik dan benar (Ishak, Yunus, & Iskandar, 2010). Kepercayaan dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam menjalin hubungan interpersonal (Larzelere & Huston, 1980). Kepercayaan memunculkan perasaan aman dan keyakinan bahwa orang lain akan membantu atau memenuhi kebutuhannya saat dibutuhkan. Bayi membangun kepercayaan melalui proses belajar. Keberadaan figur kelekatan dalam memenuhi kebutuhan bayi menjadi sarana bagi bayi untuk mengembangkan kepercayaan. Kualitas kepercayaan bergantung pada seberapa sensitif seorang ibu terhadap kebutuhan anaknya dan seberapa konsistennya ibu dalam memenuhi kebutuhan anak (Ishak, Yunus, & Iskandar, 2010). Armsden & Greenberg (1987) menyatakan bahwa kepercayaan yang terbentuk akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan berikutnya. b) Komunikasi

Komunikasi adalah cara individu untuk berhubungan dengan individu lain. Komunikasi yang efektif antara individu dan

pengasuhnya menjadi salah satu hal yang penting dalam perkembangan kelekatan yang aman (Ishak, Yunus, & Iskandar, 2010). Komunikasi yang baik dapat mengembangkan kepercayaan dan perasaan dapat dipercaya antara dua individu yang saling berinteraksi. Komunikasi individu dan bayi akan membentuk internal working models individu dalam menghadapi lingkungan dan ikatan emosional (Bretherton, 1990).

c) Alienasi

Alienasi atau keterasingan disebabkan adanya pengabaian yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak. Pada masa anak-anak, figur yang diharapkan hadir tidak hadir karena sibuk dengan pekerjaan atau karena hal lain sehingga anak akan merasa tertolak dan tidak diharapkan. Alienasi berkaitan erat dengan penghindaran dan penolakan seperti amarah, tidak bertanggung jawab, dan ketidak-konsistenan hadirnya pengasuh pada bayi. Alienasi yang dilakukan oleh orang tua berperan penting dalam terbentuknya kelekatan anak (Lowenstein, 2010).

3. Macam-macam Kelekatan dan Dampaknya

Berdasarkan tiga komponen kelekatan (Kepercayaan, Komunikasi dan Alienasi), Armsden & Greenberg (1987) menyatakan bahwa kelekatan dapat dikategorikan menjadi dua kategori kelekatan, sbb:

a) Kelekatan aman yang tinggi

Individu dikategorikan dalam kelompok yang memiliki kelekatan aman yang tinggi apabila skor alienasi tidak tinggi, dan skor kepercayaan dan komunikasi berada pada level medium. Hal ini dikarenakan pentingnya teori yang dinyatakan oleh Bowlby terhadap kepercayaan dalam hubungan kelekatan. Dalam hal ini, ketika skor kepercayaan pada level medium dan skor alienasi di level medium juga maka kelekatan aman yang tinggi tidak akan terbentuk.

Individu yang memiliki kelekatan aman yang tinggi, mampu berkembang menjadi individu yang memiliki harga diri yang positif, kepuasan hidup, kesejahteraan hidup, kesuksesan akademik, rasa bangga yang autentik, serta memiliki penyesuaian sosial dan emosional yang baik (Khoshkam, Bahrami, Ahmadi, Fatehizade, & Etemadi, 2012; Nickerson & Nagle, 2005; Bell, Allen, Hauser & O'Connor, 1996; Cutrona, Cole, Colangelo, Assouline, & Russell, 1994)

b) Kelekatan aman yang rendah

Individu dikategorikan dalam kelompok yang memiliki kelekatan aman yang rendah bila skor kepercayaan dan komunikasi berada pada tingkat rendah, dan skor alienasi berada di tingkat medium atau tinggi. Dalam hal ini, apabila skor kepercayaan atau skor komunikasi berada di level medium dan yang lain rendah, kelekatan

aman yang rendah terbentuk jika alienasi berada pada skor yang tinggi.

Individu yang memiliki kelekatan aman yang rendah cenderung akan mengembangkan perilaku agresi, perilaku submisif, kriminal, gangguan kecemasan, depresi, dan mengalami penolakan dari teman sebaya, sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi (Fabes, Leonard, Kupanoff, & Martin, 2001; Erozkan, 2009; Downey & Feldman 1996)

Gambar 2. Kelekatan aman yang tinggi dan yang rendah 4. Mekanisme terbentuknya Kelekatan

Kelekatan muncul dan mulai berkembang sejak lahir. Bayi belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, bayi memerlukan pengasuh untuk memenuhi kebutuhannya. Interaksi antara bayi dan pengasuh ini akan mengarahkan pembentukan kelekatan. Melihat teori Piaget (dalam Santrock, 1995), kognitif bayi berada pada tahap sensori-motor yang mana bayi belum memahami bahwa adanya suatu benda yang eksis atau ada. Apabila ibu sebagai pengasuh bayi pergi

Kepercay aan Tinggi Komuni kasi Medium Alienas i Rendah Kelekatan Aman yang Tinggi Kepercay aan rendah Komunik asi Rendah Alienasi Tinggi Kelekatan Aman yang Rendah

untuk bekerja dan tidak bisa terus menerus memenuhi kebutuhan bayi maka bayi akan cenderung menganggap bahwa ibu hilang atau tidak eksis. Dengan pengalaman tersebut bayi akan mengembangkan pemikiran bahwa bayi tidak dapat mempercayai orang lain. Selain itu, bayi juga akan merasa terabaikan karena kebutuhannya tidak terpenuhi dengan baik.

Pengalaman-pengalaman pada masa bayi tersebut membuat bayi mengembangkan kelekatan aman yang rendah. Interaksi yang sedemikian rupa akan membentuk internal working model individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian, individu akan berperilaku dalam situasi tertentu berdasarkan kerangka berpikir yang terbentuk sejak kecil. Pengalaman pengabaian atau tertolak mampu berkontribusi dalam meningkatkan tingkat sensitivitas individu terhadap penolakan. Oleh karena itu, kelekatan aman yang rendah memiliki hubungan atau menjadi prediktor pada sensitivtas terhadap penolakan. Anak yang mengembangkan kelekatan yang aman pada anak memiliki pola pengasuhan yang baik terhadap anak sehingga mampu membiasakan anak untuk mengembangkan emosi secara baik dalam situasi tertentu. Dalam penelitian ini, emosi yang relevan adalah kecenderungan perasaan bangga dalam menyikapi suatu kesuksesan. Apakah individu cenderung mengembangkan rasa bangga yang autentik atau hubristik.

Orang tua yang cenderung memberikan pujian terhadap kesuksesan didasarkan pada usaha yang telah dikerjakan oleh anak akan cenderung

mengembangkan rasa bangga yang autentik. Di sisi lain, apabila orang tua cenderung memberikan pujian terhadap kesuksesan didasarkan pada suatu hal yang melekat pada anak, misalnya anak mendapatkan nilai yang bagus tidak karena belajar melainkan karena anak memang sudah pintar, maka anak akan cenderung mengembangkan perasaan bangga yang hubristik. Pola berpikir anak terbentuk berdasarkan pengalaman yang diterima, menilai suatu hal secara spesifik atau secara global.

5. Kelekatan dengan Ibu

Kelekatan dengan ibu berperan penting dalam perkembangan emosi dan perilaku anak di masa remaja dan masa-masa selanjutnya (Patterson, Cohn, & Kao, 1989 dalam McLachlan, Zimmer-Gembeck, & McGregor). Walaupun kelekatan ayah tidak kalah penting dalam perkembangan remaja, kelekatan terhadap ibu tetap menjadi fokus utama. Hal ini dikarenakan adanya pertimbangan budaya yang kemungkinan ibu menjadi pengasuh bayi sangat besar. Selain itu, dalam penelitian sebelumnya diketahui bahwa apabila individu memiliki kelekatan aman yang tinggi dengan ibu maka individu akan cenderung memiliki kelekatan yang aman dengan ayah (Ainsworth, 1967; Caldera, 2004 dalam Benware, 2013).

6. Alat Ukur

Alat ukur kelekatan anak pada ibu terdapat bebera macam, seperti Ainsworth’s Strange Situation (ASS), Picture Attachment Test (PAT), Kerns Security Scale (KSS), dan Inventory of Parent and Peer Attachment – Mother (IPPA-M). Ainsworth’s Strange Situation merupakan sebuah metode yang dibuat oleh Ainsworth untuk mengukur kelekatan anak. Alat ukur ini merupakan sebuah eksperimen dalam sebuah ruangan dengan berbagai situasi yang memunculkan atau menghilangkan ibu dan orang asing. ASS telah diuji reliabilitasnya dengan menguji bayi berumur 18 bulan dan kemudian diuji kembali pada umur 6 tahun. Hasilnya menunjukkan adanya reliabilitas yang baik. Beberapa opini dari validitas ASS menyatakan bahwa eksperimen tersebut tidak mengukur kelekatan anak dengan ibu melainkan mengukur hubungan antara anak dan ibu saja. Meskipun demikian, beberapa penelitian mendukung validitas dari ASS (Grienenberger, Kelly, & Slade, 2005; Benoit, 2004).

Picture Attachment Test (PAT) merupakan alat untuk mengukur kelekatan pada ibu. PAT terdiri dari 2 bagian yang masing-masing memiliki 8 kartu. Bagian pertama untuk perempuan dan bagian kedua untuk laki-laki. Setiap kartu berisi situasi sehari-hari. Validitas PAT tampak dari korelasi hasil PAT dengan pola ASS. Alat ukur yang ketiga adalah Kerns Security Scale (KSS). KSS terdiri dari 15 item, semakin tinggi skor yang didapatkan maka kelekatan yang ditunjukkan semakin

aman. Reliabilitas dan validitas dari KSS telah dibuktikan dalam penelitian. Relibilitas KSS dengan alpha cronbcah sebesar 0.93, yang menunjukkan KSS memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Selain itu, KSS memiliki hubungan yang signifikan dengan jumlah persahabatan, penerimaan oleh teman sebaya, dan tidak adanya perasa sendiri (Lieberman, Doyle, Markiewicz, 1999).

Inventory of Parent and Peer Attachment – Mother (IPPA-M) dikembangkan oleh Greenberg (1987) dan kemudian di reveisi oleh Armsden (2009). Skala ini mengukur cara pandang remaja pada hubungan mereka dengan ibu mereka. Skala ini terdiri dari 25 item yang mengukur kepercayaan, komunikasi dan alienasi. Reliabilitas (Cronbach’s alpha) skala asli ini adalah 0.87 yang mana menunjukkan reliabilitas yang tinggi. Item-item pada skala ini menggunakan skala likert, skala 1 menunjukkan hampir tidak pernah atau tidak benar, 2 menunjukkan seringkali tidak benar, 3 menunjukkan kadang-kadang benar, 4 menunjukkan seringkali benar, dan 5 menunjukkan hampir selalu sepanjang waktu atau selalu benar (Armsden & Greenberg, 1987; Gullone & Robinson, 2005).

D. REMAJA

Dokumen terkait