IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Struktur Masyarakat Pesisir Kota Bengkulu
4.4.2. Kelembagaan Budidaya Tambak
Komunita petambak berbeda dengan komunitas nelayan di daerah penelitian, dikarena jumlahnya tidak sebanyak nelayan, yaitu 22 petambak dengan luas tambak 62,2 ha. Di dalam komunitas petambak di Kelurahan Teluk Sepang dan Kelurahan Sumberjaya memiliki pola hubungan kerja antara toke sebagai pemilik modal dan petambak. Pemilik modal dikomunitas tambak terdiri dari toke besar, yaitu pemilik modal yang memiliki lahan tambak seluas 15 ha berjumlah 3 orang; dan toke yang memiliki tambak seluas 3-5 ha berjumlah 10 orang; dan perusahaan ekspor udang ada 5 buah berbentuk CV dan 2 buah berbentuk PT (Perseroan Terbatas). Hubungan kerja petambak yang ditemukan di daerah penelitian seperti Tabel 49 berikut.
Tabel 49. Pola hubungan kerja petambak di daerah penelitian
Bentuk hubungan kerja yang ditemukan
Pola I Pola II Pola III
Toke besar mempuyai hubungan kerja dengan toke. Seorang toke mempuyai hubungan kerja dengan 1-2 petambak, dimana setiap petambak memiliki penjaga tambak 1-2 orang
Toke besar mempuyai hubungan kerja langsung dengan petambak. Seorang petambak memiliki 2-4 penjaga tambak
Perusahaan ekspor mempuyai hubungan kerja seorang toke. Toke ini memiliki 1- 2 orang petambak. Setiap petambak ada yang memperkerjakan 2 penjaga empang, ada yang memperkerjakan 3 penjaga tambak
Sumber : Diolah dari wawancara, 2006
Dari Tabel 49 diatas menunjukkan pola hubungan kerjaama antara toke dengan petambak dimana pemenuhan kebutuhan hidup penjaga tambak biasanya dicukupi oleh pemilik tambak, sedangkan kebutuhan modal operasional akan dipenuhi oleh toke yang menjadi patronnya, selanjutnya untuk sebuah kebutuhan yang tidak sanggup dipenuhinya, seorang juragan akan meminta bantuan pada toke yang lebih besar atau pada perusahaan eksportir dengan sebuah kesepakatan yang berujung pada penyerahan sepenuhnya hasil tambak kepada pemberi
pinjaman modal. Hubungan seperti ini memperlihatkan hubungan patron client
antara pemilik modal (toke), petambak dan penjaga tambak. Pola-pola hubungan kerja tersebut disajikan pada Gambar 33 dibawah ini.
Keterangan : I = Penjaga tambak
Gambar 33. Pola hubungan kerja kegiatan pertambakan di daerah penelitian
Toke besar Perusahaan ekspor udang
Toke Toke petambak petambak I I petambak I I I I I petambak petambak I I I I I I
Berdasarkan Gambar 33 di atas menunjukkan bahwa hubungan patron klien dalam komunitas petambak di daerah penelitian menggunakan hubungan pemimpin-pengikut, bertindak sebagai majikan yang memposisikan dirinya sebagai produsen yang “memaksa” petambak-petambak yang terikat padanya serta para penjaga tambak miliknya untuk memberikan kepastian pasokan udang yang dibutuhkan pasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Masyhuri (1999) bahwa pranata sosial yang sangat menonjol di kalangan masyarakat pesisir adalah hubungan patron klien yang berdasarkan hutang piutang.
b. Kelembagaan Bagi Hasil
Dengan kondisi hubungan patron klien tersebut, sistem bagi hasil yang berlaku di Kelurahan Teluk Sepang dan Kelurahan Sumberjaya adalah sistem bagi hasil terdiri dari 75% untuk pemilik tambak dan 25% untuk penjaga tambak yang memenuhi sendiri kebutuhan hidupnya, itupun setelah dipotong biaya produksi dan sistem bagi hasil terdiri dari 80% untuk pemilik tambak dan 20% untuk penjaga tambak yang kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh pemilik tambak, setelah di potong biaya produksi. Pola bagi hasil di daerah penelitian disajikan pada Tabel 50 berikut.
Tabel 50. Pola bagi hasil petambak di daerah penelitian
Pola bagi hasil Pembagian Yang Diberikan Keterangan
Hasil panen dikurangi biaya produksi 75% : 25% Pemilik tambak Penjaga tambak 75% 25% Penjaga tambak memenuhi sendiri kebutuhan hidupnya Hasil panen dikurangi biaya produksi
80% - 20% Pemilik tambak Penjaga tambak 80% 20% Kebutuhan hidup penjaga tambak dipenuhi oleh pemilik tambak
Sumber : Hasil wawancara, 2006
Berdasarkan Tabel 50 di atas menunjukkan bahwa sistem bagi hasil di daerah penelitian sangat menguntungkan pemilik tambak, yaitu antara 75%-80%. Hal ini merugikan petambak sehingga kehidupan petambak tetap dalam lingkaran kemiskinan. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Tindjabate (2001)
membuktikan bahwa petambak cenderung dirugikan dalam kelembagaan bagi hasil, karena berbagai hal yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan sepenuhnya ditanggung pemilik modal sehingga perhitungan lebih besar. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Mappawata (1986) bahwa adanya bias keuntungan kepada punggawa (petambak) dan pappalele (pemilik modal) dalam hubungan produksi dengan petambak.
c. Kelembagaan pemasaran dan permodalan
Sebagian besar komunitas petambak di daerah penelitian memiliki pola yang hampir seragam dalam memasarkan hasil tambaknya, yaitu langsung dijual pada toke yang menjadi patronnya masing-masing. Namun ada juga petambak yang memasarkan hasil tambaknya langsung pada perusahaan ekspor karena tidak terikat hutang ke toke ataupun dijual ke pasar lokal melalui cingkau, meskipun persentase mereka relatif kecil, seperti disajikan pada Tabel 51 berikut.
Tabel 51. Tempat pemasaran hasil panen tambak di daerah penelitian
Lokasi Penelitian Tempat Pemasaran
Teluk Sepang Sumberjaya Persentase
Pasar lokal 0 2 (16,6%) 2 (13,3%) Toke 2 (66,6%) 8 (66,6%) 10 (66,6%) Pedagang penyambut/pedagang pengecer 1 (33,3%) 1 (8,3%) 2 (13,3%) Perusahaan ekspor 0 1 (8,3%) 1 (6,6%) Jumlah 3 (20%) 12 (80%) 15 (100%)
Sumber : Diolah dari data primer, 2006
Berdasarkan Tabel 51 menunjukkan bahwa sebanyak 15 responden sebagian besar yaitu 66,6% menjual hasil panennya kepada toke yang transaksinya dilakukan dirumah atau digudang pengumpul. Sebesar 13,3% dijual ke pedagang penyambut atau pedagang pengecer yang transaksinya juga dilakukan tempat atau digudang ikan, pasar lokal 13,3% transaksinya dilakukan ditempat, dan ada sebagian kecil (6,6%) menjual langsung kepada perusahaan
eksportir yang transaksinya dilakukan di gudang ikan. Pola-pola ini terlihat pada Gambar 28 berikut.
Keterangan :
Gambar 34. Rantai perdagangan hasil panen tambak di daerah penelitian
Gambar 34 di atas memperlihatkan distribusi pemasaran didaerah penelitian terdiri dari beberapa alur perdagangan, yaitu pertama, alur utama, dimana petambak memasarkan hasil panen ke toke, dari toke ke gudang ikan kemudian ke perusahaan ekspor. Selain dari jaringan pemasaran utama berasal dari pedagang penyambut (cingkau) memasarkan hasil tangkapan langsung ke pasar lokal dan berasal juga dari pedagang besar yang memasarkan hasil panen langsung ke perusahaan ekspor. Kedua, alur perdagangan menengah dimana petambak memasarkan hasil panen pada gudang ikan, dan ada juga jaringan menengah ini berasal dari toke memasarkan hasil panen melalui pedagang besar. Ketiga, alur perdagangan kecil yaitu berasal dari petambak menjual hasil panen ke pedagang penyambut (cingkau) lalu pedagang penyambut menjual ke pedagang besar dan ke perusahaan ekspor; ada yang berasal dari toke yang menjual hasil panen langsung ke pasar lokal.
Dari uraian diatas ternyata distribusi pemasaran hasil panen petambak di daerah penelitian menunjukkan pola yang relatif rumit dan hubungan patron klien tergambar jelas, dimana seorang toke akan membiayai kegiatan operasional
Petambak
Toke Pedagang penyambut/cingkau
Gudang ikan
Pedagang Besar
Pasar lokal Perusahaan ekspor
Alur perdagangan utama Alur perdagangan menengah Alur perdagangan kecil
tambak kliennya, berupa modal pembukaan dan perawatan, berikut suplai benih, pupuk dan racun yang diberikan sampai panen berhasil. Sebagai imbalannya, petambak harus menjual hasil penen kepada toke. Toke juga akan berperan sebagai pelindung bagi keamanan dan permodalan usaha tambak dari petambak yang menjadi bawahannya. Sementara pentambak akan berperan sebagai pelayan yang menyediakan suplai udang kepada toke yang memodalinya. Seorang petambak juga dapat meminjam uang ke toke bila mereka mempuyai kebutuhan lain yang mendesak, pinjaman tersebut diberikan tanpa angunan dan bunga maupun prosedur formal lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Legg (1983) bahwa hubungan patron klien adalah tata hubungan Beberapa penyedia modal di daerah penelitian di sajikan pada Tabel 52 dibawah ini.
Tabel 52. Sumber pinjaman modal bagi petambak di daerah penelitian
Pemberi pinjaman Konsekuensi Permasalahan Keterangan
Toke Terikat dan harus menjual
hasil tambak pada toke yang bersangkutan
Fluktuasi harga udang dikendalikan oleh toke
Pemberian pinjaman yang tidak berbelit-belit dengan pola pengembalian yang tidak mengikat membuat para petambak lebih meilih sistem ini
Koperasi keliling Bunga tinggi Pengemballian bisa berlipat- lipat bila tidak tepat batas pengembalian (ada penyitaan)
Pemberian tidak berbelit- belit dengan pola pengembalian yang mengikat
Perusahaan Eksportir Terikat dan harus menjual hasil tambak pada eksportir bersangkutan
Kualitas dan kuantitas udang yang dijual relatif tinggi
Dapat menikmati selisih harga penjualan udang, namun hanya bisa dimanfaatkan petambak yang tidak terikat hutang pada toke
4.5. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir