• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4. Variasi Tingkat Discout Rate dan Pertumbuhan Ekonom

5.4 Kelembagaan Sumberdaya Air 1 Kebijakan Nasional

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air merupakan undang-undang yang krusial mengatur pengelolaan air, dimana pengelolaan air diatur atas dasar kondisi hidrologis tata air. Air permukaan yang dalam pasal 1 ayat 3 didefinisikan sebagai semua air yang terdapat pada permukaan tanah, dikelola berdasarkan satuan wilayah sungai yang terdiri dari satu atau lebih Daerah Aliran Sungai (DAS) dan atau pulau kecil. Sedang air tanah, didefinisakan sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (pasal 1 ayat 4) dikelola atas dasar Cekungan Air Tanah. Wilayah Sungai dan Cekungan Air Tanah ditetapkan

dengan Keputusan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Sumberdaya Air Nasional.

Air merupakan materi yang pergerakannya dapat melintasi ruang, tidak dapat dibatasi oleh wilayah administratif. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan air memerlukan sistem kelola kolaboratif yang melibatkan lintas wilayah administratif (propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa). Undang-Undang Sumber Daya Air didalamnya memuat aspek-aspek kewenangan pengelolaan air dalam lingkup perwilayahan administratif dan lintas wilayah administratif.

Pengelolaan sumberdaya air meliputi kegiatan perencanaaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil, diselenggarakan secara terpadu dan adil, baik antar sektor, antar wilayah maupun antar kelompok masyarakat dengan mendorong pola kerja sama (pasal 2 dan 4).

Sumberdaya air dikuasai oleh pemerintah, dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penguasaannya diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat. Pendayagunaan sumberdaya air diberikan dalam bentuk Hak Guna Air yang terdiri dari Hak Guna Pakai Air dan Hak Guna Usaha Air. Hak Guna Pakai Air diperoleh tanpa ijin, merupakan hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi.

Sedang Hak Guna Usaha Air diberikan kepada perorangan atau badan usaha dengan ijin pemerintah dan atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan. Lebih lanjut pengelolaan sumberdaya air diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, dan pengelolaan air tanah secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang Air Tanah.

5.4.2 Kebijakan Daerah

Pengelolaan sumberdaya air di Propinsi Nusa Tenggara Barat mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia no. 7 Tahun 2004. Ada 3 Pilar dalam pengelolaan sumberdaya air:

1. Regulator, yang terdiri dari Dewan Sumberdaya Air dan Komisi Irigasi, bertugas merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya air, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Dewan Sumberdaya Air Propinsi diketuai oleh Gubernur, dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Kepala Bappeda sebagai Wakil Ketua. Sedang anggota terdiri dari 50% wakil pemerintah (Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, dan instansi terkait lainnya) dan 50% wakil non-pemerintah (organisasi P3A, organisasi profesi, LSM, Walhi, dan lainnya).

2. Opertor, terdiri dari Dinas yang berwenang dalam pengelolaan sumberdaya air, Balai Wilayah Sungai, Dinas PU kabupaten, dan instansi lainnya). Operator bertugas mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sumberdaya air yang telah ditetapkan oleh Dewan Sumberdaya Air.

3. Pengguna Sumberdaya Air yang terdiri dari organisasi pengguna Air seperti P3A dan Federasi P3A. Pengguna sumberdaya air dapat mengajukan rencana kebutuhan air untuk kemudian dilakukan pembahasan oleh Dewan Sumberdaya Air untuk penetapan Pola Kebijakan dan Pola Pengelolaan sumberdaya air.

Sesuai dengan Undang-Undang no. 7 tahun 2004, alokasi sumberdaya air dilakukan dengan memberikan prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan pokok kehidupan masyarakat, kemudian untuk irigasi pertanian rakyat, perikanan, dan pengguna lainnya. Pendayagunaan sumberdaya air menganut sistem pengelolaan berbagi, dengan menganut asas kedilan dan keterpaduan, baik antar sektor, antar wilayah maupun antar kelompok masyarakat dengan mendorong pola kerjasama.

1. Tingkat Propinsi

Pengelolaan air tanah di propinsi Nusa Tenggara Barat diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat No. 6 tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Tanah. Perda ini mengatur tentang inventarisasi, pendayagunaan air tanah, peruntukan pemanfaatan, konservasi dan pemantauan. Pengelolaan air tanah adalah kewenangan Gubernur, dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Enegri.

Untuk menjalankan fungsinya sebagai pengelola sumberdaya air, Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat telah menerbitkan Perda No. 6 Tahun 2001 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, yang dilengkapi dengan SK Gubernur No. 429 Tahun 2001 Tentang Penetapan Harga Dasar Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Provinsi NTB dan SK Gubernur No. 616/089c/0793/AP Tahun 1993 tentang Izin Pengambilan Air Permukaan Kepada PDAM.

Pajak air permukaan dan air tanah dikenakan atas pengambilan dan pemanfaatan air, kecuali (1) pengambilan dan pemanfaatan oleh Pemerintah Pusat, daerah, dan Desa untuk penyelenggaraan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber air, (2) Pengambilan dan pemanfaatan air oleh Badan Usaha Milik Negara yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dan sumber-sumber air, (3) Pengambilan dan pemanfaatan air untuk kepentingan pengairan rakyat, (4) Pengambilan dan pemanfaatan air untuk keperluan dasar rumah tangga, (5) Pengambilan dan pemanfaatan air untuk kepentingan social dan peribadatan, dan (6) Pengambilan dan pemanfaatan air permukaan dan atau sumber air di atas permukaan tanah termasuk air laut yang digunakan di darat untuk kegiatan usaha pertambangan dan energi.

Besarnya pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan dan air tanah ditetapkan atas dasar Nilai Perolehan Air (NPA), yaitu besarnya volume air yang diambil dikalikan dengan Harga Dasar Air (HDA). Besarnya Harga Dasar Air ditetapkan secara periodik oleh Gubernur (SK Gubernur No. 429 Tahun 2001) dengan memperhatikan faktor-faktor: jenis sumber air, lokasi sumber air, volume air yang diambil, kualitas air, luas areal pemakaian air, musim pengambilan air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan atau pemanfaatan air. Tarif pajak air ditetapkan sebesar 20 % dari Nilai Perolehan Air.

Pajak air permukaan dan air tanah merupakan pajak propinsi, namun penerimaannya dibagi dengan imbangan 70 % untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dan 30 % untuk Pemerintah Daerah Tingkat I (propinsi). Penerimaan pajak untuk Pemerintah Kabupaten/Kota dialokasikan dengan ketentuan 40 % dibagi rata untuk masing-masing kabupaten/kota, dan 60% dibagikan berdasarkan potensi atau realisasi penerimaan pajak pada masing-masing kabupaten/kota.

Dokumen terkait