• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN TEORITIS

2.4. Kelembagaan

Salah satu strategi untuk mencapai tujuan pengembangan masyarakat lokal yang partisipatif adalah mengembangkan kelembagaan yang ada di dalam komunitas lokal. Menurut Haeruman dan Eriyatno (2001) pengembangan kelembagaan berarti suatu proses menuju ke arah perbaikan hubungan antara orang atau kelompok orang dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat membentuk kelembagaan yang dikehendaki, dalam proses tersebut melibatkan unsur norma dan tingkah laku.

Menurut Nasdian dan Dharmawan (2007), kelembagaan sosial merupakan terjemahan langsung dari istilah social institution. Akan tetapi adapula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah social institution tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku warga. Koentjaraningrat (1964) mengatakan pranata sosial adalah “suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam masyarakat”.

25

Tujuan dibentuknya kelembagaan adalah untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan pokok manusia, maka Koentjaraningrat (1979) yang dikutip oleh Nasdian dan Dharmawan (2007) mengkategorikan kelembagaan sebagai berikut :

1. Kelembagaan kekerabatan/Domestik, memenuhi kebutuhan kekerabatan. Contoh pelamaran, poligami, perceraian dll .

2. Kelembagaan Ekonomi, memenuhi pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, mendistribusikan harta benda. Contohnya pertanian, peternakan, industri, koperasi, perdagangan, sambatan dan lain-lain.

3. Kelembagaan Pendidikan, memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Contoh : pendidikan dasar/menengah/tinggi, pers dan lain-lain.

4. Kelembagaan Ilmiah, memenuhi kebutuhan ilmiah manusia dan menyelami alam semesta. Contoh : pendidikan ilmiah, penelitian, metode ilmiah.

5. Kelembagaan Estetika dan Rekreasi, kebutuhan manusia untuk menyatakan rasa keindahannya dan rekreasi. Contoh : senirupa, seni suara, seni gerak, kesusasteraan dan lain-lain.

6. Kelembagaan keagamaan, memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib. Contoh : upacara, selamatan, pantangan dan lain-lain.

7. Kelembagaan Politik, memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan kelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara. Contoh : pemerintahan, kepartaian, demokrasi, kepolisian, kehakiman dan lain-lain.

8. Kelembagaan Somatik, memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh: pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan kecantikan dan lain-lain.

Masih terdapat bentuk-bentuk kelembagaan lain yang ada di komunitas selain pengkategorian di atas. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan- kebutuhan manusia yang tidak pernah ada batasnya. Misalnya kelembagaan berdasarkan kesamaan profesi, kelembagaan berdasarkan kesamaan hobi dan lain sebagainya.

Menurut Kolopaking dan Nasdian (2007:26), pengembangan kelembagaan di dalam masyarakat lokal pada dasarnya dirancang untuk mengembangkan komunitas-komunitas dalam sebuah kawasan yang bertujuan untuk :

1. Mendorong pembangunan ekonomi komunitas yang memiliki fokus sesuai kapasitas ruang dan potensi komunitas.

2. Memfasilitasi munculnya pusat-pusat pertumbuhan antar komunitas.

3. Memberdayakan komunitas agar dapat menggali, mendayagunakan dan melestarikan potensi-potensi yang ada untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat komunitas.

4. Mendorong usaha-usaha ekonomi rakyat yang memiliki linkage yang kuat dengan basis dan potensi kawasan perkomunitasan dan memfasilitasi manajemen usaha ekonomi rakyat dan kelembagaan keuangan mikro kawasan perkomunitasan.

5. Memfasilitasi penguatan partisipasi pemerintah komunitas dan kelembagaan masyarakat komunitas serta masyarakat dalam proses kebijakan publik lokal dalam kaitannya dengan pembangunan dan pengembangan kawasan pedesaan.

Masih menurut Kolopaking dan Nasdian (2007:30) , diperlukan pedoman umum kebijakan untuk pengembangan kelembagaan pembangunan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

Prinsip pertama adalah “partisipatif”, yakni prosesnya dimulai dengan suatu proses perencanaan partisipatif di aras mikro berupa profil dan program pembangunan komunitas yang dilakukan bersama masyarakat dengan melibatkan pemerintah desa, lembaga-lembaga di desa dan pemangku kepentingan lainnya, yakni lembaga swasta dan lembaga swadaya masyarakat.

Kedua, prinsip “keseimbangan” antara pembangunan di aras mikro dan pembangunan di aras makro. Dalam mengimplementasikan kedua aras tersebut perlu melibatkan pemerintah lokal dalam bentuk kebijakan pemerintah, maupun pihak swasta. Partisipasi dari pihak pemerintah lokal dalam hal ini, antara lain memberikan kemudahan dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya yang dimiliki.

27

Ketiga, prinsip “keterkaitan” sosial, ekonomi dan ekologis. Prinsip ini menekankan pentingnya bahwa dalam kelembagaan dan komunitas-komunitas pusat pertumbuhan dan komunitas-komunitas disekitarnya yang mendukung pusat pertumbuhan tersebut memiliki keterkaitan dalam konteks struktur sosial dan kultural; local ecology, yakni secara ekologis diantara kelompok-kelompok masyarakat di dalam komunitas dan antar komunitas memiliki pola adaptasi ekologi dalam menghadapi dinamika dan perubahan sosial ekonomi yang sedang berlangsung; dan collective action yaitu suatu aksi-aksi kolektif dalam bentuk kapital sosial dan kelembagaan sebagai wadah proses kehidupan dan pembangunan di kawasan perkomunitasan.

Keempat, dalam pengembangan kelembagaan perlu berlandaskan pada prinsip “sinergis”, artinya perlu dilakukan upaya-upaya yang mensinerjikan lintas stakeholder, sektor publik, swasta dan masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk rencana pembangunan daerah jangka menengah.

Terakhir, prinsip “transparansi”, proses pengembangannya dilaksanakan dengan semangat keterbukaan sehingga seluruh warga komunitas dan pemangku kepentingan lainnya memiliki akses yang sama terhadap informasi tentang rencana dan pengembangan aksi.

2.4.1. Modal Sosial

Modal sosial merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan selain modal ekonomi atau modal finansial (financial capital) dan modal manusia (human capital). Menurut pandangan Francis Fukuyama yang dikutip Hasbullah (Huraerah, 2007:57), modal sosial memegang peranan penting dalam memfungsikan dan memperkuat masyarakat modern. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Menurut Colletta dan Cullen yang dikutip oleh Nasdian dan Dharmawan (2007:43), kapital sosial didefenisikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi seperti pandangan umum (word- view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran

ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok- kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi- asosiasi yang melengkapi kapital lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Kapital sosial memiliki empat dimensi yaitu :

1. Integrasi yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya.

2. Pertalian (linkage) yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal.

3. Integritas Organisasional yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan.

4. Sinergi (sinergy) yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas.

Menurut Huraerah (2007), modal sosial (social capital) dapat dikategorikan dalam dua kelompok. Pertama menekankan jaringan hubungan sosial (social network), sedangkan kelompok kedua lebih memfokuskan karakteristik (traits) yang melekat pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial. Pendapat kelompok pertama mengatakan bahwa modal sosial adalah jaringan kerjasama diantara warga masyarakat yang menfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi mereka. Modal sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif diantara manusia: rasa percaya, saling pengertian, kesamaan nilai dan prilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama. Pandangan kelompok pertama memfokuskan pada aspek jaringan hubungan sosial yang diikat oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, saling memahami, kesamaan nilai dan saling mendukung. Modal sosial akan semakin kuat jika sebuah komunitas atau organisasi memiliki jaringan hubungan kerjasama, baik secara internal komunitas/organisasi atau hubungan kerjasama yang bersifat antar komunitas/organisasi. Jaringan kerjasama sinergistik yang merupakan modal sosial akan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan bersama. Pendapat

29

pakar dari kelompok kedua, modal sosial adalah serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.

Dokumen terkait