• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penataan Permukiman Kumuh (Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penataan Permukiman Kumuh (Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung)"

Copied!
318
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI

MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENATAAN

PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas

Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung)

RIAWATI PRIHATINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

RIAWATI PRIHATINI, The effort to enhance community participation in the ordering of slum areas program (Case study of slum area at Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Bandung city). Advised by SOERYO ADIWIBOWO as chairman, CAROLINA NITIMIHARDJO as a member of Adviser Commission.

One of the problems faced by the city government in conducting development is the rapid growth of the population which is not in balance with the availability of land in the city. The imbalance, in turn, creates other problems, among athers is the slum areas. One of the slum areas in Bandung city is Kelurahan Cicadas, district of Cibeunying Kidul, which has an area of 55 Ha. Its population is 12.886. This means that the density is about 234 per ha.

The government has implemented various programs to deal with the problem. Efforts and strategies are needed to promote community participation by looking at the internal and external factors underlying their behaviour to participate. In order to support the implementation of the slum area development program, it is necessary to use the participatory approach involving the community from planning to implementation and to evaluation stages of the program.

Based on the observation, interviews and Focused Group Discussion (FGD) cunducted by the writer, the low level of participation was caused mainly by the lack of local institutional and leadership roles of the RT and RW. They had not provided opportunities and supports to involve the community in the programs, so that they became reluctant and unmotivated to be involved in any development programs. Having no experience in participating in development programs, the community do not have ability to participate voluntarily in labor or finacially. Based on another FGD conducted by the writer with the community, we have designed some programs to promote people participation in the slum area development. The Programs are : (1) Enhancement of the quality of the RW and RT officials, (2) Enhancement of economic condition. (3) Partisipative improvement of housing infrastructure, (4) Improvement of the quality of community life

(3)

RINGKASAN

RIAWATI PRIHATINI. Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penataan Permukiman Kumuh. (Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung). Dibimbing Oleh SOERYO ADIWIBOWO dan CAROLINA NITIMIHARDJO.

Sistem pemerintahan yang desentralistik menggunakan pendekatan yang sifatnya bottom up dimana rencana pembangunan yang disusun meliputi program yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, atau dengan kata lain program dirancang oleh, dari dan untuk masyarakat. Masyarakat bukan lagi sebagai objek tetapi sebagai subjek yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidup mereka. Untuk meningkatkan kesadaran, membangun kepercayaan dan kemampuan kerjasama masyarakat ditempuh melalui pendekatan partisipasi warga masyarakat dalam proses pembangunan.

Hasil pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini, terutama di kota-kota besar selain menghasilkan pertumbuhan ekonomi juga menyebabkan kepadatan penduduk karena penduduk luar kota datang untuk mencari pekerjaan ke kota. Kota besar menjadi faktor penarik (pull factor) bagi penduduk karena banyaknya pembangunan yang ada di wilayah tersebut. Tingkat pertumbuhan penduduk di kota besar terjadi peningkatan dari tahun ke tahun, akibatnya daya dukung kota menjadi tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk perkotaan.

Kondisi tersebut mendorong tumbuhnya daerah-daerah kumuh (slum)

diperkotaan. Kota Bandung sebagai kota besar tidak terlepas dari permasalahan permukiman kumuh dengan kepadatan penduduknya yang kian hari kian terasa dimana dengan luas wilayah kota Bandung yang hanya 16.000 ha dihuni oleh kurang lebih 2,8 juta jiwa. Idealnya dengan luas wilayah tersebut didiami oleh 300.000 – 400.000 jiwa saja. Pada saat ini sekitar 146 jiwa mendiami tiap hektar, padahal menurut standar WHO idealnya hanya 96 jiwa di setiap hektar. Sehingga tidaklah heran jika banyak ditemukan kawasan kumuh yang menghiasi sebagian wilayah kota Bandung seperti wilayah Jamika, Sadang Serang, Cicadas, Tamansari, Kiaracondong dll.

Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul merupakan salah satu Kelurahan yang tergolong kumuh di Kota Bandung. Dengan luas wilayah yang hanya 55 ha dihuni oleh sekitar 12.886 jiwa, sehingga di Kelurahan Cicadas setiap hektarnya dihuni oleh 234 jiwa atau dihuni oleh 23.429 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk di Kelurahan Cicadas mengakibatkan permukiman-permukiman hampir disetiap RW menjadi kumuh.

(4)

kualitas dari permukiman kumuh terutama di Kelurahan Cicadas. Permasalahan yang dihadapi adalah seberapa jauh program-program yang berkaitan dengan penataan permukiman kumuh dapat melibatkan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas serta bagaimana karakteristik komunitas permukiman kumuh dan faktor-faktor apa yang menyebabkan partisipasi masyarakat aktif dan tidak aktif dalam program penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas ?

Tujuan kajian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakatdalam penataan permukiman kumuh dan merumuskan strategi pengembangan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas di masa yang akan datang.

Kajian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pemetaan sosial (PL I), evaluasi program (PL II) dan kajian lapangan dengan fokus mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam penataan permukiman kumuh dan merancang strategi dan program peningkatan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal) dilakukan dengan cara : Wawancara Mendalam, Observasi Langsung dan Focussed Group Discussion (FGD). Sumber data di dapatkan dari hasil wawancara, pengamatan, FGD dan dokumentasi. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara : reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau proses menemukan makna data.

Hasil kajian menunjukkan bahwa Dari 15 RW yang ada di Kelurahan Cicadas, 10 RW tergolong kumuh yaitu di RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, RW 09, RW 10, RW 11, RW 12, RW 14 dan RW 15. Karakteristik masyarakat permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas terdiri dari 277 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebesar 1753 terdiri dari 877 laki-laki dan 876 perempuan. Tingkat Pendidikan masyarakat permukiman kumuh sebagian besar adalah SD (50%) dan SMP (48%), dimana keseluruhan penghuni permukiman kumuh bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini menyebabkan mereka tidak mampu memiliki rumah dengan kondisi yang sehat dan layak huni. Terkadang rumah juga dijadikan tempat usaha/gudang seperti usaha warung dan barang rongsokan yang menjadikan kondisi lingkungan sekitar rumah menjadi kotor dan berantakan. Tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah juga menunjang kekumuhan dari permukiman di Kelurahan Cicadas ditambah dengan status kepemilikan lahan yang sebagian besar merupakan milik Angkatan Darat (okupasi tanpa kejelasan) yang menyebabkan sebagian warga masyarakat enggan untuk memperbaiki kondisi rumah mereka. Masih banyak sarana dan prasarana pada permukiman kumuh yang belum memadai seperti sarana MCK dan sarana air bersih.

(5)

tidak aktif. Peran kepemimpinan lokal dari ketua RT dan RW (faktor lingkungan) yang mempunyai insiatif tinggi dalam berinteraksi dan meyakinkan masyarakat untuk berperan serta dalam setiap program pembangunan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas. Masyarakat akhirnya mau dan mampu (faktor internal) untuk berpartisipasi dalam program pembangunan khususnya yang berkaitan dengan penataan permukiman kumuh.

Strategi pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas adalah : (1) Peningkatan kualitas pengurus RW dan RT, (2) Peningkatan taraf ekonomi masyarakat, (3) Perbaikan sarana dan prasarana permukiman yang partisipatif, (4) Peningkatan kualitas hidup sehat masyarakat.

(6)

PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas

Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung)

RIAWATI PRIHATINI

Tugas akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) sebagai lanjutan dari kajian lapangan yang dilaksanakan di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung.

Penulisan kajian ini tidak tedepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan kajian ini.

2. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan kesabarannya telah memberikan dorongan moril dalam rangka penyelesaian kajian ini.

3. Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menambah pengetahuan di bidang Pengembangan Masyarakat melalui proses pembelajaran di Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.

4. Segenap Pimpinan dan civitas akademika Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

5. Segenap Pimpinan dan civitas akademika Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

6. Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti, MS, selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan kajian ini

7. Camat Cibeunying Kidul, Lurah beserta staf dan Masyarakat Kelurahan Cicadas yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Kajian Pengembangan Masyarakat.

8. Suami tercinta, Yoyo Sumarno dan putri tersayang Rifa Nur Khalisah beserta orang tua tercinta dan seluruh keluarga penulis atas segala doa dan dorongan morilnya hingga penulis dapat menyelesaikan studi.

9. Seluruh sahabat dan teman-teman penulis, khususnya mahasiswa Magister Profesional Pengembangan Masyarakat angkatan V Bandung, serta seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi selama proses perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa kajian lapangan ini masih sangat jauh dari sempuma dikarenakan ada keterbatasan dan kemampuan penulis dalam membahas dan melakukan analisa data. Namun harapan penulis semoga apa yang telah dilakukan dapat menjadi langkah awal yang baik untuk proses selanjutnya. Semoga kajian ini bermanfaat dan semoga Alloh SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Amin.

Bogor, Februari 2009

RIAWATI PRIHATINI

Nitro PDF Trial

www.nitropdf.com

(8)

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 31 Agustus 1965 dari Ayah Irawan Soehartono dan Ibu Ramlah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negri 7 Bandung dan pada tahun yang sama melanjutkan Ke Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung sampai tingkat Sarjana Muda. Tahun 1994 menyelesaikan studi ke jenjang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang.

Penulis sampai saat ini bekerja sebagai Kasie Pemerintahan di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung dan berkesempatan melanjutkan studi ke jenjang Pascasarjana pada Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung atas bantuan beasiswa dari Departemen Sosial.

Penulis telah menikah dengan Yoyo Sumarno dan dikaruniai 1 (satu) orang putri yang bernama Rifa Nur Khalisah (5 tahun).

Nitro PDF Trial

www.nitropdf.com

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

GLOSSARY ……….. xvii

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 3

1.3. Tujuan Kajian ……….. 5

1.4. Manfaat Kajian ……… 6

II. TINJAUAN TEORITIS ………. 7

2.1. Pendekatan Holistis dalam Manajemen Kota ………….. 7

2.2. Permukiman Kumuh ……… 8

2.3. Partisipasi dalam Pembangunan ……….. 12

2.3.1. Definisi Partisipasi ……… 14

2.3.2. Tipologi Partisipasi ……… 17

2.3.3. Bentuk Partisipasi ……….. 19

2.3.4. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat ……… 22

2.4. Kelembagaan ……… 24

2.4.1. Modal Sosial ………... 27

2.5. Kepemimpinan ……….. 29

2.6. Kerangka pemikiran ……….. 31

III. METODE KAJIAN ………. 33

3.1. Batas-Batas Kajian ……… 33

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ……….. 34

3.3. Tehnik Pengumpulan Data ……… 35

3.4. Jenis dan Sumber Data ……….. 37

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ………... 39

IV. PETA SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN CICADAS.. 41

4.1. Lokasi ……….. 41

4.2. Kondisi Permukiman di Kelurahan Cicadas ……… 43

4.3. Kependudukan ………. 45

4.4. Struktur Mata Pencaharian ………... 48

4.5. Struktur Ekonomi ……… 50

4.6. Struktur Komunitas ………. 52

4.7. Organisasi dan Kelembagaan ……….. 54

4.8. Sumberdaya Lokal ……….. 55

4.9. Masalah-Masalah Sosial ……….. 56

(10)

5.2. Latar Belakang Program Bawaku Makmur ………. 59

5.3. Prosedur Pelaksanaan Program Bawaku Makmur ………... 61

5.4. Latar Belakang Program Rehab Rumah Kumuh …………. 63

5.5. Prosedur Pelaksanaan Program Rehab Rumah Kumuh …… 64

5.6. Tinjauan Program dalam Kaitannya dengan Pengembangan Ekonomi Lokal ……… 66

5.7. Tinjauan Program dalam Kaitannya dengan Modal Sosial Dan Gerakan Sosial ………. 68

VI. PERMUKIMAN KUMUH: KARAKTERISTIK DAN PARTISIPASI MASYARAKAT ……… 72

6.1. Karakteristik Komunitas Permukiman Kumuh ……… 72

6.2. Kondisi Permukiman Kumuh ……… 74

6.3. Status kepemilikan Lahan dan Rumah ……….. 77

6.4. Relasi Sosial Masyarakat Kumuh ……….. 80

6.5. Tingkat Partisipasi Masyarakat Permukiman Kumuh ……… 82

VII. RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT ……….. 90

7.1. Latar Belakang Rancangan Program ………. 90

7.2. Rancangan Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat….. 92

7.3. Program Pelatihan dan Sosialisasi Peningkatan Peran Ketua RW dan RT ………... 96

7.4. Program Peningkatan Taraf Ekonomi Masyarakat ………… 97

7.4.1. Sub Program Pelatihan Ketrampilan ………... 97

7.4.2. Sub Program Pelatihan Manajemen Koperasi ……….. 97

7.5. Program Perbaikan Sarana dan Prasarana Permukiman Yang Partisipatif ……… 98

7.5.1. Sub Program Kerja Bakti ……….. 98

7.5.2. Sub Program Penyediaan sarana air bersih ……… 99

7.5.3. Sub Program Penyediaan sarana MCK ………. 99

7.5.4. Sub Program Renovasi Rumah kumuh ………. 101

7.6. Program Peningkatan Kualitas Hidup Sehat Masyarakat …. 101 VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 103

8.1. Kesimpulan ……… 103

8.2. Rekomendasi ………. 105

DAFTAR PUSTAKA ……….. 108

(11)

UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI

MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENATAAN

PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas

Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung)

RIAWATI PRIHATINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

RIAWATI PRIHATINI, The effort to enhance community participation in the ordering of slum areas program (Case study of slum area at Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Bandung city). Advised by SOERYO ADIWIBOWO as chairman, CAROLINA NITIMIHARDJO as a member of Adviser Commission.

One of the problems faced by the city government in conducting development is the rapid growth of the population which is not in balance with the availability of land in the city. The imbalance, in turn, creates other problems, among athers is the slum areas. One of the slum areas in Bandung city is Kelurahan Cicadas, district of Cibeunying Kidul, which has an area of 55 Ha. Its population is 12.886. This means that the density is about 234 per ha.

The government has implemented various programs to deal with the problem. Efforts and strategies are needed to promote community participation by looking at the internal and external factors underlying their behaviour to participate. In order to support the implementation of the slum area development program, it is necessary to use the participatory approach involving the community from planning to implementation and to evaluation stages of the program.

Based on the observation, interviews and Focused Group Discussion (FGD) cunducted by the writer, the low level of participation was caused mainly by the lack of local institutional and leadership roles of the RT and RW. They had not provided opportunities and supports to involve the community in the programs, so that they became reluctant and unmotivated to be involved in any development programs. Having no experience in participating in development programs, the community do not have ability to participate voluntarily in labor or finacially. Based on another FGD conducted by the writer with the community, we have designed some programs to promote people participation in the slum area development. The Programs are : (1) Enhancement of the quality of the RW and RT officials, (2) Enhancement of economic condition. (3) Partisipative improvement of housing infrastructure, (4) Improvement of the quality of community life

(13)

RINGKASAN

RIAWATI PRIHATINI. Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Program Penataan Permukiman Kumuh. (Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung). Dibimbing Oleh SOERYO ADIWIBOWO dan CAROLINA NITIMIHARDJO.

Sistem pemerintahan yang desentralistik menggunakan pendekatan yang sifatnya bottom up dimana rencana pembangunan yang disusun meliputi program yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, atau dengan kata lain program dirancang oleh, dari dan untuk masyarakat. Masyarakat bukan lagi sebagai objek tetapi sebagai subjek yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidup mereka. Untuk meningkatkan kesadaran, membangun kepercayaan dan kemampuan kerjasama masyarakat ditempuh melalui pendekatan partisipasi warga masyarakat dalam proses pembangunan.

Hasil pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini, terutama di kota-kota besar selain menghasilkan pertumbuhan ekonomi juga menyebabkan kepadatan penduduk karena penduduk luar kota datang untuk mencari pekerjaan ke kota. Kota besar menjadi faktor penarik (pull factor) bagi penduduk karena banyaknya pembangunan yang ada di wilayah tersebut. Tingkat pertumbuhan penduduk di kota besar terjadi peningkatan dari tahun ke tahun, akibatnya daya dukung kota menjadi tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk perkotaan.

Kondisi tersebut mendorong tumbuhnya daerah-daerah kumuh (slum)

diperkotaan. Kota Bandung sebagai kota besar tidak terlepas dari permasalahan permukiman kumuh dengan kepadatan penduduknya yang kian hari kian terasa dimana dengan luas wilayah kota Bandung yang hanya 16.000 ha dihuni oleh kurang lebih 2,8 juta jiwa. Idealnya dengan luas wilayah tersebut didiami oleh 300.000 – 400.000 jiwa saja. Pada saat ini sekitar 146 jiwa mendiami tiap hektar, padahal menurut standar WHO idealnya hanya 96 jiwa di setiap hektar. Sehingga tidaklah heran jika banyak ditemukan kawasan kumuh yang menghiasi sebagian wilayah kota Bandung seperti wilayah Jamika, Sadang Serang, Cicadas, Tamansari, Kiaracondong dll.

Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul merupakan salah satu Kelurahan yang tergolong kumuh di Kota Bandung. Dengan luas wilayah yang hanya 55 ha dihuni oleh sekitar 12.886 jiwa, sehingga di Kelurahan Cicadas setiap hektarnya dihuni oleh 234 jiwa atau dihuni oleh 23.429 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk di Kelurahan Cicadas mengakibatkan permukiman-permukiman hampir disetiap RW menjadi kumuh.

(14)

kualitas dari permukiman kumuh terutama di Kelurahan Cicadas. Permasalahan yang dihadapi adalah seberapa jauh program-program yang berkaitan dengan penataan permukiman kumuh dapat melibatkan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas serta bagaimana karakteristik komunitas permukiman kumuh dan faktor-faktor apa yang menyebabkan partisipasi masyarakat aktif dan tidak aktif dalam program penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas ?

Tujuan kajian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat partisipasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam penataan permukiman kumuh dan merumuskan strategi pengembangan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas di masa yang akan datang.

Kajian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pemetaan sosial (PL I), evaluasi program (PL II) dan kajian lapangan dengan fokus mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam penataan permukiman kumuh dan merancang strategi dan program peningkatan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal) dilakukan dengan cara : Wawancara Mendalam, Observasi Langsung dan Focussed Group Discussion (FGD). Sumber data di dapatkan dari hasil wawancara, pengamatan, FGD dan dokumentasi. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara : reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau proses menemukan makna data.

Hasil kajian menunjukkan bahwa Dari 15 RW yang ada di Kelurahan Cicadas, 10 RW tergolong kumuh yaitu di RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, RW 09, RW 10, RW 11, RW 12, RW 14 dan RW 15. Karakteristik masyarakat permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas terdiri dari 277 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebesar 1753 terdiri dari 877 laki-laki dan 876 perempuan. Tingkat Pendidikan masyarakat permukiman kumuh sebagian besar adalah SD (50%) dan SMP (48%), dimana keseluruhan penghuni permukiman kumuh bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini menyebabkan mereka tidak mampu memiliki rumah dengan kondisi yang sehat dan layak huni. Terkadang rumah juga dijadikan tempat usaha/gudang seperti usaha warung dan barang rongsokan yang menjadikan kondisi lingkungan sekitar rumah menjadi kotor dan berantakan. Tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah juga menunjang kekumuhan dari permukiman di Kelurahan Cicadas ditambah dengan status kepemilikan lahan yang sebagian besar merupakan milik Angkatan Darat (okupasi tanpa kejelasan) yang menyebabkan sebagian warga masyarakat enggan untuk memperbaiki kondisi rumah mereka. Masih banyak sarana dan prasarana pada permukiman kumuh yang belum memadai seperti sarana MCK dan sarana air bersih.

(15)

tidak aktif. Peran kepemimpinan lokal dari ketua RT dan RW (faktor lingkungan) yang mempunyai insiatif tinggi dalam berinteraksi dan meyakinkan masyarakat untuk berperan serta dalam setiap program pembangunan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas. Masyarakat akhirnya mau dan mampu (faktor internal) untuk berpartisipasi dalam program pembangunan khususnya yang berkaitan dengan penataan permukiman kumuh.

Strategi pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas adalah : (1) Peningkatan kualitas pengurus RW dan RT, (2) Peningkatan taraf ekonomi masyarakat, (3) Perbaikan sarana dan prasarana permukiman yang partisipatif, (4) Peningkatan kualitas hidup sehat masyarakat.

(16)

PERMUKIMAN KUMUH

(Studi Kasus Permukiman Kumuh di Kelurahan Cicadas

Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung)

RIAWATI PRIHATINI

Tugas akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) sebagai lanjutan dari kajian lapangan yang dilaksanakan di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung.

Penulisan kajian ini tidak tedepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan kajian ini.

2. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan kesabarannya telah memberikan dorongan moril dalam rangka penyelesaian kajian ini.

3. Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menambah pengetahuan di bidang Pengembangan Masyarakat melalui proses pembelajaran di Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.

4. Segenap Pimpinan dan civitas akademika Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

5. Segenap Pimpinan dan civitas akademika Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

6. Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti, MS, selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan kajian ini

7. Camat Cibeunying Kidul, Lurah beserta staf dan Masyarakat Kelurahan Cicadas yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Kajian Pengembangan Masyarakat.

8. Suami tercinta, Yoyo Sumarno dan putri tersayang Rifa Nur Khalisah beserta orang tua tercinta dan seluruh keluarga penulis atas segala doa dan dorongan morilnya hingga penulis dapat menyelesaikan studi.

9. Seluruh sahabat dan teman-teman penulis, khususnya mahasiswa Magister Profesional Pengembangan Masyarakat angkatan V Bandung, serta seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi selama proses perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa kajian lapangan ini masih sangat jauh dari sempuma dikarenakan ada keterbatasan dan kemampuan penulis dalam membahas dan melakukan analisa data. Namun harapan penulis semoga apa yang telah dilakukan dapat menjadi langkah awal yang baik untuk proses selanjutnya. Semoga kajian ini bermanfaat dan semoga Alloh SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Amin.

Bogor, Februari 2009

RIAWATI PRIHATINI

Nitro PDF Trial

www.nitropdf.com

(18)

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 31 Agustus 1965 dari Ayah Irawan Soehartono dan Ibu Ramlah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negri 7 Bandung dan pada tahun yang sama melanjutkan Ke Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung sampai tingkat Sarjana Muda. Tahun 1994 menyelesaikan studi ke jenjang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang.

Penulis sampai saat ini bekerja sebagai Kasie Pemerintahan di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung dan berkesempatan melanjutkan studi ke jenjang Pascasarjana pada Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung atas bantuan beasiswa dari Departemen Sosial.

Penulis telah menikah dengan Yoyo Sumarno dan dikaruniai 1 (satu) orang putri yang bernama Rifa Nur Khalisah (5 tahun).

Nitro PDF Trial

www.nitropdf.com

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

GLOSSARY ……….. xvii

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 3

1.3. Tujuan Kajian ……….. 5

1.4. Manfaat Kajian ……… 6

II. TINJAUAN TEORITIS ………. 7

2.1. Pendekatan Holistis dalam Manajemen Kota ………….. 7

2.2. Permukiman Kumuh ……… 8

2.3. Partisipasi dalam Pembangunan ……….. 12

2.3.1. Definisi Partisipasi ……… 14

2.3.2. Tipologi Partisipasi ……… 17

2.3.3. Bentuk Partisipasi ……….. 19

2.3.4. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat ……… 22

2.4. Kelembagaan ……… 24

2.4.1. Modal Sosial ………... 27

2.5. Kepemimpinan ……….. 29

2.6. Kerangka pemikiran ……….. 31

III. METODE KAJIAN ………. 33

3.1. Batas-Batas Kajian ……… 33

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ……….. 34

3.3. Tehnik Pengumpulan Data ……… 35

3.4. Jenis dan Sumber Data ……….. 37

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ………... 39

IV. PETA SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN CICADAS.. 41

4.1. Lokasi ……….. 41

4.2. Kondisi Permukiman di Kelurahan Cicadas ……… 43

4.3. Kependudukan ………. 45

4.4. Struktur Mata Pencaharian ………... 48

4.5. Struktur Ekonomi ……… 50

4.6. Struktur Komunitas ………. 52

4.7. Organisasi dan Kelembagaan ……….. 54

4.8. Sumberdaya Lokal ……….. 55

4.9. Masalah-Masalah Sosial ……….. 56

(20)

5.2. Latar Belakang Program Bawaku Makmur ………. 59

5.3. Prosedur Pelaksanaan Program Bawaku Makmur ………... 61

5.4. Latar Belakang Program Rehab Rumah Kumuh …………. 63

5.5. Prosedur Pelaksanaan Program Rehab Rumah Kumuh …… 64

5.6. Tinjauan Program dalam Kaitannya dengan Pengembangan Ekonomi Lokal ……… 66

5.7. Tinjauan Program dalam Kaitannya dengan Modal Sosial Dan Gerakan Sosial ………. 68

VI. PERMUKIMAN KUMUH: KARAKTERISTIK DAN PARTISIPASI MASYARAKAT ……… 72

6.1. Karakteristik Komunitas Permukiman Kumuh ……… 72

6.2. Kondisi Permukiman Kumuh ……… 74

6.3. Status kepemilikan Lahan dan Rumah ……….. 77

6.4. Relasi Sosial Masyarakat Kumuh ……….. 80

6.5. Tingkat Partisipasi Masyarakat Permukiman Kumuh ……… 82

VII. RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT ……….. 90

7.1. Latar Belakang Rancangan Program ………. 90

7.2. Rancangan Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat….. 92

7.3. Program Pelatihan dan Sosialisasi Peningkatan Peran Ketua RW dan RT ………... 96

7.4. Program Peningkatan Taraf Ekonomi Masyarakat ………… 97

7.4.1. Sub Program Pelatihan Ketrampilan ………... 97

7.4.2. Sub Program Pelatihan Manajemen Koperasi ……….. 97

7.5. Program Perbaikan Sarana dan Prasarana Permukiman Yang Partisipatif ……… 98

7.5.1. Sub Program Kerja Bakti ……….. 98

7.5.2. Sub Program Penyediaan sarana air bersih ……… 99

7.5.3. Sub Program Penyediaan sarana MCK ………. 99

7.5.4. Sub Program Renovasi Rumah kumuh ………. 101

7.6. Program Peningkatan Kualitas Hidup Sehat Masyarakat …. 101 VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 103

8.1. Kesimpulan ……… 103

8.2. Rekomendasi ………. 105

DAFTAR PUSTAKA ……….. 108

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel Kelengkapan Metode ……… 38 2. Penggunaan Tanah Kelurahan Cicadas ……….. 42 3. Komposisi Penduduk Kelurahan Cicadas berdasarkan

Kelompok Umur, Jenis Kelamin dan Kewarganegaraan ………… 45

4. Jumlah Penduduk Kelurahan Cicadas berdasarkan Mobilitas/

Mutasi Penduduk ……… 47

5. Komposisi Penduduk Kelurahan Cicadas berdasarkan

Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin dan Kewarganegaraan ……… 48

6. Jumlah Lembaga Ekonomi/Jenis Usaha ……….. 50 7. Kelembagaan/Organisasi ………. 54 8. Karakteristik Masyarakat Permukiman Kumuh Menurut Jumlah

Kepala Keluarga, Jumlah Jiwa, Tingkat pendidikan dan Pekerjaan .. 72

9. Karakteristik Masyarakat Permukiman Kumuh Menurut Jumlah

Kepala Keluarga, Jumlah Jiwa dan Kelompok Umur ……… 74

10. Karakteristik Masyarakat Permukiman Kumuh Menurut Jumlah

Kepala Keluarga serta Kepemilikan Lahan dan Bangunan ………… 78

11. Perbandingan Tingkat Partisipasi Masyarakat Berdasarkan

Faktor yang Mempengaruhinya ……… 87

(22)

Halaman

(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah dalam menyelenggarakan dan mengatur pemerintahan di daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem pemerintahan yang desentralistik menggunakan pendekatan yang sifatnya bottom-up dimana rencana pembangunan yang disusun meliputi program yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, atau dengan kata lain program tersebut dirancang oleh, dari dan untuk masyarakat. Diperlukan suatu kemampuan inisiatif dan partisipatif yang tinggi dari masyarakat untuk mengurus dan mengembangkan potensinya dalam pembangunan tersebut. Masyarakat bukan lagi sebagai objek tetapi sebagai subjek yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidup mereka. Untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pembangunan, meningkatkan ketrampilan, membangun kepercayaan dan kemampuan kerjasama masyarakat ditempuh melalui pendekatan partisipasi warga atau masyarakat dalam proses pembangunan.

Pembangunan harus dilaksanakan untuk segenap lapisan, golongan dan tingkatan masyarakat. Oleh karena itu dituntut adanya partisipasi sosial dari segenap lapisan masyarakat secara aktif agar tercapai tujuan pembangunan baik di pedesaan maupun perkotaan. Partisipasi sosial masyarakat dalam era pembangunan dewasa ini, merupakan elemen yang menentukan cepat atau lambatnya pencapaian tujuan pembangunan, artinya keinginan, kemauan, keikutsertaan, kesanggupan dan kesadaran setiap warga masyarakat sangat menentukan tercapainya suatu kondisi kesejahteraan masyarakat.

(24)

baik secara langsung (misalnya dengan memberikan sumbangan pemikiran, ide ataupun biaya dan tenaga) maupun tidak langsung (misalnya dengan cara memelihara dan merawat). Keterlibatan tersebut selain akan mempererat rasa keterikatan masyarakat dalam pembangunan, juga akan menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pelaksanaan proses pembangunan yang sedang atau telah berjalan.

Hasil pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini, terutama di kota-kota besar selain menghasilkan pertumbuhan ekonomi juga menyebabkan kepadatan penduduk karena penduduk luar kota datang untuk mencari perkerjaan ke kota. Kota besar menjadi faktor penarik (pull factor) bagi penduduk karena banyaknya pembangunan yang ada di wilayah tersebut. Menurut Sadyohutomo (2008), tingkat pertumbuhan penduduk di perkotaan pada tahun 1980 adalah 22,3 %, terjadi peningkatan pada tahun 1990 sebesar 30,9 % dan pada tahun 2000 mengalami peningkatan yang pesat yaitu 42,0 %. Akibatnya daya dukung kota menjadi tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang rata-rata mencapai angka 5,5 % per tahun.

(25)

3

terlepas dari permasalahan permukiman kumuh dengan kepadatan penduduknya yang kian hari kian terasa dimana dengan luas wilayah kota Bandung yang hanya 16.000 ha dihuni oleh kurang lebih 2,8 juta jiwa. Idealnya dengan luas wilayah tersebut didiami oleh 300.000 – 400.000 jiwa saja. Pada saat ini sekitar 146 jiwa mendiami tiap hektar, padahal menurut standar WHO idealnya hanya 96 jiwa di setiap hektar. Sehingga tidaklah heran jika banyak ditemukan kawasan kumuh yang menghiasi sebagian wilayah kota Bandung seperti wilayah Jamika, Sadang Serang, Cicadas, Tamansari, Kiaracondong dll. (Pikiran Rakyat, 18 September 2007).

Upaya Pemerintah Kota Bandung dalam mengatasi permasalahan di atas telah dituangkan dalam Perda No. 02 tahun 2004-2013 tentang Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) Kota Bandung yang bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pertumbuhan, pelayanan dan keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antar wilayah dengan mempertahankan keseimbangan lingkungan dan ketersediaan sumberdaya daerah. Menurut Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, salah satu cara untuk mengurangi jumlah kawasan kumuh di Kota Bandung yaitu dengan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa), program rutin perbaikan 1000 rumah kumuh serta perbaikan infrastruktur pada kawasan kumuh. Pemerintah Kota Bandung mengharapkan pembangunan rumah kumuh dan perbaikan sarana infrastruktur selain mendapatkan dukungan dana dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kota Bandung juga berharap masyarakat dapat meningkatkan partisipasinya dengan pemberdayaan masyarakat melalui dana swadaya untuk perbaikan rumah kumuh. Keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat sekitarnya.

1.2. Perumusan Masalah

(26)

permukiman dan sistem pengelolaan lingkungan serta rendahnya tingkat kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan lingkungan. Dampak dari banyaknya kawasan kumuh adalah munculnya permasalahan-permasalahan sosial yang sangat kompleks dalam masyarakat, seperti :

• Kondisi kesehatan yang buruk. • Sumber pencemaran.

• Sumber penyebaran penyakit. • Lingkungan yang kotor.

• Rumah yang tidak sehat dan tidak layak huni. • Sarana MCK yang terbatas dan tidak memadai. • Rawan kejahatan

• Rawan kebakaran.

Berdasarkan data tentang sebaran lokasi kawasan kumuh di Kota Bandung pada tahun 2000 menunjukkan bahwa hampir disetiap kelurahan terdapat kawasan permukiman kumuh, baik yang bersatus kampung kota maupun permukiman liar. Menurut data kawasan kumuh di Kota Bandung yang telah dikeluarkan oleh Puslitbang Permukiman Departemen Kimpraswil, terlihat bahwa hampir di setiap kecamatan terdapat kawasan kumuh, berdasarkan proporsi dan komposisi jumlah keluarga dalam peringkat pra sejahtera di wilayah kota Bandung. Peringkat tertinggi adalah Kecamatan Cicadas (27%), Kecamatan Regol (25%), Kecamatan Bandung Kulon (15%).). Sebaran kawasan kumuh dari 139 kelurahan yang ada di kota Bandung, kelurahan yang dikategorikan tidak kumuh hanya berjumlah 17 saja atau (12%), berarti sebanyak 122 atau (88%) kelurahan dikategorikan kumuh.

(www.bandung,go.id).

(27)

5

Februari 2008 dan evaluasi program (PL II) yang dilaksanakan dari tanggal 22 Mei sampai 6 Juni 2008).

Upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan kawasan kumuh telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk program seperti program perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur kawasan kumuh serta program rehabilitasi rumah kumuh.

Berdasarkan data dan informasi hasil Pemetaan Sosial (PL I) dan Evaluasi Program (PL II) yang dilakukan pengkaji, program-program tersebut tampaknya hanya sebatas pada bagaimana program dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan belum terlihat bagaimana keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program.

Mengingat hal tersebut maka permasalahan yang dihadapi adalah :

1. Seberapa jauh program-program yang berkaitan dengan penataan permukiman kumuh dapat melibatkan partisipasi masyarakat di Kelurahan Cicadas ?

2. Bagaimana karakteristik komunitas permukiman kumuh dan faktor-faktor apa yang menyebabkan partisipasi masyarakat aktif dan tidak aktif dalam program penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas ?

Dari gambaran latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka kajian ini berkaitan dengan :

“Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program penataan

permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas Kecamatan Cibeunying Kidul Kota

Bandung”.

1.3. Tujuan Kajian

Berdasarkan uraian rumusan masalah, maka tujuan dari kajian ini adalah : 1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi dan faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam program penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas.

(28)

1.4. Manfaat Kajian

Manfaat Praktis yang diharapkan dari kajian ini adalah :

1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Bandung dan instansi terkait tentang kebijakan dan program yang aspiratif dan partisipatif dalam penataan kawasan kumuh.

2. Bagi masyarakat komunitas kawasan kumuh akan tercipta suatu tempat bermukim yang bersih, sehat, teratur dan peduli akan lingkungan.

3. Memberikan masukan alternatif teknis dan model partisipatif pengembangan masyarakat bagi elemen yang peduli terhadap pengembangan masyarakat.

Manfaat Teoritis yang diharapkan dari kajian ini adalah :

1. Diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang aspek kemauan, kemampuan dan kesempatan dalam berpartisipasi.

(29)

II. TINJAUAN TEORITIS

2.1. Pendekatan Holistis dalam Manajemen Kota

Dalam pengelolaan kota dan wilayah, diperlukan pemecahan masalah secara menyeluruh (holistik). Menurut Sadyohutomo (2008) pendekatan menyeluruh merupakan pendekatan multidimensi kesisteman agar penyelesaian masalah dapat dilakukan secara tuntas sampai pada akar permasalahannya dan bukan pemecahan masalah yang bersifat semu atau pemecahan yang hanya tertuju pada tingkat gejala masalah (simtomatik). Pendekatan holistik mempunyai pilar-pilar sebagai berikut :

1. Secara Ekonomi menguntungkan.

Aspek penting yang perlu dipedomani dalam pengelolaan kota dan wilayah antara lain sebagai berikut :

a. Pembangunan ekonomi berkelanjutan (berwawasan jangka panjang)

b. Peningkatan pendapatan masyarakat c. Peningkatan lapangan pekerjaan

d. Pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan

e. Pembangunan berbasis ekonomi atau sumber daya lokal, tetapi berorientasi ekspor ke tingkat regional, nasional dan global. Pengembangan ekonomi mengintegrasikan antara aktor lokal dengan penggerak dari luar.

2. Ramah terhadap lingkungan.

Aspek penting yang perlu dipedomani dalam pengelolaan kota dan wilayah antara lain sebagai berikut :

a. Konservasi dan pengawetan tanah dan lingkungan.

(30)

biodiesel dsb), energi air, energi matahari, energi angin dan energi nuklir.

c. Mengurangi dan memanfaatkan limbah.

d. Teknologi yang sesuai (tepat guna) dan selalu berkembang.

3. Secara sosial dan politik diterima masyarakat dan sensitif terhadap budaya. Penggunaan aspek-aspek sosial, politik, dan budaya setempat akan merangsang partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan tata ruang.

Dalam menangani permasalahan permukiman kumuh, diperlukan strategi komprehensif meliputi pilar-pilar di atas, dengan konteks penekanan kepada peran serta masyarakat (komunitas) permukiman kumuh. Hal inipun dikemukakan oleh Budihardjo dan Hardjohubojo (1993) bahwa salah satu pertimbangan dalam perencanaan kota adalah dengan menyerap aspirasi masyarakat.

Beberapa hal yang akan dibahas secara teoritis dalam kajian upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam penataan permukiman kumuh di Kelurahan Cicadas adalah pengertian tentang permukiman kumuh, partisipasi dalam pembangunan, definisi partisipasi, bentuk partisipasi masyarakat, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, kelembagaan serta kepemimpinan.

2.2. Permukiman kumuh

(31)

9

Permukiman menurut Sadyohutomo (2008) merupakan suatu kelompok hunian pada suatu areal atau wilayah beserta prasarana yang ada di dalamnya.

Permukiman kumuh menunjukkan keadaan permukiman padat yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, terutama jalan dan saluran pembuangan air limbah.

Menurut Wikipedia Indonesia, kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. (www.wikipedia.org , diakses Juli 2008)

Menurut Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah

(Depkimpraswil)

kumuh (slum) dapat diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi yaitu : 1. Fisik :

a. Berpenghuni padat > 500 orang/Ha

b. Tata letak bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai c. Konstruksi bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai

d. Ventilasi tidak ada, kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai e. Kepadatan bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai

f. Keadaan jalan kondisinya buruk dan tidak memadai

g. Drainase tidak ada dan kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai h. Persediaan air bersih tidak tersedia, kalau tersedia kualitasnya kurang

baik dan terbatas, tidak/kurang lancar.

i. Pembuangan limbah manusia dan sampah tidak tersedia, kalau tersedia kondisinya buruk atau tidak memadai.

2. Non Fisik :

a. Tingkat kehidupan Sosial ekonomi rendah b. Pendidikan didominasi SLTP ke bawah

c. Mata pencaharian bertumpu pada sektor informal d. Disiplin warga rendah

e. Dll.

Menurut Direktur Jendral Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negri

(32)

perkampungan kumuh dan miskin dipandang dari segi sosial ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Sebagian besar penduduknya berpenghasilan dan berpendidikan rendah, serta memiliki sistem sosial yang rentan.

2. Sebagaian besar penduduknya berusaha atau bekerja di sektor informal. Lingkungan permukiman, rumah, fasilitas dan prasarananya di bawah standar minimal sebagai tempat bermukim, misalnya memiliki:

a) Kepadatan penduduk yang tinggi > 200 jiwa/km2 b) Kepadatan bangunan > 110 bangunan/Ha.

c) Kondisi prasarana buruk (jalan, air bersih, sanitasi, drainase, dan persampahan). Kondisi fasilitas lingkungan terbatas dan buruk, terbangun < 20% dari luas persampahan.

d) Kondisi bangunan rumah tidak permanen dan tidak memenuhi syarat minimal untuk tempat tinggal.

e) Permukiman rawan terhadap banjir, kebakaran, penyakit dan keamanan.

f) Kawasan permukiman dapat atau berpotensi menimbulkan ancaman (fisik dan non fisik ) bagi manusia dan lingkungannya.

Menurut Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung, karakteristik kawasan kumuh sebagai berikut :

1. Kepadatan bangunan yang tinggi.

2. Kondisi prasarana dan sarana yang buruk secara kuantitatif dan kualitatif. 3. Kondisi lingkungan yang tidak didukung oleh sistem drainase dan

pembuangan sampah yang memadai.

4. Tidak memiliki keteraturan struktur permukiman. 5. Permukiman dibantaran sungai.

6. Areal yang terpengaruh secara fisik oleh adanya pengelolaan limbah pabrik disekitarnya.

(33)

11

bagi perumahan yang layak huni dan lingkungan yang sehat. Kondisi perumahan yang buruk dapat menimbulkan masalah-masalah seperti padatnya penghuni perumahan, rendahnya tingkat kesehatan, rawan bahaya kebakaran dan sebagainya. Sebagai akibat kurangnya fasilitas lingkungan permukiman seperti air minum, saluran pembuangan air, pembuangan sampah dan lainnya maka timbullah masalah lingkungan permukiman kumuh yang tidak sehat.

Penataan lingkungan merupakan faktor sangat penting dalam usaha perbaikan permukiman. Sebagus apapun perbaikan permukiman tanpa memperhatikan penataan lingkungan akan sia-sia. Sekalipun tempat tinggal, jalan, penerangan dan lain-lain sudah memadai, akan tetapi apabila faktor lingkungan diabaikan, maka permukiman akan terlihat kotor dan berkesan jorok bahkan yang sudah tertata rapi akan menjadi kumuh kembali. Selain itu lingkungan yang buruk menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Penataan lingkungan baik secara individuil seperti sistem sanitasi di rumah-rumah (tersedianya saluran pipa air bersih , MCK), maupun penataan lingkungan dalam skala yang lebih luas seperti penyediaan air bersih, saluran pematusan (drainase), pembuangan air limbah serta pembuangan sampah adalah sangat penting. Oleh karena itu salah satu indikator berhasil atau tidaknya perbaikan permukiman adalah peningkatan kualitas lingkungan yang dapat diukur dengan ada atau tidak serta baik atau buruknya fasilitas-fasilitas sanitasi tersebut di atas.

Dari pengertian di atas, permukiman selain terdiri dari rumah tinggal, juga merupakan tempat kegiatan penghuni dalam berinteraksi dengan penghuni lainnya yang membentuk satu komunitas. Menurut Zastrow (2004:29) yang dikutip oleh Nitimihardjo (2007) ada beberapa perspektif teoritis untuk memahami komunitas yaitu :

1. Perspektif struktural menjelaskan bagaimana individu merasa tepat dan nyaman secara keseluruhan berada di dalam organisasi, dan menekankan pada bagaimana seseorang dihubungkan dengan struktur pemerintahan melalui komunitas.

(34)

3. Perspektif ekologi manusia memusatkan pada hubungan penduduk dengan lingkungannya. Pendekatan ekologi mempertimbangkan bagaimana lingkungan mempengaruhi perkembangan manusia, interaksi dan kualitas hidup.

4. Teori sistem sosial berisikan konsep-konsep yang menekankan pada interaksi dan hubungan diantara berbagai sistem, termasuk individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. Teori sistem digabungkan dengan perspektif ekologi melahirkan teori ekosistem yang menjelaskan bahwa manusia secara konstan berada dalam interaksi dengan berbagai sistem dalam suatu lingkungan.

Permasalahan yang dihadapi dalam program penataan permukiman kumuh adalah terbatasnya ruang gerak pelaksanaan yang disebabkan oleh kondisi fisik tata bangunan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Bangunan-bangunan fisik yang sudah ada dan cukup padat menyebabkan penataan perumahan tidak mudah. Oleh karena itu program penataan permukiman kumuh harus didukung oleh masyarakat setempat dengan prinsip partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Caranya dengan melibatkan masyarakat secara langsung sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan.

2.3. Partisipasi dalam Pembangunan

Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan kemampuan partisipasi masyarakat. Menurut Gunardi, Agung S , Purnaningsih dan Lubis (2007, 43), partisipasi merupakan konsep yang sulit untuk dilaksanakan terutama pada masyarakat perkotaan yang lebih bersifat individualistis dan bersikap skeptis terhadap pembangunan. Masalah ini terutama muncul dikalangan masyarakat yang sering dikecewakan oleh program-program pembangunan sebelumnya, sehingga mereka cenderung curiga terhadap program-program yang hanya menguntungkan sekelompok orang saja.

(35)

13

masyarakat. Sementara itu ditingkat pemerintahanpun secara umum terdapat kecenderungan kuat untuk bersikap menunggu dan meneruskan keputusan dari tingkat yang lebih tinggi, daripada mengambil inisiatif untuk merespons tuntutan dari bawah (Jurnal Analisis Sosial, 2002).

Menurut Siagian (1999), keberhasilan kegiatan pembangunan akan lebih terjamin apabila seluruh warga masyarakat membuat komitmen untuk turut berperan sebagai pelaku pembangunan dengan para anggota elite masyarakat sebagai panutan, pengarah, pembimbing dan motivator. Dengan perkataan lain, partisipasi masyarakat luas mutlak diperlukan oleh karena mereka itulah yang pada akhirnya melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan tersebut. Agar masyarakat mau dan tertarik untuk berpartisipasi, perlu kiranya menciptakan kondisi agar pembangunan yang dilaksanakan memenuhi kriteria :

1. Menguntungkan masyarakat.

2. Harus dipahami maksudnya oleh masyarakat.

3. Dilaksanakan sesuai maksudnya secara jujur, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

4. Harus melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya.

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dikemukakan juga oleh Sudriamunawar (2006) :

1. Dengan peranserta masyarakat akan lebih banyak hasil kerja yang dicapai. 2. Dengan peranserta masyarakat pelayanan atau servis dapat diberikan

dengan biaya murah.

3. Peranserta masyarakat memiliki nilai dasar yang sangat berarti dalam menjalin persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat.

4. Peranserta masyarakat merupakan katalisator untuk kelangsungan pembangunan selanjutnya.

5. Peranserta masyarakat dapat menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan di masyarakat.

(36)

2.3.1. Definisi Partisipasi

Partisipasi mempunyai beberapa pengertian seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Safi’i (2007), kata partisipasi berasal dari bahasa latin

partisipare yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia mengambil bagian atau turut serta. Selanjutnya partisipasi menurut Sastrodipoetra dalam Safi’i (2007) adalah “keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama”.

Menurut Adisasmita (2006) partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan.

Syahyuti (2006) mengemukakan istilah partisipasi sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan. Pembangunan yang partisipatif (participatory development) adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka.

Sudriamunawar (2006) mengutip istilah partisipasi menurut Direktur Jendral Pengembangan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negri, partisipasi masyarakat sebagai keikutsertaan masyarakat dengan sadar dalam suatu program atau kegiatan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Kesadaran timbul karena adanya kepentingan yang dapat dicapai melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama.

(37)

15

adanya kesadaran akan tujuan, adanya pelaksanaan tujuan yang disertai tingkah laku.

Menurut Panjaitan, Nitimihardjo dan Fachrudin (2007), motif adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Pada dasarnya motif terbentuk karena adanya kebutuhan pada diri manusia (biological need dan psychological need). Harapan cenderung mempengaruhi motif atau kebutuhan.

As’ad (1981) mengemukakan istilah motif sebagai dorongan atau tenaga yang merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.

Menurut Walgito (1983), tingkah laku manusia dipengaruhi oleh tiga kemampuan kejiwaan yang merupakan satu kesatuan dan tidak bisa terlepas satu dengan yang lain, yaitu :

1. Kognisi, yang berhubungan dengan pengenalan. Menurut Irwanto (1994), dalam kognisi ada proses evaluatif, membandingkan, menganalisis atau mendayagunakan pengetahuan yang ada untuk memeriksa suatu rangsang. 2. Emosi (Afeksi), yang berhubungan dengan perasaan. Menurut Irwanto

(1994), dalam emosi ada perasaan senang dan tidak senang serta perasaan emosional lain sebagai akibat/hasil dari proses evaluatif yang dilakukan. Perasaan ini berpengaruh kuat terhadap prilaku seseorang.

3. Konasi, yang berhubungan dengan kemauan, yaitu kecenderungan untuk bertingkah laku tertentu.

Menurut Direktorat Penyuluhan dan Bimbingan Sosial (1980), untuk menggerakkan setiap orang supaya mau berpartisipasi maka perlu diciptakan perasaan kepentingan bersama, saling ikut memiliki dan bertanggung jawab dan berusaha menghilangkan jarak sosial serta prasangka sosial. Di dalam menciptakan perasaan adanya kepentingan bersama dan saling ikut memiliki serta tanggung jawab maka perlu dicari motivasi dalam kebutuhan hidup manusia.

(38)

1. Determinan yang berasal dari lingkungan (kegaduhan, bahaya dari lingkungan, desakan guru dan lain-lain)

2. Determinan dari dalam diri individu (harapan/cita-cita, emosi, keinginan dan lain-lain)

3. Tujuan/insentif/nilai dari suatu objek. Faktor-faktor ini berasal dari dalam diri individu (kepuasan kerja, tanggung jawab dan lain-lain) atau dari luar individu (status, uang dan lain-lain).

Dalam memandang perilaku manusia yang merupakan hasil interaksi dengan sistem lingkungan sosialnya, terdapat tiga sistem yang mendasar seperti yang dikemukakan oleh Nitimihardjo (2007), yaitu :

1. Sistem mikro, yaitu berkenaan dengan individu yang terdiri atas sistem biologis, psikologis dan sosial, dimana ketiga sistem tersebut saling berinteraksi dan saling berpengaruh.

2. Sistem mezo, yaitu berkenaan dengan kelompok kecil, seperti keluarga, kelompok kerja dan kelompok-kelompok sosial lainnya.

3. Sistem makro, yaitu berkenaan dengan sistem yang lebih besar dari kelompok kecil. Orientasi makro memusatkan pada kondisi dan kebijakan sosial, politik dan ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Dalam partisipasi konsep yang penting diperhatikan dalam diri individu adalah konsep kebutuhan manusia, kesadaran dan kemauan akan motif serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan yang merupakan pendorong utama dibalik tingkah laku manusia dalam konteks komunitas.

Dari penjelasan tentang motif dan tingkah laku di atas maka motif akan merangsang seseorang bertingkah laku untuk pencapaian tujuan. Selain tingkah laku disebabkan oleh rangsangan motif, harapan dan kebutuhan juga disebabkan oleh rangsangan situasi yang berlaku pada saat itu.

Oppenheim (1966) mengemukakan formula untuk menganalisis tingkah laku yaitu B = f (P,E) : “behavior is a function of the interaction between P (all the person’s inner determinats, such as temperament, attitude, or character traits)

(39)

17

Menurut Sumardjo dan Saharudin (2007) terdapat dua hal yang dapat mendukung partisipasi dalam masyarakat yaitu : (1) ada unsur yang mendukung untuk berprilaku tertentu pada diri seseorang (person inner determinant) dan (2) terdapat iklim atau lingkungan (environtmental factors) yang memungkinkan terjadinya prilaku tertentu itu. Untuk mengembangkan partisipasi perlu kiranya memperhatikan kedua aspek tersebut.

Faktor-faktor atau prasyarat yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah :

1. Adanya kesempatan yaitu adanya kesadaran dari seseorang tentang suasana atau kondisi lingkungan yang memberikan peluang berpartisipasi. 2. Adanya kemauan yaitu adanya dorongan yang menumbuhkan minat dan

sikap untuk berpartisipasi, misalnya adanya manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasi tersebut.

3. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran dan keyakinan bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi baik itu berupa pikiran, waktu, tenaga, atau sarana dan material lain.

Sudriamunawar (2006) mengemukakan tentang persyaratan partisipasi sebagai berikut :

1. Aspek partisipasi yang paling mendasar adalah luasnya pengetahuan dan latar belakang yang memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasikan sebagai prioritas dan melihat berbagai masalah dalam konteksnya yang tepat.

2. Adanya kemampuan untuk belajar secara lebih cepat tentang berbagai masalah sosial dalam pengambilan keputusan.

3. Kemauan untuk bertindak secara lebih efektif.

Seseorang akan berpartisipasi apabila terpenuhi faktor-faktor atau prasayarat diatas. Jika salah satu faktor dari ketiga faktor tersebut tidak terpenuhi, maka hampir dapat dipastikan bahwa partisipasi tidak akan pernah terjadi.

2.3.2. Tipologi Partisipasi

(40)

Partisipasi Manipulatif yaitu partisipasi semu dimana masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran. Menurut Gunardi, et al (2007, 45), pada partisipasi ini ada wakil-wakil masyarakat dalam kepanitiaan atau kepengurusan tetapi tidak mempunyai kekuasaan atau terpilih.

Partisipasi Informatif yaitu masyarakat hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk proyek, masyarakat tidak mendapat kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi penelitian tidak dibatasi bersama masyarakat. Orang berpartisipasi setelah diberitahu hasil keputusan, tanpa menghiraukan respon masyarakat. Informasi dimiliki oleh profesional dari luar.

Partisipasi Konsultatif yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, dimana orang luar mendengarkan, menganalisa masalah dan pemecahannya. Tidak ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama, para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.

Partisipasi Insentif yaitu masyarakat memberikan korbanan/jasanya untuk memperoleh imbalan berupa insentif/upah. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.

Partisipasi Fungsional yaitu masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.

(41)

19

Partisipasi Mandiri yaitu masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan/dukungan-dukungan teknis dan sumberdaya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.

2.3.3. Bentuk Partisipasi Masyarakat

Dalam pelaksanaan partisipasi, seseorang, kelompok, atau masyarakat dapat memberikan kontribusi atau sumbangan dalam berbagai bentuk atau jenis partisipasi yang disesuaikan dengan kemauan dan kemampuan mereka untuk menunjang keberhasilan pembangunan. Bentuk partisipasi yang diperinci dalam jenis-jenis partisipasi menurut rumusan Direktur Jendral Pengembangan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negri yang dikutip oleh Sudriamunawar (2006) sebagai berikut :

1. Partisipasi Buah Pikiran

Partisipasi disini memiliki arti bahwa seseorang atau kelompok masyarakat itu turut serta menyumbangkan ide-ide bagi pembangunan masyarakat. Contohnya adalah kegiatan anjang sono, rapat desa, musyawarah desa yang dilaksanakan oleh Lembaga Masyarakat Desa. 2. Partisipasi Tenaga dan Fisik

Partisipasi yang bersifat aktif yang dilakukan oleh seseorang atau masyarakat dengan terjun langsung dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Dalam kehidupan masyarakat desa perkembangan peran serta tenaga dan fisik ini tampak pada pekerjaan gotong royong dalam perbaikan jalan, jembatan, sarana ibadah, pendidikan dan sebagainya. 3. Partisipasi Ketrampilan dan Kemahiran

(42)

kemampuan dalam seni untuk menghias dan menata desa dengan sebaik dan seindah mungkin.

4. Partisipasi Harta Benda

Partisipasi yang dilakukan warga masyarakat dalam bentuk sumbangan baik berupa barang maupun benda. Hal ini biasanya dilakukan seseorang bila dia tidak mampu untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan pembangunan. Tidak bisanya untuk ikut berperan serta secara aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di desa biasanya karena sudah uzur, sedang sakit atau sedang ada kepentingan yang tidak dapat ditinggalkan. Contohnya menyumbang makanan untuk masyarakat yang sedang melakukan kerja bakti/gotong royong, memberikan sumbangan berupa makanan, minuman atau uang.

Hamijoyo dan Iskandar yang dikutip oleh Huraerah (2007 : 103) menambahkan bentuk partisipasi selain yang dikemukakan di atas yaitu partisipasi sosial berupa partisipasi yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban, misalnya turut arisan, koperasi, melayad dalam peristiwa kematian, kondangan dalam peristiwa pernikahan.

Dengan memperhatikan pembagian partisipasi masyarakat diatas, dapat terlihat luasnya kemungkinan-kemungkinan yang dapat digunakan orang, kelompok atau masyarakat jika akan berpartisipasi. Dalam pelaksanaan partisipasi sosial tidak hanya keikutsertaan setiap orang saja yang diperlukan tetapi juga peranan aktif apa yang bisa diperbuat serta disumbangkan perlu mendapat perhatian.

(43)

21

Partisipasi atau peran serta masyarakat yang tumbuh dan berkembang dengan baik dalam suatu aktivitas masyarakat dalam pembangunan, dapat diukur dengan kriteria-kriteria sebagai berikut (Sudriamunawar, 2006) :

1. Adanya pemimpin yang mampu menggerakkan masyarakat secara aktif dan dinamis.

2. Adanya objek pembangunan sehingga peran serta masyarakat akan terlihat aktif dan dinamis.

3. Ketertarikan dan keeratan hubungan yang harmonis baik antara sesama anggota masyarakat maupun masyarakat itu sendiri dengan pemimpinnya. 4. Adanya tujuan hidup dan kebutuhan yang sama dimana hal ini merupakan

kekuatan dan modal yang besar untuk melakukan kegiatan bersama dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Adanya kemampuan masyarakat itu sendiri dalam menyesuaikan dirinya dengan alam dan lingkungan sekitarnya.

6. Adanya iklim yang memungkinkan timbulnya peran serta masyarakat. Menurut Najib yang dikutip oleh Huraerah (2007), keberhasilan partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh :

1. Siapa penggagas partisipasi; apakah pemerintah pusat, pemerintah daerah atau LSM

2. Untuk kepentingan siapa partisipasi itu dilaksanakan: apakah untuk kepentingan pemerintah atau untuk masyarakat. Jika untuk kepentingan warga maka program kemiskinan dengan pendekatan partisipasi masyarakat akan lebih berlanjut.

3. Siapa yang memegang kendali: apakah pemerintah pusat, pemerintah daerah atau lembaga donor. Jika pemerintah daerah atau LSM yang memegang kendali cenderung lebih berhasil, karena pemerintah daerah atau LSM cenderung lebih mengetahui permasalahan, kondisi dan kebutuhan daserah atau masyarakatnya dibanding pihak luar.

(44)

5. Kultural: daerah yang masyarakatnya memiliki tradisi dalam berpartisipasi (proses pengambilan keputusan melalui musyawarah) cenderung lebih mudah dan berlanjut.

6. Politik: kepemerintahan yang stabil serta menganut sistem yang transparan, menghargai keberagaman dan demokratis.

7. Legalitas: tersedianya (diupayakan) regulasi yang menjamin partisipasi warga dalam pengelolaan pembangunan (terintegrasi dalam sistem kepemerintahan di daerah).

8. Ekonomi : adanya mekanisme yang menyediakan akses bagi warga miskin untuk terlibat atau memastikan bahwa mereka akan memperoleh manfaat (langsung maupun tidak langsung) setelah berpartisipasi.

9. Kepemimpinan: adanya kepemimpinan yang disegani dan memiliki komitmen untuk mendorong serta melaksanakan partisipasi, dapat dari kalangan pemerintah, LSM, masyarakat itu sendiri atau tokoh masyarakat. 10.Waktu: penerapan partisipasi tidak hanya sesaat, tetapi ditempatkan pada

kurun waktu yang cukup lama.

11.Tersedianya jaringan yang menghubungkan antara warga masyarakat dan pemerintah (forum warga)

2.3.4. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan dan partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembangunan di masyarakat. Huraerah (2007) mengatakan bahwa konsep pemberdayaan termasuk dalam pengembangan masyarakat dan terkait dengan konsep-konsep: kemandirian (self-help), partisipasi (participation), jaringan kerja (networking) dan pemerataan (equity).

(45)

23

masyarakat termiskin melalui upaya pembangkitan semangat hidup untuk dapat menolong diri sendiri.

Ife (2002) memberikan defenisi pemberdayaan sebagai berikut: “empowerment aims to increase the power of the disadvantaged”, pemberdayaan adalah peningkatan kekuasaan kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung.

Menurut Sumodiningrat (2007), pemberdayaan sebagai konsep alternatif pembangunan, dengan demikian menekankan otonomi pengambilan keputusan suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Sedangkan menurut Suharto (2005) yang mengutip pendapat Parsons (1994), mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagi pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

Haeruman dan Eriyatno (2001), mengemukakan konsep pemberdayaan sebagai alternatif bagi pembangunan ekonomi wilayah. Pada hakekatnya, konsep ini memuat upaya mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan ekonomi wilayah. Ciri pokok konsep pemberdayaan adalah pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, partisipasi aktif, demokratis dan berdasar pada isu pokok dan sumberdaya lokal.

Selanjutnya Syaroni dalam Jurnal Analisis Sosial (2002) menyatakan tentang substansi dari pemberdayaan masyarakat adalah terciptanya sebuah kesadaran kritis dan konstruktif pada segenap komunitas menghadapi eksistensinya dan masalah-masalah yang muncul baik pada masa sekarang maupun mendatang.

(46)

masyarakat diperlukan upaya berupa pemberdayaan. Dengan model pemberdayaan ini diharapkan partisipasi masyarakat akan meningkat. Artinya masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang dinamis dan aktif berpartisipasi di dalam membangun diri mereka sendiri. Tidak mengharapkan bantuan dari orang lain, mampu berfikir kreatif dan inovatif, mempunyai wawasan yang luas dan mampu bekerja sama dengan pihak lain. Hal inipun dikemukakan oleh Suharto (2005) pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan.

2.4. Kelembagaan

Salah satu strategi untuk mencapai tujuan pengembangan masyarakat lokal yang partisipatif adalah mengembangkan kelembagaan yang ada di dalam komunitas lokal. Menurut Haeruman dan Eriyatno (2001) pengembangan kelembagaan berarti suatu proses menuju ke arah perbaikan hubungan antara orang atau kelompok orang dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat membentuk kelembagaan yang dikehendaki, dalam proses tersebut melibatkan unsur norma dan tingkah laku.

(47)

25

Tujuan dibentuknya kelembagaan adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, maka Koentjaraningrat (1979) yang dikutip oleh Nasdian dan Dharmawan (2007) meng

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran
Tabel 2  Penggunaan Tanah Kelurahan Cicadas Tahun 2007
Tabel 3  Komposisi Penduduk Kelurahan Cicadas Berdasarkan
Gambar 2  Piramida Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur di Kelurahan Cicadas Tahun 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul dari skripsi ini adalah Partisipasi Masyarakat dalam penataan kawasan kumuh (studi tentang Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh di Kota Surabaya). Skripsi ini terdiri dari

Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa permukiman dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tangga yang lebih tinggi memiliki tingkat kekumuhan yang

Dengan adanya data hasil rekapitulasi kuesioner tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak sedikit penghuni permukiman kumuh di Kelurahan Tlogopojok merupakan

Dimana arahan yang dihasilkan akan melihat pada karakteristik yang dimiliki permukiman kumuh di wilayah Kelurahan Sukolilo Baru, baik dari aspek sosial, ekonomi, dan

1.2 Perumusan Masalah Padatnya jarak antar bangunan pada kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Karang Jati tepatnya pada RT 31,32,38 dan 39, menyebabkan keterbatasan lahan untuk

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PROGRAM KOTAKU SEBAGAI UPAYA PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DI KELURAHAN KUTOARJO KABUPATEN PURWOREJO Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan

Terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan, keberhasilan upaya penanganan permukiman kumuh di Kelurahan Kutoarjo diatasi melalui Program Kotaku, yaitu suatu implementasi kebijakan

Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh Kotaku Dalam Upaya Penanganan Kawasan Kumuh Studi Pada Badan Keswadayaan Masyarakat Bkm Kelurahan ….. Implementasi Programkota Tanpa Kumuh Kotaku