II. TINJAUAN TEORITIS
2.2. Permukiman Kumuh
Adisasmita (2006) mengemukakan istilah permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 1, Butir 1 dinyatakan bahwa Rumah atau Permukiman selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan gangguan mahluk hidup lainnya, merupakan pula tempat untuk menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat, maka penataan ruang dan kelengkapan prasarana dan sarana lingkungan dan lainnya, dimaksudkan agar lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.
9
Permukiman menurut Sadyohutomo (2008) merupakan suatu kelompok hunian pada suatu areal atau wilayah beserta prasarana yang ada di dalamnya.
Permukiman kumuh menunjukkan keadaan permukiman padat yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, terutama jalan dan saluran pembuangan air limbah.
Menurut Wikipedia Indonesia, kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. (www.wikipedia.org , diakses Juli 2008)
Menurut Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah
(Depkimpraswil)
kumuh (slum) dapat diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi yaitu : 1. Fisik :
a. Berpenghuni padat > 500 orang/Ha
b. Tata letak bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai c. Konstruksi bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai
d. Ventilasi tidak ada, kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai e. Kepadatan bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai
f. Keadaan jalan kondisinya buruk dan tidak memadai
g. Drainase tidak ada dan kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai h. Persediaan air bersih tidak tersedia, kalau tersedia kualitasnya kurang
baik dan terbatas, tidak/kurang lancar.
i. Pembuangan limbah manusia dan sampah tidak tersedia, kalau tersedia kondisinya buruk atau tidak memadai.
2. Non Fisik :
a. Tingkat kehidupan Sosial ekonomi rendah b. Pendidikan didominasi SLTP ke bawah
c. Mata pencaharian bertumpu pada sektor informal d. Disiplin warga rendah
e. Dll.
Menurut Direktur Jendral Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negri
perkampungan kumuh dan miskin dipandang dari segi sosial ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Sebagian besar penduduknya berpenghasilan dan berpendidikan rendah, serta memiliki sistem sosial yang rentan.
2. Sebagaian besar penduduknya berusaha atau bekerja di sektor informal. Lingkungan permukiman, rumah, fasilitas dan prasarananya di bawah standar minimal sebagai tempat bermukim, misalnya memiliki:
a) Kepadatan penduduk yang tinggi > 200 jiwa/km2 b) Kepadatan bangunan > 110 bangunan/Ha.
c) Kondisi prasarana buruk (jalan, air bersih, sanitasi, drainase, dan persampahan). Kondisi fasilitas lingkungan terbatas dan buruk, terbangun < 20% dari luas persampahan.
d) Kondisi bangunan rumah tidak permanen dan tidak memenuhi syarat minimal untuk tempat tinggal.
e) Permukiman rawan terhadap banjir, kebakaran, penyakit dan keamanan.
f) Kawasan permukiman dapat atau berpotensi menimbulkan ancaman (fisik dan non fisik ) bagi manusia dan lingkungannya.
Menurut Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung, karakteristik kawasan kumuh sebagai berikut :
1. Kepadatan bangunan yang tinggi.
2. Kondisi prasarana dan sarana yang buruk secara kuantitatif dan kualitatif. 3. Kondisi lingkungan yang tidak didukung oleh sistem drainase dan
pembuangan sampah yang memadai.
4. Tidak memiliki keteraturan struktur permukiman. 5. Permukiman dibantaran sungai.
6. Areal yang terpengaruh secara fisik oleh adanya pengelolaan limbah pabrik disekitarnya.
Pemenuhan kebutuhan perumahan pada saat ini sangat sulit untuk dipenuhi oleh sebagian penduduk yang disebabkan rendahnya kemampuan ekonomi dan tingginya biaya pembangunan perumahan. Keterbatasan tersebut mengakibatkan kondisi perumahan yang dibangun kurang memenuhi persyaratan
11
bagi perumahan yang layak huni dan lingkungan yang sehat. Kondisi perumahan yang buruk dapat menimbulkan masalah-masalah seperti padatnya penghuni perumahan, rendahnya tingkat kesehatan, rawan bahaya kebakaran dan sebagainya. Sebagai akibat kurangnya fasilitas lingkungan permukiman seperti air minum, saluran pembuangan air, pembuangan sampah dan lainnya maka timbullah masalah lingkungan permukiman kumuh yang tidak sehat.
Penataan lingkungan merupakan faktor sangat penting dalam usaha perbaikan permukiman. Sebagus apapun perbaikan permukiman tanpa memperhatikan penataan lingkungan akan sia-sia. Sekalipun tempat tinggal, jalan, penerangan dan lain-lain sudah memadai, akan tetapi apabila faktor lingkungan diabaikan, maka permukiman akan terlihat kotor dan berkesan jorok bahkan yang sudah tertata rapi akan menjadi kumuh kembali. Selain itu lingkungan yang buruk menyebabkan timbulnya berbagai penyakit. Penataan lingkungan baik secara individuil seperti sistem sanitasi di rumah-rumah (tersedianya saluran pipa air bersih , MCK), maupun penataan lingkungan dalam skala yang lebih luas seperti penyediaan air bersih, saluran pematusan (drainase), pembuangan air limbah serta pembuangan sampah adalah sangat penting. Oleh karena itu salah satu indikator berhasil atau tidaknya perbaikan permukiman adalah peningkatan kualitas lingkungan yang dapat diukur dengan ada atau tidak serta baik atau buruknya fasilitas-fasilitas sanitasi tersebut di atas.
Dari pengertian di atas, permukiman selain terdiri dari rumah tinggal, juga merupakan tempat kegiatan penghuni dalam berinteraksi dengan penghuni lainnya yang membentuk satu komunitas. Menurut Zastrow (2004:29) yang dikutip oleh Nitimihardjo (2007) ada beberapa perspektif teoritis untuk memahami komunitas yaitu :
1. Perspektif struktural menjelaskan bagaimana individu merasa tepat dan nyaman secara keseluruhan berada di dalam organisasi, dan menekankan pada bagaimana seseorang dihubungkan dengan struktur pemerintahan melalui komunitas.
2. Perspektif sosiopsikologis meliputi bagaimana perasaan anggota-anggota komunitas mengenai diri mereka dan bagaimana mereka berinteraksi.
3. Perspektif ekologi manusia memusatkan pada hubungan penduduk dengan lingkungannya. Pendekatan ekologi mempertimbangkan bagaimana lingkungan mempengaruhi perkembangan manusia, interaksi dan kualitas hidup.
4. Teori sistem sosial berisikan konsep-konsep yang menekankan pada interaksi dan hubungan diantara berbagai sistem, termasuk individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. Teori sistem digabungkan dengan perspektif ekologi melahirkan teori ekosistem yang menjelaskan bahwa manusia secara konstan berada dalam interaksi dengan berbagai sistem dalam suatu lingkungan.
Permasalahan yang dihadapi dalam program penataan permukiman kumuh adalah terbatasnya ruang gerak pelaksanaan yang disebabkan oleh kondisi fisik tata bangunan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Bangunan-bangunan fisik yang sudah ada dan cukup padat menyebabkan penataan perumahan tidak mudah. Oleh karena itu program penataan permukiman kumuh harus didukung oleh masyarakat setempat dengan prinsip partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Caranya dengan melibatkan masyarakat secara langsung sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan.