• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pembahasan

2. Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros , Rhizosolenia

Komunitas fitoplankton yang mengalami situasi lingkungan yang ekstrim cenderung terdiri atas sejumlah kecil spesies, sebaliknya dalam lingkungan yang baik jumlah spesies lebih banyak, namun tidak ada satu spesies pun yang berlimpah. Fenomena seperti itu telah ditemukan selama penelitian di perairan Teluk Jakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 9 (sembilan) stasiun dan 6 (enam) waktu pengamatan didapatkan 47 genera dari 4 (empat) kelas yaitu kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, dan Dinophyceae (sub bahasan kelimpahan fitoplankton). Dari ke-47 genera tersebut didapatkan beberapa genus yang telah mengalami pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan genus-genus yang lain, genus-genus tersebut ditemukan pada lokasi-lokasi dan waktu pengamatan tertentu.

Selama penelitian ditemukan bahwa genus Skeletonema dan Chaetoceros

adalah fitoplankton predominan yang ditemukan di perairan ini. Predominan fitoplankton merupakan jenis-jenis yang populasinya cukup banyak atau mendominasi populasi dengan kelimpahan lebih dari 10%. Jenis-jenis

predominan termasuk kelompok yang penting karena jenis predominan ini memegang peranan dan dapat dipakai sebagai indikator biologis bagi suatu perairan (Sidabutar 2008). Skeletonema merupakan jenis yang sering kali ditemukan dalam kondisi melimpah di perairan Teluk Jakarta (Damar 2003; Soedibjo 2006; Thoha 2010). Selain Skeletonema dan Chaetoceros yang ditemukan predominan di perairan Teluk Jakarta, genus Rhizosolenia juga memiliki kelimpahan yang tinggi, namun kelimpahannya tidak lebih dari 10%.

Secara spasial dan temporal diperoleh kelimpahan Skeletonema yang berkisar antara 15.714-14.911.429 sel.L-1, Chaetoceros dengan kisaran antara 5.714-4.667.857 sel.L-1, serta Rhizosolenia berada pada kisaran antara 4.000- 3.641.000 sel.L-1. Apabila ketiga genus tersebut dibandingkan, maka didapatkan bahwa Skeletonema memiliki kelimpahan yang tertinggi dan terendah adalah

Rhizosolenia.

Secara spasial selama penelitian didapatkan bahwa kecenderungan kelimpahan genus Skeletonema adalah lebih tinggi pada lokasi-lokasi yang lebih dekat ke pantai dibandingkan dengan lokasi yang lebih jauh dari pantai. Kelimpahan Skeletonema tertinggi terdapat pada stasiun 6 dengan nilai sebesar 6.516.072 sel.L-1 dan terendah pada stasiun 2 dengan nilai adalah 321.381 sel.L-1 (Gambar 26). Tingginya kelimpahan Skeletonema yang ditemukan pada stasiun 6 disebabkan oleh konsentrasi nutrien utama (N, P, dan Si) yang mempengaruhi aktivitas fitoplankton dan intensitas cahaya berada pada kisaran yang sesuai. Meskipun stasiun ini terletak pada lokasi yang agak jauh dari pantai, yang berimplikasi pada suplai nutrien yang kurang. Namun, kandungan nutrien yang ada sesuai bagi fitoplankton dalam melakukan aktivitasnya. Untuk pertumbuhan fitoplankton memerlukan konsentrasi N, P, dan Si masing-masing di atas 1 µM (Livingston 2001), 0,1 µM, dan 2 µM (Egge & Asknes 1992). Selanjutnya dinyatakan bahwa konsentrasi N sebesar 1 µM, P sebesar 0,1 µM, dan Si di bawah 2-1 µM merupakan level batas (threshold) bagi pembatas pertumbuhan fitoplankton. Konsentrasi N, P, dan Si di bawah nilai ini menyebabkan kandungan unsur-unsur ini dalam sel berkurang dan menyebabkan pembelahan sel terhenti (Millero 2009). Laju pertumbuhan fitoplankton pada kondisi nutrien pembatas ini berkisar dari 0,4-0,6 per hari (Ornolfsdottir et al. 2004). Sumber

nutrien di lokasi ini selain masukan dari daratan (alloktonus), juga berasal dari dalam perairan itu sendiri (autoktonus). Jenis-jenis nutrien yang bersumber dari dalam perairan yang dihasilkan melalui dekomposisi organisme yang mengalami kematian dan aktivitas ekskretori hewan serta metabolisme organisme heterotrofik (Savenkoff et al. 1996; Cebrian 2002) menjadi penentu keberlanjutan aktivitas itu. Pada stasiun ini ditemukan kandungan nitrat yang berkisar antara 0,0318-0,0823 mg.L-1, ortofosfat antara 0,0114-0,3010 mg.L-1, dan silika dengan kisaran antara 0,4425-5,9946 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Sementara itu, kelimpahan genus

Skeletonema yang rendah pada stasiun 2 disebabkan oleh intensitas cahaya yang masuk ke kolom perairan lebih rendah. Hal tersebut dapat ditelusuri dari nilai kekeruhan yang lebih tinggi pada stasiun ini selama penelitian, pada stasiun 2 didapatkan kekeruhan dengan nilai yang berkisar antara 2,30 - 5,60 (Lampiran 3). Kondisi ini menciptakan situasi yang kurang menguntungkan bagi Skeletonema

dalam beraktivitas.

Genus Chaetoceros secara spasial memiliki kelimpahan yang berbeda antara setiap stasiun, dengan kecenderungan bahwa nilai kelimpahan lebih tinggi pada lokasi-lokasi yang dekat dari pantai dan rendah pada stasiun-stasiun yang lebih jauh dari pantai. Kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun 6 dengan nilai sebesar 873.571 sel.L-1 dan terendah pada stasiun 1 dengan nilai adalah 247.119 sel.L-1 (Gambar 26). Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan penelitian Luis dan Kawamura (2004) di Timur Laut Arab yang menemukan bahwa kelimpahan

Chaetoceros spp. di perairan pantai umumnya berada di atas 75% dan berkurang ke arah laut. Penyebab tingginya kelimpahan Chaetoceros pada stasiun 6 adalah kandungan nutrien dan intensitas cahaya pada stasiun ini berada pada kisaran yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Kisaran masing- masing nutrien adalah nitrat : 0,0318-0,0828 mg.L-1, ortofosfat : 0,0114-0,3010 mg.L-1, dan silika : 0,4425-5,9946 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Sedangkan kelimpahan Chaetoceros yang rendah pada stasiun 1 disebabkan oleh kekeruhan perairan. Pada stasiun ini selama penelitian didapatkan nilai kekeruhan yang tinggi terutama pada pengamatan November dan Januari dengan nilai yaitu 6,10 dan 6,20 NTU. Kekeruhan yang tinggi tersebut sebagai akibat dari masukan dari daratan berupa partikel-partikel terlarut. Nilai kekeruhan tersebut berimplikasi

pada terhalangnya intensitas cahaya yang masuk ke kolom perairan atau dengan kata lain bahwa intensitas cahaya yang masuk ke kolom perairan menjadi rendah. Dengan demikian, genus Chaetoceros tidak dapat beraktivitas secara maksimal.

Gambar 26. Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia pada semua stasiun di perairan Teluk Jakarta.

Sama seperti genus Skeletonema dan Chaetoceros, kelimpahan Rhizosolenia

secara spasial juga memiliki nilai yang berbeda antara setiap stasiun. Kecenderungan kelimpahan Rhizosolenia yaitu lokasi-lokasi yang lebih dekat dari pantai memiliki rata-rata kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang jauh dari pantai. Kelimpahan tertinggi diperoleh pada stasiun 3 dengan nilai yaitu 620.500 sel.L-1 dan terendah pada stasiun 1 dengan nilai 104.714 sel.L-1 (Gambar 26). Tingginya kelimpahan Rhizosolenia pada stasiun 3 disebabkan oleh faktor lingkungan (nutrien dan intensitas cahaya) yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton pada stasiun ini berada pada kisaran yang sesuai. Konsentrasi masing-masing nutrien pada stasiun ini adalah nitrat : 0,0121-0,0574 mg.L-1, ortofosfat : 0,0416-0,3168 mg.L-1, dan silika : 0,2845- 3,9339 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Sedangkan kelimpahan terendah ditemukan pada stasiun 1. Penyebab rendahnya kelimpahan Rhizosolenia pada stasiun 1 adalah kekeruhan perairan yang tinggi pada lokasi ini. Nilai kekeruhan selama penelitian pada stasiun berkisar antara 2,60-6,20 NTU. Kekeruhan yang tinggi tersebut mengakibatkan genus Rhizosolenia tidak dapat tumbuh secara

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K elim pa ha n (s el. L -1) Stasiun Skeletonema Chaetoceros Rhizosolenia

maksimal karena intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom perairan menjadi rendah dan tidak sesuai bagi genus ini. Selain itu, selama penelitian genus Rhizosolenia pada stasiun 1 tumbuh secara normal (tidak blooming).

Keberadaan genus predominan selama penelitian tampaknya berhubungan dengan musim yang berlangsung pada saat itu. Di lokasi penelitian, pada musim kemarau dan musim hujan didominasi oleh genus Skeletonema, meskipun pada musim hujan genus Skeletonema tidak blooming. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sidabutar (2008) bahwa pada musim panas cenderung didominasi oleh fitoplankton marga Skeletonema dan di musim hujan pada umumnya didominasi oleh fitoplankton marga Chaetoceros.

Secara umum, berdasarkan waktu pengamatan didapatkan bahwa

Skeletonema memiliki kelimpahan yang tertinggi dengan kelimpahan sebesar 11.752.270 sel.L-1 dan terendah genus Rhizosolenia dengan kelimpahan adalah 1.564.873 sel.L-1 (Gambar 27). Kelimpahan yang ditemukan tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan penelitian Carvalho et al. (2009) yang mendapatkan kisaran kelimpahan Skeletonema sebesar 1-442 sel.mL-1.

Berdasarkan waktu pengamatan didapatkan bahwa genus Skeletonema

mendominasi pada semua waktu pengamatan. Kelimpahan tertinggi diperoleh pada pengamatan November 2009 dengan nilai sebesar 3.809.365 sel.L-1 dan terendah pada pengamatan September 2009 dengan nilai adalah 304.222 sel.L-1 (Gambar 27). Kelimpahan yang tinggi dari genus Skeletonema pada pengamatan November 2009 terkait dengan konsentrasi nutrien yang sesuai bagi Skeletonema

pada pengamatan saat itu. Pada pengamatan bulan ini didapatkan kandungan nutrien dengan kisaran masing-masing adalah nitrat : 0,0072-0,0828 mg.L-1, ortofosfat : 0,0154-0,3480 mg.L-1, dan silika : 0,3621-5,9946 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Selain konsentrasi nutrien yang sesuai, penyebab lain tingginya kelimpahan Skeletonema pada pengamatan November adalah kondisi parameter fisika-kimia perairan lainnya berada pada kisaran yang cocok dalam mendukung pertumbuhan organisme ini, salah satunya adalah kekeruhan. Pada pengamatan ini ditemukan nilai kekeruhan yang pada umumnya rendah dengan kisaran antara 2,20-3,70 NTU, kecuali stasiun 1 (6,10 NTU) dan 3 (6,55 NTU) yang memiliki nilai kekeruhan tinggi. Nilai kekeruhan tersebut memungkinkan cahaya yang

masuk ke kolom perairan lebih besar sehingga genus Skeletonema dapat melakukan aktivitas fotosintesis secara maksimal. Sedangkan kelimpahan

Skeletonema terendah ditemukan pada pengamatan September 2009. Kelimpahan

yang terendah tersebut disebabkan oleh konsentrasi nutrien pada pengamatan ini lebih rendah dibandingkan dengan pengamatan November 2009. Pada pengamatan ini kisaran masing-masing nutrien berturut-turut adalah nitrat : 0,0372-0,0672 mg.L-1, ortofosfat : 0,0114-0,1828 mg.L-1, dan silika : 0,4655- 3,7816 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12).

Genus Chaetoceros secara temporal memiliki kelimpahan tertinggi pada pengamatan November 2009 dengan nilai adalah 2.214.048 sel.L-1 dan terendah pada pengamatan Maret 2010 dengan nilai yaitu 20.793 sel.L-1 (Gambar 27). Kelimpahan Chaetoceros yang tinggi pada pengamatan November 2009 disebabkan oleh intensitas cahaya dan kandungan nutrien utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme ini berada pada kondisi yang sesuai, dengan demikian Chaetoceros dapat melakukan aktivitas secara maksimal. Konsentrasi nutrien pada pengamatan ini masing-masing dengan kisaran adalah nitrat : 0,0072-0,0828 mg.L-1, ortofosfat : 0,0154-0,3480 mg.L-1, dan silika : 0,3621-5,9946 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Kelimpahan

Chaetoceros yang tinggi pada pengamatan November juga disebabkan oleh nilai kekeruhan yang rendah. Nilai kekeruhan tersebut mengakibatkan cahaya yang masuk ke kolom perairan menjadi lebih besar sehingga mampu mendukung aktivitas Chaetoceros secara maksimal. Sedangkan kelimpahan Chaetoceros

yang rendah pada pengamatan Maret 2010 disebabkan oleh intensitas cahaya yang masuk ke kolom perairan lebih rendah pada pengamatan ini, pada saat tersebut merupakan peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.

Sementara itu, genus Rhizosolenia berdasarkan waktu pengamatan didapatkan kelimpahan tertinggi pada pengamatan Agustus 2009 dengan nilai sebesar 766.111 sel.L-1 dan terendah pada pengamatan September 2009 dengan nilai yaitu 16.222 sel.L-1 (Gambar 27). Tingginya kelimpahan Rhizosolenia pada pengamatan Agustus 2009 disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan genus ini berada pada kondisi yang sesuai. Kandungan nutrien dan intensitas cahaya pada pengamatan tersebut mampu

mendukung pertumbuhan dan perkembangan genus Rhizosolenia secara maksimal. Pada pengamatan ini cahaya bukan merupakan faktor pembatas karena pada saat tersebut merupakan musim kemarau sehingga intensitas cahaya lebih besar yang masuk ke kolom perairan. Kandungan nutrien pada pengamatan ini masing-masing dengan kisaran adalah nitrat : 0,0121-0,0727 mg.L-1, ortofosfat : 0,0434-0,1555 mg.L-1, dan silika : 0,2787-0,5891 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Begitu pula, nilai kekeruhan yang rendah pada pengamatan Agustus (musim kemarau) mengakibatkan intensitas cahaya yang menembus kolom perairan lebih besar dan sesuai dalam mendukung pertumbuhan genus Rhizosolenia. Nilai kekeruhan pada pengamatan ini memiliki kisaran antara 1,50-2,60 NTU. Sedangkan kelimpahan yang rendah pada pengamatan September 2009 disebabkan oleh kondisi lingkungan saat itu kurang mendukung sehingga pada lokasi pengamatan genus ini tidak tumbuh dengan sangat pesat.

Gambar 27. Kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia pada semua waktu pengamatan di perairan Teluk Jakarta.

Selain ketiga genus dari kelas Bacillariophyceae tersebut, pada sub bahasan ini juga akan diuraikan tentang genus Noctiluca dari kelas Dinophyceae. Arinardi et al. (1997) menyatakan bahwa kelas Dinophyceae unik karena mempunyai dua sifat yaitu sifat tumbuhan dan sifat hewan. Pada sub bahasan ini

Noctiluca digolongkan ke dalam Dinophyceae heterotrof. Dinophyceae heterofrof

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 Agustus 2009 September 2009 November 2009

Januari 2010 Maret 2010 Mei 2010

K elim pa ha n (s el. L -1) Waktu Pengamatan Skeletonema Chaetoceros Rhizosolenia

tidak memiliki pigmen untuk melakukan fotosintesis sehingga organisme ini mengkonsumsi fitoplankton jenis lain.

Selama penelitian ditemukan bahwa kelimpahan Noctiluca memiliki nilai yang bervariasi antara setiap stasiun, dengan nilai yang berkisar antara 714- 176.000 sel.L-1 (Gambar 28). Secara spasial didapatkan kelimpahan Noctiluca

tertinggi pada stasiun 5 dan terendah pada stasiun 7, serta tidak ditemukan

Noctiluca pada stasiun 6 dan 9. Kelimpahan tertinggi yang ditemukan pada stasiun 5 disebabkan oleh parameter lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan organisme ini berada pada kondisi yang sesuai. Faktor utama yang mempengaruhi kelimpahan Noctiluca yang tinggi pada stasiun ini adalah ketersediaan makanan yang cukup dalam mendukung pertumbuhan genus ini.

Gambar 28. Kelimpahan Noctiluca pada masing-masing stasiun dan waktu pengamatan di perairan Teluk Jakarta.

Sementara itu, secara temporal diperoleh kelimpahan Noctiluca tertinggi pada pengamatan September 2009 dan terendah pada pengamatan November 2009. Selain faktor lingkungan yang sesuai dalam mendukung pertumbuhan genus ini, makanan yang tersedia juga merupakan faktor utama yang mengakibatkan tingginya kelimpahan Noctiluca pada pengamatan September. Hal ini dapat dilihat dari kelimpahan fitoplankton (sub bahasan kelimpahan dan komposisi fitoplankton), pada pengamatan ini kelimpahan fitoplankton terendah selama penelitian. Demikian pula sebaliknya, pada pengamatan November

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K elim pa ha n No ctiluca ( sel. L -1) Stasiun Agustus 2009 September 2009 November 2009 Januari 2010 Maret 2010 Mei 2010

ditemukan kelimpahan Noctiluca terendah sedangkan kelimpahan fitoplankton ditemukan tertinggi pada pengamatan ini. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cruz et al. (2003) bahwa pertumbuhan pesat genus Noctiluca

ini dapat mengakibatkan penurunan kelimpahan jenis fitoplankton yang lain karena untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, Noctiluca sp memangsa fitoplankton dalam jumlah yang besar.

3. Pengaruh Konsentrasi Nutrien dan Rasio N : P terhadap Kelimpahan