• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pembahasan

3. Pengaruh Konsentrasi Nutrien dan Rasio N : P

Jakarta

Jika komunitas fitoplankton mencapai kelimpahan 106 sel.L-1 maka peristiwa blooming terjadi pada perairan bersangkutan (Sidabutar 2006). Lebih lanjut dijelaskan oleh Andersen (1996) bahwa blooming atau ledakan populasi didefinisikan sebagai suatu kejadian dimana satu atau beberapa spesies fitoplankton mencapai suatu kepadatan tertentu yang dapat membahayakan organisme di laut ataupun mengakibatkan terjadinya akumulasi toksin dalam tubuh organisme, yang sewaktu-waktu dapat membahayakan organisme dalam trofik level yang lebih tinggi, dan selanjutnya dapat meracuni manusia sebagai konsumer. Sedangkan Mulyasari et al. (2003) menjelaskan bahwa blooming

terjadi jika jumlah kelimpahan fitoplankton pada saat itu melebihi jumlah rata-rata fitoplankton per bulannya. Mengacu pada pernyataan Andersen (1996), Mulyasari et al. (2003), dan Sidabutar (2006) tersebut, maka selama penelitian di perairan Teluk Jakarta telah terjadi beberapa kali pertumbuhan pesat (blooming) fitoplankton pada lokasi (stasiun) dan waktu pengamatan yang berbeda, jenis-jenis fitoplankton yang telah mengalami pertumbuhan pesat (blooming) pada beberapa lokasi dan waktu pengamatan yang berbeda yaitu genus Skeletonema,

Chaetoceros, dan Rhizosolenia, genus-genus tersebut merupakan kelas

Bacillariophyceae. Hal ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Engel et al. (2011) bahwa pada perairan tertutup yang kaya nutrien terjadi blooming

fitoplankton dari Diatomae. Serta penelitian Grattepanche et al. (2011) di Pantai Timur Inggris yang menemukan kejadian blooming Diatom setiap tahun dari tahun 2007 hingga 2009 karena masukan nutrien yang tinggi di perairan tersebut. Tetapi berbeda dengan hasil penelitian Hasani (2012) yang menemukan blooming

dari genus Ceratium furca di perairan Padang Cermin Teluk Lampung, serta penelitian Macintyre et al. (2011) di Teluk Mexico yang menemukan blooming

genus Pseudo-nitzschia spp. selain genus-genus dari kelas Bacillariophyceae yang telah blooming, ditemukan pula genus Noctiluca dari kelas Dinophyceae yang telah mengalami pertumbuhan pesat (blooming).

Pertumbuhan pesat (blooming) dari jenis-jenis fitoplankton tertentu di perairan Teluk Jakarta disebabkan oleh tingginya kandungan nutrien yang terakumulasi pada perairan ini sebagai akibat masukan yang tinggi dari daratan. Laju pertumbuhan fitoplankton sangat bergantung pada kandungan N, P, dan Si dalam sel yang sebagian besar sangat ditentukan oleh konsentrasi unsur ini di perairan (Cuvin-Aralar 2004) dan meningkat secara hiperbolik dengan ketersediaan nutrien (Brown et al. 2003). Di samping itu, kondisi perairan yang

mixing juga dapat menyebabkan fitoplankton keluar dari kedalaman dan terangkat ke lapisan atau zona eufotik (Shiomoto 1997). Lebih lanjut dijelaskan oleh Sanders et al. (1987) bahwa faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dominansi suatu spesies dan suksesi adalah cahaya, temperatur, konsentrasi, rasio dan bentuk kimia nutrien.

Peristiwa pertumbuhan yang sangat pesat (blooming) beberapa genus fitoplankton pada beberapa stasiun dan waktu pengamatan selama penelitian selengkapnya disajikan pada Tabel 11.

Pada Tabel 11 terlihat bahwa pertumbuhan pesat (blooming) dari beberapa genus fitoplankton terjadi pada semua stasiun dengan waktu pengamatan yang berbeda. Pengamatan November 2009 memiliki genus dan lokasi terbanyak kejadian blooming. Sedangkan pada pengamatan September 2009 blooming

hanya terjadi pada satu lokasi dan satu jenis yaitu genus Noctiluca.

Tabel 11. Waktu dan lokasi pengamatan serta jenis fitoplankton yang mengalami pertumbuhan pesat (blooming) di perairan Teluk Jakarta

No Waktu Pengamatan Lokasi Jenis yang Blooming

1 Agustus 2009 Stasiun 3, 6, dan 9 Rhizosolenia

Stasiun 5 Skeletonema

2 September 2009 Stasiun 5 Noctiluca

3 November 2009

Stasiun 2, 3, 4, 5, 6, 8, dan 9 Skeletonema

Stasiun 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 Chaetoceros

5 dan 8 Rhizosolenia

4 Maret 2010 Stasiun 1, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9 Skeletonema

Skeletonema

Genus Skeletonema yang didapatkan selama penelitian memiliki kelimpahan yang berfluktuasi antara setiap stasiun dan waktu pengamatan, dengan nilai yang berkisar antara 15.714-14.911.429 sel.L-1 (sub bahasan kelimpahan Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia).

Selama penelitian ditemukan bahwa genus Skeletonema telah beberapa kali mengalami pertumbuhan yang sangat pesat (blooming). Peristiwa blooming Skeletonema tersebut terjadi pada beberapa stasiun dan waktu pengamatan yang berbeda (Gambar 29). Kejadian blooming Skeletonema selama penelitian di perairan Teluk Jakarta telah terjadi pada beberapa waktu pengamatan yaitu pengamatan Agustus 2009 (musim kemarau), pengamatan November 2009 (musim peralihan), serta pengamatan Maret 2010 dan Mei 2010 (musim peralihan). Kejadian blooming Skeletonema tersebut terjadi pada semua stasiun yaitu pada stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Walaupun blooming Skeletonema

terjadi pada semua lokasi penelitian, namun, terjadi pada waktu yang berbeda antara setiap stasiun (Tabel 11).

Kelimpahan Skeletonema yang mengalami pertumbuhan pesat memiliki nilai yang tidak sama antara setiap stasiun dan waktu pengamatan. Blooming

yang terjadi pada stasiun 6 pengamatan November 2009 merupakan kejadian

blooming yang memiliki kelimpahan Skeletonema tertinggi dengan nilai sebesar 14.911.429 sel.L-1. Sedangkan kelimpahan terendah ditemukan pada stasiun 5 pengamatan Agustus 2009 dengan kelimpahan adalah 1.139.000 sel.L-1 (Gambar 29).

Secara umum dapat dijelaskan bahwa kelimpahan Skeletonema yang tertinggi pada stasiun 6 pengamatan November 2009 terjadi karena konsentrasi nutrien cenderung tinggi, sebagai akibat adanya penambahan beban nutrien dari sungai. Pada saat itu hujan sudah mulai turun, tetapi dengan frekuensi yang masih rendah. Dengan demikian, konsentrasi nutrien yang tinggi, dan didukung oleh ketersediaan cahaya yang cukup, serta parameter fisika-kimia perairan lainnya yang sesuai bagi Skeletonema mengakibatkan genus ini tumbuh dengan sangat pesat. Apabila ditelusuri lebih jauh, maka dapat dijelaskan bahwa penyebab utama kelimpahan tertinggi Skeletonema pada saat blooming pada stasiun 6

pengamatan November 2009 adalah silika. Konsentrasi silika yang didapatkan pada stasiun ini adalah 5,9946 mg.L-1. Kandungan silika tersebut termasuk tinggi dan lebih tinggi dari stasiun dan pengamatan lainnya yang juga mengalami

blooming Skeletonema. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi silika sangat berpengaruh nyata terhadap kenaikan kelimpahan Skeletonema di stasiun ini. Silika merupakan nutrien penting bagi Skeletonema yang berperan dalam pembentukan cangkang.

Kelimpahan Skeletonema terendah pada saat mengalami pertumbuhan pesat didapatkan pada stasiun 5 pengamatan Agustus 2009, ini disebabkan oleh konsentrasi nutrien yang cenderung rendah. Hal ini terjadi sebab tidak ada penambahan konsentrasi nutrien yang cukup berarti akibat beban nutrien dari sungai mengalami penurunan pada saat itu (musim kemarau). Akibatnya konsentrasi nutrien N, P, dan Si menjadi sedikit sehingga pengaruhnya pada kelimpahan Skeletonema tidak sebesar pada lokasi-lokasi lain yang juga mengalami blooming. Penyebab utama dari kelimpahan terendah saat blooming

pada stasiun 5 pengamatan Agustus 2009 adalah silika. Kandungan silika pada stasiun 5 pengamatan Agustus 2009 memiliki nilai sebesar 0,2787 mg.L-1. Konsentrasi silika tersebut memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi dan pengamatan lain yang juga mengalami peristiwa blooming Skeletonema.

Gambar 29. Kelimpahan Skeletonema pada setiap stasiun dan waktu pengamatan di perairan Teluk Jakarta.

0 5000000 10000000 15000000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Agst 2009 Sept 2009 Nov 2009 Jan 2010 Mrt 2010 Mei 2010

K eli m p a h a n S k eleto n em a (se l. L -1)

Selama penelitian di perairan Teluk Jakarta, fenomena pertumbuhan yang sangat pesat dari genus Skeletonema pertama kali ditemukan pada stasiun 5 pengamatan Agustus 2009. Kejadian blooming Skeletonema pada stasiun ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat mendukung sehingga memicu organisme ini untuk tumbuh dan berkembang dengan sangat pesat. Sebagaimana penjelasan-penjelasan sebelumnya bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton adalah intensitas cahaya dan nutrien. Pada saat itu (musim kemarau) ketersediaan cahaya pada stasiun ini berada pada kondisi yang optimal dalam mendukung proses fotosintesis bagi Skeletonema, dengan ketersediaan cahaya yang sesuai tersebut memicu organisme ini untuk tumbuh dan berkembang dengan pesat. Selain itu, penyebab terjadinya blooming Skeletonema

pada lokasi ini adalah kandungan nutrien yang ada pada stasiun ini berada pada kondisi di atas kebutuhan optimal Skeletonema sehingga mengakibatkan organisme ini tumbuh dengan sangat pesat. Kandungan masing-masing nutrien pada stasiun ini adalah nitrat : 0,0372 mg.L-1, ortofosfat : 0,0487 mg.L-1, dan silika : 0,2787 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Sebagaimana dikemukakan oleh Makarewics et al. (1998) bahwa perubahan kelimpahan relatif fitoplankton menurut ukuran dan komposisi spesies lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama silika, total fosfat, dan rasio N : P. Lebih lanjut dijelaskan oleh Flynn (2001) bahwa memodelkan dan mensimulasi pertumbuhan fitoplankton sebagai fungsi dari amonia, nitrat, cahaya, besi, silika, fosfat, dan suhu. Selain konsentrasi nutrien, rasio N : P juga dapat menyebabkan pertumbuhan pesat (blooming) dari jenis-jenis fitoplankton tertentu. Pada stasiun 5 saat terjadi blooming Skeletonema ditemukan rasio N : P sebesar 3,90 (Lampiran 15).

Pada pengamatan bulan November 2009, kejadian blooming genus

Skeletonema juga terjadi pada lokasi penelitian. Jika dibandingkan dengan peristiwa blooming Skeletonema pada pengamatan sebelumnya (Agustus 2009), lokasi terjadinya blooming pada pengamatan ini lebih banyak, lokasi-lokasi tersebut adalah stasiun 2, 3, 4, 5, 6, 8, dan 9 (Tabel 11). Kejadian blooming yang terjadi pada hampir semua lokasi pengamatan disebabkan oleh kondisi perairan pada saat itu. Pada periode pengamatan ini kondisi perairan tidak stabil karena

terjadi peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan. Hujan sudah mulai turun walaupun dengan intensitas yang masih rendah. Musim hujan ini memberikan dampak terhadap perairan, pada lokasi penelitian terjadi proses pengkayaan nutrien yang berasal dari runoff ataupun dari daratan yang terbawa melalui sungai dan bermuara ke Teluk Jakarta. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan ketersediaan nutrien pada lokasi penelitian, dengan nutrien yang melebihi batas optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton, serta ditunjang oleh ketersediaan cahaya yang cukup berdampak pada pertumbuhan yang sangat pesat terhadap fitoplankton jenis-jenis tertentu, terutama genus Skeletonema. Hal tersebut dapat dilihat dari kandungan nutrien utama (N, P, dan Si) yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton pada masing- masing stasiun (Lampiran 7, 11, dan 12). Kelimpahan Skeletonema pada saat

blooming di pengamatan November 2009 memiliki nilai yang berbeda antara setiap stasiun. Kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun 6 dengan nilai sebesar 14.911.429 sel.L-1 dan terendah pada stasiun 2 dengan nilai adalah 1.230.000 sel.L-1 (Gambar 29). Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan kandungan nutrien pada masing-masing stasiun, stasiun 6 memiliki konsentrasi nutrien yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 2. Adapun konsentrasi nutrien yang terdapat pada masing-masing stasiun tersebut adalah stasiun 6 berturut-turut yaitu nitrat : 0,0828 mg.L-1, ortofosfat : 0,0463 mg.L-1, silika : 5,9946 mg.L-1 serta stasiun 2 yakni nitrat : 0,0072 mg.L-1, ortofosfat : 0,0154 mg.L-1, silika : 0,8649 mg.L-1 (Lampiran 7, 11, dan 12). Dengan demikian, perbedaan konsentrasi nutrien menjadi penyebab terjadinya perbedaan kelimpahan

Skeletonema pada saat terjadi blooming. Rasio N : P juga memberikan dampak terhadap pertumbuhan Skeletonema, pada pengamatan ini di beberapa lokasi terjadinya blooming Skeletonema ditemukan rasio N : P yang kurang dari 16. Rasio N : P pada stasiun 6 adalah 7,65 dan pada stasiun 2 sebesar 13,49 (Lampiran 15).

Begitu pula, kejadian blooming Skeletonema pada pengamatan Maret 2010 dan Mei 2010 ditemukan pada beberapa lokasi penelitian. Lokasi-lokasi tersebut adalah stasiun 1, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9 (Tabel 11, Gambar 29). Seperti halnya pada musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, kondisi perairan pada

pengamatan ini juga berada pada kondisi yang tidak stabil sebagai akibat masih seringnya turun hujan. Pada pengamatan ini (Maret dan Mei 2010) terjadi peralihan dari musim hujan menuju musim kemarau. Dampak dari kondisi perairan tersebut adalah terjadinya penambahan kandungan nutrien yang tinggi di perairan, baik yang terbawa oleh aliran sungai dari daratan maupun yang berasal dari perairan itu sendiri. Kandungan nutrien yang tinggi di perairan, serta didukung oleh ketersediaan cahaya yang sesuai menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang sangat pesat dari Skeletonema pada lokasi-lokasi dan waktu pengamatan ini.

Pada pengamatan Maret 2010 kelimpahan Skeletonema di saat blooming

ditemukan tertinggi pada stasiun 6, dengan kelimpahan sebesar 10.925.000 sel.L-1 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai adalah 1.281.429 sel.L-1 (Gambar 29). Penyebab utama perbedaan kelimpahan Skeletonema pada kedua stasiun tersebut adalah kandungan nutrien. Konsentrasi masing-masing nutrien pada stasiun 6 lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 4. Adapun kandungan nutrien pada masing-masing stasiun adalah stasiun 6 yakni nitrat : 0,0498 mg.L-1,ortofosfat : 0,1116 mg.L-1, dan silika : 2,8420 mg.L-1, serta stasiun 4 yaitu nitrat : 0,0290 mg.L-1,ortofosfat : 0,0330 mg.L-1, dan silika : 2,1178 mg.L-1. Pada stasiun 6 didapatkan rasio N : P sebesar 4,35 dan stasiun 4 adalah 8,80.

Pada pengamatan Mei 2010 kelimpahan Skeletonema saat blooming

didapatkan tertinggi pada stasiun 6 dengan kelimpahan sebesar 11.639.286 sel.L-1 dan terendah pada stasiun 7 dengan nilai adalah 1.290.714 sel.L-1 (Gambar 29). Sama seperti pembahasan sebelumnya bahwa faktor utama yang menjadi penyebab perbedaan kelimpahan Skeletonema saat blooming adalah konsentrasi nutrien utama (N, P, dan Si) yang mempengaruhi pertumbuhan organisme ini. Konsentrasi nutrien pada stasiun 6 lebih tinggi dari stasiun 7. Adapun kandungan nutrien pada setiap stasiun yakni stasiun 6 masing-masing adalah nitrat : 0,0806 mg.L-1,ortofosfat : 0,3010 mg.L-1, dan silika : 4,0489 mg.L-1, stasiun 7 adalah nitrat : 0,0302 mg.L-1, ortofosfat : 0,0215 mg.L-1, dan silika : 1,7586 mg.L-1. Selain itu, pada lokasi-lokasi terjadinya blooming Skeletonema pada pengamatan ini ditemukan rasio N : P yang kurang dari 16. Rasio N : P pada stasiun 6 adalah 5,29 dan stasiun 7 sebesar 9,78 (Lampiran 15).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa konsentrasi silika yang tinggi memberikan konstribusi yang besar terhadap pertumbuhan yang sangat pesat (blooming) dari genus Skeletonema. Fenomena ini dapat dilihat pada konsentrasi silika di masing-masing lokasi dan waktu pengamatan. Hal tersebut disebabkan oleh kelas Bacillariophyceae sebagian besar hidupnya sangat bergantung pada ketersediaan silika (Goes et al. 2004; Haese et al. 2007). Silika dibutuhkan oleh Diatom laut untuk pembentukan cangkang sel dan pertumbuhannya (Ault et al. 2000; Escavarage & Prins 2002). Lebih lanjut dijelaskan oleh Escaravage & Prins (2002) bahwa pada konsentrasi silika di atas 2 µm fitoplankton akan didominasi oleh Diatom. Pertumbuhan musiman Diatom menunjukkan hubungan yang sangat kuat dengan konsentrasi silika dan suhu di wilayah Keban dan Icme di Turki (Cetin & Sen 1998). Hasil penelitian Gharib & Halim (2006) di perairan yang banyak mendapatkan masukan air tawar ketika musim banjir di Mesir menunjukkan bahwa pH, fosfat terlarut, dan silika merupakan faktor yang paling mempengaruhi kelimpahan fitoplankton.

Selain itu, berlimpahnya jenis Skeletonema (kelas Bacillariophyceae) disebabkan oleh jenis fitoplankton ini dapat memanfaatkan nutrien lebih cepat dibandingkan dengan jenis Diatom yang lain (Arinardi et al. 1997). Bahkan menurut Zhong (1989 diacu dalam Alianto 2011) sel Skeletonema dapat membelah setiap 3 jam. Lebih lanjut dijelaskan oleh Abdulgani et al. (2007) bahwa Skeletonema sp. memiliki doubling time (waktu generasi) yang singkat yaitu 0,340 hari. Jenis Diatom ini bersifat kosmopolitan dengan ukuran kecil (8- 14 µm) tetapi berbentuk rantai yang panjang dan mempunyai toleransi yang besar terhadap salinitas dan suhu (Rositasari et al. 2011). Sebagai salah satu illustrasi bahwa pada saat terjadi blooming Skeletonema pada stasiun 6 pengamatan November 2009 nilai salinitas adalah 30,00 dan suhu yaitu 28,60oC. Salinitas tersebut merupakan nilai salinitas yang optimum bagi Skeletonema. Sebagaimana dijelaskan oleh Kennish (1990) bahwa salinitas yang optimum untuk pertumbuhan

Skeletonema costatum berada pada kisaran antara 10-40 dan Skeletonema subsalsum berkisar antara 2-20. Lebih lanjut dijelaskan oleh Balzano et al. (2011) bahwa Skeletonema tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 10-35oC. Begitu pula dengan suhu, nilai suhu tersebut merupakan suhu yang sesuai bagi Skeletonema.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wiadnyana et al. (1996) bahwa

Skeletonema costatum mampu tumbuh pada kisaran suhu 3-30oC dan pada saat terjadi blooming di Teluk Kao dan Teluk Ambon suhu perairan berada pada kisaran 24,8-31,5oC.

Chaetoceros

Selama penelitian, ditemukan bahwa kelimpahan Chaetoceros memiliki nilai yang berfluktuasi antara setiap stasiun dan lokasi pengamatan, dengan kisaran nilai antara 5.714-4.667.857 sel.L-1 (sub bahasan kelimpahan Skeletonema,

Chaetoceros, dan Rhizosolenia). Genus Chaetoceros telah mengalami

pertumbuhan yang sangat pesat pada beberapa lokasi penelitian (Gambar 30). Hal ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Mulyasari et al. (2003) bahwa genus

Chaetoceros, Nitzschia, dan Thalassiosira (kelas Bacillariophyceae), serta genus

Trichodesmium (kelas Cyanophyceae) sering menyebabkan blooming.

Dominannya Chaetoceros di suatu perairan terutama disebabkan karena di perairan Chaetoceros spp. berkembang dengan baik pada perairan yang mengalami mixing (Furuya & Marumo 1983) dan banyak terdapat dalam bentuk neritik resting spore, resting spore Chaetoceros spp. terjadi sepanjang tahun, dan bentuk-bentuk resting spore akan berkembang bila kondisi perairan tidak menguntungkan (Harrison et al. 2004), serta adanya peristiwa upwelling dan masukan nutrien yang tinggi melalui sungai atau run off (Alvarez et al. 2006; Varela et al. 2008; Bernardez et al. 2010).

Genus Chaetoceros selama penelitian mengalami pertumbuhan yang sangat pesat (blooming) hanya pada pengamatan November 2009 (Gambar 30). Sedangkan pada pengamatan-pengamatan yang lain genus ini tumbuh dan berkembang secara normal. Pertumbuhan pesat dari genus Chaetoceros pada pengamatan November 2009 disebabkan oleh kondisi perairan yang memungkinkan genus ini tumbuh dengan sangat pesat. Pada saat itu (musim peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan) kondisi perairan dikategorikan tidak stabil sebagai akibat dari mulainya hujan turun, walaupun frekuensi hujan tidak sebanyak pada musim hujan. Hujan yang sudah mulai turun mengakibatkan beban masukan dari daratan melalui sungai cenderung meningkat,

hal tersebut berimplikasi pada peningkatan kandungan nutrien di perairan ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hernandez-Becerril et al. (2010) di Laut Adriatik yang menemukan bahwa kelimpahan Chaetoceros vixvisibilis berkorelasi positif dengan masukan dari sungai. Selain konsentrasi nutrien yang sesuai pada pengamatan November, pada pengamatan ini kondisi cahaya matahari juga sesuai karena frekuensi hujan masih rendah.

Lokasi-lokasi terjadinya blooming Chaetoceros adalah stasiun 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 (Tabel 11; Gambar 30). Kelimpahan Chaetoceros pada lokasi-lokasi tersebut berbeda antara setiap stasiun, kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun 6 dengan nilai sebesar 4.667.857 sel.L-1 dan terendah pada stasiun 7 dengan nilai yaitu 1.423.571 sel.L-1 (Gambar 30).

Gambar 30. Kelimpahan Chaetoceros pada setiap stasiun dan waktu pengamatan di perairan Teluk Jakarta.

Kelimpahan tertinggi saat terjadi pertumbuhan pesat genus Chaetoceros

pada stasiun 6 disebabkan oleh kandungan nutrien dan parameter fisika-kimia perairan yang lain sesuai bagi genus ini. Diantara semua parameter fisika-kimia perairan pada stasiun dan waktu pengamatan ini, hanya beberapa parameter yang menjadi penyebab utama kelimpahan tertinggi saat blooming Chaetoceros pada stasiun ini. Parameter-parameter tersebut adalah silika, nitrat, dan nitrit. Konsentrasi silika pada stasiun 6 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun-stasiun lain yang juga mengalami pertumbuhan pesat dari genus

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Agst 2009 Sept 2009 Nov 2009 Jan 2010 Mrt 2010 Mei 2010

K eli m p a h a n Ch a eto ce ro s (se l. L -1)

Chaetoceros. Kandungan silika pada stasiun ini adalah 5,9946 mg.L-1. Konsentrasi silika yang tinggi tersebut mengakibatkan genus Chaetoceros dapat berkembang secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh silika merupakan nutrien penting yang dibutuhkan oleh Chaetoceros dan berperan dalam pembentukan cangkang. Begitu pula dengan nitrat, stasiun ini mempunyai konsentrasi nitrat sebesar 0,0828 mg.L-1. Konsentrasi nitrat yang diperoleh pada stasiun 6 memiliki nilai yang lebih tinggi dari stasiun lainnya yang mengalami blooming genus ini. Sama seperti silika, nitrat juga merupakan nutrien utama yang diperlukan oleh

Chaetoceros dalam pertumbuhannya. Apabila kandungan nitrat tinggi dan telah melampaui kebutuhan optimal, maka dapat menstimulasi organisme ini untuk tumbuh dengan pesat. Hal yang sama ditemukan oleh Hasani (2012) di perairan Padang Cermin Teluk Lampung bahwa pertumbuhan Chaetoceros sangat dipengaruhi oleh nitrat. Sementara itu, kandungan nitrit pada stasiun 6 mempunyai nilai sebesar 0,0119 mg.L-1, konsentrasi tersebut termasuk tinggi bila dibandingkan dengan lokasi-lokasi lain yang mengalami pertumbuhan pesat genus

Chaetoceros.

Kelimpahan Chaetoceros terendah saat kejadian blooming yang didapatkan pada stasiun 7 penyebab utamanya adalah arus. Kecepatan arus yang ditemukan selama penelitian pada pengamatan ini memiliki nilai yang berbeda antara setiap stasiun (sub bahasan variabilitas parameter fisika-kimia perairan secara spasial dan temporal). Pada stasiun 7 didapatkan kecepatan arus sebesar 30,01 cm.det-1, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun-stasiun lain yang juga mengalami pertumbuhan pesat genus Chaetoceros. Hal ini terjadi karena arus sangat penting peranannya bagi penyebaran fitoplankton. Kecepatan arus yang tinggi pada stasiun ini menyebabkan peluang terangkutnya Chaetoceros ke tempat lain juga meningkat, sehingga kelimpahan Chaetoceros rendah pada stasiun ini.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa melimpahnya genus Chaetoceros

disebabkan oleh nutrien jenis N merupakan faktor pembatas pertumbuhan selama penelitian. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Lagus et al. (2004) bahwa pada konsentrasi nutrien jenis N yang rendah, genera Chaetoceros lebih memberikan respon pertumbuhan yang lebih cepat dan biasanya mengalami

2003). Hal ini dibuktikan bahwa pada saat terjadi blooming Chaetoceros di stasiun 6, 3, dan 7 konsentrasi silika masing-masing adalah stasiun 6 : 5,9946 mg.L-1, stasiun 3 : 3,8822 mg.L-1, dan stasiun 7 : 2,7213 mg.L-1 (Lampiran 12).

Selain dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien di perairan, pertumbuhan yang sangat pesat dari genus Chaetoceros juga dipengaruhi oleh rasio N : P. Pada pengamatan November 2009, rasio N : P yang mengakibatkan pertumbuhan pesat genus Chaetoceros adalah kurang dari 16. Adapun rasio N : P pada masing- masing lokasi yang mengalami blooming Chaetoceros berturut-turut adalah stasiun 3 : 7,14, stasiun 4 : 8,94, stasiun 5 : 11,83, stasiun 6 : 7,65, stasiun 7 : 4,62, stasiun 8 : 4,36, dan stasiun 9 : 12,68 (Lampiran 15).

Rhizosolenia

Sama seperti genus Skeletonema dan Chaetoceros, genus Rhizosolenia juga telah mengalami pertumbuhan sangat pesat (blooming) pada beberapa stasiun dan waktu pengamatan yang berbeda (Gambar 31). Kelimpahan Rhizosolenia yang ditemukan selama penelitian memiliki nilai yang berbeda antara setiap stasiun, dengan kisaran antara 4.000-3.641.000 sel.L-1 (sub bahasan kelimpahan

Skeletonema, Chaetoceros, dan Rhizosolenia).

Genus Rhizosolenia mengalami pertumbuhan pesat (blooming) pada pengamatan Agustus 2009 dan November 2009 (Tabel 11). Lokasi terjadinya

blooming dari genus ini berbeda antara pengamatan Agustus 2009 dan

pengamatan November 2009. Pada pengamatan Agustus 2009 blooming Rhizosolenia terjadi di stasiun 3, 6, dan 9. Sedangkan pada pengamatan November 2009 blooming ditemukan di stasiun 5 dan 8 (Tabel 11).

Meskipun masukan nutrien dari daratan rendah pada pengamatan Agustus 2009. Namun, Rhizosolenia tetap mengalami pertumbuhan pesat pada stasiun 3, 6, dan 9 (lokasi-lokasi pengamatan yang berada di depan muara Sungai Marunda). Hal ini disebabkan oleh ketersediaan nutrien pada lokasi-lokasi tersebut tinggi akibat masukan dari daratan yang terbawa oleh sungai yang bermuara ke perairan ini meskipun tidak setinggi pada pengamatan November. Begitu pula, intensitas cahaya sangat mendukung karena pada saat tersebut adalah musim kemarau. Kelimpahan genus ini saat terjadi blooming ditemukan tertinggi pada stasiun 3