• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.4. Pemilihan Kepala Daerah Langsung

6.4.3. Tata Kelola Pemilihan Kepala Daerah

Tata kelola (governance) Pemilihan Kepala Daerah menyangkut berbagai aspek yang menentukan keberhasilan Pemilihan Kepala Daerah yaitu aspek kesiapan masyarakat pemilih, ketrampilan petugas lapangan, pendanaan, dan peraturan pemilihan. Good Pilkada Governance adalah Pemilihan Kepala Daerah yang dilaksanakan secara demokratik, dengan memberi peluang kepada para calon kepala daerah untuk berkompetisi secara jujur dan adil. Pemilihan Kepala Daerah harus bebas dari segala

31 KPU Kab. Karo, Proses Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Secara Langsung di

bentuk kecurangan yang melibatkan penyelenggara pemilihan, mulai dari proses pencalonan, kampanye, sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara.32

Pemilihan Kepala Daerah berupaya menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas, dan memiliki akseptabilitas politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat, karena kepala daerah terpilih mendapat mandat langsung dari rakyat. Penerimaan yang cukup luas dari masyarakat terhadap kepala daerah terpilih sesuai dengan prinsip mayoritas perlu agar kontroversi yang terjadi dalam pemilihan dapat dihindari. Pada gilirannya, pemilihan kepala daerah secara langsung akan menghasilkan Pemerintah Daerah yang lebih efektif dan efisien, karena legitimasi eksekutif menjadi cukup kuat, tidak gampang digoyang oleh legislatif.

Good Pemilihan Kepala Daerah governance setidaknya akan menghasilkan enam manfaat penting.33

1. Sebagai solusi terbaik atas segala kelemahan proses maupun hasil pemilihan kepala daerah secara tidak langsung lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagimana diatur di dalam Undang-Undang Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999. Pemilihan Kepala Daerah menjadi kebutuhan mendesak guna menutupi segala kelemahan dalam pemilihan Kepala Daerah pada masa lalu. Pemilihan Kepala Daerah bermanfaat untuk memperdalam dan memperkuat demokrasi lokal, baik pada lingkungan pemerintahan maupun lingkungan kemasyarakatan (civil society).

2. Pemilihan Kepala Daerah akan menjadi penyeimbang arogansi lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selama ini seringkali mengklaim dirinya sebagai satu-satunya institusi pemegang mandat rakyat yang representatif. Dengan Pemilihan

32 Syamsul H. Tubani Op.cit., hal. x-xi. 33Op.cit., hal. xiii-xiv

Kepala Daerah akan memposisikan Kepala Daerah juga sebagai pemegang langsung mandat rakyat, yaitu untuk memerintah (eksekutif).

3. Pemilihan Kepala Daerah akan menghasilkan kepala pemerintahan daerah memiliki legitimasi dan justifikasi yang kuat di mata rakyat. Kepala Daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah memiliki akuntabilitas publik langsung kepada masyarakat daerah selaku konstituennya, bukan seperti yang selama ini berlangsung yaitu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan begitu, manuver politik para anggota dewan akan berkurang, termasuk segala perilaku bad politics-nya.

4. Pemilihan Kepala Daerah berpotensi menghasilkan Kepala Daerah yang lebih bermutu, karena pemilihan langsung berpeluang mendorong majunya calon dan menangnya calon Kepala Daerah yang kredibel dan akseptabel di mata masyarakat daerah, menguatkan derajat legitimasi dan posisi politik Kepala Daerah sebagai konsekuensi dari sistem pemilihan secara langsung oleh masyarakat.

5. Pemilihan Kepala Daerah berpotensi menghasilkan pemerintahan suatu daerah yang lebih stabil, produktif dan efektif. Tidak gampang digoyah oleh ulah politisi lokal, terhindar dari campur tangan berlebihan atau intervensi pemerintah pusat, tidak mudah dilanda krisis kepercayaan publik, dan berpeluang melayani masyarakat secara lebih baik.

6. Pemilihan Kepala Daerah berpotensi mengurangi praktek politik uang (money politics) yang merajalela dalam proses pemilihan Kepala Daerah tidak langsung

6.5. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dari kegiatan masyarakat yang merupakan kumpulan dari individu-individu untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Karena melalui pendidikan akan terbina kepribadian dan kemampuan manusia, baik kemempuan jasmani maupun kemampuan rohani untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan hidup serta kelangsungan hidup masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Taufik Abdullah sebagai masyarakat berikut:

“ Pendidikan adalah usaha untuk membina kepribadian dan kemampuan manusia baik kemampuan jasmani maupun kemampuan rohani yang dilakukan dalam rumah tangga, sekolah dan dalam masyarakat agar dengan kemampuan dapat mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kelangsungan hidup masyarakat “.34

Jadi pelaksana pendidikan itu dapat berlangsung dalam keluarga, perguruan dan masyarakat luas. Di pandang dari sudut perguruan, maka ada pendidikan formal, non formal dan informal. Untuk jelasnya dibawah ini diuraikan bentuk-bentukpendidikan yang menurut S. Sudarmi ada tiga bentuk pendidikan:

1. Pendidikan formal yaitu yang kita kenal dengan pendidikan di sekolah yang diatur bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang jelas.

2. Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang teratur dan sadar dilaksanakan tetapi perlu mengikuti peraturan ketat dan tetap.

3. Pendidikan informal yaitu pendidikan yang diperoleh sesorang dengan pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sejak lahir sampai mati, didalam pergaulan sehari-hari.35

34 Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: PT. Rajawali, 1987, hal. 327.

35 S. Sudarmi, Pendidikan Nonformal Dalam Rangka Pembangunan Sumber Tenaga Manusia Usia Muda,

Pendapat S. Sudarmi di atas, lebih lanjut dapat dijabarkan yaitu: pendidikan formal yaitu seluruh yang terorganisir, yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, kepribadian seseorang, yang diperoleh dalam lembaga-lembaga pendidikan seperti SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Pendidikan nonformal juga bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadian seseorang yang diperolah dalam bentuk kursus-kursus. Sedangkan pendidikan informal lebih dimaksudkan sebagai hasil yang diperoleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari, yang juga berpengaruh terhadap pengembangan pengetahuan dan kepribadian seorang anggota masyarakat.

Menurut Sanafiah Faisal pendidikan memberikan sejumlah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang banyak dari padanya tidak bisa segera dilihat hasil atau dampaknya, baik seorang anggota masyarakat.36

Pendapat diatas menunjukkan bahwa pendidikan yang diperoleh seseorang akan menambah pengetahuan dan keterampilannya, mengubah dan nilai-nilai yang dianutnya, yang pada dasarnya akan terlihat dalam waktu yang agak lama misalnya setelah seseorang itu memasuki sesuatu organisasi dan dalam hubungan dengan masyarakat.

Dari defenisi diatas dijelaskan bahwa dengan pendidikan akan diperoleh manfaat yang besar, yaitu pengembangan atau peningkatan kualitas manusia Indonesia yang cakap dan terampil diberbagai bidang yang diperlukan dalam pembangunan.

Dari beberapa defenisi diatas, dapat kita lihat bahwa pendidikan tersebut dapat diperoleh tidak hanya melalui jalur formal saja, melainkan juga diperoleh melalui pendidikan informal. Pendidikan informal ini turut mendukung pendidikan formal yang telah diperoleh seseorang, ada kalanya seseorang itu tidak mendapatkan pengetahuan dan

keterampilan yang dibutuhkan sesuai dengan tuntutan lingkungannya, disinilah peranan pendidikan informal dibutuhkan.

Pendidikan disekolah mempunyai peranan utama dalam aspek intelektual dan fisik, sedangkan dalam keluarga berperan dalam aspek mental dan karakter. Karena besarnya pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan manusia, maka pendidikan intelektual bangsa makin menjadi penting. Harus diusahakan agar sebanyak mungkin rakyat pernah mengalami pendidikan sekolah. Makin tinggi pendidikan sekolah dinikmati rakyat makin baik untuk perkembangan bangsa.

Dokumen terkait