• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Keluarga

1. Pengertian keluarga

Menurut Ibrahim Amini (2000:28), keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama dengan anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga, diantara mereka disebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara anak yang telah lahir kedunia. Keluarga adalah sanak saudara yang bertalian dengan turunan atau sanak saudara yang bertalian dengan perkawinan (Poerwadarminta, 2006:553). Hemat penulis keluarga adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak.

Keluarga sebagai lembaga nonformal untuk melakukan pendidikan yang pertama dan utama. Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang yang kodrati, rasa kasih sayang yang murni,

yaitu rasa cinta kasih sayang terhadap anaknya serta menjadi faktor utama bagi keselamatan, keamanan, dan kebahagiaan masyarakat (Amini, 2000:20). Kasih sayang merupakan modal utama dalam menjalin hubungan agar terjalin hubungan yang harmonis.

Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan menjadi pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak-anaknya. Di sinilah anak mulai diajarkan dan diberi arahan oleh keluarga. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Abu Hurairoh ra di jelaskan bahwa Rasulluah SAW bersabda:

َُّدَح

يِبَأُْنَعُِنَمْحَّرلاُِدْبَعُِنْبَُةَمَلَسُيِبَأُْنَعُِّيِرْهُّزلاُْنَعُ ٍبْئِذُيِبَأُ نْباُاَنَ ثَّدَحُ مَدآُاَنَ ث ُ

ىَلَعُ دَلو يٍُدو لْوَمُُّل كَُمَّلَسَوُِهْيَلَعُ هَّللاُىَّلَصُُّيِبَّنلاَُلاَقَُلاَقُ هْنَعُ هَّللاَُيِضَرَُةَرْ يَر ه

ُ

ُِةَرْطِفْلا

َُهيِفُىَرَ تُْلَهَُةَميِهَبْلاُ جَتْن تَُميِهَبْلاُِلَثَمَكُِهِناَسِّجَم يُْوَأُِهِناَرِّصَن يُْوَأُِهِناَدِّوَه يُ هاَوَ بَأَف

ءاَعْدَجُا

“Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada

kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?" (Shahih Bukhari, no. 1296)

Hadits tersebut menjelaskan jika setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci. Mereka tidak mengetahui apapun, sehingga orang tuanyalah yang akan memberikan petunjuk dan arahan terhadap anaknya sesuai dengan kehendak mereka. Jadi peran orang tua sangatlah besar dan paling utama. Keluarga merupakan sumber

pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama dari orang tua dan anggota keluarga sendiri.

Dari definisi di atas dapat suatu pengertian tentang keluarga yaitu sebagai pusat pendidikan yang terbentuk dari kehidupan suami istri melalui pernikahan atau perkawinan, mereka bekerja sama memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani para anggota sesuai dengan ketentuan yang berlaku (agama dan masyarakat).

2. Dasar pendidikan keluarga

Pendidikan keluarga berdasarkan pada: a. Al-Qur’an surat Luqman ayat 13 dinyatakan :

َُو

ٌُميِظَعٌُمْل ظَلَُكْرِّشلاَُّنِإُِهَّللاِبُ ْكِرْش تُ َلَُِّيَن بُاَيُ ه ظِعَيَُو هَوُِهِنْب ِلُِ ناَمْق لَُلاَقُْذِإ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya,“Wahai anakku! Janganlah

engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

b. Ijtihad

Ijtihad diperlukan dalam lapangan pendidikan khususnya pendidikan keluarga untuk bisa disesuaikan dengan perubahan zaman. Ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sehingga pendidikan tidak tertinggal terhadap perubahan tersebut. Namun nilai-nilai Islam masih terkandung di dalamnya.

3. Fungsi keagamaan dalam keluarga

Proses keagamaan berperan internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan pada diri anak. Kehidupan dalam keluarga hendaknya

memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan (Azmi, 2006:81). Karena segala bentuk pengetahuan manusia diperoleh pertama dari orang tua sendiri.

4. Peran keluarga dalam pendidikan agama Islam

Anak merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap orang tua. Sebagai orang tua tentunya menginginkan anaknya tumbuh kembang dengan baik, mendapat pendidikan yang baik sehingga memiliki potensi bakat dan keterampilan yang dimilikinya secara maksimal. Orang tua juga menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik sehingga si anak dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan bermanfaat bagi keluarga serta lingkungan masyarakat di mana dia tinggal.

Untuk mencapai tujuan itu semua, orang tua bertanggung jawab dan memegang peranan penting terhadap proses pembelajaran dan tumbuh kembang si anak. Tidak perlu gelar khusus, sekolah, atau trining khusus, tetapi yang di perlukan adalah keteladanan, kesabaran, dan kebijakan orang tua untuk dapat memberikan pertimbangan terbaik dalam kehidupan dan proses tumbuh kembang anak (Harjaningrum, 2007:1-2). Dengan melihat perlakuan orang tua ke anak maka anak akan berfikir. Maka tidak ada pengorbanan orang tua yang sia-sia.

Pendidikan agama Islam dalam keluarga berperan pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, agama, dan nilai moral. Al Ghozali menilai peranan keluarga yang terpenting adalah fungsi

didikannya sebagai jalur pengembangan “naluri beragama secara mendasar” pada anak masih balita, sebagai kesinambungan potensi fitrah yang di bawa anak sejak lahir.

Dewasa ini banyak model dan sistem pendidikan dengan berbagai metode dalam pendidikan. Akibatnya banyak keluarga atau orang tua bingung memilih model dan sistem pendidikan modern yang harus diterapkan dalam keluarga. Maka seharusnya memberikan model dan metode tersendiri berdasarkan pendidikan Islam, dengan pendidikan Islamlah anak akan berhasil bahkan selamat dunia dan akhirat (Azmi, 2006:83). Dan disesuaikan dengan melihat kondisi anak.

Pendidikan yang diberikan kepada anak haruslah sesuai dengan ajaran Islam seperti kebenaran, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, berani, dan lain-lain. Dengan demikian hubungan kekeluargaan menimbulkan rasa kasih sayang (Mansur, 2007:271). Karena anak yang didik sesuai syariat maka hasilnya pun baik.

Pendidikan agama Islam memberikan dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Adapun pendidikan agama Islam yang perlu diterapkan kepada anak sejak usia dini antara lain:

a. Membisikkan kalimat tauhid

Dalam hal ini sejak anak lahir kedunia tidak lain yang dibisikkan atau diperdengarkan setelah keluar dari rahim ibunya kecuali

“Allah” dengan menggunakan azan di telinga kanan untuk laki-laki dan iqamat di telinga kiri untuk perempuan.

b. Mengajari akhlak yang mulia

Dengan mengajari anak akhlak yang mulia atau yang terpuji bukan hanya semata untuk mengetahui saja, melainkan untuk mempengaruhi jiwa sang anak agar supaya berakhlak dengan akhlak yang terpuji.

c. Mengislamkannya atau menghitankannya

Disebutkan dalam Assahain dari hadits Abi Hurairoh ra, berkata: Rasulluah SAW, bersabda “Fitrah itu ada lima (khitan, mencukur

bulu di bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan

mencabut bulu ketiak)”.

d. Upaya melestarikan kesehatan mental anak melalui pendidikan agama Islam

Dalam upaya melestarikan kesehatan mental setiap anak/orang harus mendapatkan pendidikan dan bimbingan dan penyuluhan kejiwaan. Dengan demikian mereka membutuhkan sistem persekolahan yang sesuai dengan kepribadian dan perkembangan anak.

Adapun cara untuk menjaga kesehatan mental anak melalui pendidikan agama Islam antara lain:

2. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa anak melalui pendidikan agama Islam.

3. Menanamkan etika yang baik terhadap diri anak berdasarkan norma-norma keagamaan (Daradjat, 1997:3-4).

5. Tanggung jawab orang tua terhadap anak

Tanggung jawab tidak ada sendirinya dalam diri setiap anak. Tanggung jawab akan diketahui anak kalau dia sudah diajarkan dan diberi pengertian, serta dibiasakan untuk bertanggung jawab. Jadi tugas orang tualah untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab itu (Graha, 2007:64). Arahan dan contoh dalam melaksanakan tanggung jawab perlu diajarkan pada anak. Lari dari masalah bukanlah solusi.

Tanggung jawab orang tua selaku pendidik dalam keluarga adalah pangkal ketentraman dan kedamaian hidup, dalam perspektif Islam dampak pendidikan keluarga bukan hanya dalam persekutuan kecil, melainkan masyarakat luas, yang darinya memberi peluang untuk hidup bahagia atau celaka. Orang tua sebagai pendidik yang pertama hakikatnya memiliki tanggung jawab yang komprehensif dan sangat kompleks, menyangkut semua aspek kehidupan manusia yang menanifestasikan melalui pendidikan aqidah, ibadah, akhlak, jasmani, rohani, intelektual, sosial, dan pendidikan seks (Azmi, 2006:85-86). Semua beban ini melekat pada pundak orang tua secara menyeluruh dan otomatis.

Dokumen terkait