• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA ANAK PENYANDANG CEREBRAL PALSY DI SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA ANAK PENYANDANG CEREBRAL PALSY DI SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

DETY VERA DINYATI

NIM. 11112115

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

Kepada:

Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Dety Vera Dinyati NIM : 111-12-115

Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/Pendidikan Agama Islam Judul skripsi : Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Anak penyandang

Cerebral Palsy Di Salatiga Tahun 2016

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan.

Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Salatiga, 26 Juni 2017 Pembimbing,

Dr. Muna Erawati, S.Psi., M.Si. NIP. 19751218 199903 2002

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(4)

iv

SKRIPSI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA ANAK

PENYANDANG CEREBRAL PALSY DI SALATIGA TAHUN 2016

DISUSUN OLEH:

DETY VERA DINYATI

NIM. 111-12-115

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 19 September 2017 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).

Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dr. Fatchurrohman, M.Pd Sekretaris : Dr. Muna Erawati, S.Psi, M.Psi Penguji I : Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd Penguji II : Suwardi, M.Pd

Salatiga, 02 Oktober 2017 Dekan

Suwardi, M.Pd.

NIP. 19670121 199903 10002

(5)

v NIM : 111-12-115

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari penelitian orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam penelitian ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 26 Juni 2017 Penulis

(6)
(7)

vii

(8)

viii

telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapak yang telah mendo’akan dengan tulus ikhlas sepanjang waktu. 2. Anak-anakku Fadhil Daniswara dan Zalfa Elvina Indrani yang selalu

memberikan semangat untuk menjadi pribadi yang tangguh.

3. Bapak Sutrisno, M.Pdi dan seluruh dosen IAIN yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Kawan-kawanku PPL, KKN posko 86 yang selalu memberikan semangat. 5. Seluruh sahabatku yang selalu menyemangati dan menemani hari-hariku. 6. Kepada RSUD Kota Salatiga yang telah memberikan data kepada penulis. 7. Kepada seluruh anggota fisioterapi RSUD Kota Salatiga yang telah membantu. 8. Kepada KESBANGPOL yang telah memberikan ijin penelitian.

(9)

ix

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM DALAM KELUARGA ANAK PENYANDANG CEREBRAL PALSY

DI SALATIGA TAHUN 2016”

Skipsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

(10)

x

5. Ibu Peni Susapti, M.Si selaku pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepala KESBANGPOL, Kepala direktur RSUD Kota Salatiga yang telah memberikan ijin dan para responden yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di RSUD Kota Salatiga.

8. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

Harapan penulis, semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dan semoga Allah meridhoi persaudaraan ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Billahi taufiq wal hidayah

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, Juni 2017 Penulis

(11)

xi

Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Muna Erawati, S.Psi, M.Psi.

Kata kunci: Pendidikan Agama Islam, Keluarga, Cerebral Palsy.

Anak penyandang cerebral palsy sering memiliki kondisi lain yang berkaitan dengan kelainan perkembangan otak, seperti cacat intelektual, masalah penglihatan, dan pendengaran, atau kejang, dan dapat mengakibatkan gangguan gerakan yang terkait dengan reflek berlebihan atau kekakuan, postur tubuh yang abnormal, gerakan yang tak terkendali, kegoyangan saat berjalan atau beberapa kombinasi dari gangguan tersebut. Mengingat pendidikan agama sangat sentral bagi kehidupan individu maka orang tua anak penyandang cerebral palsy pun dituntut untuk memberikan pendidikan keagamaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1. Bagaimana diskripsi dan karakteristik anak penyandang cerebral palsy, 2. Bagaimana cara orang tua dari anak penyandang cerebral palsy mengenalkan dan mengajarkan pendidikan agama Islam pada anak penyandang cerebral palsy meliputi: materi, tujuan, proses dan evaluasinya.

Jenis Penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Responden adalah orang tua anak penyandang cerebral palsy.

(12)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Penegasan Istilah ...

BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN ... A. Paparan Data RSUD Salatiga ... B. Temuan Hasil Penelitian ...

1. Diskripsi dan karakteristik anak penyandang cerebral palsy... 2. Cara orang tua dari anak penyandang cerebral palsy

56 85

(13)

xiii

B. Cara orang tua dari anak penyandang cerebral palsy mengenalkan dan mengajarkan pendidikan agama Islam pada anak penyandang cerebral palsy meliputi: materi, tujuan, proses dan evaluasi ...

110

BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... B. Saran ...

120 122

DAFTAR PUSTAKA 123

(14)

xiv 2. Lampiran 2. Nota Pembimbing Skripsi 3. Lampiran 3. Lembar Konsultasi 4. Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

5. Lampiran 5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian 6. Lampiran 6. Instrumen Penelitian

(15)

xv

Tabel 3.2 Sumber daya manusia RSUD KotaSalatiga. Tabel 3.3 Tenaga non medis.

Tabel 3.4 Keperawatan Tabel 3.5 Sarjana kesehatan

Tabel 3.6 Paramedis non keperawatan

(16)

1

Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tidak bisa terlepas dari pendidikan. Karena dengan adanya pendidikan, manusia akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang mana nantinya akan menjadi bekal bagi kehidupannya. Selain itu dengan adanya pendidikan manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk tujuan hidup yang akan dicapai.

Pendidikan agama juga mempunyai peran yang sangat penting agar hidup tetap stabil dan terarah pada jalan yang benar. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna dan bermanfaat. Dengan menyadari betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keharusan atau kewajiban yang harus ditempuh melalui pendidikan, baik itu pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan sekolah.

Pendidikan agama merupakan fondasi dasar bagi manusia, sehingga pendidikan agama itu sangat penting bagi kehidupan kita. Dalam pendidikan agama, berisi tuntunan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari selain itu juga berperan untuk membentuk jiwa yang bersih dan membentuk pribadi yang santun, kreatif, inovatif dalam mengembangkan dan menerapkan materi tersebut.

(17)

tidak akan maju dan selalu dalam keadaan yang tertindas. Selain itu pendidikan juga merupakan modal penting untuk semua anak, bukan hanya untuk anak normal, anak berkebutuhan khususpun juga membutuhkan pendidikan untuk modal hidupnya agar tetap bertahan dan dapat bersaing dengan lingkungan sekitarnya yang terkadang sulit untuk ditebak (Aqila Smart, 2010:73). Dalam pendidikan tidak dikenal adanya diskriminasi hak seseorang untuk memperoleh pengajaran baik itu dari kalangan anak-anak maupun orang yang sudah tua sekalipun dan juga baik itu dari golongan orang-orang cacat sekalipun dengan orang normal.

Semua orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini anak cerebral palsy semestinya mendapatkan pengarahan pembelajaran pendidikan agama tanpa adanya perlakuan diskriminasi. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. An-Nisa: 9.

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.

(18)

Di dalam UUPP No.12/1954 Pasal 7 (5) dinyatakan: pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir batin yang layak.

Pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Muhaimin, 2004:78). Memiliki hubungan yang baik antara habluminallah dan habluminannas.

Para ahli didik umumnya menyatakan pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama (Uhbiyah, 1998:211). Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi tumbuh kembang anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut (Drajat, 1995:47). Hubungan antara anak dengan orang tua haruslah harmonis untuk bisa saling mengisi, dan mengajarkan satu sama lain.

(19)

dididik dengan baik, dan sebaliknya akan menjadi malapetaka (fitnah) jika tidak dididik.

Inilah kemungkinan yang ditimbulkan, yaitu rasa optimis atau pesimistis. Hal ini juga membawa pada pemahaman, apalah artinya memelihara anak, jika tidak dididik, anak didik berbuat jahat adalah kesalahan pendidik. Jika anak tidak mau belajar, hanya akan menyusahkan orang tua, nusa dan bangsa. Oleh sebab itu anak harus dididik, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan fitrah dapat dididik dan dapat mendidik.

Pendidikan utama yang sangat dibutuhkan bagi anak adalah pendidikan agama, dimana hal tersebut secara langsung sangat berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak. Pendidikan beragama pada anak merupakan awal pembentukan kepribadian, baik atau buruk kepribadian anak tergantung pada orang tua serta lingkungan yang mengasuhnya.

Allah berfirman dalam Q.S At-Tahrim ayat 6 berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

(20)

yang sangat besar dalam mendidik generasi-generasinya untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang. Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius.

Dari fungsi keluarga yang terkemuka di atas maka dapat disimpulkan, bahwa keluarga merupakan sumber dari segala perkembangan anak. Anak akan menjadi apa nantinya kelak, keluargalah yang berpengaruh. Orang tua sangat berperan besar dalam membentuk sikap kepribadian anak, terutama sikap anak dalam beragama. Orang tua mempunyai peran besar dalam menanamkan sikap religi yang besar pada anak, sebab sangat percuma bila anak beragama di luarnya saja tapi dalam hati anak tidak memiliki jiwa beragama (Ghofir, 2004:1). Jadi sikap religius sangat penting untuk ditanamkan pada anak.

Keluarga dalam Islam merupakan lembaga pendidikan yang terpenting yang pengaruhnya sebanding dengan sekolah. Orang tua bapak dan ibu masing-masing mempunyai hak dan kewajiban, demikian juga dengan anak-anak (Kastolani, 2009:126). Masing-masing dari mereka mempunyai tanggung jawab. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:

(21)

'Abdullah bin 'Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap ka lian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut." Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhori). (Al-asqalani, 2009:389)

Tanggung jawab orang tua dimulai dengan mendidik anak agar menjadi orang beriman, shaleh dan shalehah, dan menjaga kesehatan fisik, serta memenuhi keperluannya dalam batas yang dibenarkan dan kemampuan yang tersedia (Djawas, 1996:130). Dalam mendidik anak, orang tua tidak mungkin hanya berharap agar anak-anaknya berperilaku dan bersikap sesuai dengan keinginannya. Orang tua harus berusaha memperlihatkan teladan yang baik.

(22)

Anak dengan kekurangan atau kelemahan fisik sangat memerlukan pengertian dan kesabaran dari kedua orang tuanya. Kondisi fisik yang lemah dan kurang dibandingkan dengan anak lain sering kali menjadi hambatan utama dalam tumbuh kembang anak-anak tersebut baik psikis, maupun kepribadiannya (Ratih, 2013:76-78). Mereka tidak bisa disamakan baik dari sisi dari luar maupun dalam.

Anak dengan cerebral palsy sering memiliki kondisi lain yang berkaitan dengan kelainan perkembangan otak, seperti cacat intelektual, masalah penglihatan, dan pendengaran, atau kejang (Novan, 2014:151). Hal tersebut sering di miliki oleh anak cerebral palsy.

Pada umumnya, cerebral palsy dapat mengakibatkan gangguan gerakan yang terkait dengan reflek berlebihan atau kekakuan, postur tubuh yang abnormal, gerakan yang tak terkendali, kegoyangan saat berjalan atau beberapa kombinasi dari gangguan tersebut. Kekhususan ini membutuhkan penanganan istimewa karena mereka adalah anak-anak istimewa yang bisa berkembang secara optimal jika didukung oleh lingkungan sekitar. Orang tua sebagai sosok terdekat merupakan harapan kuat bagi anak-anak untuk dapat tumbuh kembang secara maksimal dan optimal (Ratih & Afin, 2013:44). Keberhasilan mereka tergantung pada kemauan orang tuanya.

(23)

anak kedisiplinan dan kesabaran sehingga mereka bisa menjadi makhluk sosial yang peduli terhadap sesama dan tentunya ruang yang tepat untuk meningkatkan spiritualitas anak-anak dalam mengenal dan menghayati ke Mahakasih dan Penyayang-Nya Tuhan Semesta Alam (Aqila Smart, 2010:150). Orang tua menuntun anaknya dalam berbagai hal, hubungan secara horizontal maupun vertikal.

Tuhan telah menyiapkan masa depan anak spesial tanpa kita ketahui bentuknya. Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari anak spesial ini, kita sering mendapatkan pencerahan dan kekuatan, kejutan-kejutan kecil, maupun besar. Hidup kita lebih bergairah dan penuh warna. Dalam kenyatan yang sebenarnya, masih ditemukan orang tua yang kehilangan arah dalam mencari pemecahan berbagai masalah kehidupan dan mudah putus asa dalam menangani anak mereka penyandang cerebral palsy.

Berdasarkan latar belakang di atas muncul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM KELUARGA ANAK PENYANDANG CEREBRAL PALSY DI

SALATIGA TAHUN 2016”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana diskripsi dan karakteristik anak penyandang cerebral palsy? 2. Bagaimana cara orang tua dari anak penyandang cerebral palsy

(24)

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui bagaimana diskripsi dan karakteristik anak baik secara fisik maupun psikis penyandang cerebral palsy.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara orang tua dari anak penyandang cerebral palsy dalam mengenalkan agama Islam kepada anak nya baik materi, tujuan, proses dan evaluasinya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas tentang pendidikan agama Islam pada anak penyandang cerebral palsy. Dari informasi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Secara Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus.

2. Secara Praktis

Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi orang tua, lembaga pendidikan dan mahasiswa, diantaranya sebagai berikut:

a. Bagi orang tua dari anak penyandang cerebral palsy

(25)

b. Bagi lembaga pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk meningkatkan pembinaan dan pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap anak penyandang cerebral palsy.

c. Anak penyandang cerebral palsy Dapat meningkatkan religiusitas anak.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah pengertian dan salah penafsiran pada judul di atas, perlu penulis menjelaskan istilah-istilah yang terdapat pada judul.

1. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman peserta didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Implementasi dari pengertian ini, pendidikan agama Islam merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam. Bahkan tidak berlebihan dikatakan bahwa pendidikan agama Islam berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan Islam dengan bidang-bidang studi yang lain. Implikasi lebih lanjut, pendidikan agama Islam harus sudah dilaksanakan sejak dini sebelum peserta didik memperoleh pendidikan atau pengajaran ilmu yang lain (Muhaimin, 2001:76). Bahkan sejak dalam kandungan anak sudah bisa di ajarkan pendidikan agama Islam.

(26)

pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi maupun kehidupan masyarakat (Syafaat, 2008:16). Dapat dijadikan sebagai penolong hidup jalan menuju kebahagian dunia maupun akhirat.

Pendidikan agama Islam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha orang tua dalam menyiapkan anaknya untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia dalam kehidupanya.

2. Keluarga

Keluarga adalah sanak saudara yang bertalian dengan turunan atau sanak saudara yang bertalian dengan perkawinan (Poerwadarminta, 2006:553). Dalam KBBI (2007:237) diartikan sebagai ibu dan bapak serta anak-anak nya seisi rumah.

Dalam kaitannya dengan pendidikan agama Islam, keluarga yang dimaksud disini adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak penyandang cerebral palsy.

3. Cerebral palsy

(27)

akibatnya otak tidak berkembang (Novan, 2014:151). Gangguan tubuh yang disebabkan kerusakan pada jarigan otaknya.

Anak penyandang Cerebral palsy yang dimaksud disini adalah anak-anak yang berusia di bawah 12 tahun yang mengalami gangguan cerebral palsy.

4. Keluarga cerebral palsy

Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak penyandang cerebral palsy.

F. Metode Penelitian

Metodologi penelitian merupakan ilmu yang membahas metode ilmiah dalam proses penelitian (Suprayogo & Tabroni, 2003:7). Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, cermat dan akurat, maka pada peneliti ini akan digunakan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (Field research) yaitu dengan menyajikan gambaran tentang bagaimana keluarga dalam memberikan pendidikan agama Islam kepada anak penyandang cerebral palsy.

(28)

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dalam buku berjudul Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa (Maslikhah, 2013:67) juga disebutkan bahwa penelitian berjenis kualitatif biasanya memuat tentang jenis pendekatan penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research yang bermaksud untuk mengetahui data responden secara langsung dari lapangan, yakni suatu penelitian yang bertujuan mengetahui situasi atau keadaan sebenarnya tentang peran keluarga dalam membina religiusitas anak penyandang cerebral palsy.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti sangatlah penting sekali, peneliti bertindak sebagai instrumen langsung sekaligus pengumpul data. Peneliti bertindak secara langsung ke lapangan sehingga mendapatkan data yang riil dalam meneliti pendidikan agama Islam dalam keluarga anak penyandang cerebral palsy, sehingga bisa diperoleh data yang akurat.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi penelitian

(29)

ruang tunggu fisioterapi RSUD Kota Salatiga dan di kediaman informan.

b. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan sejak penyusunan proposal yaitu dari September 2016 sampai penulisan laporan penelitian ini selesai pada April 2017.

4. Sumber Data a. Data Primer

Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:22). Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang peran keluarga dalam membina religiusitas anak di RSUD Kota Salatiga. Adapun sumber data langsung peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan keluarga, orang tua atau wali anak penyandang cerebral palsy.

b. Data Sekunder

(30)

Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui dokumen, wawancara, pengamatan, dan buku profil pelayanan RSUD Salatiga.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Pengamatan (Observasi)

Observasi yaitu pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian (Afifudin, 2009:134). Metode ini digunakan peneliti untuk mengamati secara langsung bagaimana peran keluarga dalam membina religiusitas anak penyandang cerebral palsy di RSUD Salatiga.

b. Wawancara

Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan (Moleong, 2011:186). Jadi peneliti akan meneliti subjek penelitian secara langsung guna mendapatkan informasi yang lebih jelas.

(31)

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel, baik itu berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274).

Dengan metode dokumentasi penulis gunakan untuk lebih memperluas pengamatan dan pengumpulan data terhadap sesuatu yang diteliti oleh peneliti.

6. Analisis Data

Analisis data bertujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dan diinterpretasi dalam memberikan interpretasi data yang diperoleh (Sugiyo, 2006:82) sehingga digunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga anak penyandang cerebral palsy di Salatiga.

Di sini data yang sudah ada dijabarkan secara naratif dan lebih kompleks, disertai dengan pendapat dari peneliti, didukung oleh referensi terkait. Peneliti menggunakan analisis data kualitatif seperti yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman (1992:15-19) yaitu meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

(32)

b. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyedarhanaan, transformasi data “kasar” yang muncul

dari catatan-cacatan tertulis di lapangan. Dilakukan pemilihan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat disimpulkan.

c. Penyajian data

Penyajian di sini dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Berbentuk teks naratif.

d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Dalam pandangan ini hanya sebagian dari satu kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

7. Pengecekan Keabsahan Data

(33)

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008:330). Pada teknik ini peneliti melakukan:

a. Triangulasi teknik yaitu dengan jalan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan data hasil wawancara antara narasumber terkait dan membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen.

8. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:

a. Tahap sebelum ke lapangan

Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada subjek yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan

(34)

c. Tahap analisis data

Menurut Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2011:337) aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

1. Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya secara naratif.

3. Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum pernah ada.

d. Tahap penulisan laporan

Tahap ini meliputi kegiatan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna.

G. Sistematika Penulisan

(35)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab II ini berisi landasan teori tentang pendidikan agama Islam, peran keluarga dalam membina religiusitas anak penyandang cerebral palsy.

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal mengenai: gambaran umum lokasi penelitian yaitu di RSUD Salatiga, penyajian data yang meliputi: data responden serta hasil wawancara terhadap keluarga dari anak penyandang cerebral palsy.

BAB IV ANALISIS

Bab ini membahas tentang analisis mengenai pendidikan agama Islam dalam keluarga bagi anak penyandang cerebral palsy.

BAB V PENUTUP

(36)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Kata pendidikan agama Islam terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan agama Islam. Pendidikan berasal dari kata didik yang diberi awalan pe- dan akhiran -an yang mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani yaitu pedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu education yang berarti pengembangan dan bimbingan. Sedangkan dalam bahasa Arab istilah ini sering di terjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan (Ramayulis, 2008:1).

Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam adalah usaha sadar generasi orang tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dengan ketrampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT (Majid, 2006:130).

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan

(37)

antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Kurikulum PAI, 2002:3).

Sementara itu pengertian lebih spesifik tentang pendidikan agama Islam diberikan (Syafaat, 2008:16) pendidikan agama Islam yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.

Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu usaha menyiapkan peserta didik atau anak-anak untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia dalam kehidupanya.

2. Tujuan pendidikan agama Islam

Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau haluan”, secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah

sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Oleh H. M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pendidikan Islam adalah “idealism (cita-cita) yang

mengandung nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahab” (Arief, 2002:19). Menjadikan manusia menjadi manusia insan kamil.

(38)

Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu:

a. Dimensi keimanan terhadap agama Islam.

b. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan terhadap agama Islam.

c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan anak-anak dalam menjalankan ajaran agama Islam.

d. Dimensi pengalamannya dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah di imani, dipahami dan dihayati atau di internalisasi olah anak-anak itu mampu menumbuhkan motifasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(39)

3. Kedudukan Pendidikan Agama

Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama, karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak anak-anak didik dan mengangkat mereka ke derajat yang lebih tinggi, serta berbahagia dalam hidup dan kehidupanya. Pendidikan agama membersihkan hati dan mensucikan jiwa, serta mendidik hati nurani dan mencetak mereka agar berkelakuan yang baik dan mendorong mereka untuk berbuat yang mulia.

Pendidikan agama memelihara anak-anak, supaya mereka tidak menuruti hawa nafsu yang murka, dan menjaga mereka supaya jangan jatuh ke lembah kehinaan dan kesesatan. Pendidikan agama menerangi anak-anak supaya melalui jalan yang lurus, jalan kebaikan, jalan kesurga. Sebab itu mereka patuh mengikuti perintah Allah SWT, serta berhubungan baik dengan teman sejawatnya dan bangsanya, berdasarkan cinta mencintai, tolong menolong dan nasehat menasehati.

(40)

4. Pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga

Setiap orang tua tentu mendambakan anaknya menjadi anak yang shaleh, serta memberikan kesenangan dan kebanggaan kepada mereka. Kehidupan anak tidak lepas dari keluarga (orang tua), karena sebagian besar waktu anak terletak dalam keluarga. Peran orang tua paling mendasar didalam mendidik agama kepada anak-anak. Mereka adalah sebagai pendidik yang pertama dan utama, karena dari orang tualah anak pertama kali menerima pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun pendidikan agama. Adapun peranan orang tua dapat dibedakan menjadi dua macam :

a. Orang tua berfungsi sebagai pendidik keluarga

Dari orang tualah anak-anak menerima pendidikan dan bentuk pertama dari pendidikan itu terdapat dalam keluarga, oleh karena itu orang tua memegang peranan penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak. Agar pendidikan anak dapat berhasil dengan baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang tua antara lain:

1. Mendidik dengan ketauladanan (contoh)

(41)

efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial.

Seorangpendidik atau orang tua merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, sebab tingkah laku dan sopan santunya akan ditiru, bahkan semua keteladanya itu akan melekat pada diri dan perasaannya. Apabila kita memperhatikan cara Luqman mendidik anaknya yang terdapat dalam surat Luqman ayat 15, bahwa nilai-nilai agama selalu menghiasi mulai dari penampilan pribadi Luqman yang beriman, beramal sholeh, bersyukur kepada Allah SWT dan bijaksana dalam segala hal.

Selanjutnya yang dididik dan di nasehatkan kepada anaknya adalah kebulatan iman kepada Allah SWT semata, akhlak dan sopan santun terhadap orang tua, kepada sesama dan taat beribadah. Sehubungan dengan hal tersebut, hendaklah orang tua selaku pemberi contoh yang ideal kepada anak-anaknya, harus sering terlihat oleh anak-anak dalam melakukan shalat, bergaul dengan sopan santun, berbicara dengan lemah lembut dan lain sebagainya, karena semua itu nanti akan ditiru dan dijadikan contoh oleh anak-anak.

2. Mendidik dengan adab pembiasaan dan latihan

(42)

kebiasaan, pengajaran dan pendidikan serta menumbuhkan dan mengajak anak ke dalam tauhid murni dan akhlak mulia.

Diantara kebiasaan Al Banna Rahimahullah adalah melandaskan pembinaan melalui metode tidak langsung, metode menyampaikan tanpa meminta, ini banyak dilakukan, khususnya di bulan ramadhan. Jika beliau datang ke rumah dan beristirahat sebentar, beliau bangun beberapa waktu sebelum maghrib, dia memanggil anak-anaknya dengan mengumandangkan Al-Qur’an (Aulia, 2007:47). Hendaklah

orang tua menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya.

Karena pembiasaan dan latihan itu akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan terlihat jelas dan kuat, sehingga akan masuk menjadi bagian dari pribadinya. Abdullah Nashin Ulwan mengemukakan, pendidikan dengan pembiasaan dan latihan merupakan salah satu penunjang pokok pendidikan dan merupakan salah satu sarana dalam upaya menumbuhkan keimanan anak dan meluruskan moralnya (Ulwan, 1992:65). Disinilah bahwa pembiasaan dan latihan sebagai suatu cara atau metode yang mempunyai peranan yang sangat besar sekali dalam menanamkan pendidikan pada anak sebagai upaya membina akhlaknya.

(43)

ajaran-ajaran agama dan tidak merasa berat melakukanya. Pembiasaan dan latihan jika dilakukan berulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan yang nantinya membuat anak cenderung melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk dengan mudah.

3. Mendidik dengan nasehat

Diantara mendidik yang efektif di dalam usaha membentuk keimanan anak, mempersiapkan moral, psikis dan sosial adalah mendidik dengan nasehat. Sebab nasehat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakekat sesuatu dan mendorong menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak mulia, serta dengan membekali prinsip-prinsip Islam (Ulwan, 1995:66). Nasehat yang tulus akan membekas dan berpengaruh jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang bijak dan berpikir.

Nasehat tersebut akan mendapat tanggapan secepatnya dan meninggalkan bekas yang dalam. Al-Qur’an telah menegaskan pengertian ini dalam banyak ayatnya dan berulang kali menyebutkan manfaat dari peringatan dan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat yang tulus (Ulwan, 1995:70). Nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak-anak tentang gejala hakekat serta menghiasinya dengan akhlak mulia.

(44)

bimbingan serta dukungan ketika anak mendapatkan kesulitan atau masalah begitupun sebaliknya ketika anak mendapatkan prestasi 4. Mendidik dengan pengawasan

Pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk aqidah dan moral, mengasihinya dan mempersiapkan secara psikis dan sosial, memantau secara terus menerus tentang keadaannya baik dalam pendidikan jasmani ataupun dalam hal belajarnya. Mendidik yang disertai pengawasan bertujuan untuk melihat langsung bagaimana keadaan tingkah laku anak sehari-harinya baik dilingkungan keluarga maupun sekolah.

Dilingkungan keluarga hendaknya anak tidak selalu dimarahi apabila dia berbuat salah, tetapi ditegur dan dinasehati dengan baik. Sedangkan dilingkungan sekolah, pertama-tama anak hendaklah diantar ketika dia pergi kesekolah, begitu pula setelah pulang sekolah hendaknya ditanya kembali pelajaran yang dia dapat dari gurunya. 5. Peran pendidikan agama bagi anak

Chairil Mustafidz dalam bukunya pendidikan yang kaffah bagi anak kita (2009:29-58) membaginya sebagai berikut:

a. Peranan pendidikan agama dalam menciptakan generasi yang loyal Anak-anak kita adalah pemimpin di masa mendatang. Mereka adalah “subbanal yaum wa rijalal-ghadad”, karena di pundak

(45)

mundurnya sebuah bangsa, dengan kebudayaan dan peradabannya, adalah sangat bergantung pada kualitas generasi muda.

Rasulluah SAW sangat besar konsentrasinya dalam membina generasi muda, mempersiapkan mereka memanggul tanggung jawab, mengemban risalah dan amanah, guna menjunjung kalimat-kalimat Allah SWT. Pendidikan agama berusaha membangun karakter generasi muda dan membentuk jiwa, mental, akhlak, fisik, serta membentuk ruh keimanan yang kuat.

Pendidikan agama berupaya membentuk karakter generasi muda yang kuat, kokoh, dan berkepribadian Islami, serta loyal dan setia kepada kepentingan agama. Pendidikan agama juga menyerukan kepada generasi muda untuk selalu mempergunakan waktu sebaik-baiknya sebab waktu yang lewat tidak akan datang kembali.

b.Peran pendidikan agama dalam menciptakan generasi yang memiliki keutamaan dan kemuliaan

(46)

Manusia akan memiliki drajat yang tinggi, bahkan melebihi tingginya dera jat malaikat, bila ia mampu mempergunakan akal pikirannya untuk sesuatu yang positif, menurut apa yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam syariat agama Islam. Tetapi manusia juga bisa mengalami kemunduran, kemerosotan, bahkan kehinaan yang melebihi hewan, bila ia tidak mengoptimalkan daya pikir akalnya, yang pada akhirnya membawanya kepada hal-hal negatif, yang di luar koridor syariat Islam.

Dan karena manusia telah Allah SWT dengan sebaik-baiknya ciptaan (ahsana taqwim), semestinya kita mampu menjaga posisi ini. Pada dasarnya Allah SWT juga menganjurkan kita untuk senantiasa menjaganya, agar kita tidak terjerumus ke dalam lubang “asfala safilin” sebuah kehinaan dan kenistaan yang diterima oleh

manusia akibat dari perbuatannya sendiri.

Untuk itulah seharusnya manusia mampu meningkatkan kadar ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sehingga ia tetap berada pada posisi yang mulia. Taqwa adalah jalan keluar yang paling tepat dan benar. Yang diperlukan manusia untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

c. Peran pendidikan dalam menciptakan generasi pilihan

(47)

manusia. Hal ini bisa terwujud dengan ajaran-ajaran yang Allah SWT wahyukan kepada nabi-Nya, berupa kitab suci Al-Qur’an.

Ada beberapa alasan mengapa Allah SWT menjadikan umat Islam sebagai umat pilihan, khaira ummah. Di antara tujuan Allah SWT tersebut ialah untuk mengemban kitab suci, kitab yang tidak akan mampu disentuh oleh kebatilan dari arah manapun, sekaligus melaksanakan isinya, beramar ma’ruf nahi munkar.

d. Peran pendidikan agama dalam menciptakan ukhuwah islamiyah Ukhuwah atau persaudaraan adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita, karena dengan persaudaraan, kekuatan kita akan bertambah. Ukhuwah juga merupakan sesuatu yang diwajibkan oleh pendidikan agama, terutama dalam berdakwah, menyeru kepada manusia untuk menjaga izzah (kehormatan) Islam dan kaum muslimin. Ukhuwah juga mendasari sendi-sendi kehidupan bermasyarakat kita, agar sesama kita tercipta suasana yang harmonis, jauh dari permusuhan dan persengketaan. e. Peran pendidikan agama dalam menciptakan generasi ber akhlakul

karimah

(48)

implementasi akhlakul karimah. Menjadi contoh teladan dan figur yang ideal. Adalah sebuah kewajiban bagi kita generasi muda untuk menjadikan Rasulluah SAW sebagai panutan di dalam segala aspek kehidupan.

f. Peran pendidikan dalam menciptakan generasi yang selalu optimis Generasi yang optimis ialah generasi yang selalu memandang segala aspek kehidupan ini dengan rasa dan penuh pengharapan yang baik, dan melihat sesuatu dengan penglihatan yang positif. Tidak pernah merasa rendah harapan apalagi putus harapan.

Dalam Al-Qur’an ada nas-nas yang menerangkan bahwa putus harapan dalam melaksanakan agama Allah SWT adalah haram. Sebab putus asa dapat membunuh orang, mengalahkan setiap kepahlawanan, dan yang jelas putus asa dapat mematikan sebuah generasi.

g. Peran pendidikan agama dalam menciptakan generasi yang selalu bersabar

Sabar ialah perilaku kekuatan jiwa yang positif yang mendorong seseorang untuk menguasai segala kelemahan dan membawanya kepada ketegaran dan keteguhan hati dalam menghadapi halangan, rintangan, dan cobaan.

(49)

kepada kejelekan, kesesatan, kezaliman, dan kekufuran. Sabar ketika kita menghadapi problematika kehidupan serta sabar ketika kita tertimpa musibah.

Allah SWT akan memberi kabar gembira kepada mereka yang mampu menahan emosi dirinya yang bergejolak dengan sabar. Allah SWT berjanji akan memberikan surga, sebaik-baiknya tempat tinggal di akhirat, bagi orang-orang yang mampu bersabar. Dalam nas-nash Al-Qur’an dan Hadits menerangkan bahwa karakter manusia belum bisa dikatakan kamil (sempurna) sebelum ia memiliki sifat sabar dan dapat menguasai kesabarannya.

6. Materi pendidikan agama Islam

(50)

Pengajaran sejarah. 12). Pengajaran tarikh tasyri’. Darajat (2008: 59

-117).

7. Proses pendidikan

Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lainnya saling berhubungan. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersediannya sarana-prasarana serta biaya yang cukup, jika tidak di tunjang dengan pengelolaan yang handal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.

Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, dan mikro. Pengelolaan proses dalam lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU pendidikan, peraturan pemerintah, SK mentri, SK dirjen, serta dokumen-dokumen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain.

(51)

ruang lingkup wilayah dibawah tanggung jawab Kakanwil dan Depdikbud.

Pengelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang berlangsung di dalam lingkungan sekolah ataupun kelas, sanggar-sanggar belajar, dan satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat. Dalam ruang lingkup ini kepala sekolah, guru, tutor, tenaga-tenaga di dalam pengelolaan pendidikan untuk menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil pendidikan ( http// are-us-chemist.blogspot.com).

B. Keluarga

1. Pengertian keluarga

Menurut Ibrahim Amini (2000:28), keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama dengan anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga, diantara mereka disebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara anak yang telah lahir kedunia. Keluarga adalah sanak saudara yang bertalian dengan turunan atau sanak saudara yang bertalian dengan perkawinan (Poerwadarminta, 2006:553). Hemat penulis keluarga adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak.

(52)

yaitu rasa cinta kasih sayang terhadap anaknya serta menjadi faktor utama bagi keselamatan, keamanan, dan kebahagiaan masyarakat (Amini, 2000:20). Kasih sayang merupakan modal utama dalam menjalin hubungan agar terjalin hubungan yang harmonis.

Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan menjadi pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak-anaknya. Di sinilah anak mulai diajarkan dan diberi arahan oleh keluarga. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Abu Hurairoh ra di jelaskan bahwa Rasulluah SAW bersabda:

َُّدَح

“Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada

kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?" (Shahih Bukhari, no. 1296)

(53)

pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama dari orang tua dan anggota keluarga sendiri.

Dari definisi di atas dapat suatu pengertian tentang keluarga yaitu sebagai pusat pendidikan yang terbentuk dari kehidupan suami istri melalui pernikahan atau perkawinan, mereka bekerja sama memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani para anggota sesuai dengan ketentuan yang berlaku (agama dan masyarakat).

2. Dasar pendidikan keluarga

Pendidikan keluarga berdasarkan pada: a. Al-Qur’an surat Luqman ayat 13 dinyatakan :

َُو

ٌُميِظَعٌُمْل ظَلَُكْرِّشلاَُّنِإُِهَّللاِبُ ْكِرْش تُ َلَُِّيَن بُاَيُ ه ظِعَيَُو هَوُِهِنْب ِلُِ ناَمْق لَُلاَقُْذِإ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya,“Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

b. Ijtihad

Ijtihad diperlukan dalam lapangan pendidikan khususnya pendidikan keluarga untuk bisa disesuaikan dengan perubahan zaman. Ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sehingga pendidikan tidak tertinggal terhadap perubahan tersebut. Namun nilai-nilai Islam masih terkandung di dalamnya.

3. Fungsi keagamaan dalam keluarga

(54)

memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan (Azmi, 2006:81). Karena segala bentuk pengetahuan manusia diperoleh pertama dari orang tua sendiri.

4. Peran keluarga dalam pendidikan agama Islam

Anak merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap orang tua. Sebagai orang tua tentunya menginginkan anaknya tumbuh kembang dengan baik, mendapat pendidikan yang baik sehingga memiliki potensi bakat dan keterampilan yang dimilikinya secara maksimal. Orang tua juga menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik sehingga si anak dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan bermanfaat bagi keluarga serta lingkungan masyarakat di mana dia tinggal.

Untuk mencapai tujuan itu semua, orang tua bertanggung jawab dan memegang peranan penting terhadap proses pembelajaran dan tumbuh kembang si anak. Tidak perlu gelar khusus, sekolah, atau trining khusus, tetapi yang di perlukan adalah keteladanan, kesabaran, dan kebijakan orang tua untuk dapat memberikan pertimbangan terbaik dalam kehidupan dan proses tumbuh kembang anak (Harjaningrum, 2007:1-2). Dengan melihat perlakuan orang tua ke anak maka anak akan berfikir. Maka tidak ada pengorbanan orang tua yang sia-sia.

(55)

didikannya sebagai jalur pengembangan “naluri beragama secara

mendasar” pada anak masih balita, sebagai kesinambungan potensi fitrah yang di bawa anak sejak lahir.

Dewasa ini banyak model dan sistem pendidikan dengan berbagai metode dalam pendidikan. Akibatnya banyak keluarga atau orang tua bingung memilih model dan sistem pendidikan modern yang harus diterapkan dalam keluarga. Maka seharusnya memberikan model dan metode tersendiri berdasarkan pendidikan Islam, dengan pendidikan Islamlah anak akan berhasil bahkan selamat dunia dan akhirat (Azmi, 2006:83). Dan disesuaikan dengan melihat kondisi anak.

Pendidikan yang diberikan kepada anak haruslah sesuai dengan ajaran Islam seperti kebenaran, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, berani, dan lain-lain. Dengan demikian hubungan kekeluargaan menimbulkan rasa kasih sayang (Mansur, 2007:271). Karena anak yang didik sesuai syariat maka hasilnya pun baik.

Pendidikan agama Islam memberikan dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Adapun pendidikan agama Islam yang perlu diterapkan kepada anak sejak usia dini antara lain:

a. Membisikkan kalimat tauhid

(56)

“Allah” dengan menggunakan azan di telinga kanan untuk laki-laki

dan iqamat di telinga kiri untuk perempuan. b. Mengajari akhlak yang mulia

Dengan mengajari anak akhlak yang mulia atau yang terpuji bukan hanya semata untuk mengetahui saja, melainkan untuk mempengaruhi jiwa sang anak agar supaya berakhlak dengan akhlak yang terpuji.

c. Mengislamkannya atau menghitankannya

Disebutkan dalam Assahain dari hadits Abi Hurairoh ra, berkata: Rasulluah SAW, bersabda “Fitrah itu ada lima (khitan, mencukur bulu di bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan

mencabut bulu ketiak)”.

d. Upaya melestarikan kesehatan mental anak melalui pendidikan agama Islam

Dalam upaya melestarikan kesehatan mental setiap anak/orang harus mendapatkan pendidikan dan bimbingan dan penyuluhan kejiwaan. Dengan demikian mereka membutuhkan sistem persekolahan yang sesuai dengan kepribadian dan perkembangan anak.

Adapun cara untuk menjaga kesehatan mental anak melalui pendidikan agama Islam antara lain:

(57)

2. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa anak melalui pendidikan agama Islam.

3. Menanamkan etika yang baik terhadap diri anak berdasarkan norma-norma keagamaan (Daradjat, 1997:3-4).

5. Tanggung jawab orang tua terhadap anak

Tanggung jawab tidak ada sendirinya dalam diri setiap anak. Tanggung jawab akan diketahui anak kalau dia sudah diajarkan dan diberi pengertian, serta dibiasakan untuk bertanggung jawab. Jadi tugas orang tualah untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab itu (Graha, 2007:64). Arahan dan contoh dalam melaksanakan tanggung jawab perlu diajarkan pada anak. Lari dari masalah bukanlah solusi.

(58)

C. Cerebralpalsy

1. Pengertian Cerebral Palsy

Menurut arti katanya, cerebral palsy terdiri dari dua kata, cerebral dan palsy. Cerebral berarti otak. Palsy berarti kekakuan. Jadi cerebral palsy adalah kekakuan otak. Cerebral palsy merupakan suatu gangguan pada gerak tubuh yang ada hubungannya dengan kerusakan otak yang menetap, akibatnya otak tidak berkembang (Novan, 2014:151). Untuk selanjutnya Cerebral palsy penulis tulis dengan CP.

Pada umumnya CP dapat mengakibatkan gangguan gerakan yang terkait dengan reflex berlebihan atau kekakuan, postur tubuh yang abnormal, gerakan yang tak terkendali, kegoyangan saat berjalan, atau beberapa kombinasi dari gangguan tersebut.

Anak dengan CP sering memiliki kondisi lain yang berkaitan dengan kelainan perkembangan otak, seperti cacat intelektual, masalah penglihatan, dan pendengaran, atau kejang. Tanda dan gejala CP pada anak dapat sangat bervariasi. Gangguan gerakan dan koordinasi yang terkait dengan CP antara lain sebagai berikut:

a. Gangguan pada otot, yaitu terlalu lemah atau terlalu kaku. b. Kaku otot dan refleksi berlebihan (kekejangan).

c. Kaku otot dengan refleks normal (kekakuan). d. Kurangnya koordinasi otot (ataksia).

e. Getaran atau gerakan tidak sadar.

(59)

g. Lebih menyukai menggunakan satu sisi tubuh seperti menyeret kakinya saat merangkak.

h. Kesulitan menelan.

i. Kesulitan menghisap atau makan.

j. Penundaaan dalam perkembangan bicara atau kesulitan berbicara. k. Kesulitan dengan gerakan yang tepat.

Dari segi fisik anak CP dapat mengalami hambatan gerak atau motorik seperti adanya gerakan melimpah. Pada saat anak usia dini ingin menggerakkan tangan kanan, tangan kiri ikut bergerak tanpa sengaja, kurang koordinasi motorik halus, kurang dalam penghayatan tubuh, berbagai hambatan tersebut dapat dilihat pada saat anak dengan CP melakukan aktivitas berdiri, berjalan, berolahraga, belajar menulis, dan sebagainya. Akibatnya anak sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Tumbuh menjadi pribadi berkarakter yang mampu mandiri serta diterima oleh masyarakat. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus memang sulit untuk belajar mandiri karena keterbatasan fisik dan psikis, peran orang tua seutuhnya diperlukan bagi keberlangsungan hidup mereka.

(60)

tersebut baik spikis, maupun kepribadiannya (Ratih, 2013:76-78). Anak dengan kondisi CP memerlukan perlakuan yang lembut, ia juga manusia yang ingin di hargai.

Orang tua merupakan tumpuan dan harapan anak yang mampu memahami mereka, sumber kekuatan yang dibutuhkan konsisten serta terus-menerus bagi si anak. Disinilah orang tua penting membantu anak mengembangkan kemampuan di berbagai aspek kehidupan, antara lain: berkomunikasi, kemandirian, mobilitas, perkembangan pancaindra, motorik halus, dan kasar, kognitif dan sosial.

2. Jenis CP

Terdapat tiga jenis pengelompokan CP yaitu pengelompokkan berdasarkan pergerakkan otot-otot, berdasarkan jumlah anggota tubuh yang cacat dan berdasarkan berat ringannya kecatatan (Wiyani, 2014:152-154). Yang diuraikan di bawah ini:

a. Berdasarkan pergerakan otot-otot yang tampak CP di bagi menjadi lima jenis:

1). Jenis Spastik

(61)

2). Jenis Atheroid

Jenis atheroid ini ditandai dengan terdapatnya gerakan-gerakan involunter, gerakan yang tidak disengaja dan tidak bisa dicegah sehingga dirasakan sangat mengganggu. Pada saat keadaan tenang (tidur) gerakan-gerakan tersebut terjadi pada kaki, mata, bibir atau lidah anak.

3). Jenis Ataxia

Jenis ataxia ini ditandai dengan tidak adanya keseimbangan tubuh dan selalu terdapat salah satu dugaan atau salah ukuran. Misalnya pada waktu anak akan melangkah atau memasukkan makanan pada mulut.

4). Jenis Tremor

Jenis tremor ini ditandai dengan terdapatnya gerakan-gerakan kecil berlangsung secara terus-menerus sehingga mengakibatkan getaran. Getaran dapat terjadi pada tangan, mata, maupun kepala anak.

5). Jenis Rigid

(62)

b. Berdasarkan jumlah anggota tubuh yang cacat/topografi CP di bagi menjadi sebagai berikut:

1). Monoplegia

Monoplegia ini ditandai dengan terdapatnya cacat pada salah satu anggota geraknya, yaitu pada salah satu tangan anak atau pada salah satu kaki hanya satu anggota gerak yang lumpuh. 2). Diplegia

Diplegia ditandai dengan terdapatnya cacat pada dua anggota gerak. Ada dua kelompok diplegia, pertama, paraplegia yaitu cacat pada kedua belah kaki atau pada kedua belah tangannya. kedua, hemiplegia itu jika cacat pada kaki kiri dan tangan kiri atau pada tangan kanan dan kaki kanan.

3). Triplegia

Triplegia ditandai dengan terdapatnya kecacatan pada ketiga anggota gerak, yaitu pada dua tangan atau pada dua kaki dan satu tangan.

4). Tetraplegia atau Quadriplegia

Tetraplegia atau Quadriplegia ini ditandai dengan terdapatnya kecatatan pada seluruh anggota gerak anak (dua tangan dan dua kaki).

5). Paraplegia

(63)

c. Berdasarkan berat ringannya kecatatan CP di bagi menjadi sebagai berikut:

1). CP golongan ringan yang merupakan jenis CP yang tidak memerlukan pertolongan khusus dari orang lain dikarenakan anak dapat mengurus dirinya sendiri dan dapat melakukan kegiatan sendiri. Mereka dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, mereka dapat hidup bersama-sama dengan anak normal lainnya, meskipun cacat tetapi tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.

2). CP golongan sedang yang merupakan jenis CP yang memerlukan pertolongan khusus agar anak atau penderita dapat mengurus dirinya sendiri. Akan tetapi, untuk memperbaiki cacatnya, anak memerlukan peralatan khusus seperti brace untuk membantu penyangga kaki dan sebagainya. Membutuhkan treatmen/ latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya 3). CP golongan berat yang merupakan jenis CP yang sifat kecacatan

sedemikian rupa, yang menjadikan anak atau penderita tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Anak dengan CP jenis ini biasanya akan tetap memerlukan perawatan khusus meskipun pertolongan secara khusus telah diberikan. 3. Penyebab anak dengan CP

(64)

terjadinya, yaitu pada saat prenatal, neonatal, dan postnatal (Wiyani, 2014:155-156) di uraikan sebagai berikut:

a. Kerusakan pada otak saat prenatal terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan ibunya. Kerusakan pada otak tersebut dapat terjadi karena hal-hal berikut:

1). Pada saat mengandung, ibu menderita infeksi atau penyakit yang dapat menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, seperti infeksi siphilis, rubella, dan tipus.

2). Adanya kelainan pada kandungan yang menyebabkan peredaran darah bayi terganggu serta tali pusat tertekan yang dapat merusak pembentukan saraf-saraf dalam otak.

3). Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga struktur dan fungsi otak terganggu.

4). Pada saat kehamilan ibu mengalami trauma(kecelakaan/benturan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem sarat pusat pada otak bayi.

b. Kerusakan pada otak saat neonatal terjadi saat bayi dilahirkan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

(65)

pada otak bayi dan dapat mengakibatkan jaringan saraf pusat mengalami kerusakan.

2). Kelahiran yang dipaksakan dengan menggunakan tang (forcep) tekanan yang cukup kuat akibat penggunaan tang pada kepala bayi dapat mengakibatkan rusaknya jaringan saraf otak.

3). Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan yang diberikan pada saat ibu dioperasi juga dapat mempengaruhi sistem persarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur maupun fungsinya.

4). Bayi lahir sebelum waktunya (premature), dimana secara organis tubuhnya belum matang sehingga fisiologisnya mengalami kelainan dan rentangnya bayi terkena infeksi atau penyakit yang dapat merusak sistem persyarafan pusat bayi.

c. Kerusakan pada otak saat postnatal terjadi pada saat bayi dilahirkan sampai ia berusia 5 tahun. Usia 5 tahun tersebut dapat dijadikan sebagai patokan karena perkembangan otak pada usia tersebut dianggap telah selesai. Kerusakannya dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi, misalnya pukulan atau benturan pada kepala yang cukup keras. 2. Infeksi penyakit yang menyerang otak, misalnya terinfeksi

(66)

3. Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen (anoxia).

4. Keracunan karbonmonoksida. 5. Tercekik.

6. Tumor otak.

4. Prinsip-prinsip pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Ada beberapa prinsip dasar dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada dasarnya yang perlu diperhatikan adalah penyelenggaraan pendidikan. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah Misbach D (2012:36-39), sebagai berikut:

a. Kasih sayang

Sebagai manusia anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan bukan belas kasihan. Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan wujud penghargaan bahwa sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan diakui bahwa mereka adalah sama seperti anak-anak yang lainnya.

Perubahan lingkungan dari lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang ke lingkungan sekolah pada awal anak masuk sekolah merupakan peristiwa yang menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya.

(67)

pemberian tugas sesuai dengan kemampuan anak, menghargai, dan mengakui keberadaan anak.

b. Keperagaan

Anak berkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasan di bawah dan jauh di atas rata-rata. Keadaan ini berakibat anak mengalami kesulitan dalam menangkap informasi, ia memiliki keterbatasan daya tangkap pada hal-hal yang konkret dan abstrak. Untuk itu guru dalam membelajarkan anak hendaknya menggunakan alat peraga yang memadai agar anak terbantu dalam menangkap pesan. Alat-alat peraga hendaknya disesuaikan dengan suasana dan perkembangan anak.

c. Keterpaduan dan keserasian antar ranah

Dalam proses pembelajaran, ranah kognisi sering memperoleh sentuhan yang lebih banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang terjadi dalam proses pembelajaran seperti ini terjadi kepincangan dan ketidak utuhan dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari. Pendidikan berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan keutuhan kepribadian.

(68)

Keterpaduan dan keserasian antar ranah yang dirancang dan dikembangkan secara komprehensif oleh guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran mendorong terbentuknya kepribadian yang utuh pada diri anak. Untuk itu, guru seyogyanya menciptakan media yang tepat untuk mengembangkan ketiga ranah tersebut. d. Pengembangan minat dan bakat

Dilakukan karena minat dan bakat seseorang memberikan sumbangan dalam pencapaian keberhasilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus hendaknya didasarkan pada minat dan bakat yang mereka miliki.

e. Kemampuan anak

Kemampuan yang dimaksud meliputi keunggulan-keunggulan apa yang ada pada diri anak, dan juga aspek kelemahannya. Proses pendidikan yang berdasarkan pada kemampuan anak akan lebih terarah ketimbang yang berdasarkan bukan pada kemampuan anak, seperti keinginan orang tua atau tuntutan kurikulum.

f. Model

Gambar

Tabel 3.1 struktur organisasi RSUD kota Salatiga
Tabel 3.2 Sumber daya manusia RSUD Salatiga
Tabel 3.4 Keperawatan
Tabel 3.5 Sarjana kesehatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu yang terdiri dari sikap dan tindakan memiliki hubungan dengan kejadian diare, sedangkan pengetahuan tidak ada

bahwa Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional perancang peraturan perundang-undangan diutamakan untuk dapat menduduki jabatan struktural pada unit

Permohonanlusul perpanjangan BUP PNS yang menduduki jabatan Guru Besar/Profesor dan pengangkatan Guru Besar/Profesor Emeritus yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri

Harris dan Raviv (1990) dalam Murwaningsih menyatakan bahwa besarnya hutang menunjukkan kualitas perusahaan serta prospek yang kurang baik pada masa mendatang. Perusahaan

• Integrated Centers of Excellence: Neuroscience, Cardiology, Cancer, Orthopedic, Urology, Fertility. • Hub and Spoke strategy and extensive coverage of specialized services via

Dalam menu rancangan tambah soal, administrator dapat menambahkan soal yang akan diujikan berdasarkan data dari nama mata kuliah dan nama ujian.. Pada menu tambah soal

Tujuan dalam penelitian adalah untuk: 1) Mengetahui gambaran hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Bungoro yang diajar dengan menerapkan metode tutor sebaya

Struktur APBD Kota Bandung sebagaimana mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terdiri dari: (1) Pendapatan Daerah;