• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keluhan Kesehatan Berdasarkan Karakteristik Responden

HASIL PENELITIAN

4.7 Keluhan Kesehatan Berdasarkan Karakteristik Responden

Beberapa keluhan kesehatan berdasarkan karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8 Hasil Tabulasi Silang Karakteristik Responden Terhadap Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017

Karakteristik responden Keluhan Kesehatan Total

Ya Tidak lebih banyak mengalami keluhan kesehatan yaitu 30 orang (60%) dan seluruhnya bekerja >8 jam sehari (100%). Pekerja dengan kebiasaan merokok mengalami keluhan kesehatan yang lebih banyak yaitu 25 orang (50%). Pekerja kilang yang bekerja di bagian pencetakan batu bata tertinggi mengalami keluhan kesehatan yaitu sebanyak 17 orang (34%)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kilang batu bata di Desa Sei Buluh dengan melihat karakteristik responden, lokasi kilang, kadar debu PM10 dan jenis keluhan kesehatan adalah sebagai berikut :

5.1 Karakteristik Responden Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Responden pekerja kilang batu bata berjumlah 50 orang dengan jumlah pekerja kilang batu bata yang paling banyak adalah yang berusia 36 – 50 tahun (52%), hal ini menunjukkan bahwa pekerja kilang batu bata termasuk kelompok usia yang produktif.

Umur berhubungan dengan usia kerja, kekuatan fisik dan kecerdasan intelektual. Menurut Rahmana (2008) pada usia 31 – 40 tahun merupakan usia produktif seseorang dalam bekerja dan berpenghasilan. Sedangkan menurut Depkes RI menyebutkan bahwa usia produktif adalah antara 15 – 54 tahun, sehingga usia tersebut masih termasuk usia kerja yang produktif.

Berdasarkan hasil observasi sebagian besar pekerja kilang batu bata berjenis kelamin laki – laki sebanyak 86% dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 14%. Hal ini dikarenakan pekerjaan di kilang batu bata termasuk pekerjaan yang berat sehingga lebih banyak membutuhkan tenaga laki – laki daripada perempuan.

Jenis kelamin menunjukkan pembagian kerja yang tepat untuk laki – laki dan perempuan. Menurut Soeprapto dalam Muflichatun (2006), ukuran dan daya tahan tubuh wanita berbeda dengan pria. Pria lebih sanggup menyelesaikan

pekerjaan berat yang biasanya tidak dapat dilakukan wanita, kegiatan wanita biasanya memerlukan keterampilan dan kurang membutuhkan tenaga.

Dari seluruh pekerja kilang batu bata yang menjadi responden, sebagian besar memiliki pendidikan terakhir tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 44%, Tamat SD sebanyak 42% dan Tidak Tamat SD sebanyak 7 orang 14%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para pekerja kilang batu bata masih sangat rendah.

Pendidikan baik formal maupun informal dapat berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah perubahan sikap dan perilaku seseorang untuk mendewasakan seseorang melalaui upaya pengajaran dan pelatihan, makin tinggi pendidikan seseorang diharapkan makin luas pula pengetahuannya (Notoadmodjo, 2012).

Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar pekerja kilang batu bata telah bekerja <10 tahun yaitu sebanyak 84%, sedangkan pekerja kilang yang telah bekerja > 10 tahun sebanyak 16%. Seluruh pekerja kilang batu bata bekerja ≥ 8 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama paparan akan mempengaruhi keluhan kesehatan pekerja.

Lama bekerja juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja karena semakin lama bekerja tenaga kerja semakin berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya (Muflichatun, 2006). Untuk riwayat penyakit diketahui bahwa seluruh pekerja kilang batu bata tidak memiliki riwayat penyakit.

5.2 Kadar Debu PM10 Pada Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh

Berdasarkan hasil pengukuran kadar PM10 yang dilakukan di masing-masing lokasi pengukuran diketahui bahwa kadar debu PM10 di Desa Sei Buluh seluruhnya melebihi baku mutu yang ditentukan. Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata – rata kadar PM10 tertinggi berada di kilang batu bata di Dusun Pematang Pasir yaitu yaitu 520,5 µg/m3. Pada kilang batu bata yang ada di Dusun Petani rata – rata kadar PM10 yaitu 448,5 µg/m3. Sedangkan pada kilang batu bata di Dusun Darul Aman rata – rata kadar PM10 yaitu 257 µg/m3. Nilai Baku Mutu Udara Ambien Nasional untuk PM10 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara adalah 150 µg/m3. Hal ini dimungkinkan karena kilang batu bata pada ketiga lokasi tersebut memproduksi batu bata dalam jumlah besar sehingga mempengaruhi kadar debu yang dihasilkan.

Particulate Matter 10 (PM10) yang berada di di kilang batu bata

merupakan polutan yang berasal dari proses industri yang menghasilkan partikel – partikel yang dapat menyebar ke udara (Wardhana, 2004). Partikel-partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang berbahaya. Karena partikel mempunyai sifat mengabsorbsi dan mengadsorbsi molekul-molekul gas yang berada di udara sehingga dapat merusak saluran pernafasan.

Tingginya kadar PM10 di kilangbatu bata ini dipengaruhi oleh adanya faktor cuaca, hal ini dikarenakan pengambilan sampel uji dilakukan pada waktu siang hari dan saat musim kemarau. Meskipun waktu pengambian sampel

Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 karena pengukuran hanya dilakukan selama setengah jam. Pengukuran kadar PM10 idealnya dilakukan selama 24 jam.

Berdasarkan penelitian Hendro, dkk (2002) terjadinya fluktuasi keadaan meteorology yang bervariasi dapat mempengaruhi terjadinya tingkat dispersi zat pencemar di atmosfir. Oleh karena itu faktor cuaca dapat mempengaruhi tingkat ketepatan hasil pengukuran, artinya kadar polutan tersebut pada lokasi yang sama mungkin akan berbeda apabila keadaan cuacanya berbeda. Menurut Fardiaz (2003) jumlah polutan partikel bervariasi dengan musim dan iklim.

Suhu udara rata – rata saat penelitian di kilang batu bata di Dusun Petani adalah 32,90C dimana suhu pada titik I yang berada pada area pencetakan batu bata adalah 33,50C dan suhu pada titik II yang berada pada area tungku pembakaran batu bata adalah 32,30C. Pada kilang batu bata di Dusun Pematang Pasir rata – rata suhu adalah 33,650C. Pada titik I di area pencetakan batu bata yaitu 33,30C dan pada titik II di area tungku pembakaran batu bata dari tungku yaitu 34,00C. Sedangkan di kilang batu bata di Dusun Darul Aman rata – rata suhu yaitu 31,350C dengan titik I yang berada pada area pencetakan batu bata adalah 30,40C dan titik II pada area tungku pembakaran batu bata yaitu 32,30C.

Suhu pada kilang batu bata di Dusun Pematang Pasir lebih tinggi dibandingkan dengan kilang batu bata di Dusun Petani dan Dusun Darul Aman, hal ini dikarenakan pada saat pengukuran dilakukan pada pukul 12 - 14 siang yang menunjukkan puncak siang hari. Meskipun begitu suhu di tiga kilang batu bata ini masih cukup tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah batu bata yang diproduksi

termasuk besar. Pembakaran dengan jumlah batu bata yang lebih banyak dapat meningkatkan kadar PM10. Semakin banyak jumlah batu bata yang dibakar maka selang waktu pembakaran akan semakin lama dan suhu pembakaran akan semakin tinggi. Suhu pembakaran yang tinggi dan selang waktu pembakaran yang semakin lama dapat meningkatkan kadar PM10.

Perbedaan suhu di udara ambien akan menimbulkan perbedaan tekanan udara dan perbedaan tekanan udara akan mempengaruhi arah dan kecepatan angin di suatu wilayah. Hal ini terjadi karena pada prinsipnya angin bertiup dari wilayah yang bertekanan tinggi ke wilayah yang bertekanan rendah. Semakin rendah suhu ambien suatu wilayah, maka semakin tinggi tekanan udaranya. Suhu yang rendah menyebabkan tekanan udara tinggi, kekuatan angin yang bertiup ke lokasi ini pun berkurang sehingga partikel debu yang terbawa sedikit (Mukono, 2008).

Berdasarkan dari hasil pengukuran, kelembaban udara di kilang batu bata di Dusun Petani rata – rata yaitu 71%. Pada kilang batu bata di Dusun Pematang Pasir rata – rata kelembaban udara yaitu 60,5%. Sedangkan pada kilang batu bata di Dusun Darul Aman kelembaban udara yaitu 66,5%.

Salah satu faktor yang dapat memengaruhi pencemaran udara di atmosfer adalah kelembaban. Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Kandungan uap air ini penting karena uap air mempunyai sifat menyerap radiasi bumi yang akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi sehingga dengan sendirinya juga ikut mengatur suhu udara (Fardiaz, 2003).

Perbedaan kondisi meteorologis baik dari suhu udara, kecepatan angin, kelembaban maupun arah angin dominan sehingga mempengaruhi kemampuan

mengangkat partikal. Kemampuan mengangkat serta memindahkan partikel ini mempangaruhi variasi debu di di udara ambien. Pada siang hari cenderung lebih banyak terjadi pencemaran daripada pagi hari karena dengan peningkatan suhu mengakibatkan kelembaban menurun sehingga kondisi partikel debu menjadi ringan (Fardiaz, 2003).

Adanya sifat flokulasi debu, yaitu disebabkan oleh permukaan debu yang basah sehingga akan menempel dan menggumpal. Dengan demikian makin tinggi kelembaban akan menyebabkan konsentrasi debu menjadi kecil (Mukono, 2008)

Menurut Sarira (2015), menyatakan bahwa kondisi udara yang lembab akan membantu proses pengendapan bahan pencemar, sebab dengan keadaan udara yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu) akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan bumi oleh gaya tarik bumi.

5.3 Keluhan Kesehatan yang Dirasakan Pekerja Kilang Batu Bata di

Dokumen terkait