• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lingkungan

2.5 Partikel Debu

2.5.1 Pengertian Partikel Debu

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan sebagai bahan pencemar berbentuk padatan (Sumantri, 2010). Debu termasuk salah satu golongan partikulat. Menurut Wijaya (2014) debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan atau zat padat yang berukuran 0,1-25 mikron. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspenden Perticulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai 500 mikron.

Suspended partikulat adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM10.

Particulate Matter 10 (PM10) adalah partikel debu yang berukuran ≤ 10 mikron.

Debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda (Pudjiastutui, 2002).

Tabel 2.1 Ukuran diameter partikulat

Fraksi Diameter partikulat

Menurut Wardhana (2008), dalam kaitannya dengan pencemaran lingkungan maka partikel dapat berupa keadaan-keadaan berikut:

1. Aerosol adalah istilah umum yang menyatakan adanya partikel yang terhambur dan melayang di udara.

2. Fog atau kabut adalah aerosol yang merupakan butiran air yang berada di udara.

3. Smoke atau asap adalah aerosolyang berupa campuran antara butir padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara.

4. Dust atau debu adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin.

5. Mist artunya mirip dengan kabut penyebabnya adalah butiran-butiran zat cair (bukan butiran air) yang terhambur dan melayang di udara.

6. Fume adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap logam.

7. Flume adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri.

2.5.2 Sifat Partikel Debu

Menurut Pudjiastuti (2002) sifat debu dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Sifat Pengendap

Debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena ukurannya yang relatif kecil masih ada debu yang berada di udara.

Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.

2. Sifat Permukaan Basah

Sifat permukaan basah karena debu selalu basah dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.

3. Sifat Penggumpalan

Karena mempunyai sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbulensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.

4. Listrik Statis (Elektrostatis)

Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam debu mempercepat terjadi penggumpalan.

5. Sifat Opsis

Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan.

Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan.

2.5.3 Baku Mutu Udara Ambien

Menurut Srikandi Fardiaz (2003) untuk menghindari terjadinya pencemaran udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar yang terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda. Sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Baku Mutu Udara Ambien Nasional, menyatakan bahwa bahwa kadar debu partikel 10 mikron di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari 150 µg/m3.

2.5.4 Pengukuran Kadar Debu di Udara

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan, konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan yang aman dan sehat bagi masyarakat. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu di udara (Asiah, 2008).

Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasanya digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara (Asiah, 2008), seperti:

1. High Volume Air Sampler

Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1-1,7 m3/menit, partikel debu berdiameter 0,1-100 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas.

Alat ini dapat digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dpat dikurangi menjadi 6-8 jam.

2. Low Volume Air Sampler

Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate. Untuk flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui barat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.

3. Low Volume Dust Sampler

Alai ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat Low Volume Air Sampler.

4. Personal Dust Sampler (LVDS)

Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernapas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.

2.5.5 Penentuan Lokasi dan Titik Sampel Udara Ambien

Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman penduduk, perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting.

Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh kegiatan tertentu. Menurut Hadi (2005) kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel udara ambien, yaitu sebagai berikut:

1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi.

2. Daerah padat penduduk.

3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong industri.

4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan.

Disamping itu faktor meteorologi seperti arah angin, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban dan faktor geografi seperti topografi dan tata guna lahan juga

harus dipertimbangkan. Beberapa acuan dalam menentukan titik pengambilan sampel adalah:

1. Hindari daerah yang dekat dengan gedung, bangunan dan/atau pepohonan yang dapat mengabsorbsi atau mengadsorbsi pencemar udara ke gedung atau pepohonan tersebut.

2. Hindari daerah di mana terdapat penganggu kimia yang dapat memengaruhi polutan yang akan diukur.

3. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu fisika yang dapat memengaruhi hasil pengukuran. Sebagai ilustrasi, pengukuran total partikulat di dalam udara ambien tidak diperkenankan di dekat insenerator.

2.6 Industri

2.6.1 Pengertian Industri

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, pengertian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

2.6.2 Klasifikasi Industri

Menurut Kristanto (2013), industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Industri dasar atau hulu

Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri.

2. Industri hilir

Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji padat karya.

3. Industri kecil

Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana.

2.6.3 Industri Batu Bata

Industri batu bata merupakan industri yang memanfaatkan tanah sebagai bahan baku utama. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan industri batu bata yaitu suatu proses produksi yang didalamnya terdapat perubahan bentuk dari benda yang berupa tanah liat menjadi bentuk lain (batu bata), sehingga lebih berdaya guna. Sifat industri batu bata adalah tidak berbadan hukum. Industri kilang batu bata merupakan industri kecil yang mempunyai ciri-ciri: modal kecil,

usaha milik pribadi, menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana serta jumlah tenaga kerja relatif sedikit.

Dokumen terkait