• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

DWI EFRIANTI MANULLANG NIM. 131000195

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KADAR PARTICULATE MATTER 10 (PM10) DAN KELUHAN KESEHATAN PADA PEKERJA KILANG BATU BATA DI DESA

SEI BULUH KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

DWI EFRIANTI MANULLANG NIM. 131000195

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kadar Particulate Matter 10 (PM10) dan Keluhan Kesehatan pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap kesalian karya saya ini.

Medan, April 2018

Yang Membuat Pernyataan

Dwi Efrianti Manullang NIM. 131000195

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

(5)

ABSTRAK

Industri batu bata merupakan salah satu industri rumah tangga yang sangat potensial dalam menghasilkan bahan pencemar udara. Salah satu bahan pencemar udara yang dapat dihasilkan dari industri kilang batu bata adalah debu yang berukuran 10 μm atau disebut juga particulate matter 10 (PM10). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar debu Particulate Matter (PM10) dan Keluhan Kesehatan pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 orang dengan menggunakan total sampling.

Penelitian dilakukan pada 3 kilang batu bata yang ada di Desa Sei Buluh dengan 6 titik pengukuran. Data keluhan kesehatan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap pekerja kilang batu bata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh kilang batu bata memiliki kadar PM10 yang melebihi baku mutu. Pada kilang batu bata di Dusun Pematang Pasir kadar PM10 yaitu 520,5 µg/m3 paling tinggi dibandingkan kadar PM10 di kilang batu bata lain. Hasil pengukuran suhu menujukkan bahwa rata –rata suhu adalah 33,650C dan rata – rata kelembaban adalah 60,5. Dari 50 responden, sebanyak 34 orang (68%) mengalami keluhan kesehatan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kadar Debu PM10 di seluruh lokasi penelitian kilang batu bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai melebihi nilai baku mutu udara menurut PP RI No 41 Tahun 1999.

Disarankan kepada pengusaha atau pemilik kilang batu bata untuk menyesuaikan lingkungan agar meminimalisir tingkat pencemaran udara di kilang batu bata. Kepada pekerja kilang batu bata disarankan menggunakan APD ketika bekerja untuk mengurangi paparan zat tercemar. Kepada Pemerintah setempat diharapkan agar melakukan pengawasan kualitas udara di lingkungan Industri kilang batu bata untuk menghindari pencemaran udara yang dapat menganggu kesehatan pekerja dan masyarakat sekitarnya.

Kata kunci : Kilang batu bata, PM10, dan keluhan kesehatan.

(6)

ABSTRACT

The brick industry is one of the most potent household industries in producing air pollutants. One of the air pollutants that can be produce from the brick refinery industry is 10 μm dust or also call particulate matter 10 (PM10).

This study aims to determine the concentration of dust Particulate Matter (PM10) and Health Complaints on Brick Refinery Workers in Sei Buluh Village Teluk Mengkudu Subdistrict Serdang Bedagai Regancy In 2017.

This study is a descriptive research. The sample in this study are 50 people using total sampling. The research is conduct on 3 brick kilns in Sei Buluh Village with 6 points of measurement. Health complaints data are obtain through interviews using a questionnaire on brick kiln workers.

The results of the research shows that all brick kilns have concentration of PM10 that exceeded the quality standard. The brick kiln in Pematang Pasir the level of PM10 is 520,5 μg / m3 higher than level of PM10 in other brick kiln. The result of temperature measurement shows that the average temperature is 33,650C and the average of humidity is 60,5%. Of the 50 respondents, as many as 34 people (68%) had health complaints.

The conclusion of this research is PM10 Dust content in all research location of brick kiln in Sei Buluh Village Teluk Mengkudu Subdistrict of Serdang Bedagai Regency exceeds air quality standard according to PP RI No 41 Year 1999.

It is suggest to entrepreneurs or bricklayer owners to provide personal protective equipment to eligible workers to protect workers from exposure to dust.

To bricklayers workers are advise to use PPE while working to reduce exposure to contaminate substances. To the local government is expect to conduct air quality control in the environment of the brick kiln industry to avoid air pollution that can disrupt the health of workers and the surrounding community.

Keywords: Brick kiln, PM10, and health complaints.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan atas izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisi Kadar Particulate Matter 10 (PM10) dan Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2017”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Mesayarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, dukungan, dan do’a dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Sumatera Utara beserta seluruh dosen dan staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

(8)

4. dr. Devi Nuraini Santi, M. Kes selaku dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. dr. Surya Dharma, MPH, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan petunjuk, dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. drh. Irnawati Yusad selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Edwin Lubis, selaku Kepala Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai yang telah memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh penulis.

8. dr. Richard Andreas Hariandja selaku Manajer Teknis di Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Bapak Selamat Manullang, S.PdI dan Ibu Romauli Simanjuntak, S.Pd yang sudah banyak berkorban, memberi semangat, dan doa yang tiada pernah terputus kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa melindungimu, aamiin.

10. Abangku Risman Efendi Manullang, S.Pd dan kedua adikku Khairul Fitra Manullang, A.md dan Hari Syahbandi Manullang yang selalu memberikan dukungan, doa, dan juga semangatnya.

(9)

11. Sepupuku Tri Utami Simanjuntak, Anci Simanjuntak dan edaku Ade Pacita Simanjuntak, Oberlin Sinambela, Dian, iky, Yuna, Lia, Fajri dan Andi yang selalu memberikan dukungan, doa, dan juga semangatnya.

12. Sahabatku, Lamtiar Panjaitan, Assi Novianti, Rusda, Dina Wulan Suci, Nurhasanah Rambe dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dukungan, dan doa yang tiada pernah terputus.

13. Sahabat kecilku Supiani, Ayu Lestari, Suparti, Manaris Barus, Lisma Dian Ridha Pasaribu, Vifi Indriani, Edi, Ozi, Wambo dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dukungan, dan doa yang tiada pernah terputus.

14. Teman-teman Pengalaman Belajar Lapangan, Kak Eva Marlina Simorangkir, S.KM, Anita Maria Magdalena Silaban, S.KM, Riri Novia Sumanti, S.KM, Siti Nurholijah Nasution, Izhani Isma Zahara, Agnes Bethari Purba, Dani Pramana Damanik, S.KM terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

15. Teman sekos ku Resti Kurniawati, Kak Uba Khoiriyah Lubis, S.E, dan kak Latifah Hanum Pasaribu, S.Eterima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

16. Seluruh Keluarga Besar Kesehatan Lingkungan FKM USU, terkhusus kepada teman-teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan angkatan 2013.

17. Dan semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya.

(10)

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajianya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, 20September 2017 Penulis

Dwi Efrianti Manullang

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

RIWAYAT HIDUP iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.3.1 Tujuan Umum 5

1.3.2 Tujuan Khusus 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lingkungan 7

2.2 Pengertian Pencemaran Lingkungan 8

2.3 Pengertian Udara 9

2.4 Pencemaran Udara 10

2.4.1 Pengertian Pencemaran udara 10

2.4.2 Sumber Pencemaran Udara 11

2.4.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara 13

2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara 15

2.4.5 Efek Bahan Pencemar Udara 17

2.5 Partikel Debu 20

2.5.1 Pengertian Partikel Debu 20

2.5.2 Sifat Partikel Debu 22

2.5.3 Baku Mutu Udara Ambien 23

2.5.4 Pengukuran Kadar Debu di Udara 23

2.5.5 Penentuan Lokasi dan Titik Sampel Udara Ambien 25

2.6 Industri 26

2.6.1 Pengertian Industri 26

2.6.2 Klasifikasi Industri 26

2.6.3 Industri Batu Bata 27

2.7 Batu Bata 28

2.7.1 Pengertian Batu Bata 28

(12)

2.7.2 Jenis - jenis Batu Bata 28

2.7.3 Bahan Pembentuk Batu Bata 29

2.7.4 ProsesPembuatan Batu Bata 30

2.8 Lokasi Kilang Batu Bata 32

2.8.1 Lokasi Dekat Pemukiman 32

2.8.2 Lokasi Dekat Persawahan 33

2.8.3 Lokasi Dekat Jalan Raya 33

2.9 Keluhan Kesehatan 34

2.10 Kerangka Konsep 40

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 41

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 41

3.2.1 Lokasi Penelitian 41

3.2.2 Waktu Penelitian 41

3.3 Populasi dan sampel 42

3.3.1 Populasi 42

3.3.2 Sampel 42

3.4 Metode Pengumpulan Data 42

3.4.1 Data Primer 42

3.4.2 Data Sekunder 43

3.5 Definisi Operasional 43

3.6 Aspek Pengukuran 45

3.6.1 Kadar Particulate Matter 10 (PM10) 45

3.6.2 Prosedur Pengukuran Kadar PM10 46

3.6.3 Keluhan Kesehatan 47

3.7 Teknik Pengolahan Data 47

3.8 Teknik Analisis Data 48

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Desa Sei Buluh ... 49 4.1.1 Keadaan Geografis ... 49 4.1.2 Data Demografi ... 49 4.1.3 Gambaran Umum Kilang Batu Bata di Dusun Darul

Aman ... 49 4.1.4 Gambaran Umum Kilang Batu Bata di Dusun Petani ... 50 4.1.5 Gambaran Umum Kilang Batu Bata di Dusun Pematang

Pasir 51

4.2 Karakteristik Responden ... 51 4.3 Karakteristik Kilang Batu Bata ... 53 4.4 Karakteristik Perilaku Pekerja Kilang Batu Bata Berdasarkan

Penggunaan APD ... 54 4.5 Hasil Penelitian55

4.5.1 Pengukuran Iklim ... 55 4.5.2 Pengukuran Kadar Particulate Matter 10 (PM10) ... 56

(13)

4.7 Keluhan Kesehatan Berdasarkan Karakteristik responden ... 59 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik responden Pekerja Kilang Batu Bata... 61 5.2 Kadar Debu PM10 pada Kilang Batu Bata ... 63 5.3 Keluhan Kesehatan yang Dirasakan Pekerja Kilang Batu Bata ... 66 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 71 6.2 Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA ... 73

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Ukuran diameter partikulat 21

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang

Bedagai Tahun 2017 52

Tabel 4.2 Hasil Observasi Karakteristik Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2017 54

Tabel 4.3 Distribusi Penggunaan APD pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2017 55

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Iklim Kerja di Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2017 56

Tabel 4.5 Pengukuran Kadar Particulate Matter 10 (PM10) di 3 Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang

Bedagai Tahun 2017 57

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan Yang Dirasakan Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk

Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017 58 Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Kesehatan Yang

Dirasakan Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017 59 Tabel 4.8 Hasil Tabulasi Silang Karakteristik Responden Terhadap Keluhan

Kesehatan Pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamata Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2017 60

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian 77

Lampiran 2 Lembar Observasi 80

Lampiran 3 Peta Desa Sei Buluh 81

Lampiran 4 Gambaran Lokasi Penelitian 82

Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian 85

Lampiran 6 Master Data 89

Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data 91

Lampiran 8 Surat Izin Peminjaman Alat 99

Lampiran 9 Hasil Uji Laboratorium 100

Lampiran 10 Surat Keterangan Pelaksanaan Pengujian 101 Lampiran 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Baku Mutu

Udara Ambien Nasional 103

(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dwi Efrianti Manullang yang dilahirkan pada tanggal 01 April 1995 di Desa Sei Buluh. Penulis merupakan suku Batak dan beragama Islam, tinggal di Dusun Darul Aman Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Ayahanda Selamat Manullang, S.PdI dan Ibunda Romauli Simanjuntak, S.Pd.

Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar Negeri 106850 Kampung Padang pada tahun 2001 dan selesai tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Teluk Mengkudu pada tahun 2007 dan selesai tahun 2010, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Perbaungan pada tahun 2010 dan selesai tahun 2013, kemudian penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Kesehatam Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok dalam usaha di bidang kesehatan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan antara lain perlu dilakukan di tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya.

Berdasarkan tujuan utama kesehatan kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan. Lingkungan dan cara yang dimaksud diantaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di ruang kerja, sikap badan, cuaca dan lingkungan tersebut perlu disesuaikan pula dengan tingkat kesehatan dan gizi tenaga kerja yang bersangkutan sebagai faktor pendukung (Suma’mur,2009).

Salah satu penyakit yang erat kaitannya akibat lingkungan kerja adalah gangguan saluran pernafasan, seperti ISPA, asma, bronkhitis serta gangguan nafas lainnya, hal ini dapat disebabkan oleh kadar debu, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. Selain itu juga karakteristik tenaga kerja antara lain umur, jenis kelamin, masa kerja, jumlah jam kerja, kebiasaan merokok dan penggunaan APD dalam bekerja (Anizar, 2009).

Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia memberikan berbagai dampak positif bagi masyarakat seperti terbentuknya lapangan pekerjaan dan

(18)

meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Suatu kenyataan yang perlu disadari bahwa perkembangan kegiatan industri secara umum juga dapat menyebabkan peningkatan pencemaran lingkungan yang akan merugikan kesehatan manusia dan lingkungan. Pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga dapat memberikan dampak negatif baik secara langsung maupun tidak langsung.

Salah satu dampak penting akibat kemajuan industri adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran udara.

Pencemaran udara yang terjadi selain pencemaran udara dalam ruangan (indoor air pollution) juga pencemaran udara di ambien (outdoor air polution).

Pencemaran udara di ambien terjadi karena masuknya polutan dari hasil kegiatan industri, kendaraan bermotor dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontributor terbesar dari pencemar udara yang di buang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll (Akhadi, 2014).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia.

(19)

Industri rumah tangga di pedesaan yang memberikan andil dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan rumah tangga salah satunya adalah industri pembuatan batu bata. Industri batu bata merupakan industri rumah tangga yang memanfaatkan tanah liat dan diolah dengan proses yang sederhana. Industri kilang batu bata yang ada di Desa Sei Buluh masih menggunakan cara tradisional sehingga pengrajin batu bata sangat tergantung dengan musim terutama pada proses penjemuran.

Dalam industri kilang batu bata memerlukan kayu dan jerami dalam jumlah yang cukup banyak untuk setiap proses pembakarannya. Proses pembakaran batu bata menggunakan suhu yang cukup tinggi dan menghasilkan asap yang cukup padat dan akan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan. Selain itu, jarak pembakaran batu bata yang satu dengan yang lainnya saling berdekatan, dan letak kilang batu bata juga dekat dengan jalan raya dan pemukiman masyarakat.

Kegiatan industri kilang batu bata ini sangat potensial dalam menghasilkan bahan pencemar udara. Bahan pencemar udara yang dapat dihasilkan dari industri kilang batu bata ini salah satunya adalah debu yang berukuran 10 μm atau disebut juga particulate matter 10 (PM10).

Berdasarkan hasil penelitian Edison Gultom (2005), bahwa pada pengukuran kadar debu di kilang batu bata yang ada di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Merbau Kabupaten Deli Serdang dengan 10 lokasi pengukuran didapat dua kilang yang menunjukkan kadar debu tertinggi yaitu 0,24 mg/m3 dan 0,25mg/m3 yang berarti kadar debu di kilang batu bata tersebut sudah tidak memenuhi syarat kesehatan.

(20)

Dari hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan di kilang batu bata yang ada di Desa Sei Buluh, terlihat bahwa debu yang merupakan hasil sampingan dari pabrik semen ini telah berpengaruh secara fisik terhadap lingkungan yaitu debu telah menyelimuti tanaman di sekitarnya yang menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut terganggu. Selain itu salah satu kilang batu bata ada yang terletak di pinggir jalan, dimana debu yang dihasilkan dapat mengganggu pengguna jalan.

Debu PM10 ini bersifat sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru- paru, sehingga PM10 dikategorikan sebagai Respirable Particulate Matter (RPM).

Akibatnya akan mengganggu sistem pernafasan bagian atas maupun bagian bawah (alveoli). Pada alveoli terjadi penumpukan partikel kecil sehingga dapat merusak jaringan atau sistem jaringan paru-paru, sedangkan debu yang lebih kecil dari 10 µm, akan menyebabkan iritasi mata, mengganggu serta menghalangi pandangan mata (Chahaya, 2003).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Analisis Kadar Particulate Matter 10 (PM10) dan Keluhan Kesehatan pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya kadar PM10 dan keluhan kesehatan pada pekerja kilang batu bata sehingga penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kadar Particulate Matter (PM10) dan keluhan

(21)

kesehatan pada pekerja kilang batu bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis kadar debu Particulate Matter (PM10) dan Keluhan Kesehatan pada Pekerja Kilang Batu Bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, masa kerja, lama paparan, dan penggunaan APD pada pekerja kilang batu bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Untuk mengetahui kadar debu Particulate Matter 10 (PM10) di kilang batu bata yang ada di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Untuk mengetahui jenis keluhan kesehatan yang diakibatkan debu pada pekerja kilang batu bata di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha kilang batu bata agar mengetahui bahaya paparan debu terhadap kesehatan dan lingkungan.

(22)

2. Sebagai dasar upaya bagi pengrajin batu bata untuk pencegahan, pengurangan dan penanggulangan pencemaran udara di lingkungan kerja.

3. Sebagai sarana belajar bagi penulis dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lingkungan

Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia, dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan, disamping beberapa variabel lainnya seperti perilaku, keberadaan pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan adalah sejumlah kondisi diluar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme-organisme (Mundiatun, 2015).

Pengertian lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar manusia atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta saling memengaruhi antara satu komponen dengan komponen yang lainnya. Pada suatu lingkungan terdapat dua komponen penting pembentukannya sehingga menciptakan suatu ekosistem yakni komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pada lingkungan mencakup seluruh makhluk hidup di dalamnya, yakni manusia, hewan, tumbuhan, jamur dan benda hidup lainnya. Sedangkan komponen abiotik adalah benda-benda mati yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di lingkungan yang mencakup air, tanah, udara, batu, api dan lain sebagainya (Wikipedia, 2017).

Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang didalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktifitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam

(24)

saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi didalamnya disebut juga ekosistem (Sarudji, 2010).

2.2 Pengertian Pencemaran Lingkungan

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran. (Palar, 2004).

Pencemaran adalah masukan bahan atau energi oleh manusia secara langsung atau tidak langsung ke suatu wilayah (air, daratan, udara) hingga menimbulkan dampak yang membahayakan, misalnya bahaya bagi kehidupan, merugikan bagi kesehtaan manusia, menurunnya kualitas lingkungan, atau menurunnya kenyamanan di wilayah tersebut (Wijaya, 2014).

Pencemaran lingkungan menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan.

(25)

2.3 Pengertian Udara

Menurut Kristanto (2013), udara dapat diartikan sebagai suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk uap (H2O) dan karbon dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya (Wardhana, 2008). Udara adalah atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernapas, karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesis oleh klorofil di daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet.

Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas, dan dapat menjadi media penyebaran penyakit pada manusia. Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbon dioksida 0,03%, sementara selebihnya merupakan gas argon, neon, kripton, xenon, dan helium. Udara jugamengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh- tumbuhan (Chandra, 2007).

(26)

2.4 Pencemaran Udara

2.4.1 Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah masuknya unsur lain ke dalam udara, baik oleh kegiatan manusia atau akibat proses alam baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kualitas udara turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang kondusif sehingga memberikan efek terhadap interaksi udara dan keadaan sekitarnya (Soemirat, 2009). Berdasarkan PP RI No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara dikatakan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien tidak sesuai dengan fungsinya.

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wardhana, 2008). Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan oleh karena peristiwa alamiah dan dapat pula disebabkan oleh ulah manusia, lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada (Sumakmur, 2009).

Menurut Mukono (2008) pencemaran udara adalah bertambahnya bahan fisik atau kimia kedalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek kepada manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Pencemaran udara adalah adanya bahan kontaminan di atmosfer karena ulah

(27)

manusia (man made). Hal ini untuk membedakan dengan pencemaran udara alamiah (natural air pollution) dan pencemaran udara di tempat kerja (occupational air pollution). Selain itu pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai perubahan atmosfer oleh karena masuknya kontaminan alami atau buatan ke dalam atmosfer tersebut.

Pencemaran udara dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimianya.

Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru- paru dan pembuluh darah, iritasi pada mata dan kulit. Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan penyakit pernapasan seperti bronkhitis, asma, kanker paru-paru. Gas pencemar yang terlarut dalam udara dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan selanjutnya diserap oleh sistem peredaran darah (Kemen LH, 2007).

2.4.2 Sumber Pencemaran Udara

Menurut Wardhana secara umum penyebab pencemaran udara terdiri dari 2 macam, yaitu:

a. Karena faktor internal (secara alamiah)

1) Debu yang beterbangan akibat tiupan angin.

2) Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas- gas vulkanik.

b. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia) 1) Hasil pembakaran bahan bakar fosil.

2) Debu/serbuk dari kegiatan industri.

(28)

3) Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.

Sedangkan sumber pencemaran udara menurut Sarudji (2010) dikelompokkan menjadi sumber bergerak dan sumber tidak bergerak.

a. Sumber bergerak

Sumber pencemar udara bergerak antara lain, yaitu kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api dan kapal laut. Sarana transportasi sebagai sumber pencemar karena proses pembakaran bahan bakar pada mesin yang digunakan sebagai penggerak kendaraan tersebut. Bahan pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO, HC, dan partikel debu.

b. Sumber tak bergerak (menetap)

Yang termasuk sumber pencemar tak bergerak seperti misalnya pembakaran beberapa jenis bahan bakar yang diemisikan pada suatu lokasi yang tetap.

1) Proses Industri

Proses industri juga merupakan sumber polutan menetap, tetapi karena pada umumnya memiliki pertumbuhan yang cepat khususnya di wilayah perkotaan, maka dalam menentukan kawasan yang digunakan untuk kegiatan ini perlu mendapat pertimbangan dari berbagai aspek, baik dari segi tata ruang maupun rencana tata wilayah.

2) Pembuangan sampah padat

Tempat pembuangan sampah padat sebagai sumber pencemar udara karena gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi khususnya sampah organik yang dapat mengurai. Adapula sumber pencemar yang proses

(29)

pencemarannya tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga emisi yang ditimbulkannya tidak dapat diprediksi baik kuantitas maupun kualitasnya.

Misalnya pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan, kebakaran gedung/bangunan, pembakaran sampah batu bara, dan pembakaran di daerah pertanian.

2.4.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara

Menurut Mukono (2008), bahan pencemar udara (polutan) dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Polutan primer

Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dapat berupa:

a. Polutan gas, terdiri dari:

1) Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon dioksida (CO2).

2) Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.

3) Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.

4) Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan bromin.

b. Partikel

Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses dispersi (misalnya proses menyemprot/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu. Asap

(30)

(smoke) seringkali dipakai untuk menunjukkan campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas, dan kabut (mist).

Adapun yang dimaksud dengan:

1) Asap, adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga) dan marupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.

2) Debu, adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.

3) Uap, adalah partikel padat yang merupakan hasil dari proses sublimasi, distilasi atau reaksi kimia.

4) Kabut, adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air.

Berdasarkan ukuran secara garis besar partikel dapat berupa:

a. Partikel debu kasar (coarse particel), jika diameternya > 10 mikron.

b. Partikel debu, uap, dan asap, jika diameternya 1-10 mikron.

c. Aerosol, jika diameternya < 1 mikron.

2. Polutan sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah dioksidasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

a. Konsentrasi relatif dari bahan reaktan b. Derajat fotoaktivasic

c. Kondisi iklim

d. Topografi lokal dan adanya embun

(31)

Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil.

Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN), dan formaldehid.

2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara

Menurut Chandra (2007), pencemaran udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor meteorologi dan iklim serta faktor topografi.

1. Faktor Meteorologi dan Iklim a. Temperatur

Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri dapat menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain, udara dingin akan terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi.

Dalam keadaan tersebut, di permukaan bumi dapat dikatakan tidak terdapat pertukaran udara sama sekali. Karena kondisi itu dapat berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu, udara yang berada dekat permukaan bumi akan penuh dengan polutan dan dapat menimbulkan keadaan yang sangat kritis bagi kesehatan. Sebagai contoh, Kota Tokyo pada tahun 1970 diselimuti oleh kabut tebal penuh dengan polutan sampai beberapa minggu sehingga lebbih dari 8000 penduduknya menderita infeksi saluran pernafasan atas, sakit mata, dan lain-lain. Sedangkan peningkatan suhu udara dapat meningkatkan kecepatan reaksi suatu bahan kimia sehingga dapat menambah atau mengurangi konsentrasi bahan pencemar.

(32)

b. Arah dan Kecepatan Angin

Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana- mana dan dapat mencemari udara negara lain. Kondisi semacam ini pernah dialami negara-negara di daratan Eropa. Contoh lainnya adalah kebakaran hutan di Indonesia yang menyebabkan kabut asap di Negara Malaysia dan Singapura. Sebaliknya, apabila kecepatan angin lemah, polutan akan menumpuk di tempat dan dapat mencemari udara tempat pemukiman yang terdapat di sekitar lokasi pencemaran tersebut.

c. Hujan

Air hujan sebagai pelarut umum cenderung melarutkan bahan polutan yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batu bara sebagai energinya berpotensi menjadi sumber pencemaran udara di sekitarnya. Pembakaran batu bara akan menghasilkan gas sulfur dioksida dan apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat sehingga air hujan menjadi asam, biasanya disebut sebagai hujan asam (acid rain).

2. Faktor Topografi

Variabel-variabel yang termasuk dalam topografi antara lain, yaitu:

a. Dataran Rendah

Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara negara lain.

(33)

b. Dataran Tinggi/Pegunungan

Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi.

c. Lembah

Di daerah lembah, aliran angin sedikt sekali dan tidak bertiup ke segala penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan bumi, contohnya kasus lembah silicon (USA).

2.4.5 Efek Bahan Pencemar Udara

Menurut Mukono (2008), efek bahan pencemar udara terbagi atas:

1. Efek terhadap kondisi Fisik Atmosfer

Efek negatif bahan pencemar udara terhadap kondisi fisik atmosfer antara lain, yaitu:

a. Gangguan jarak pandang (visibility) b. Memberikan warna tertentu pada atmosfer c. Mempengaruhi struktur dari awan

d. Mempengaruhi keasaman air hujan e. Mempercepat pemanasan atmosfer 2. Efek terhadap Faktor Ekonomi

Efek negatif bahan pencemar udara terhadap faktor yang berhubungan dengan ekonomi antara lain:

a. Meningkatnya biaya rehabilitasi karena rusaknya bahan (keropos).

b. Meningkatnya biaya pemeliharaan (pelapisan dan pengecatan).

(34)

c. Kerugian akibat kontaminasi bahan pencemar udara pada makanan/minuman oleh bahan beracun (kontaminasi oleh dioksin).

d. Meningkatnya biaya perawatan/pengobatan penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara.

3. Efek terhadap Vegetasi

Efek negatif bahan pencemar udara terhadap kehidupan vegetasi antara lain;

a. Perubahan morfologi pigmen dan kerudakan fisiologi sel tumbuhan terutama pada daun.

b. Mempengaruhi pertumbuhan vegetasi.

c. Mempengaruhi proses reproduksi tanaman.

d. Mempengaruhi komposisi komunitas tanaman.

e. Terjadi akumulasi bahan pencemar pada vegetasi tertentu (misalnya lumut kerak) dan mempengaruhi kehidupan serta morfologi vegetasi tersebut.

4. Efek terhadap Kehidupan Binatang

Efek terhadap kehidupan binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar dapat terjadi karena adanya proses bioakumulasi dan keracunan bahan berbahaya. Sebagai contoh adalah terjadinya migrasi burung karena udara ambien terpapar oleh gas SO2 .

5. Efek Estetik

Efek estetik yang diakibatkan adanya bahan pencemar udara yaitu timbulnya bau dan adanya lapisan debu pada bahan yang mengakibatkan

(35)

perubahan warna permukaan bahan dan mudahnya terjadi kerusakan bahan tersebut.

6. Efek terhadap Kesehatan Manusia Secara Umum

Baik gas maupun partikel yang ada di udara dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Secara umum, efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat berupa:

a. Sakit, baik yang akut maupun yang kronis.

b. Penyakit yang tersembunyi, yang dapat memperpendek umur, menghambat pertumbuhan dan perkembangan.

c. Mengganggu fungsi fisiologi dari paru-paru, saraf, transpor oksigen oleh hemoglobin, dan kemampuan sensorik.

d. Kemunduran penampilan, misalnya pada: aktivitas atlet, aktivitas motorik, dan aktivitas belajar.

e. Iritasi sensorik.

f. Penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh.

g. Rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh bau-bauan.

7. Efek terhadap Saluran Pernapasan

Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan antara lain:

a. Iritasi pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan.

b. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar.

(36)

c. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.

d. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan.

e. Pembengkakan saluran pernapasan dan merangsang pertumbuhan sel, sehingga saluran pernapasan menjadi menyempit.

f. Lepasnya silia dari lapisan sel selaput lendir.

g. Akibat dari semua hal tersebut di atas, akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan.

2.5 Partikel Debu

2.5.1 Pengertian Partikel Debu

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan sebagai bahan pencemar berbentuk padatan (Sumantri, 2010). Debu termasuk salah satu golongan partikulat. Menurut Wijaya (2014) debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan atau zat padat yang berukuran 0,1-25 mikron. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspenden Perticulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai 500 mikron.

Suspended partikulat adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM10.

(37)

Particulate Matter 10 (PM10) adalah partikel debu yang berukuran ≤ 10 mikron.

Debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda (Pudjiastutui, 2002).

Tabel 2.1 Ukuran diameter partikulat

Fraksi Diameter partikulat

PM10 (bisa masuk ke thoraks) ≤ 10 µm PM 2,5 (bisa masuk saluran pernafasan) ≤ 2.5 µm

PM1 ≤ 1 µm

Ultrafine (UFP atau UP) ≤ 0.1 µm

PM 10 – PM2,2 (coase fraction) 2.5 – 10 µm Sumber: Pudjiastuti, 2002

Menurut Wardhana (2008), dalam kaitannya dengan pencemaran lingkungan maka partikel dapat berupa keadaan-keadaan berikut:

1. Aerosol adalah istilah umum yang menyatakan adanya partikel yang terhambur dan melayang di udara.

2. Fog atau kabut adalah aerosol yang merupakan butiran air yang berada di udara.

(38)

3. Smoke atau asap adalah aerosolyang berupa campuran antara butir padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara.

4. Dust atau debu adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin.

5. Mist artunya mirip dengan kabut penyebabnya adalah butiran-butiran zat cair (bukan butiran air) yang terhambur dan melayang di udara.

6. Fume adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap logam.

7. Flume adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri.

2.5.2 Sifat Partikel Debu

Menurut Pudjiastuti (2002) sifat debu dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Sifat Pengendap

Debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena ukurannya yang relatif kecil masih ada debu yang berada di udara.

Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.

2. Sifat Permukaan Basah

Sifat permukaan basah karena debu selalu basah dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.

3. Sifat Penggumpalan

Karena mempunyai sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbulensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.

(39)

4. Listrik Statis (Elektrostatis)

Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam debu mempercepat terjadi penggumpalan.

5. Sifat Opsis

Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan.

Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan.

2.5.3 Baku Mutu Udara Ambien

Menurut Srikandi Fardiaz (2003) untuk menghindari terjadinya pencemaran udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar yang terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda. Sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Baku Mutu Udara Ambien Nasional, menyatakan bahwa bahwa kadar debu partikel 10 mikron di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari 150 µg/m3.

(40)

2.5.4 Pengukuran Kadar Debu di Udara

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan, konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan yang aman dan sehat bagi masyarakat. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu di udara (Asiah, 2008).

Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasanya digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara (Asiah, 2008), seperti:

1. High Volume Air Sampler

Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1-1,7 m3/menit, partikel debu berdiameter 0,1-100 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas.

Alat ini dapat digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dpat dikurangi menjadi 6-8 jam.

2. Low Volume Air Sampler

Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate. Untuk flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui barat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.

(41)

3. Low Volume Dust Sampler

Alai ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat Low Volume Air Sampler.

4. Personal Dust Sampler (LVDS)

Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernapas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.

2.5.5 Penentuan Lokasi dan Titik Sampel Udara Ambien

Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman penduduk, perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting.

Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh kegiatan tertentu. Menurut Hadi (2005) kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel udara ambien, yaitu sebagai berikut:

1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi.

2. Daerah padat penduduk.

3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong industri.

4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan.

Disamping itu faktor meteorologi seperti arah angin, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban dan faktor geografi seperti topografi dan tata guna lahan juga

(42)

harus dipertimbangkan. Beberapa acuan dalam menentukan titik pengambilan sampel adalah:

1. Hindari daerah yang dekat dengan gedung, bangunan dan/atau pepohonan yang dapat mengabsorbsi atau mengadsorbsi pencemar udara ke gedung atau pepohonan tersebut.

2. Hindari daerah di mana terdapat penganggu kimia yang dapat memengaruhi polutan yang akan diukur.

3. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu fisika yang dapat memengaruhi hasil pengukuran. Sebagai ilustrasi, pengukuran total partikulat di dalam udara ambien tidak diperkenankan di dekat insenerator.

2.6 Industri

2.6.1 Pengertian Industri

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, pengertian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

(43)

2.6.2 Klasifikasi Industri

Menurut Kristanto (2013), industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Industri dasar atau hulu

Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri.

2. Industri hilir

Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji padat karya.

3. Industri kecil

Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana.

2.6.3 Industri Batu Bata

Industri batu bata merupakan industri yang memanfaatkan tanah sebagai bahan baku utama. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan industri batu bata yaitu suatu proses produksi yang didalamnya terdapat perubahan bentuk dari benda yang berupa tanah liat menjadi bentuk lain (batu bata), sehingga lebih berdaya guna. Sifat industri batu bata adalah tidak berbadan hukum. Industri kilang batu bata merupakan industri kecil yang mempunyai ciri-ciri: modal kecil,

(44)

usaha milik pribadi, menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana serta jumlah tenaga kerja relatif sedikit.

2.7 Batu Bata

2.7.1 Pengertian Batu Bata

Batu bata adalah suatu unsur bangunan yang dipergunakan dalam pembuatan konstruksi bangunan dan dibuat dari tanah liat ditambah dengan air dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain melalui beberapa tahap pengerjaan, seperti menggali, mengolah, mencetak, mengeringkan, membakar pada temperatur tinggi hingga matang dan berubah warna, serta mengeras seperti batu jika didinginkan. Batu bata merah adalah suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar pada suhu yang cukup tinggi hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

Definisi batu bata merah menurut NI-10, SII-0021-78 adalah sebagai berikut: batu bata merah adalah suatu unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat dari tanah dengan atau tanpa campuran bahanbahan lain, dibakar cukup tinggi, hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

2.7.2 Jenis-jenis batu bata

Jika disesuaikan dengan bahan pembuatannya, secara umum batu bata digolongkan dalam 2 jenis:

1. Batu Bata Tanah Liat

(45)

Bata biasa memiliki warna permukaan yang tidak menentu. Bata ini digunakan untuk dinding dan ditutup dengan semen. Bata biasa seringkali disebut dengan bata merah. Batu bata dari tanah liat terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Bata merah

Bata merah adalah suatu unsur bangunan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa bahan tambahan seperti serbuk gergaji, sekam padi atau pasir.

Tanah liat ini dicetak berbentuk balok–balok, lalu dibakar untuk mengeraskannya, sehingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

b. Super bata

Super bata adalah bahan bangunan yang bentuk dan kegunaannya sama dengan bata merah. Super bata juga terbuat dari tanah liat dan dicampur dengan pasir halus. Pembuatannya melalui proses mekanis, oleh karenanya super bata mempunyai permukaan halus dengan ukuran yang sama.

2. Batu Bata Pasir-Kapur

Sesuai dengan namanya, batu bata ini dibuat dari campuran kapur dan pasir atau campuran lain serta air yang ditekankan ke dalam campuran sehingga membentuk bata yang sangat padat. Biasa digunakan untuk bagian dinding yang terendam air dan memerlukan kekuatan tinggi. Batu bata jenis ini terdiri dari dua macam yaitu :

a. Batu cetak b. Batako press.

(46)

2.7.3 Bahan Pembentuk Batu Bata

Bahan pembentuk batu bata yang utama adalah tanah liat. Tanah liat atau tanah lempung adalah tanah hasil pelapukan bebatuan keras seperti: basalt (sebagai batuan dasar), andesit dan granit (batu besi). Tanah lempung sangat tergantung pada jenis batuan aslinya. Pada umumnya batuan keras akan memberikan pengaruh warna pada tanah lempung seperti merah, sedangkan granit akan memberikan warna tanah lempung menjadi putih. Tanah lempung disebut juga sebagai batuan sedimen (endapan) karena pada umumnya setelah terbentuk dari batuan keras, tanah lempung akan diangkut oleh air dan angin dan diendapkan dalam suatu tempat yang lebih rendah. Tanah lempung merupakan bahan alam yang sangat penting bagi manusia.

2.7.4 Proses Pembuatan Batu Bata

Industri batu bata secara tradisional adalah suatu jenis kegiatan industri kecil dan industri rumah tangga yang seluruh proses pembuatannya masih dilakukan secara manual. Dalam pembuatan batu bata terdapat tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Penggalian bahan mentah

Kegiatan penggalian tanah dilakukan pada kedalaman tertentu yaitu 1 sampai 2 meter, karena apabila dalamnya lebih dari 1 meter kualitas tanah kurang baik untuk pembuatan batu bata disebabkan oleh kandungan air yang cukup banyak sehingga berpengaruh terhadap hasil pembuatan batu bata.

(47)

2. Persiapan pengolahan bahan

Menyiapkan bahan untuk pembentukan batu bata yang dimaksud dengan penyiapan bahan ini adalah penghancuran tanah, pembersihan kotoran, kemudian pencampuran dengan air sehingga bahan menjadi cukup lunak untuk dibentuk batu bata.

3. Membuat adonan

Adonan batu bata dibuat dengan cara mencampurkan tanah liat dengan air dan campuran lain seperti abu sisa pembakaran, adonan ini kemudian diinjak-injak menggunakan kaki untuk mendapatkan hasil adonan yang baik.

4. Mencetak

Setelah adonan jadi, kemudian adonan di cetak kotak-kotak persegi panjang dengan cetakan batu bata yang terbuat dari kayu berukuran 6cm × 10cm × 20cm.

5. Proses pengeringan batu bata

Cara pengeringan adalah dengan menjemur batu bata di tempat terbuka, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan adalah 5-6 hari tergantung cuacanya.

6. Proses pembakaran batu bata

Pada proses ini batu bata yang sudah kering dan tersusun rapi sudah siap untuk dibaka. Biasanya dalam satu bulan proses pembakaran yang dilakukan satu kali. Dalam proses pembakaran batu bata ini disediakan

(48)

tempat khusus atau dibuatkan rumah-rumahan yang disebut brak. Proses pembakaran menggunakan sekam bakar atau berambut.

7. Pemilihan/seleksi batu bata

Tumpukan batu bata yang sudah dibakar dibiarkan selama kurang lebih satu minggu agar panasnya berangsur-angsur turun. Setelah dingin tumpukan batu bata tersebut dibongkar dan diseleksi untuk kemudian di jual.

Dalam proses pembuatan batu bata dapat menghasilkan perubahan kualitas tanah dan udara. Pada proses penggalian tanah untuk bahan baku batu bata dapat mempengaruhi kemampuan tanah untuk membentuk struktur tanah kembali, sehingga dapat mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik kuantitas maupun kualitasnya. Sedangkan penurunan kualitas udara terlihat terutama pada proses pembakaran. Dalam industri batu bata jumlah kayu yang dibakar cukup besar dan proses pembakarannya menggunakan suhu yang cukup tinggi. Hal ini dapat menimbulkan asap dan debu yang cukup padat dan akan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan.

2.8 Lokasi Kilang

Lokasi kilang batu bata merupakan tempat dimana proses pembuatan batu bata itu dilakukan. Ada beberapa hal dalam penentuan lokasi kilang batu bata, yaitu:

1. Tempat merupakan komitmen sumber daya jangka panjang yang dapat mengurangi fleksibilitas masa depan usaha.

(49)

2. Lokasi akan mempengaruhi pertumbuhan di masa depan. Area yang dipilih haruslah mampu untuk tumbuh dari segi ekonomi sehingga ia dapat mempertahankan kelangsungan hidup usaha.

3. Lingkungan setempat dapat saja berubah setiap waktu, jika nilai lokasi memburuk, maka lokasi usaha harus dipindahkan atau ditutup.

2.8.1 Lokasi Dekat Pemukiman

Lokasi kilang yang berdekatan dengan kawasan pemukiman di pedesaan memiliki potensi dalam pengembangan kawasan pedesaan dalam bidang ekonomi.

Penempatan kilang batu bata di kawasan pemukiman diperbolehkan selama kegiatan yang dilakukan tidak membahayakan dan mengganggu fungsi hunian.

Yang dimaksud dengan kegiatan yang tidak mengganggu fungsi hunian adalah kegiatan yang tidak menimbulkan penurunan kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah yang ditimbulkan dan sosial, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 49 ayat (1) UU Perumahan.

Akan tetapi, ada juga usaha tertentu yang dilarang didirikan di daerah perumahan, yakni hanya didirikan di wilayah tertentu yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai kawasan industri misalnya.Adapula usaha tertentu yang boleh didirikan di daerah permukiman akan tetapi wajib memiliki izin tertentu.

2.8.2 Lokasi Dekat Persawahan

Pemilihan lokasi batu bata yang berdekatan dengan persawahan merupakan pilihan lokasi yang baik, karena asap saat pembakaran sangat banyak, sehingga tidak mengganggu kenyamanan penduduk sekitar. Dilihat dari sisi lingkungannya penempatan kilang batu bata di wilayah persawahan ini sangat

(50)

tepat dan lebih memudahkan pemilik usaha dalam mendapatkan tanah liat sebagai bahan baku pembuatan batu bata.

2.8.3 Lokasi Kilang Dekat Jalan Raya

Lokasi kilang batu bata yang berdekatan dengan jalan raya akan memudahkan pengusaha kilang dalam mendistribusikan batu batanya. Akan tetapi pemilihan lokasi usaha kilang batu bata yang berdekatan dengan jalan raya akan menambah sumber polusi udara yang ditimbulkan dari asap pembakaran batu bata. Oleh karena itu lokasi kilang yang dekat dengan jalan raya harus memiliki jarak minimal 500 meter.

2.9 Keluhan Kesehatan

Partikel debu dapat mengganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, kulit, alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada Solubity (mudah larut), komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu (Pudjiastuti, 2002). Bergantung pada ukuran, partikel debu dapat menembus bagian terdalam dari paru-paru.

Partikel yang lebih besar umumnya disaring di hidung dan tenggorokan dan tidak menimbulkan masalah, namun partikel yang lebih kecil dari 10 mikrometer, yang disebut PM10, dapat mesuk hingga di bronkus paru dan menyebabkan masalah kesehatan.

Sistem pernapasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikel-partikel baik berbentuk padat maupun cair kedalam paru- paru.bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel berukuran

(51)

besar, sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa yang terdapat di sepanjang sistem pernapasan dan merupakan permukaan tempat partikel menempel.

Menurut Pudjiastuti (2002) ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai organ target sebagai berikut:

a. 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas.

b. 2-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah.

c. 1-3 mikron hinggap di permukaan/selaput lendir sehingga menyebabkan vibrosis paru.

d. 0,1- 0,5 mikron melayang di permukaan alveoli.

Partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yakni:

a. Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat-siat kimia dan fisiknya.

b. Partikel tersebut mungkin bersifat inert (tidak beraksi) tetapi tinggal di dalam saluran pernapasan sehingga dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya.

c. Partikel-partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru-paru yang sensitif.

Partikel PM10 yang berdiameter 10 mikron memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernapasan manusia dan bertahan di udara dalam waktu

(52)

cukup lama. Tingkat bahaya semakin meningkat pada pagi dan malam hari karena asap bercampur dengan uap air. PM10 tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga masuk ke paru-paru. Jika partikel tersebut terdeposit ke paru-paru akan menimbulkan peradangan saluran pernapasan, gangguan penglihatan dan iritasi kulit (Anonimus, 2002). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis.

Orang yang lebih muda atau lebih tua dan orang yang kesehatannya sedang tidak baik, perokok atau orang yang menderita asma, bronchitis biasanya lebih mudah diserang. Polusi udara dapat menyebabkan sakit, absensi bagi para pekerja yang secara alami akan menurunkan efisiensi dari segala kegiatan manusia (Dara, 1993).

Menurut WHO (1991) ukuran debu partikel yang membahayakan adalah yang berukuran 0,1-5 mikron atau ukuran 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar antara 0,1 sampai 10 mikron.

Beberapa gejala keluhan kesehatan akibat partikel debu, yaitu sebagai berikut:

1. Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan

a. Batuk, merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan sebagai reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan.

b. Bersin, merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh akibat masuknya benda asing ke dalam tubuh.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana yang disampaikan oleh ibu Alfi: “Pendampingan yang dilakukan YDSF Malang dengan perkumpulan dari pihak YDSF Malang kepada mustahik untuk mengetahui perkembangan

Proses pemilihan berbeda antara Ketua dan Wakil Ketua terhadap keanggotaan yang lain dimungkinkan menimbulkan konflik kepentingan serta tidak memenuhi asas negara hukum

Untuk mendukung berbagai kegiatan Posyandu perlu adanya Sistem Informasi Posyandu (SIP) yang dapat digunakan untuk mempermudah jalannya kegiatan Posyandu seperti data

Penelitian mengenai kepiting bakau khususnya di Sumatera Utara masih. sedikit dilakukan, beberapa diantaranya adalah Tingkat

Dave Weckl Play Along Drum Book.. Manhattan: Manhatan

Dengan menurunkan asupan karbohidrat, tubuh akan adaptasi / induksi dalam kondisi ketosis, yaitu menghasilkan keton dari lemak.. Tujuan diet ketogenic ini menjaga tubuh dalam

Dengan pertimbangan di atas (no.1-5), maka jenis kura Manouria emys emys yang dikenal dengan nama daerah Baning Hutan, Baning Gajah atau Kura Kaki Gajah sudah waktunya

Perangkat yang tersisa (tabel 4.4.) diatas merupakan perangkat yang rencananya akan digunakan untuk lokasi pabrik yang membutuhkan jaringan ke server ataupun