KAJIAN PUSTAKA
2.2 Kemampuan Berpikir Kritis
Dalam beberapa tahun terakhir, berpikir kritis telah menjadi suatu istilah yang sangat popular dalam dunia pendidikan. Karena banyak alasan, para pendidik menjadi lebih tertarik untuk mengajarkan kemampuan berpikir kritis (Fisher, 2001). Definisi berpikir kritis telah mengalami perubahan selama beberapa tahun terakhir. Beberapa ahli kognitif, psikologi, dan ahli filsafat (dalam Sudiarta, 2005) telah mencoba memberikan beberapa definisi tentang cara berpikir kritis, antara lain:
(1) Kemampuan untuk menganalisa fakta, mengorganisasikan ide-ide, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, membuat suatu kesimpulan, mempertimbangkan argumen, dan memecahkan masalah
(2) Salah satu logika yang mencerminkan kepercayaan seseorang dan keteguhan hati seseorang
(3) Cara berpikir kritis meliputi pemikiran analitis dengan tujuan untuk mengevaluasi apa yang telah dibaca
(4) Suatu proses sadar yang digunakan untuk menginterpretasi atau mempertimbangkan informasi dan pengalaman yang menggiring pada suatu perilaku
(5) Proses pemahaman dan pengevaluasian argumentasi yang aktif dan sistematis. Sebuah argumen memberikan suatu pernyataan yang tegas tentang suatu hal atau hubungan antara dua atau lebih hal dan bukti-bukti untuk mendukung suatu pernyataan. Orang-orang yang memiliki daya pikir kritis mengakui bahwa tidak hanya ada satu cara yang benar untuk memahami dan mengevaluasi argumen
(6) Proses intelektual aktif yang disiplin dalam mengkonseptualisasi, mengaplikasikan, menganalisis, menguraikan, dan atau mengevaluasi informasi yang didapat dari observasi, pengalaman, refleksi, logika, atau komunikasi
(7) Cara berpikir logis yang memfokuskan pada apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
Salah satu ahli filsafat yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian berpikir kritis adalah Robert Ennis. Ennis mendefinisikan berpikir kritis sebagai ”Critical thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on deciding whatto believe or do”(Ennis, 1991:6). Menurut Ennis, berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah menyakini atau melakukan sesuatu. Dari definisi Ennis dapat diungkapkan beberapa hal penting. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah pada suatu tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungkinkan kita untuk membuat keputusan.
Beberapa ahli filsafat, seperti Richard Paul (dalam Sudiarta, 2005) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah suatu proses berpikir menuju ke suatu standar tertentu. Cara berpikir kritis harus dilakukan dengan baik sehingga
dapat memberikan pengaruh pada perilaku sehari-hari. Para ahli psikologi behavioral telah meneliti tugas-tugas siswa dan metode maupun strategi yang digunakan oleh guru yang membentuk perilaku-perilaku positif sesuai dengan hasil akhir yang diharapkan. Beberapa spesialis content, seperti Hickey dan Mertes (dalam Sudiarta, 2005) membuktikan bagaimana cara berpikir kritis dapat diajarkan dalam beberapa skill dan mata pelajaran yang berbeda, seperti dalam membaca, pelajaran sastra, ilmu-ilmu sosial, matematika, dan ilmu alam. Hal ini merupakan salah satu kontribusi yang sangat penting karena daya berpikir kritis dapat berkembang dengan baik apabila hal tersebut diajarkan pada saat siswa belajar content atau mata pelajaran tertentu dibandingkan siswa yang belajar secara terpisah.
Tahapan-tahapan berpikir kritis yang direkomendasikan oleh O’Daffer dan Thornquist adalah meliputi memahami masalah; melakukan pengkajian terhadap bukti, data, asumsi; menyatakan dan mendukung suatu kesimpulan, keputusan, atau solusi. Menurut Glazer, yang dimaksud dengan berpikir kritis dalam matematika adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematis dan menggunakan strategi kognitif dalam menggeneralisasikan, membuktikan, atau mengevaluasi situasi matematis yang kurang dikenal dengan cara reflektif.
Di dalam Taksonomi Bloom, proses knowing terdiri atas 6 tingkatan hierarkis, yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Evaluasi (yang bisa dianggap sebagai pemikiran kritis) berfokus pada membuat suatu penilaian berdasarkan suatu pernyataan atau masalah. Steedman (dalam Sudiarta, 2005) mengklasifikasikan teknik-teknik yang
dapat digunakan dalam pemecahan masalah dan penentuan suatu keputusan. Steedman menyatakan bahwa teknik yang cenderung linier, berangkai, lebih terstruktur, lebih rasional dan analitis, serta lebih berorientasi pada tujuan digunakan untuk mengajarkan latihan-latihan berpikir kritis.
Sudiarta (2005) mengungkapkan bahwa matematika secara natural merupakan kegiatan mental, sehingga konsep berpikir kritis hendaknya dipandang sebagai kegiatan mental yang menuntut kedisiplinan dan konsistensi dalam mengevaluasi setiap argumentasi, maupun proposisi yang berkaitan dengan masalah matematika yang akan dipecahkan. Lebih lanjut, kemampuan berpikir kritis siswa ini dapat dikembangkan dengan kegiatan pembelajaran yang berbasis masalah matematikaopen-endedseperti yang dinyatakan Sudiarta (2008).
Berikut disajikan alternatif indikator dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No Kemampuan Berpikir Kritis Indikator 1. Menginvestigasi konteks dan
mengembangkan spektrum permasalahan
Mampu menghasilkan berbagai pengandaian/pemisalan serta mampu menuliskan informasi penting yang relevan digunakan dalam pemecahan masalah.
2. Merumuskan masalah Mampu merumuskan
pertanyaan/masalah matematika bermakna yang memberi arah pemecahan.
3. Mengembangkan konsep jawaban dan argumentasi yang
reasonable
Mampu merumuskan argumen-argumen
reasonableyang menghubungkan konsep dengan permasalahan yang dihadapi.
4. Melakukan deduksi dan induksi
Mendeduksi secara logis, memberikan asumsi logis, membuat preposisi,
No Kemampuan Berpikir Kritis Indikator hipotesis, melakukan
investigasi/pengumpulan data, membuat generalisasi dari data, membuat tabel dan grafik, melakukan interpretasi terhadap pernyataan.
5. Melakukan evaluasi Mampu membuat penilaian terhadap konteks masalah, rumusan masalah atau konsep jawaban secara bermakna serta dapat menemukan alternatif
penyelesaian lain.
(dimodifikasi dari Sudiarta, 2005) Sehubungan dengan pembelajaran matematika pada siswa SD kelas V khususnya dalam materi pecahan, maka dalam penelitian ini hanya ditinjau kemampuan berpikir kritis siswa dari aspek kompetensi menginvestigasi konteks dan mengembangkan spektrum permasalahan, merumuskan masalah, mengembangkan konsep jawaban dan argumentasi yang reasonable, serta melakukan evaluasi.
2.3 Model Pembelajaran IKRAR