• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

2. Siswa masih menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan.

3. Kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika yang masih kurang.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, terdapat berbagai masalah yang harus dihadapi. Sehingga pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Masalah difokuskan pada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang dimaksud adalah

kemampuan komunikasi matematis dalam bentuk tertulis, yang meliputi written text, drawing, dan mathematical expression.

3. Penelitian dilakukan di SMPN 3 Tangerang Selatan kelas VII semester 2 tahun ajaran 2010/2011, pada pokok bahasan himpunan.

D. Perumusan Masalah

Atas dasar identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dan pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dan pembelajaran konvensional.

2. Membandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan, diantaranya:

1. Bagi penulis, sebagai pedoman sekaligus menambah pengetahuan tentang strategi mengajar mata pelajaran matematika dalam mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik profesional.

2. Bagi guru, agar dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam memilih variasi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa serta menjadikan proses belajar-mengajar menjadi lebih efektif, efisien dan bermakna.

3. Bagi siswa, agar dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi dalam kelompok belajar matematika.

4. Bagi sekolah yang di teliti, agar dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut.

5. Bagi pembaca, agar dapat dijadikan suatu kajian yang menarik untuk perlu diteliti lebih lanjut.

9

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus mengembangkan dirinya, manusia telah melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Rasulullah yang mewajibkan manusia untuk belajar semenjak dari ayunan sampai liang lahat.

Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.1 Perubahan-perubahan yang dihasilkan akibat proses belajar merupakan hasil pengalaman yang dilakukan dengan sadar dan bukan kebetulan karena melibatkan kognitif seseorang. Dalam hal ini, seseorang yang belajar menyadari adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan yang diakibatkan oleh mabuk, gila dan sebagainya tidak dapat dikatakan belajar karena individu yang bersangkutan tidak menyadarinya.

Lebih dari sekedar melibatkan kemampuan kognitif, proses belajar juga melibatkan kemampuan afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan) yang dimiliki seseorang. Hal ini dimaksudkan agar perubahan akibat proses belajar bersifat positif dan berguna sehingga lebih baik dari yang sebelumnya. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Djamarah dalam bukunya Psikologi Belajar yang

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), h. 92.

mengatakan bahwa “belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”.2

Mengenai pengertian belajar, lebih lanjut Yamin mengemukakan bahwa belajar adalah “perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru”.3 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perubahan yang terjadi pada proses belajar tidak hanya diperoleh melalui proses interaksi atau pengalaman saja, melainkan melalui proses latihan yang meliputi pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru.

Berdasarkan beberapa definisi belajar yang diutarakan oleh beberapa ahli tersebut, secara umum belajar dapat didefinisikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap untuk mencapai pribadi yang lebih baik sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik.4 Hal senada juga dikemukakan oleh Muhaimin (dalam Riyanto) yang mengatakan bahwa “pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar”.5 Dalam hal ini kegiatan pembelajaran tidak berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya. Sehingga kegiatan pembelajaran akan melibatkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan cara yang efektif dan efisien.

2

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), h. 13.

3

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT. Gaung Persada Press, 2005), h. 99.

4

Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 85.

5

Menurut Fontana (dalam Suherman) pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.6 Dengan demikian proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Untuk itu, agar kegiatan pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik, maka harus diciptakan lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.

Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar, karena pada dasarnya pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dalam mengajar (theaching) dan peserta didik dalam belajar (learning).7 Implikasi dari pengertian tersebut adalah dalam mencapai tujuan pembelajaran melibatkan unsur-unsur manusiawi yang satu sama lain saling bersinergi.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar, serta terjadinya interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.

Matematika berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan mathematike yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan erat dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). 8

6

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA UPI, 2003), h. 7.

7

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 57.

8

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempelajari tentang bilangan-bilangan dengan operasinya dan dengan aturan tertentu. Matematika sangat berkaitan dengan simbol-simbol, konsep-konsep, pola bilangan dan sebagainya, yang semuanya menyertakan logika dan pola pikir untuk bisa menganalisa dan dapat dibuat kesimpulan. Seperti yang dikemukakan oleh James dan James bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.9

Terdapat beberapa definisi lain mengenai matematika, Paling mendefinisikan matematika sebagai “suatu cara untuk menemukan jawaban, menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, serta menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.”10 Sedangkan Hudoyo mengatakan bahwa “matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis”.11

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah ilmu pengetahuan mengenai logika, bentuk, susunan, besaran dan konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan diatur secara logis, dimana konsep-konsep yang baru didasarkan pada konsep-konsep terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Matematika merupakan ilmu yang diperoleh melalui penalaran. Dalam hal ini konsep-konsep yang ada dalam matematika dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Selain itu

9

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 16.

10

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 252.

11

Sri Anitah, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 7.4.

matematika juga dapat digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan.

Matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah disebut matematika sekolah.12 Matematika sekolah merupakan bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK sehingga tidak terlepas dari karakteristik matematika.

Matematika sekolah berkaitan dengan peserta didik yang menjalani proses perkembangan kognitif dan emosional masing-masing. Secara khusus dapat dikatakan bahwa dalam matematika sekolah perlu memperhatikan aspek teori psikologi khususnya teori psikologi perkembangan. Peserta didik memerlukan tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan kognitifnya. Potensi yang ada dalam diri anak berkembang dari tingkat rendah ke tingkat yang tinggi, dari sederhana ke kompleks, dan dari konkrit menuju abstrak.

Matematika sekolah mempunyai peranan yang sangat penting bagi semua komponen yang meliputi siswa, warga negara, negara dan matematika itu sendiri. Bagi siswa, matematika sekolah berperan sebagai bekal pengetahuan, pembetukan sikap dan pola pikirnya. Bagi negara dan warga negaranya, matematika sekolah berperan bagi perkembangan negara dan agar warga negaranya dapat hidup layak. Sedangkan bagi matematika sendiri, matematika sekolah berperan dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya.

Pada pelaksanaannya, pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang diajar. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Erman Suherman, dkk dalam buku yang berjudul “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”,

12

Soemoenar, dkk., Penerapan Matematika Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.11.

beberapa karakteristik matematika di sekolah diantaranya adalah bahwa pembelajaran matematika adalah berjenjang, mengikuti metoda spiral, menekankan pola pikir deduktif, serta menganut kebenaran konsistensi.13

Karakteristik pembelajaran matematika yang menyatakan pembelajaran matematika adalah berjenjang dimaksudkan bahwa materi matematika diajarkan secara bertahap. Dimulai dari mengajarkan hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak. Dalam pembelajaran matematika harus dilakukan tahap demi tahap, dimulai dengan hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Siswa tidak mungkin mempelajari konsep yang tinggi sebelum dia menguasai konsep yang lebih rendah, karenanya matematika diajarkan dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar.

Selain diajarkan secara bertahap, pembelajaran matematika juga mengikuti metoda spiral. Dalam mengajarkan konsep yang baru, perlu dikaitkan dengan konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya, sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dengan cara memperluas dan memperdalam diperlukan dalam pembelajaran matematika. Metoda spiral yang dimaksud di sini adalah mengajarkan konsep dengan pengulangan atau perluasan dengan adanya peningkatan. Jadi, spiral yang dimaksud adalah spiral naik, bukan spiral datar.

Sifat pembelajaran matematika selanjutnya adalah menekankan pola pikir deduktif. Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun demikian, dalam mengajarkannya perlu disesuaikan dengan kondisi siswa. Misalnya, sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SMP, maka dalam pembelajaran matematika tidak sepenuhnya menggunakan pendekatan secara deduktif, melainkan dikombinasikan dengan induktif. Seperti dalam pengenalan himpunan, siswa tidak

13

langsung diberikan definisi himpunan tersebut, tetapi diawali dengan memberikan beberapa contoh kumpulan/kelompok yang di antaranya ada yang merupakan himpunan. Sehingga dari contoh-contoh tersebut siswa dapat membedakan antara himpunan dengan bukan himpunan.

Pembelajaran matematika juga menganut kebenaran konsistensi yang didasarkan kepada kebenaran-kebenaran terdahulu yang telah diterima. Kebenaran dalam matematika diperoleh secara deduktif. Walaupun dimulai dengan pembuktian secara induktif, tetapi selanjutnya harus bisa dibuktikan secara deduktif dengan cara pengandaian.

Pada proses pembelajaran matematika, hendaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut serta dalam membangun sendiri pemahaman mengenai suatu konsep. Selain itu guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggungkapkan pendapatnya mengenai konsep yang telah diperoleh sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya sesuai dengan yang diharapkan.

b. Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Untuk kelangsungan hidup manusia dari hari ke hari, manusia tidak pernah terlepas dari komunikasi. Pada dasarnya komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan termasuk dunia pendidikan. Komunikasi dalam dunia pendidikan terjadi baik antara pendidik dan peserta didik, maupun antara sesama peserta didik.

Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau dalam bahasa inggrisnya “commun” yang artinya sama. Suwardi (dalam Rohim) menyatakan bahwa “apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha

untuk menimbulkan kesamaan”.14 Dalam hal ini, komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan.

Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman, sehingga melalui komunikasi gagasan-gagasan direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan diubah.15 Dalam proses komunikasi, ide-ide yang diperoleh tidak semuanya dapat diterima begitu saja. Beberapa ide tersebut ada yang mengalami perbaikan dan perubahan melalui proses diskusi, sebelum akhirnya ide-ide tersebut diterima dan kemudian digunakan.

Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah “the process by whichan individuals (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other indivisuals (communicant)” yang berarti: “proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang-orang lain (komunikan)”.16 Hal yang senada dikemukakan oleh Effendy, menurutnya “komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek”.17

Proses komunikasi dikatakan berhasil apabila tujuannya yakni terciptanya keadaan “saling mengerti” antara pihak pemberi pesan dan pihak penerima pesan akan ide yang dikomunikasikan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, proses komunikasi bergantung pada berbagai faktor yang meliputi komunikator (pengirim pesan), pesan yang

14

Syaiful Rohim, Teori Komunikasi (Perspektif, Ragam dan Aplikasi), (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 8.

15

Wahyudin, Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran, (Jakarta: CV. Ipa Abong, 2008), Seri-1, h. 38.

16Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2007), h. 20.

17

Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika dan IPA, Volume 8, nomor 1, (Kendari: Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Haluoleo Kendari, 2009), h. 63.

disampaikan, komunikan (penerima pesan), konteks dan sistem penyampaian pesan.18

Keberhasilan proses komunikasi tidak hanya melibatkan pengirim dan penerima pesan saja. Isi pesan yang sesuai dengan kebutuhan penerima pesan, keadaan yang kondusif (nyaman, menyenangkan, aman dan menantang) pada saat menyampaikan pesan, serta metode dan media yang digunakan dalam menyampaikan pesan juga merupakan faktor yang menunjang dan menentukan keberhasilan komunikasi.

Berdasarkan beberapa definisi komunikasi yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, pemberitahuan, dan penerimaan ide-ide dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) melalui media yang menimbulkan efek; baik berupa lisan, tulisan, maupun gerakan, dimana melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki dan didiskusikan sehingga ide-ide yang disampaikan memiliki kesamaan makna diantara keduanya.

Komunikasi merupakan kemampuan penting dalam pendidikan matematika, karena pembelajaran matematika pada umumnya terfokus pada pengkomunikasian. Kemampuan komunikasi matematis adalah menempatkan matematika sebagai alat untuk mempresentasikan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan.19 Dengan demikian komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika di sekolah, karena selain sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap siswa, komunikasi matematis juga merupakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan khususnya permasalahan matematika.

18

Igak Wardani, Dasar-dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001),h. 5-7.

19

Laporan Penelitian, Desain dan Pengembangan Multimedia Matematika Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran, Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP, (Bandung: UPI, 2007), h. 11.

Mengenai komunikasi matematis, Greenes dan Schulman (dalam Satriawati) mengutarakan bahwa:

“komunikasi matematik merupakan: 1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, 2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, 3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran, dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.” 20

Dalam hal ini komunikasi matematis selain sebagai alat dalam merumuskan konsep dan menyelesaikan permasalahan matematika, juga sebagai sarana bagi siswa untuk saling bertukar informasi dan ide-ide matematika sehingga konsep-konsep yang dirumuskan dapat diyakini kebenarannya oleh semua pihak.

Aryan mengemukakan bahwa “kemampuan komunikasi dalam matematika mengandung arti kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam matematika yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, menginterpretasi, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi matematika”.21 Ketika siswa memperoleh konsep atau informasi matematika yang diberikan oleh guru melalui proses menyimak yang kemudian mencatat ide penting dari konsep yang disampaikan tersebut, atau siswa memperoleh konsep tersebut secara sendiri melalui bacaan yang ditelaah dan kemudian diinterpretasikannya, maka pada saat tersebut berlangsung proses komunikasi dalam pembelajaran matematika.

Menurut Ernest (dalam Kadir dan Sumarna) komunikasi matematis terdiri dari dua jenis, yakni tulisan (non-verbal) dan lisan (verbal).22 Komunikasi matematis dalam bentuk tulisan adalah

20

Algoritma, Volume 1 No.1, (Jakarta: CeMED Jurusan Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 2006), h. 109.

21

Bambang Aryan, Komunikasi dalam Matematika, dari http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/30/komunikasi-dalam-matematika/, (14 Juli 2010, 15:20).

22

kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata, notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Sedangkan komunikasi lisan tercermin melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran.

Kedua jenis komunikasi matematis (tulisan dan lisan) memainkan peranan yang penting dalam interaksi sosial siswa di kelas

matematika. Guru yang membiasakan siswa mampu

mengkomunikasikan ide melalui bahasa lisan dan tulisan ini dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sesuai standar komunikasi matematis yang ditetapkan.

Standar Isi (SI) yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menguraikan bahwa komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa selain kemampuan pemahaman konsep, kemampuan penalaran, kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi matematis.23 Berdasarkan hal tersebut, seorang siswa dikatakan mampu dalam komunikasi secara matematis apabila ia mampu mengkomunikasikan gagasan matematik dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Sejumlah ahli mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Menurut Baroody, ada dua alasan penting mengapa kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa, yaitu: mathematics as language (matematika sebagai bahasa) dan mathematics learning as social activity (matematika sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran).24

23Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008), h. 8.

24

Alasan yang menyatakan matematika sebagai bahasa dimaksudkan bahwa matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, namun matematika merupakan alat yang tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Sedangkan matematika sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran maksudnya bahwa matematika sebagai wahana interaksi, baik interaksi antar sesama siswa maupun antar guru dan siswa.

Selain mengemukakan tentang pentingnya

menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi di kalangan siswa, Baroody juga mengemukakan bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yang meliputi:25

1) Representasi (representing), yang diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide kedalam bentuk-bentuk visual. 2) Mendengar (listening), adalah aktifitas mendengarkan saat guru

ataupun siswa lain sedang berbicara.

3) Membaca (Reading), adalah aktifitas membaca teks secara aktif dan mengelaborasi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun, kemudian membuat catatan-catatan kecil dari teks tersebut.

4) Diskusi (discussing), adalah aktifitas siswa dalam mengkomunikasikan hasil yang diperoleh dari proses membaca. Melalui diskusi dan saling interaksi yang dijalin oleh siswa dalam bentuk kelompok, akan terbina suasana ketergantungan yang positif antar anggota kelompok yang akhirnya akan dicapai suatu pemahaman bersama.

25

5) Menulis (writing), adalah kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran/ide kedalam bentuk tulisan.

Kemampuan komunikasi matematis yang dikembangkan di tiap-tiap tingkat kelas memiliki karakteristik yang berbeda. Di tingkat-tingkat kelas 5-8, pelajaran matematika hendaknya meliputi kesempatan-kesempatan untuk berkomunikasi sehingga siswa mampu:26

1) memodelkan situasi-situasi menggunakan metode lisan, tertulis, konkret, gambar, grafik dan aljabar.

2) merefleksikan dan memperjelas pemikiran mereka tentang ide-ide dan situasi-situasi matematis.

3) membangun pemahaman umum mengenai ide-ide matematis, termasuk peranan definisi-definisi.

4) menggunakan keahlian membaca, menulis dan memandang untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis.

5) mendiskusikan ide-ide matematis serta membuat dugaan dan argumen yang meyakinkan.

6) mengapresiasi nilai notasi matematis dan peranannya dalam pembangunan ide-ide matematis.

Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa di tingkat-tingkat kelas tersebut, NCTM menyarankan agar komunikasi

Dokumen terkait