IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. PROSES PERKEMBANGAN KEBERDAYAAN
5.2. Konsultasi dan Placation
5.2.4. Kemampuan Manajemen Pengelolaan Budidaya Kerapu
Sebelum mengikuti program SF mereka hanya melaut mencari ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka pergi (melaut) hari ini,
mendapatkan hasil, kemudian dijual untuk mendapatkan uang. Uang tersebut
digunakan untuk mencukupi kebutuhan satu hari tersebut, sebisa mungkin
disisakan untuk kebutuhan besok bahkan kalau bisa ada tabungan sedikit. Tetapi
ketidakpastian dalam mendapatkan hasil di laut membuat mereka harus memutar
otak lebih keras lagi. Jika mereka tidak dapat hasil hari ini maka tidak akan ada
biaya untuk melaut esok hari. Jika hal ini terjadi berarti mereka tidak akan melaut
untuk hari-hari berikutnya atau mereka terpaksa mencari pinjaman uang untuk
biaya melaut.
Biaya yang dikeluarkan dalam satu kali perjalanan melaut cukup besar. Satu
liter solar disana harganya mencapai enam ribu rupiah dan mereka minimal harus
mengeluarkan uang enam puluh ribu rupiah untuk membeli 10 liter solar. Belum
lagi biaya makan mereka dan rokok mereka bisa menghabiskan dua bungkus
rokok dalam satu hari. Jumlah yang cukup besar bagi mereka jika dalam satu hari
mereka tidak mendapatkan hasil.
Pelatihan yang diberikan dalam kelompok SF mengenai manajemen usaha
sangat banyak membantu mereka dalam hal pengelolaan usaha budidaya ini.
Mereka bisa memperhitungkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk usaha
ini minimal dalam satu kali siklus panen kerapu. Perhitungan pembelian bibit,
biaya pakan, obat, vitamin, perawatan keramba, dan biaya-biaya tambahan lainnya
yang berkaitan dengan usaha ini. Bahkan mereka sudah bisa memperhitungkan
Sengaja atau tidak sengaja kemampuan ini juga mereka terapkan dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Karena hasil yang dirasakan adalah tiap kali panen,
maka perhitungan biaya kehidupan mereka pun juga bisa diperkirakan selama
menunggu masa panen. Seperti memperkirakan biaya sekolah anak, renovasi
rumah, menambah jumlah keramba, menambah jumlah bibit, dan kebutuhan hidup
lainnya. Sampai bisa memperkirakan kapan harus membeli tanah lagi atau rumah
baru.
Awalnya mereka merasakan satu kali panen dalam setahun, biasanya
dirasakan bagi anggota yang baru pertama kali masuk karena mereka belum punya
pengalaman mengelola budidaya. Setelah dua kali panen baru mereka bisa
memperkirakan dan menghitung pola yang mungkin dicapai untuk dua kali panen
dalam satu tahun. Artinya mereka mendapatkan dua kali penghasilan dalam satu
tahun, hasil dari budidaya kerapu.
Pembelian bibit kedua pada saat bibit pertama sudah mencapai ukuran
tertentu sudah bisa mereka perkirakan. Berapa lobang keramba yang harus
digunakan untuk tempat ikan dan berapa keramba yang harus dikosopngkan untuk
pencucian ikan (bergilir). Contohnya saja pembelian bibit ikan kerapu macan yang
saat ini menjadi fokus utama dari para nelayan budidaya kerapu. Kombinasi
antara gelombang pertama dan kedua pembelian bibit sudah bisa diperkirakan
bahkan pembelian bibit jenis kerapu bebek yang harganya jauh lebih mahal dari
kerapu macan sudah bisa mereka rencanakan.
Mereka mempelajari pola ini berdasarkan jurnal harian yang mereka
dapatkan dari program ini. Jurnal diisi tiap hari berdasarkan pemantauan
mereka bisa tahu dan paham perkembangan budidaya mereka dari waktu ke
waktu. Jurnal harian menjadi patokan mereka dalam mengelola budidaya kerapu.
5.3. Kemitraan dan Pendelegasian Kekuasaan 5.3.1. Pengelolaan Kelompok SF
Dalam subbab diatas peneliti mencoba menjelaskan manajemen pengelolaan
secara individu, dalam subbab ini peneliti mencoba mendeskripsikan pengelolaan
kelompok SF. Karena SF sifatnya kelompok walaupun dalam pengelolaan
budidaya masing-masing anggota bertindak sendiri.
Kelompok SF dibentuk sejak awal penerapan program ini. Jumlah awal
anggota yang tergabung dalam kelompok ini adalah 13 orang. Yang masih aktif
sampai sekarang berjumlah enam orang. Angkatan kedua berjumlah 22 orang,
yang masih aktif 12 orang. Angkatan ketiga erjumlah 20 orang dan masih aktif 23
orang. Total untuk seluruh anggota jadi 48 orang masih aktif.
Aktif atau tidaknya anggota dinilai dari hutang bibit yang mereka bayar
berjalan lanlancar atau tidak. Pada saat mereka mengambil bibit mereka berarti
berhutang pada kelompok sebesar dua juta rupiah. Dihitung berdsarkan harga bibit
ukuran 10 sentimeter adalah 10 ribu rupiah.jika pada saat panen mereka tidak
melunasi pinjaman ini maka akan dikenakan surat peringatan pertama. Jika
sampai tiga kali peringatan mereka belum juga melunasi pinjaman maka
dinyatakan tidak aktif dan mereka tidak boleh lagi menjadi anggota. Anggota
yang tidak aktif tidak akan mendapatkan pinjaman bibit lagi. Peraturan ini sudah
disepakati pad saat pembentukan kelompok dan tidak bisa diganggu gugat
Gambar 12. Sekretariat Kelompok SF
Pemutusan keanggotaan tidak keluar begitu saja, semua dibicarakan pada
saat rapat anggota dan merupakan keputusan bersama. Seorang anggota yang
tidak membayar pinjaman belum tentu berniat sengaja untuk tidak membayar.
Pengurus melihat kenapa anggota tersebut tidak membayar, alasannya bisa
macam-macam. Ada yang memang semua ikannya mati dan gagal panen, hal ini
masih bisa ditolerir oleh pengurus dan diberi waktu biasanya tiga bulan untuk
melunasi jika tidak maka akan langsung dinyatakan tidak aktif. Untuk yang tidak
mempunyai alasan jelas, biasanya kabur setelah panen, pengurus akan langsung
meninaktifkan keanggotaan dan yang seperti ini tidak akan diperbolehkan lagi
Gambar 13. Struktur Organisasi Kelompok SF
Aturan yang jelas dan tegas ini membuat kelompok SF mempunyai sistem
kelembagaan yang cukup kuat. Mereka (pengurus) mempunyai keinginan untuk
memajukan kelompok ini jadi hal-hal yang dianggap dapat menghambat
perkembangan kelompok akan segera diatasi dengan aturan yang telah disepakati.
Mereka tidak ingiin dianggap sebagai kelompok yang hanya main-main dan aktif
pada saat sebuah program datang. Mereka bahkan mempunyai keinginan bahwa
kelompok SF ini harus menjadi sebuah lembaga keuangan mikro. Untuk langkah
pertama mereka ingin membentuk kelompok ini menjadi sebuah koperasi.
Dalam kapasitas mereka sebagai sebuah kelompok saat ini, sebenarnya
mereka sudah belum bisa berdiri sendiri untuk mengelola kelompok ini. Misalnya
saja untuk masalah pembiayaan benih, mereka masih bergantung terhadap benih
yang disuplai oleh PKSPL dan Sudin Perikanan & Kelautan. Kelompok belum
mempunyai dana yang cukup untuk membeli benih dari luar dengan stok yang
banyak. Koneksi untuk mendapatkan benih pun belum mereka miliki. Akhirnya HUMAS 2 KETUA HUMAS 1 SEKRETARIS KEAMANAN BENDAHARA ANGGOTA
mereka hanya bergantung pada benih yang disediakan oleh balai SF dan terkadang
membeli sendiri di muara angke. Penyaluran ikan mereka pada saat panen juga
masih bergantung pada suplier lokal untuk dibawa ke Jakarta. Hal ini membuat
harga ikan kerapu bisa dengan mudah dimainkan oleh para suplier dan membuat
nelayan merugi.
Dalam sebuah perbincangan dengan dua orang anggota dan seorang suplier
membahas tentang harga ikan kerapu macan yang saat ini menurun. Menurutnya
(penyuplai) sekarang stok ikan di Muara Angke Jakarta sedang banyak jadi harga
ikan kerapu macan untuk satu kilogram turun jadi Rp 105.000,00. Cukup besar
bila dibandingkan beberapa bulan yang lalu harganya masih berkisar antara Rp
125.000,00-Rp 140.000,00. Sehingga nelayan hanya bisa menunggu sampai harga
kembali normal. Mereka akan melepas ikannya jika harga minimal Rp
120.000,00.
Seandainya mereka melepas ikan mereka sekarang sebenarnya mereka tidak
rugi total. Berdasarkan perhitungan mereka akan merugi di pakan dan tenaga
mereka sehari-hari. Seperti yang diungkapkan:
Informan 1 : “sebenarnya minggu kemaren saya mau panen ini, Cuma yah harga lagi turun sekarang…”
Informan 2 : “iya nih masalah harga di Jakarta lagi turun..”
Informan 1 :”,mantu dari Jakarta kemaren, katanya gitu, nih ada supplier nya”
Supplier : “lagi seratus lima (105.000) sekarang harga”
Informan 2 : “tuh turun lagi kemaren seratus lima belas (115.000), jadi kita tahan dulu ini”